TUJUAN
Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah
menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan
kepengurusan manajemen. Tujuan yang lain adalah menyediakan informasi
tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya,
serta merupakan tanggung jawab yuridis pemilik. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, informasi yang harus disampaikan berkaitan tentang ekuitas pemegang
saham tersebut minimal adalah sumber ekuitas, pembatasan pembagian dividen
dan likuidasi, batas perlindungan dan urutan penyerapan rugi.
PEMBEDAAN MODAL SETORAN DAN LABA DITAHAN
Pembedaan antara dua komponen ekuitas pemegang saham merupakan hal yang
sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator
daya melaba sehingga laba ditahan harus dipisahkan dengan modal setoran
meskipin jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham.
Pembedaan juga penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana
dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan pada
pihak lain, sedangkan laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat
digunakan untuk pembagian deviden.
MODAL YURIDIS
Sebagai pasangan laba ditahan, modal setoran dibedakan menjadi modal yuridis
dan modal setoran lain. Modal yuridis timbul karena adanya ketentuan hukum
yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan
dalam rangka perlindungan kepada pihak lain. Bentuk dari peraturan ini adalah
adanya nilai nominal atau nilai minimum. Besarnya modal yuridis bergantung
pada karakteristik saham (bernominal, takbernominal/bernilai nyataan,
takbernominal/takbernilai nyataan).
PERUBAHAN MODAL SETORAN
Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran adalah untuk membedakan
secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi. Berbagai sumber yang
dapat mengubah modal storan dengan berbagai masalah teoritisnya adalah:
Pemesanan saham
Pada saat perusahaan didirikan atau melakukan penawaran publik perdana,
perusahaan telah menetapkan apa yang disebut modal dasar. Dengan autorisasi
tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Bila saham telah terjual dan
pembeli telah membayar penuh kesepakatannya, sertifikat saham akan diserahkan
kepada pembeli. Berdasar konsep kesatuan usaha, jumlah rupiah yang diterima
perusahaan akan menimbulkan atau diimbangi dengan modal setoran.
dengan nilai sebesar harga pasar hak beli saham. Jumlah ini dikapitalisasi ke
modal setoran lain. Namun argument ini dibantah dengan alasan bahwa
kapitalisasi hak beli saham menjadi modal setoran adalah tidak logis karena tidak
ada sumber ekonomik yang disetorkan oleh pemegang saham dan tidak ada saham
baru yang diterbitkan.
Opsi saham
Opsi merupakan instrumen yang dapat digolongkan sebagai sekuritas turunansaham berupa hak untuk membeli atau menjual sejumlah saham. Opsi diterbitkan
atau ditulis oleh investor dan dijual kepada investor lain. Terdapat dua macam
opsi yaitu call dan put. Opsi call adalah opsi yang memberi hak kepada pemegang
opsi untuk membeli saham dengan harga tertentu selama perioda tertentu. Orang
membeli bila mengharapkan harga saham menaik. Sedangkan opsi put adalah opsi
yang memberi hak kepada pemegang opsi untuk menjual saham dengan harga
tertentu selama perioda tertentu. Orang membeli opsi bila mengharapkan harga
saham menurun
Warran
Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisi warran sebagai efek yang diterbitkan oleh
suatu perushaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham
dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu. Pemegang warran
dapat membeli sejumlah saham dengan mengambalikan warran tersebut dan
membayar sejumah kas tertentu. Terdapat beberapa kharakteritik dari warran,
yaitu (1) berbeda dengan hak beli saham atau opsi, (2) terdapat beberapa jenis:
lepas, lekat, dan bebas, (3) perlakuan akuntansi berbeda untuk tiap jenis, dan (4)
isu akuntansi: Bila opsi diambil, apakah harga opsi dipisahkan dengan harga
sekuritas terkait.
Saham treasuri
Saham treasuri adalah penarikan kembali saham yang beredar untuk sementara
dan kemudian diterbitkan kembali. Beberapa alasan perusahaan melakukan
penarikan kembali antara lain saham tersebut akan diterbitkan kembai kepada
karyawan dalam program opsi saham, serta saham tersebut akan digunakan untuk
membeli perusahaan lain dalam transaski penggabungan usaha.
Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah (1) penentuan
jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan laba
ditahan, (2) pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham
treasuri dijual kembali. Mengenai hal tersebut, terdapat dua pendekatan atau
konsep yang dapat diterapkan yaitu konsep satu-transaksi dan konsep duatransaksi
PERUBAHAN LABA DITAHAN
Kalau pemisahan antara transaksi modal dan transaski operasi harus tetap
dipertahankan, hanya terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi besarnya
laba ditahan yaitu laba atau rugi priodik. Transaksi lain yang dapat mempengaruhi
laba ditahan adalah transaksi yang tergolong dalam transaksi modal. Pengaruh
beberapa transaksi diatas langsung dimasukkan dalam laba ditahan dan tidak
melalui statemen laba-rugi perioda terjadinya transaksi tersebut karena transaksi
tersebut merupakan transaksi modal.
Terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam suatu
perioda berubah selain karena transaksi modal, tetapi karena transaksi khusus,
yaitu penyesuaian perioda-lalu, koreksi kesalahan dalam laporan keuangan
sebelumnya, pengaruh perubahan akuntansi, dan kuasi-reorganisasi.
PENYAJIAN MODAL PEMEGANG SAHAM
Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca
sebenarnya menggambarkan urutan perlindunga dalam kondisi perusahaan
mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan dilikuidasi. Dalam terjadi defisit,
urutan penyajian menggambarkan urutan penyerapan rugi, sedangkan dalam
kondisi likuidasi urutan penyajian menggambarkan urutan perlindungan yuridis.
Secara umum kos yang telah dikorbankan menjadi biaya akan diserap melalui
aliran pendapatan kotor. Dalam hal terjadi pengorbanan kos akibat hilangnya
manfaat menjadi rugi, rugi tersebut akan diserap terlebih dahulu melalui laba
bersih dan hanya dalam keadaan yang sangat khusus maka kos tersebut dapat
diserapkan oleh kelompok modal pemegang saham. Urutan penyerapan biaya,
rugi, dan rugi luar biasa adalah: (1) pendapatan kotor, (2) laba bersih, (3) laba
ditahan, (4) premium modal saham, dan (5) modal saham. Urutan penyrapan rugi
tersebut sebenarnya merupakan asumsi atau tradisi semata-mata walaupun hal
tersebut dapat dikuatkan dalam bentuk standar akuntansi.
Urutan perlindungan menunjukkan siapa yang harus didahulukan dalam menerima
distribusi asset atau siapa yang menanggung segala akibat dalam kasus
perusahaan dilikuidasi. Urutan perlindungan tersebut adalah (1) karyawan dan
pemerintah, (2) kreditor berjaminan, (3) kreditor takberjaminan, (4) pemegang
saham prioritas, dan (5) pemegang saham biasa.
PERINCIAN LABA DITAHAN
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi dilaporkan
langsung ke laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar
sumber (by resources), dan ada pula kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan
dengan merincinya atas dasar tujuan (by purposes) dengan cara yang disebut
apropriasi dan pembatasan. Masalah teoritisnya adalah, adakah manfaat merinci
laba ditahan atas dasar tujuan, misalnya dengan memecahnya menjadi cadangan,
peruntukan (appropriated), dan bebas (unappropriated)?
LABA KOMPREHENSIF
Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan dan
dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaski pemilik,semua
perubahan akibat transaski operasi harus dilaporkan melalui statemen laba-rugi.
Ps-pos operasi dalam ari luas sebagai lawan pos-pos transaski nonpemilik
meliputipos-pos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang sifatnya
khusus atau luar biasa tetapi berasal dari transasksi nonpemilik.
Masalah teoritis yang ada adalah pos-pos mana saja yang dapat dilaporkan melalui
statemen laba ditahan. Terdapat dua pendekatan untuk mengatasi permasalahan
tersebut, yaitu pendekatan kinerja sekarang atau normal, dan pendekatan semuatermasuk atau surplus bersih.
FASB menganut pendekatan semua-termasuk secara penuh dengan mengenalkan
apa yang disebut laba komprehensif. Dalam pendekatan semua-termasuk pospos
penerobos masih dilaporkan dalam statemen perubahan laba ditahan, pos-pos
penerobos itu sendiri adalah pos-pos yang dilaporkan langsung dalam statemen
laba ditahan tanpa melalui statemen laba rugi. Penyajian laba komprehensif dapat
dilakukan dengan pendekatan satu-statemen atau dua-statemen.
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/09/makalah-tentang-ekuitas.html
Diposkan oleh Yohana Anestasia , di 03:03
BY YOHANA ANESTASIA
Konsep Ekuitas
Dalam Perspektif Syariah
Pendahuluan
Konsep kepemilikan-terutama proporsi hak pemilik terhadap suatu entitas
ekonomi-memang merupakan perbincangan yang menarik dalam relasinya dengan
Indonesia sebagai negara yang sedang mengalami krisis akhir-akhhir ini. Berbagai
pandangan kritis yang menggugat pandangan distribusi kepemilikan entitas
ekonomi dalam agenda diskusi para pakar marak terjadi. Opini beberapa pakar
tersebut diantaranya mensinyalir bahwa masih banyak terdapat kesenjangan dalam
berbagai segmentermasuk diantaranya distribusi kepemilikan entitas ekonomi
yang ikut mengerosi fundamen perekonomian nasional.
Masih dalam konteks tersebut, menarik untuk disimak komentar Peter F.
Gontha tentang bursa efek Nasional dalam sebuah harian yang mengatkan bahwa
belum terdapat sebuah regulasi dalam bursa efek yang mengatur proporsi
kepemilikan saham untuk orientasi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Bahkan secara faktual, indonesia merupakan negara satu-satunya didunia yang
pasar modalnya masih depenuhi oleh perusahaan go-public dengan proporsi
penguasaan saham dalam struktur kepemilikan dikuasai oleh satu orang atau
kelompok usaha sampai sebesar 70% dari total jumlah saham. Bandingkan
misalnya dengan singapura sebagai negara yang dikenal ekonominya telah
menginternalisasikan efiesiensi sedemikian rupa, di mana penguasaan saham
terbesar dalam bursa efeknya hanya berkisar antara 24,9%, itupun dengan
pengawasan yang ketat.
Persoalan ini tentu saja merupakan fokus pengkritisan yang cukup menggelitik
bagi masyarakat yang sudah semakin well-informed dan menuntut terhadap
eksistensi entitas-entitas ekonomi yang mapan. Transpormasi kultural dalam
paradigma baru yang lebih menyentuh esoterisme keilmuan. Dan menarik untuk
dicermati, bahwa sisi lain dari perspektif yang sebelumnya samar-yaitu gejalagejala manusiawi tentang etik, nilai dan bahkan ideologi menjadi lebih
teraksentuasi dalam dialetika pemikiran. Tetapi memang terlalu terburu bila
kemudian berharap pemikiran alternatif sejenis dapat dijadikan komoditas baru
khas gaya berfikir modern dan memang secara karakteristik ide-ide semacam
ini tidaklah reproduktif dan populer. Namun minimal, para seniman akuntansi
dapat berharap bahwa gagasan-gagasan seperti ini dapat dijadikan katarsis untuk
merambah wilayah-waliayah eksotis ilmu pengatahian yang selama ini tidak
tersentuh.
Keseluruhan narasi ini akhirnya membentuk kerangka di luar kemodernan
sebuah kerangkan yang diorentasikan terhadap fokus pembicaraan pada satu
bagian dari akuntansi- yakni akuntansi ekuitas- dengan penelaahan kritis
menggunakan model pembahasan yang sedikit keluar dari penjara keilmiahan
era modernitas. Diskursus yang mencoba membahas kembali secara kritis
akuntansi ekuitas sebagai konsep kepemilikan dengan menampilkan sisi-sisi
gelap yang lain yang selama ini luput terpotret oleh angka-angka. Konsep
kepemilikan sebagai konsep yang disatu pihak sarat dengan muatan nilai-nilai etis
karena menyangkut hubungan antar individu dalam kolektivitas, yang tentu saja,
tidak dapat begitu saja direpresentasikan secara objektivitas dalam bahasa
numerik. Dan sacara bersamaan. Konsep ini juga sangat politis dan berpontensi
konflik karena menyangkut dominasi, arogansi, dan nafsu manusiawi atas objekobjek yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang pada
dasarnya serakah. Sebuah problem pelik sebagaimana pernyataan bijak Ghandi,
dunia cukup luas untuk mencukupi kebutuhan manusia tetapi sekali tidak
memadai bagi keserakahan kita.
seluruh aktiva bersih perusahaan baik satu per satu atau keseluruhan dengan
asumsi kondisi kelangsungan usaha.
2. Komponen dan Tujuan Laporan Ekuitas
Sumber-sumber ekuitas pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu berasal dari
investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan, sedangkan pembatasannya terdiri
dari pembatasan secara hukum dan pembatasan yang berasal dari kemampuan
perusahaan. Sumber-sumber ekuitas dan batasan-batasan terhadap hak pemilik
tersebut selanjutnya berfungsi sebagai dasar klasifikasi pelaporan komponenkomponen ekuitas yang terdiri dari setoran pemilik yang sering kali disebut
modal, saldo laba, dan unsur-unsur yang lain. Secara lebih tegas, PSAK
menggariskan pengungkapan ekuitas minimal harus secara jelas mengelompokkan
komponen-komponen ekuitas sebagai modal disetor, saldo laba, selisih penilaian
kembali aktiva tetap, dan modal donasi.
Ekuitas dalam entitas bisnis timbul dari hak kepemilikan atau
ekuevalennya. Hak tersebut meliputi suatu relasi antara perusahaan dengan
pemiliknya sebagai pemilik'. Hak-hak pemilik perusahaan ini sangat variatif
bentuknya. Walaupun demikian, apa yang menjadi pokus para akuntan secara
umum tentang konsep ekuitas adalah sama; yakni hak-hak yang berkenaan dengan
pembagian kekayaan perusahaan. Hak terakhir terhadap pembagian aktivia
perusahaan pada saat likuidasi, serta hak-hak kepemilikan yang melekat dengan
asumsi perusaaan sebagai going concern.
Menurut tuanakotta, tujuan penyajian ekuitas pemilik dalam ikhtisarikhtisar keuangan adalah berkaitan dengan pengungkapan hak-hak ekonomis
tersebut. Hal ini dijelaskan secara mendetail dalam PSAK No.21 sebagai berikut:
Ekuitas sebagai bagian hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan
sedemikian rupa sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya secara
jelas dan disajikan sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian
yang berlaku. FASB menambahkan bahwa ekuitas harus merepresentasikan
sumber-sumber distribusi dari perusahaan terhadap pemiliknya, baik dalam bentuk
dividen tunai maupun distribusi aktiva-aktiva yang lain. karakteristik esensial dari
pada dasarnya telah timbul hak atas suatu penghasilan yang dibuahkan oleh jerih
payah dan kecerdikan orang-orang lain, dan oleh setumpuk pengetahuan serta
teknologi yang sesungguhnya merupakan harta persedian bersama seluruh
masyarakat. Gabungan para pemilik pabrik yang sekarag produktifyang
mencakup teknologi yang berkembang dimasyarakatdengan cara menghentikan
operasinya, mereka dapat memaksakan kehendak atau membuat keterampilan
kerja masyarakaat menjadi tidak laku. Dan menurut kebiasaannya, mereka akan
terus melakukan hal itu sampai pada taraf yang cukup jauh.
milik dalam bahasa ekonomis dan numerik, dimana pranata sesungguhnya adalah
undang-undang yang mengikatnya yang merepresentasikan klaim kepemilikan.
Ada dua keberatan pokok yang ditujukan pada legitimasi dari pernyataan
netralisasi dari ekuitas yang membebaskannya dari pertanggungjawaban etis
tersebut. Pertama, persamaan akuntansi yang menghasilkan definitif ekuitas
sebagai nilai residu bermaksud menjelaskan arti ekuitas dengan persamaan
identitaas, bukan suatu penjelasan definitif, terlebih lagi substantif. Secara
filosofis ia tidak berbentuk suatu legitimasi teoritis-etis yang ingin
mempertanyakan tentang dasar ontologis, epistomologis, serta aksiologis dari
eksistensi ekuitas. Ini dapat dianalogikan dengan contoh berikut; suatu persamaan
4-1=3 dapat disebut sebagai persamaan identitas tetapi tidak menjelaskan apap
pun tentang apakah substansi dari simbol 3 itu ketika, misalnya 4-1 dinisbahkan
Atau dengan cara lain, bagaimana dampak eksistensi 3 terhadap sisi persamaan
yang lain dan konteks tempat ia ada? Dengan cara sama, ekuitas tidak dapat
dijelaskan hanya dengan pernyataan bahwa ia merupakan hasil residu dari aktiva
dikurangi kewajiban perusahaan karena sesungguhnya ia (aktiva-kewajiban dan
ekuitas) bukan merupakan persamaan identitas.
Persoalan tersebut seharusnya terbantah karena ekuitas tidak dapat dijelaskan
dengan cara demikian, sebab persamaan akuntansi (aktiva-kewajiban=ekuitas)
bukan merupakan persamaan identitas biasa. Sebagaimana diketahui, ketika sudut
pandang akuntansi telah diterapkan dalam persamaan maka perubahan unsurunsur persamaan akuntansi akan berdampak pada perubahan orientasi dan
perilaku akuntansinya. Sebagai contoh, penjelmaan ekuitas dalam persamaan
dasar sebagai stocholder equities akan berbeda secara radikal dengan bentuk
proprietorship. Artinya, apa yang bermakna dalam konteks sosiologis, yang
berarti membutuhkan legitimasi etis, adalah perwujudan ekuitas dalam persamaan
yang faktual. Persamaan dasar tidak butuh legitimasi etis, karena ia selalu berbeda
dalam kondisi noninstrumental. Hal ini cukup membuktikan bahwa ekuitas
bukanlah suatu identitas biasa.
Keberatan kedua, ketika suatu instrumen atau pranata cukup aplikatif untuk
menjadi netral, dalam arti dapat eksplotasi untuk dan oleh nilai apapun, maka
ketika itu pula ia menjadi identik dengan nilai yang harus dilegitimasi dengan
argumentasi dengan argumentasi teoritis-etis. Sebuah instrumen hanya dapat
bermakna sejauh ia berada dalam tataran instrumentalnya, yakni dalam kondisi
praktik manusiawi yang terkait dalam konteks tertentu. Artinya, ia menjadi berarti
ketika ia memiliki nilai dan tujuan yang bernilai untuk diupayakan yang
menjadikan dirinya dalam keadaan instrumentalnya karena ia akan kehilangan
maknanya. Dan adalah hal yang mustahil bila ini dimaksudkan untuk subjek
akuntansi ekuitas yang berpengaruh luas pada realitas sosial, minimal dalam
konteks ekonomis. Dengan demikian, netralitas akuntansi ekuitas sampai batas
tertentu tetap bernilai, tetap merupakan posisi yang memiliki posisi. Posisi ini
selanjutnya akan mengimperasikan sejumlah konsekuensi, adalah wajar bila perlu
legitimasi.
2. Konsep ekuitas dalam pandangan syariat Islam
Konsep kepemilikan dalam islam merupakan suatu konsep dengan metafora
amanah (triyuwono 1995:2000) dimana seseorang yang memiliki suatu barang
pada haekatnya memperoleh suatu titipan yang diamanatkan kepadanya untuk
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karakteristiknya diuraikan oleh Mannan sebagai
berikut :kekhasana konsep islam mengenai hak milik pribadi terletak pada
kenyataan bahwa dalam Islam, Legitimasi hak milik tergantung pada moral yang
dikaitkan padanya, seperti juga jumlah matematika tergantung pada tanda
aljabar yang dikaitkan padanya. Dalam hal ini, lagi-lagi Islam berbeda dengan
kapitalisme dan komunisme, karena tidak satupun dari keduanya itu yang
berhasil dalam menempatkan individu selaras dalam suatu mosaik sosial. Hak
milik pribadi merupakan dasar kapitalisme, sedang penghapusannya merupakan
sasaran pokok ajaran sosialisme.
Sementara itu, nalar juga memberikan gagasan bahwa individu yang menciptakan
suatu benda juga bertanggungjawab atas wujud benda itu sebagai pemiliknya; ia
memiliki klaim penuh atasnya. Sebagaimana individu memiliki kebebasan
bertindak berkenaan dengan dirinya, ia juga memiliki klaim yang tak terbantah
atas apa saja yang diciptakannya. Atas pertimbangan ini, kepemilikan sebagai
hasil kerja seseorang dan bentuknya yang disadari olehnya, dianggap sebagai hal
yang natural dan logis.
Kedua konsep diatas merupakan doktrin etis Islam; yaitu Tuhan sebagai pemilik
Mutlak atas segala sesuatu (QS Ali Imran,189). Sementara manusia hanya
menjadi wakilnya di bumi (QS Al-Baqarah 30). Dari premis pertama tersebut
selanjutnya dapat ditarik premis kedua bahwa manusia dalam kehidupan sosial
yang ada, memiliki suatu klaim kepemilikan, baik yang bersifat individual
maupun kolektif. Dari premis awal pula, logika menetapkan bahwa produsen
suatu barang dinisbahkan sebagai pemiliknya. Atau dengan kata lain, seorang
manusia yang memiliki diri otentik diamanatkan sebagai pemilik kerjanya
maupun produk kerjanya. Ini merupakan salah satu asal usul kepemilikan
insaniah; yaitu pertama, kerja kreatif. Kerja kreatif dapat dianggap sebagai sumber
kepemilikan, yang tercangkup oleh dan sesuai dengan nalar sedemikian hingga
tidak perlu ada paradoks atau paralelisme (bahesti 1992, 14-15). Kerja kreatif
menciptakan nilai konsumsi baru dan meningkatkan kualitas dan kuantitas nilai
konsumsi keseluruhan yang ada. Tingkatan kepemilikan individu atas komoditas
yang diproduksinya dapat diukur oleh kontribusinya dalam proses produksi
tersebut. Dalam hal ini, kerja produktif yang dimaksud mencakup baik aktivitas
langsung maupun tidak langsung yang memberikan tambahan bersih pada
kuantitas dan kualitas barang.
Kedua; dalam konteks lainnya, ada bentuk kepemilikan yang berbeda dengan
yang pertama, yaitu ketika dijumpai perolehan yang berasal dari alam tanpa perlu
mengolah atau memodifikasinya. Dalam hal ini, apa yang dilakukan
sesungguhnya adalah kerja konsumsi dimana tindakan itu tidak dapat disebut
sebagai aktivitas ekonomi atau aktivitas produktif. Persoalan seperti ini
mengharuskan bahwa selain produksi, terdapat kepemilikan lainnya yang disebut
perolehan (acquisition), yang dalam terminologi fiqh atau yurisprudenci syariah
memiliki nama lain hiazat, yang ringkasnya berarti kepemilikan atas sesuatu
(bahesti 1992,19-21). Manusia memalii hiazat memiliki bagiannya atau apa yang
menjadi miliknya, tidak menjadi soal apakah hiazat tersebut merupakan asal-usul
kepemilikan atau mendahuli prevalensinya. Manusia dipandang sebagai pengatur
alam, memiliki hak memanfaatkan atau mengeksplotasikannya, tentu saja dengan
cara-cara yang baik. Seluruh manusia adalah pengatur alam, sementara masingmaasing individu memiliki jatah rizkinya sendiri sehingga ia berhak
berpartisipasi dalam praktek hiazat guna memperoleh keuntungan dari karunia
alam. Hiazat mengandung arti menjadikan sesuatu sebagai milik atau mengambil
kendali atas sesuatu. Jadi hiazat adalah perolehan jatah seseorang dari asset
keseluruhan.
Kepemilikan oleh individu terhadap alam ada bersama orang lain dalam bentuk
kepemilikan kolektif. Sifat kepemilikan demikian disebut musya (bahesti 1992,
21-22). Dalam hukum islam terdapat dua bentuk kepemilikan kolektif yang
dipertahankan (bahesti 1992, 22-25). Satu bentuk adalah kepemilikan masyarakat,
yang melalui hiazat, kepemilikan individu dimunculkan. Sementara itu, bentuk
lainnya muncul sebagai kepemilikan kolektif yang bersifat tetap. Pandangan
tersebut menganggap bahwa milik masyarakat tidak sama dengan milik bersama.
Yang pertama berarti kepemilikan atas kekayaan atau sumber-sumber ekonomi
yang eksistensinya berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, sementara yang kedua adalah kepemilikan kolektif yang belum
direalisasi sebagai milik individu. Dinyatakan dalam salah satu hadits:
kepemilikan manusia terbagi dalam tiga barang: api, air, dan padang rumput.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan hadits ini adalah bahwa dalam hal
ini kepemilikan masyarakat, semua orang dapat memanfaatkannya tanpa menjadi
pemilik kekayaan tersebut.
Berkaitan dengan kepemilikan individu, walaupun diperoleh melalui cara-cara
yang sah, tidak begitu saja menjadi halal pula kecuali telah dikeluarkan bagian
hak kolektifnya dari kepemilikan individu. Islam menempati posisi unik dalam hal
ini dengan mendasarkan diri pada kerangka etis keseimbangan di mana dalam hak
seseorang atas kekayaan secara bersamaan terselip pula azasi hak orang lain.(QS
Al-Anam 141)
bersifat normatif dan ideal hingga sukar diterjemahkan dalam bentuk yang lebih
material. Untuk menjamin terlaksananya nilai-nilai etis yang berlaku dalam
konsep kepemilikan syariah. Sejauh institusi-institusi tersebut masih bersifat
elestis; dalam arti bahwa masyarakat luas kurang memiliki akses terhadap
mekanisme syura hingga dapat menghasilkan keputusan yang berpihak pada
masyarakat, maka implementasi konsep kepemilikan yang seimbang tetap akan
sulit terwujud. Sebagaimana teori-teori kepemilikan liberal yang memberikan
legitimasi etis pada kerakusaan rezim kapitalisme; teori kepemilikan syariah dapat
pula terjebak dalam posisi lebih buruk; memberikan legitimasi etis terhadap
konsep kepemilikan yang diatur secara otoritier oleh negara dengan pembenaran
atas nama tuhan.
Apabila pelaksanaan konsep kepemilikan syariah ternyata tidak didukung
secara institusional oleh kelengkapan pranata-pranata syariah, maka dapat terjadi
perwujudan nilai-nilai etis Islam dalam konsep kepemilikan hanya mengandalkan
kepatuhan personal seorang muslim terhadap khaliqnya. Jika ini yang terjadi,
paradigma islam tidak akan dapat dibahasakan secara komunal karena masyarakat
sebagai kolektifas tidak memiliki kepanjangan tangan melalui institusi-institusi
untuk mengendalikan dan memastikan bahwa aturan-aturan syariah telah
ditegakkan. Secara pragmatis, doktrin-doktrin etis memang sering kali harus
berhadapan dengan fakta empiris. Mengharapkan semata-mata pengawasan
langsung dari Allah swt sebagai hakim yang muthlak tentu saja merupakan utopis
asketis luar biasa yang dapat mengakibatkan kesewenang-wenangan terhadap
kemanusiaan, otomatis mengibiri keagungan Islam
sebelumnya; bahwa setiap pranata milik memerlukan teori pembenar dengan cara
mana hak kepemilikan dipahamkan sebagai pranara pribadi sejauh terdapat
keyakinan umum bahwa hal tersebut adalah lebih asasi.
Problem normatif yang kemudian timbul dari terbukanya diskursus etis ini adalah
apa yang disebut dalam katagori-katagori bahasa foilosofis sebagai problem apanya (ontologi) dan bagaimanya (epistemologi) konsep kepemilikan dalam ekuitas.
Dengan kata lain, akuntansi ekuitas sebaagi simbolisasi nilai tertentu tentang
klaim kepemilikan harus dapat dilacak secara sistimatis menuju preposisi etisnya,
dan kemudian dijelaskan korelasi dan proses berlakunya hingga menjadi sebuah
pernyataan aksidental yang diskrit. Sebagai sebuah pranata milik yang
memapankan suatu proposisi dan konsepsi tertentu tentang klaim kepemilikan,
ekuitas menjadi metafor dari suatu substansi yang harus mampu secara
argumentatif menjawab problem ini untuk secara etis sah menyatakan dirinya
sebagai pranata milik.
3. Ekuitas dan Hakikat Kepemilikan
Pengertian tentang milik tidak pernah permanen sepanjang sejarah peradaban.
Dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan dan suksesi berbagai aspek sosialbudaya masyarakat yang berdimensi kompleks, pranata serta persepsi orang
tentang realitas material selalu berubah pula. Terjadinya perubahan tersebut sangat
terkait dengan perubahan-perubahan tujuan masyarakat atau golongan tertentu
yang dominan yang diharapkan dapat dilayani oleh pranataa milik.
Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengertian tentang kepemilkian sangat
korelatif dengan konteks kulturnya, spasial, dan kesejarahannya.
Pada saat harapan-harapan mengalami perubahan, problem kepemilikan mulai
berkembang menjadi permasalahan yang kontroversial. Soalnya bukan saja
tentang bagaimanakah seharusnya pranata milik itu ditetapkan, tetapi juga
perdebatan mengenai hakikat pranata milik itu sendiri.begitu setiap orang
memiliki harapan yang berbeda-beda, maka tentu saja mereka akan melihat faktafakta tentang pranata buatan manusia yang menciptakan dan melestarikan relasi
tertentu antara orang-orang, dan itulah sesungguhnya hakikat milik yang tidak
akan pernah dapat disimplikasikan dalam sebuah penjelasan yang defintif. Pranata
dibuat dan dimapankan untuk tujuan tertentu, baik untuk mengabdi pada
kebutuhan-kebutuhan manusia yang dianggap esensial, yaitu yang akan
mendeterminasi-sekurang-kurangnya batas-batas itu-apakah pranata itu,maupun
untuk memenuhi kebutuhan golongan yang dari waktu ke waktu telah membuat
atau mengubahnya ke dalam bentuk tertentu.
Ide orang tentang kepemilikan dapat dikatakan adalah akibat sekaligus sebab dari
apakah sebenarnya problem tentang kepemilikan tersebut pada konteks tertentu.
Gagasan mereka tentunya memiliki relasi tertentu-meski tidak selalu merupakan
analog yang persisten-dengan realitas yang sesungguhnya eksis. Dan perubahanperubahan terhadap realitas sebagian memang disebabkan pula oleh perubahan ide
dan pandangan orang mengenai hal tersebut. Ini berarti bahwa kepemilikan adalah
suatu pranata sekaligus suaru gagasan, dimana keduanya selalu dalam keadaan
saling berpengaruh satu sama lain sepanjang perkembangannya.
Bersamaan dengan suatu komunitas-baik berdasarkan adat, konsensus, atau
hukum-membuat suatu pembedaan antara milik dan sekedar memiliki harta benda
fisik, maka secara otomatis dapat diartikan bahwa masyarakatnya sesungguhnya
telah menerima secara implisit milik sebagai suatu hak. Memiliki suatu pemilikan
adalah memiliki hak, dalam arti suatu klaim yang bersifat memaksa terhadap
suatu utilitas atau manfaat atas sesuatu. Apa ynag membedakan antara harta milik
dengan sekedar pemilikan sementara adalah bahwa milik itu merupakan suatu
klaim yang dapat dipaksakan oleh masyarakat atau negara, oleh adat, atau sebuah
konsensus maupun hukum.
Sebagai suatu klaim yang bersifat memaksa, tidak berarti bahwa semua ahli teori
telah sepakat secara etis mengenai implementasi pemaksaan hak milik oleh suatu
perangkat hukum. Sebaliknya, bahkan seorang pakar liberal pun menegaskan
bahwa rangkaian hak yang ada- yaitu klaim-klaim yang dapat dipaksakan-tidaklah
secara moral niscaya benar, dan bahwa serangkaian hak-hak yang lain hatus
diresmikan. Dengan berbuat demikian, mereka beranggapan bahwa serangkaian
klaim yang saling beroposisi harus dapat dibuat menjadi hal yang dapat
dipaksakan pula untuk menjaga harmoni antara hak dan kewajiban.
Klaim kepemilikan tidaklah berlandaskan pada ancaman semata-mata.ancaman
paksaan hanya ditampilkan sebagai instrumen yang dianggap perlu untuk
menjamin suatu hak yang bersifat azasi, walaupun perdebatan tentang tingkatan
kualitatif azasi dalam bahasa individu vs bahasa kolektif sampai saat ini masih
berlangsung dalam porsi intensif antara berbagai perspektif pemikiran. Milik
dianggap sebagai suatu hak bukan karena milik adalah klaim yang dapat
dipaksakan, legitimasi paling populer terhadap setiap pranata milik, yaitu bahwa
milik harus merupakan klaim yang dapat dipaksakan, disebabkan karena milik
perlu merealisasikan alam fundamental manusia. Milik berperan demikian, yaitu
merupakan klaim yang dapat dipaksakan, hanya karena dan sejauh teori etika
yang unggul beranggapan bahwa hal itu adalah hak manusiawi yang sudah
seharusnya ada. Dengan kualifikasi ini, anggapan bahwa kepemilikan adalah suatu
hak tidak berarti menyetujui pula suatu sistem tertentu mengenai kepemilikan
sebagai benar,dan telah merumuskan hak aktual sebagai klaim yang dapat
dipaksakan secara aktual pula.
Implikasi logis dari definitif kepemilikan sebagai suatu klaim yang dapat
dipaksakan akan mengarahkan terminologi kepemilikan secara sosiologis dalam
hubungan politik antar personil. Kepemilikan adalah suatu fenomena politik,
dimana terdapat suatu hubungan interaksi yang kohesif dalam afinitas motif-motif
yang saling berbeda antar pribadi-pribadi. Setiap sistem milik adalah suatu sistem
hak dari setiap pribadi dalam hubungannya dengan pribai-pribadi yang lain. Ini
tampak jelas dalam permasalahan milik pribadi modern; yakni hak seseorang
untuk mengesampingkan orang lain dari sesuatu atau untuk tidak dikesampingkan
dari sesuatu, dimana hal ini berlaku pula pada setiap bentuk milik bersama.
Gagasan tentang suatu klaim yang dapat dipaksakan pada akhirnya niscaya
bersifat politis karena harus didasari oleh motif-motif atau nilai normatif individu
yang berbeda-beda yang diperjuangkan oleh masing-masing orang sehingga perlu
ada suatu perangkat pemaksa tertentu untuk menjamin harmonisasi interaksi
antar-individu ini.
4. Penutup
Berdasarkan ekspolarasi dasar-dasar teori, dilanjutkan dengan elaborasi yang
cukup sistematis, serta diakhiri dengan analisis komparatif interpretatif
berdasarkan bukti-bukti pendukung yang didapat, maka beberapa point penting
yang diperoleh dari seluruh analisis tersebut dipaparkan sebagai kesimpulan
sebagaimana dibawah ini.
Disiplin ilmu akuntansi bukanlah ilmu atau instrumen yang nnetral (value-free),
namun merupakan disiplin (dan praktik) yang sarat dengan muatan nilai dan
ideologi yang berinteraksi saling mempengaruhi dengan realitas sosial. Secara
makro akuntansi dipengaruhi oleh sistem ideologi di mana akuntansi itu
dipraktekkan, dan secara makro juga dipengaruhhi oleh bentuk organisasi. Faktorfaktor akuntansi selanjutnya akan dipengaruhi oleh akuntansi, termasuk
mempengaruhi perilaku manusia.
Teori ekuitas merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari disiplin akuntansi.
Teori ini akan mewarnai bentuk akuntansi itu sendiri, termasuk informasi
akuntansi yang disajikan. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari disiplin
akuntansi, teori ekuitas juga tidak steril dari basis nilai normatif dan ideologi
tertentu yang melingkupinya. Dengan basis parameter moneternya, teori ekuitas
sebagai perwujudan kepemilikan memaparkan informasi ekonomi-kuantitatif yang
konsekuensinya akan mempengaruhi perilaku dari pengguna informasi tersebut.
Hak kepemilikan sendiri yang dalam realisasinya berpeluang memiliki peran
sebagai regulator, sebagai kekuatan sosial, sekaligus institusi pemaksa,
memerlukan legitimasi teoritis-etis sebagai dasar perannya itu. Ekuitas pada titik
ini memerlukan sebentuk teori legitimasi etis. Teori-teori legitimasi etis konsep
DAFTAR PUSTAKA
Baydon, nabil dan Roger Willer, 1994, Islamic Accounting Theory, The AANZ
Annual conference, 3-6 Juni, Australia.
Dillard, Dudley, 1987, " Kapitalisme" dalam M.D Rahardjo, LPE3S, Jakarta
Durkhem, Emil, 1986, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, terj, Taufiq
Abdullah dan A.C. Van der Leeden, yayasan obor Indonesia, Jakarta.
Gaffiikin, M.J.R, 1996, " Accounting for now and the Future". Accounting;past
present, and future seminar, STIE Malangkuceswara, Malang.
Gambling, Trevor, and R.A. Abdul Karim, 1991, Business and accounting Rthics
in Islam, Manshell Publishing Ltd, London
Heilbroner, Robert L., 1991, Hakekat dan Logika Kapitalisma, terj. Hartono
Hadikusumo, LP3ES, Jakarta.
Safri Harahap, Sofyan, 2001, " Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam"
November 2001, Pustaka Quantum, Jakarta.
Triyuwono, Iwan, 1996, " Teori Akuntansi berhadapan nilai-nilai Islam", Journal
Kebudayaan dan peradaban-Ulumul Qur'an, no. 5, 44-60
Efisiensi vs Ekuitas
Dengan Tejvan Pettinger pada tanggal 30 November 2010 di ekonomi
Sebuah masalah besar dalam ilmu ekonomi adalah trade off antara efisiensi dan
ekuitas.
Dari satu perspektif kita dapat mengatakan bailing out bank merupakan kebutuhan
ekonomi karena mencegah keruntuhan kepercayaan di sistem perbankan. Dengan
bailing out bank, kita mengaktifkan perekonomian yang lebih produktif efisien.
Namun, dari perspektif lain tampaknya tidak adil bahwa pemerintah
memungkinkan bankir untuk mempertahankan pekerjaan membayar tinggi
sementara mereka menerapkan pemotongan bagi pekerja berpenghasilan rendah.
Peningkatan Ketimpangan dan Peningkatan Pertumbuhan.
pendapatan riil. Hasilnya adalah bahwa semua orang menjadi lebih baik, namun,
ada juga ketimpangan pendapatan yang lebih besar. Oleh karena itu, beberapa
orang mungkin merasa bahwa mereka muncul relatif lebih buruk dibandingkan
dengan orang lain dalam masyarakat.
Ini adalah peningkatan kesejahteraan ekonomi pareto tetapi juga peningkatan
ketidaksetaraan.
Titik akhir adalah bahwa ada tidak harus menjadi trade off antara kesetaraan dan
efisiensi. Peningkatan efisiensi, umumnya harus membuat perekonomian lebih
baik. Tidak ada alasan mengapa peningkatan efisiensi telah menyebabkan
ketimpangan. Hal ini kompatibel untuk meningkatkan efisiensi dan pemerataan
dalam masyaraka
http://www.eldis.org/go/topics/resource-guides/climate-change/keyissues/tackling-poverty-in-a-changing-climate/equity-and-economic-growth
efisiensi ekonomi
Efisiensi adalah salah satu konsep yang paling penting untuk digunakan dalam
Anda Level Ekonomi program. Ada beberapa arti dari istilah - tapi mereka
umumnya berhubungan dengan seberapa baik suatu perekonomian
mengalokasikan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Pastikan Anda tahu definisi Anda dengan baik, dapat
menggambarkan mereka menggunakan diagram yang sesuai dan dapat
menerapkannya pada situasi tertentu
Statis Efisiensi
Efisiensi statis ada pada suatu titik waktu dan berfokus pada berapa banyak output
dapat diproduksi sekarang dari saham yang diberikan sumber daya dan apakah
produser pengisian harga untuk konsumen yang cukup mencerminkan biaya
faktor-faktor produksi digunakan untuk memproduksi barang atau layanan. Ada
dua jenis utama dari efisiensi statis
Efisiensi alokatif
Efisiensi alokatif dicapai ketika nilai tempat pada konsumen barang atau jasa
(tercermin dalam harga mereka bersedia membayar) sama dengan biaya sumber
daya yang digunakan dalam produksi. Kondisi yang diperlukan adalah harga yang
= biaya marjinal. Bila kondisi ini dipenuhi, kesejahteraan ekonomi total
dimaksimalkan.
Pareto didefinisikan efisiensi alokatif sebagai situasi di mana tak seorang pun
bisa dibuat lebih baik tanpa membuat orang lain setidaknya senilai off.
Dalam monopoli, suatu bisnis dapat menjaga harga di atas biaya marjinal dan
meningkatkan total pendapatan dan laba sebagai hasilnya. Dengan asumsi bahwa
perusahaan monopoli dan perusahaan yang kompetitif memiliki biaya yang sama,
hilangnya kesejahteraan di bawah monopoli ditunjukkan oleh kerugian bobot mati
dari surplus konsumen dibandingkan dengan harga yang kompetitif dan output.
Ini ditampilkan dalam diagram di bawah ini.
Hal ini dapat diilustrasikan dengan menggunakan batas kemungkinan produksi semua titik yang terletak pada PPF dapat dikatakan allocatively efisiensi karena
kita tidak dapat menghasilkan lebih dari satu produk tanpa mempengaruhi jumlah
dari semua produk lain yang tersedia. Titik A adalah allocatively efisien - tapi
pada B kita dapat meningkatkan produksi baik barang dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada penuh atau meningkatkan efisiensi produksi.
Efisiensi Produktif
Efisiensi produktif mengacu pada biaya sebuah perusahaan produksi dan dapat
diterapkan baik untuk jangka pendek dan panjang. Hal ini dicapai ketika output
yang dihasilkan pada total biaya minimum rata-rata (AC). Sebagai contoh kita
dapat mempertimbangkan apakah bisnis adalah menghasilkan dekat dengan titik
rendah jangka panjang kurva biaya total rata-rata nya. Ketika ini terjadi
perusahaan adalah memanfaatkan sebagian besar ekonomi skala yang tersedia.
Dalam diagram di atas tingkat output optimal sosial terjadi di mana biaya marjinal
manfaat sosial marjinal = sosial (titik B). Seorang produser swasta tidak
memperhitungkan eksternalitas produksi negatif mungkin memilih untuk
memaksimalkan keuntungan mereka sendiri pada titik A (dimana biaya marjinal
swasta = manfaat marjinal swasta). Ini perbedaan antara biaya pribadi dan sosial
dari produksi dapat menyebabkan kegagalan pasar.
Rumah
Kamus
Artikel
Tutorial
Ujian Prep
Forex
Pasar
Simulator
Ujung Keuangan
Alat Gratis
Akronim
Istilah-istilah
Pilih Kategori A
Enter Searc
Efisiensi Ekonomi
Email
Cetak
Tanggapan
"Ada asumsi dalam ekonomi bahwa sistem pasar menangani alokasi sumber daya
secara efisien kecuali jika terbukti sebaliknya."
- PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN ENERGI, Thomas H. Tietenberg
"Semua ini terinspirasi oleh prinsip - yang cukup benar dalam dirinya sendiri -.
Bahwa dalam kebohongan besar selalu ada kekuatan tertentu kredibilitas"
DEFINISI
Ketika seorang insinyur menggunakan kata "efisien", itu berarti
"penggunaan yang efisien" - sebuah konsep fisik - yaitu, mendapatkan
output untuk input yang paling sedikit. [1] Namun, ketika seorang
ekonom menggunakan kata "efisien", itu berarti "distribusi yang
efisien" - sebuah konsep politik - yaitu, Darwinisme Sosial.
Efisiensi ekonomi berarti bahwa "orang benar" (mereka yang mampu
membelinya) akan mendapatkan "barang dan jasa yang benar"
(apapun yang mereka inginkan). Efisiensi ekonomi mengalokasikan
sumber daya untuk orang-orang yang paling sukses untuk memperoleh
kekuasaan sosial. Di dunia ideal ekonom, yang kaya makin kaya dan
yang miskin makin miskin.
"Seorang pria yang lahir ke dalam dunia yang sudah dimiliki, jika dia tidak
bisa mendapatkan nafkah dari orang tuanya pada siapa dia memiliki
permintaan yang adil, dan jika masyarakat tidak mau kerjanya, tidak
memiliki klaim hak untuk porsi terkecil dari makanan, dan, pada
kenyataannya, tidak memiliki bisnis yang akan di mana ia adalah Pada
perjamuan besar alam tidak ada penutup kosong baginya.. Dia mengatakan
dia akan pergi, dan cepat akan mengeksekusi order sendiri, jika dia tidak
bekerja pada belas kasih beberapa tamu-tamunya. Jika tamu bangun dan
membuat ruang bagi dirinya, penyusup lainnya langsung tampil menuntut
bantuan yang sama Laporan ketentuan untuk semua yang datang,. mengisi
lorong dengan banyak pengadu. Urutan dan harmoni pesta adalah
terganggu, banyak bahwa sebelum memerintah berubah menjadi
kelangkaan, dan kebahagiaan para tamu dihancurkan oleh tontonan
kesengsaraan dan ketergantungan dalam setiap bagian dari aula, dan oleh
membosankan riuh dari mereka, yang adil marah tidak menemukan
ketentuan yang mereka telah diajarkan untuk berharap. Para tamu belajar
terlambat kesalahan mereka, di counter-acting mereka perintah tegas untuk
semua penyusup, yang dikeluarkan oleh nyonya besar perayaan itu, yang,
berharap bahwa semua tamu harus memiliki banyak, dan mengetahui dia
tidak bisa memberikan untuk nomor terbatas, manusiawi menolak untuk
mengakui pendatang segar saat mejanya sudah penuh. " [4]
Berikut adalah contoh terbaru dari Filsafat Thomistik Malthus
(Darwinisme Sosial) oleh ekonom Bank Dunia dan mantan Kepala
terkenal Keuangan AS Lawrence H. Summers Sekretaris:
"POLITIK EFISIENSI"
Realitas agenda politik para ekonom adalah campuran penasaran
politik dan efisiensi: "efisiensi politik". Ekonom dilatih untuk percaya
bahwa "uang" tidak ada hubungannya dengan politik dan hanya
merupakan media pertukaran. Tetapi bahkan pengamat biasa dapat
melihat bahwa uang adalah kekuatan sosial karena "memberdayakan"
orang untuk membeli dan melakukan hal-hal yang mereka inginkan termasuk membeli dan melakukan orang lain: politik.
Jika pengusaha memiliki kebebasan untuk membayar pekerja kurang
"kekuasaan politik", maka mereka akan mempertahankan kekuasaan
politik untuk diri mereka sendiri. Uang adalah, dalam kata,
"pemaksaan", dan "efisiensi ekonomi" adalah benar dipandang sebagai
konsep politik yang dirancang untuk menghemat daya sosial bagi
mereka yang memilikinya - untuk membuat politik kuat, bahkan lebih
kuat, dan politik lemah, bahkan lebih lemah.
Para ekonom telah mengadopsi istilah dan definisi normatif istimewa
untuk membuat mereka pembohong yang lebih baik. Memang, bagi
ekonom, berbohong adalah mudah dan otomatis. Ini adalah cara hidup:
"Para ekonom telah menjadi wabah berbahaya seperti kelinci, pir berduri atau
kodok ekonom telah menjadi budaya kodok tebu Canberra, mengalir atas lanskap
dan membahayakan spesies asli segudang.. Tidak hanya ekonomi tetapi juga
kesehatan mental akan sangat baik jika kita bisa mengangkat kabut kebingungan
pada hal-hal ekonomi Langkah pertama adalah untuk mengambil ekonom dari
alas mereka dan melihat mereka sebagai keingintahuan mereka.. Langkah pertama
untuk mengurangi kekuasaan mereka adalah untuk mengurangi legitimasi mereka.
Bagaimana ini akan dicapai ? Pertama, curahan ekonom 'harus, sebagai masalah
prinsip, harus dipenuhi dengan tawa, cemoohan, paternalisme jinak Mereka harus
berhenti untuk dipekerjakan sebagai komentator media.. Dalam jangka panjang
mereka harus berhenti untuk dipekerjakan. Biarkan mereka akan dipensiunkan
Kepunahan dan mati adalah akhir yang layak untuk profesi yang singkat busuk ke
inti.. "
- Dr Evan Jones, Departemen Ekonomi, Universitas Sydney
REFERENSI
[1] Efisiensi energi adalah persentase dari masukan energi total yang
tidak bekerja berguna dalam sistem konversi energi.
[2] Cite di Newsweek, Jan, 1982.
RINGKASAN: Jadi apa yang rekor untuk seluruh rezim Pinochet? Antara
1972 dan 1987, GNP per kapita jatuh 6,4 persen. Dalam konstan 1993
dolar per kapita Chile PDB lebih dari $ 3.600 pada tahun 1973. Bahkan
sebagai sebagai akhir 1993, bagaimanapun, ini telah pulih hanya $
3.170. Hanya lima negara Amerika Latin tidak buruk dalam PDB per
kapita selama era Pinochet (1974-1989). Dan pembela dari rencana
Chicago menyebut ini sebagai sebuah "keajaiban ekonomi."
Baca lebih lanjut tentang utopia Darwinis Sosial Milton Friedman di
http://www.lakota.clara.net/myths/economy.html
[3] "Terutama penting adalah 'gambaran singkat dari masing-masing
orang saling menguntungkan berasal dari pertukaran Seperti yang ia
katakan dalam Summa.:' Aquinas membeli dan menjual tampaknya
telah dilembagakan untuk saling menguntungkan kedua belah pihak,
karena salah satu kebutuhan sesuatu milik yang lain, dan sebaliknya
'"[hal. 10, PIKIRAN EKONOMI SEBELUM ADAM SMITH, oleh Murray
N. Rothbard, Edward Elgar, 1995;
http://www.amazon.com/exec/obidos/ASIN/1852789611/brainfood.a ]
Politik bebas St Thomas Aquinas 'perdagangan akhirnya
disempurnakan tiga ratus tahun kemudian oleh Bapa Jesuit Luis Molina
(1535-1600): "Jika pedagang yang membayar dan menerima harga
pasar, membuat keuntungan, ini semua benar, dan jika mereka
menderita kerugian, ini adalah nasib buruk atau hukuman karena
ketidakmampuan, asalkan keuntungan atau kerugian yang dihasilkan
dari kerja dihalangi dari mekanisme pasar meskipun tidak jika
mengakibatkan, misalnya, dari penetapan harga oleh otoritas publik
atau masalah monopoli. " [Hlm 98-99, SEJARAH EKONOMI ANALISIS,
Joseph Schumpeter, George Allen, 1954;
http://www.amazon.com/exec/obidos/ASIN/0195105591/brainfood.a ]
Hari ini, para murid religius St Thomas adalah ekonom neoklasik:
"wawasan kunci Adam Smith adalah bahwa kedua belah pihak untuk
pertukaran bisa mendapatkan keuntungan dan bahwa, selama
kerjasama bersifat sukarela, pertukaran tidak akan terjadi kecuali
kedua belah pihak tidak menguntungkan. " - Penerima Nobel ekonom
Milton Friedman [hal 2, GRATIS UNTUK MEMILIH, Milton dan Rose
Friedman; Panen, 1980;
http://www.amazon.com/exec/obidos/ASIN/0156334607/brainfood.a ]
UNTUK: Distribusi
FR: Lawrence Summers H.
Perihal: PMP
'Dirty' Industri: Hanya antara kau dan aku, tidak seharusnya Bank
Dunia akan mendorong migrasi LEBIH dari industri kotor ke negaranegara berkembang [Negara Kurang Dikembangkan]? Saya bisa
memikirkan tiga alasan:
1) Pengukuran biaya pencemaran merusak kesehatan
tergantung pada penghasilan yang akan diperoleh dari peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Dari sudut pandang ini sejumlah tertentu
dari polusi merusak kesehatan harus dilakukan di negara dengan biaya
terendah, yang akan menjadi negara dengan upah terendah. Saya pikir
logika ekonomi di balik pembuangan beban limbah beracun di negara
upah terendah adalah sempurna dan kita harus menghadapi itu.
2) Biaya polusi cenderung non-linear sebagai awal peningkatan
polusi mungkin memiliki biaya yang sangat rendah. Aku selalu
meskipun bahwa di bawah-penduduk negara-negara di Afrika jauh
DALAM-tercemar, kualitas udara mereka mungkin jauh tidak efisien
rendah dibandingkan ke Los Angeles atau Meksiko City. Hanya
menyedihkan fakta bahwa polusi begitu banyak yang dihasilkan oleh
industri non-tradable (transportasi, pembangkit listrik) dan bahwa
biaya transportasi unit limbah padat begitu tinggi mencegah
hanya jika tidak ada individu dapat dibuat lebih baik tanpamembuat orang lain
lebih buruk. Kondisi ideal ini hanya dapat dicapai jika empatkriteria dipenuhi.
Rata-rata marginal substitusi dalam konsumsi harus identik untuk semua
konsumen ( tidak ada konsumen dapat dibuat lebih baik tanpamembuat konsumen
yang lain lebih buruk). Rata-rata transformasi di dalam produksi harus identik
untuk semua produk ( adalah mustahil meningkatkan produksi setiap barang baik
tanpa mengurangi produksi dari barang-barang yanglain) Biaya sumber daya
marginal harus sama dengan produk pendapatanmarginal untuk semua proses
produksi (produk fisik marginal dari suatu faktor
14harus sama dengan semua perusahaan yang memproduksi suatu barang) Rataratamarginal substitusi konsumsi harus sama dengan rata-rata marginal
transformasidalam produksi. (proses produksi harus sesuai dengan keinginan
konsumen) Adasejumlah kondisi-kondisi yang, kebanyakan ahli ekonomi setuju,
boleh tidak efisien meliputi: struktur pasar yang tidak sempurna ( seperti
monopoli,monopsoni, oligopoli, oligopsoni, dan persaingan monopolistik) alokasi
faktor tidak efisien ( lihat dasar-dasar teori produksi), kegagalan pasar dan
eksternalitas (lihat juga biaya sosial), diskriminasi harga (lihat juga skimming
harga), penuruanan biaya rata-rata jangka panjang (lihat monopoli alami),
beberapa jenis pajak dan tariff. Untuk menentukan apakah suatu aktivitas sedang
menggerakkanekonomi ke arah efisiensi Pareto, dua uji kompensasi yang telah
dikembangkan,setiap perubahan pada umumnya membuat sebagian orang lebih
baik selagimembuat orang yang lain tidak lebih buruk, maka uji ini menanyakan
apa yangakan terjadi jika pemenang mengganti kompensasi kepada yang
kalah.Menggunakan kriteria Kaldor suatu aktivitas akan memberi kontribusi
untuk Pareto optimal jika jumlah maksimum pemenang siap membayar lebih
besar dari jumlah minimum yang siap diterima oleh yang kalah.Di bawah kriteria
Hick, suatu aktivitas akan memberi kontribusi untuk Pareto optimal jika sejumlah
maksimum yang kalah disiapkan untuk menawarkankepada pemenang dalam
rangka mencegah perubahan yang kurang dari sejumlahminimum pemenang
disiapkan untuk menerima sebagai uang suap untuk membatalkan perubahan. Uji
kompensasi Hick melihat dari sudut pandang yangkalah, sedangkan uji
kompensasi Kaldor melihat dari sudut pandang pemenang.Jika kedua kondisi
dapat memuaskan yang kalah maupun yang menang maka
15 baik pemenang maupun yang kalah akan setuju bahwa aktivitas yang
diusulkanakan menggerakkan ekonomi ke arah Pareto optimal. Ini adalah dikenal
sebagaiefisiensi Kaldor-Hicks atau kriteria Scitovsky.
1.3.2.Pengertian Efisiensi Ekonomi Syariah
Efisiensi dalam pengertian Optimum Pareto yang netral nilai dan
ekuilibriummodern juga tidak muncul dalam literatur Islam. Ini tidak berarti
bahwa konsepefisiensi tidak dikenal. Konsep ini telah diidentifikasi dalam