Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akuntansi Ekuitas


2.1.1 Pengertian Akuntansi Ekuitas
Ekuitas sebagai bagian hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan
sedemikian rupa sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya secara
jelas dan disajikan sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang
berlaku. Pada pokoknya, pengungkapan unsur ekuitas diharapkan secara jelas
mengelompokan modal disetor, saldo laba, selisih penilaian kembali aktiva tetap,
dan modal sumbangan. Rincian tiap kelompok diperkenankan, selama tak
bertentangan dengan Pernyataan ini.
Ruang Lingkup ekuitas yang diatur disini adalah untuk
a. Perusahaan BUMN;
b. Perusahaan swasta;
c. Koperasi sesuai UU-RI.

Menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam PSAK (Pernyataan


Standar Akuntansi Keuangan) No.21 (1994:21.1) diatur pengertian dari ekuitas,
sebagai berikut :
“Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu
selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian
tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut.”

Pada dasarnya ekuitas berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha
perusahaan. Ekuitas akan berkurang terutama dengan adanya penarikan kembali
penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan atau karena kerugian. Ekuitas
terdiri atas setoran pemilik yang sering kali disebut modal atau simpanan pokok
anggota untuk badan hukum koperasi, saldo laba, dan unsur lain.

8
9

2.1.2 Bentuk Hukum Perusahaan dan Ekuitas


Menurut IAI dalam PSAK No.21 bentuk hukum perusahaan dan ekuitas
yang diatur adalah sebagai berikut:
1. Badan Usaha Milik Negara/ Daerah (BUMN/D)
Ditinjau dari bentuk hukum dan ekuitas, BUMN/D dapat dibedakan menjadi :
a. Perusahaan Jawatan (Perjan)
Sebagai BUMN, modal Perusahaan Jawatan tidak terpisahkan dari
anggaran Pendapan dan Belanja Negara (APBN)
b. Perusahaan Umum (Perum)
Sebagai BUMN,modal Perusahaan Umum yang disetor merupakan
kekayaan Negara yang dipisahkan dari APBN dan tidak terdiri atas
saham. Dari sudut akuntansi ekuitas, kecuali modal yang tidak terdiri dari
saham dengan, pada prinsipnya cara pengklasifikasian dan penyajian
adalah sama dengan PT (Persero)
c. PT (Persero)
PT (Persero) adalah BUMN berbentuk perseroan terbatas yang mayoritas
sahamnya dimiliki Negara. Dari sudut akuntansi ekuitas, tidak ada
perbedaan antara suatu PT (Persero) dengan Perseroan Terbatas.
d. Disamping BUMN tersebut di atas, terdapat Perusahaan Negara (PN)
yang secara khusus dibentuk berdasarkan suatu peraturan perundangan
pendirian, yang di dalamnya mengatur juga mengenai modal.
e. Modal suatu Perusahaan daerah adalah kekayaan yang terpisah dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2. Perusahaan Swasta
Ditinjau dari sudut bentuk hukum dan ekuitas, perusahaan swasta dapat
berbentuk :
a. Perusahaan perorangan
Perusahaan Perorangan bukan suatu badan hukum, dan modalnya tidak
terbagi atas saham. Harta kekayaan pribadi pemilik perusahaan terikat
pada hutang piutang usaha perorangan.
10

b. Persekutuan perdata
Persekutuan perdata bukan suatu badan hukum, dan modalnya tidak
terdiri atas saham.
c. Firma
Modal Firma tidak terbagi atas saham dan para anggota Firma
bertanggung jawab renteng atas kewajiban Firma sebagai suatu
persekutuan orang.
d. Commanditaire Vennootschap (C.V.)
Modal suatu persekutuan C.V. harus dipisahkan antara Modal Persero
Aktif dan Modal Persero Komanditer. Persero aktif adalah persero yang
bertindak aktif sebagai pengurus C.V. Persero Komanditer adalah persero
tidak aktiv sebai pengurus C.V. dan hanya bertanggung jawab sebatas
Modal C.V. yang menjadi bagiannya.
e. Perseroan Terbatas (PT)
Modal Perseroan Terbatas terdii atas saham. Tanggung jawab persero
terbatas pada jumlah modal saham yang disetor apabila PT telah disahkan
Menteri Kehakiman.

2.1.3 Akuntansi Ekuitas Untuk Badan Usaha Berbentuk PT


Modal saham meliputi saham preferen, saham biasa dan akun Tambahan
Modal Disetor. Pos modal lainya seperti modal yang berasal dari sumbangan
dapat disajikan sebagai bagian dari tambahan modal disetor.
Akun Tambahan Modal Disetor terdiri dari berbagai macam unsur
penambah modal seperti; agio saham, tambahan modal dari perolehan kembali
saham dengan harga yang lebih rendah dari pada jumlah yang diterima pada saat
pengeluaran, tambahan modal dari penjualan saham diperoleh kembali dengan
harga di atas jumlah yang dibayarkan pada saat perolehannya, tambahan modal
dari perbedaan kurs modal disetor dan lain sebagainya. Akun Tambahan Modal
Disetor tidak boleh didebit atau dikredit dengan pos laba/ rugi usaha maupun
laba/rugi luar biasa.
11

2.1.4 Penyajian dan Pengungkapan Saldo Laba


Saldo Laba menunjukkan akumulasi hasil usaha periodic setelah
memperhitungkan pembagian deviden dan koreksi laba-rugi periode lalu. Akun
ini harus dinyatakan terpisah dari akun Modal Saham. Seluruh saldo laba
dianggap bebas untuk dibagikan sebagai deviden, kecuali jika diberikan indikasi
mengenai pembatasan terhadap saldo laba, misalnya; dicadangkan untuk
perluasan pabrik, atau untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang maupun ikatan
tertentu.
Pengungkapan saldo Laba harus meliputi :
a. Pengungkapan penjatahan (aprosiasi) dan pemisahan saldo laba, menjelaskan
jenis penjatahan dan pemisahan, tujuan penjatahan dan pemisahaan saldo
laba, serta jumlahnya. Perubahan akun-akun penjatahan atau pemisahaan
saldo laba, harus pula diungkapkan.
b. Peraturan, perikatan, batasan, dan jumlah batasan di sekitar saldo laba, harus
diungkapkan. Misalnya, selama perjanjian kredit berlangsung, perusahaan tak
diizinkan membagi saldo laba tanpa seizin kreditor.
c. Perubahan sado laba karena penggabungan usaha dengan metode penyatuan
kepentingan (pooling of interest).
d. Koreksi masa lalu, baik bruto maupun neto setelah pajak. Pengungkapan
harus dilakukan dengan penjelasan bentuk kesalahan laporan keuangan
terdahulu; dampak koreksi terhadap laba usaha, laba bersih, dan nilai saham
per lembar.
e. Pengungkapan jumlah deviden dan deviden per lembar saham, pengungkapan
keterbatasan saldo laba tersedia bagi deviden.
f. Tunggakan deviden, baik jumlah maupun tunggakan per lembar saham.
g. Pengungkapan deklarasi deviden setelah tanggal neraca, sebelum tanggal
penerbitan laporan keuangan.
h. Pengungkapan deviden saham dan pecah-saham, pengungkapan jumlah yang
dikapitalisasi dan saji ulang laba per saham (EPS) agar laporan keuangan
berdaya banding.
12

2.2 Konsep Akuntansi Kuasi-Reorganisasi


Kuasi Reorganisasi merupakan prosedur penataan kembali ekuitas yang
dilakukan dalam hal perusahaan menderita kerugian terus menerus dan terdapat
defisit dalam jumlah yang sangat material. Tindakan ini harus didasarkan atas
keputusan formal para pemegang saham.
Kuasi-reorganisasi hanya boleh dilakukan bila terdapat keyakinan yang
cukup bahwa setelah kuasi-reorganisasi perusahaan akan bisa mempertahankan
status kelangsungan usahanya (going concern) dan berkembang dengan baik.
Pengertian dari going concern, menurut Kamus Istilah Akuntansi
(2002:78), adalah sebagai berikut:
“Going Concern (kesinambungan) adalah asumsi akuntansi bahwa
perusahaan akan berjalan terus sampai pada masa yang tak dapat
ditetapkan, atau cukup lama untuk melaksanakan rencananya.”

Hal ini bisa dicapai bila perusahaan, meski defisit disebabkan operasi
masa lalu, masih memiliki prospek baik di masa mendatang. Prospek ini bisa
timbul dari pengembangan poduk dan pasar baru, masuknya grup manajemen
baru, atau adanya peningkatan kondisi perekonomian yang dapat mendorong
peningkatan hasil operasi.
Dalam prakteknya, Kuasi-reorgansasi (quasi-reorganization) dibedakan
dengan true-reorganization, atau yang lazim disebut coorperate restructuring,
dalam hal keberadaan arus dana secara nyata. Dalam true-reorganization ada
kemungkinan untuk mengubah kewajiban menjadi ekuitas, mengubah tanggal
jatuh tempo dan tingkat bunga kewajiban menjadi ekuitas,mengubah tanggal jatuh
tempo dan tingkat bunga kewajiban, mengurangi tunggakan bunga atau menunda
pembayarannya, mengubah golongan saham, atau menyuntikkan dana segar
dalam wujud modal saham dan/ kewajiban. Dalam kuasi-reorganisasi arus dana
yang nyata seperti itu tidak ada, yang ada adalah penilaian kembali seluruh aktiva
dan kewajiban pada nilai wajarnya dan penghapusan defisit ke tambahan modal
setoran dan modal saham. Karena itu reorganisasi semacam ini disebut kuasi
13

reorganisasi atau setoran semu. Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan


defisit dan menampilkan aktiva dan kewajiban pada nilai sekarang.
Kuasi-reorganisasi bisa berdiri sendiri atau dibarengi dengan corporate
restructuring, dengan masuknya investor baru,sebagai contoh. Apabila dalam
suatu kuasi reorganisasi yang pada akhirnya akun tambahan modal setoran dan
modal saham tidak mampu menyerap defisit, maka true-reorganization dengan
jalan menambah modal setoran harus dilakukan.
Pengertian dari Tambahan Modal Setoran menurut PSAK No.51, adalah
sebagai berikut :
“Tambahan modal setoran adalah seluruh dana yang diperoleh
perusahaan dari transaksi modal, selain modal saham yang dicatat
sebesar nilai nominal”.

Pengertian dari Modal yang dikemukakan oleh Aliminsyah dan Padji


dalam Kamus Istilah Akuntansi (2002:159) sebagai berikut:
“Modal adalah dana yang dapat berupa kas lancar, ataupun
kekayaan fisik, termasuk bangunan gedung, peralatan dan invetaris
yang diperlukan untuk melaksanakan operasi-operasi perusahaan.”

Agio saham (paid in capital in excess of par) dan selisih harga jual
kembali treasury stock dari harga perolehannya (paid in capital from treasury
stock) merupakan contoh dari tambahan modal setoran.
Dengan kuasi reorganisasi, perusahaan menyelenggarakan dasar
pembukuan baru yang membukukan aktiva tertentu sebesar nilai wajar yang lebih
rendah dari nilai bukunya dengan mendebit akun Defisit dan menurunkan nilai
nominal saham. Penyesuaian ekuitas berkenaan dengan tindakan termaksud harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

2.2.1 Pengertian Kuasi-Reorganisasi


Kuasi-reorganisasi merupakan prosedur akuntansi yang mengatur
perusahaan merekstrukturisasi ekuitasnya dengan menghilangkan defisit dan
menilai kembali seluruh aktiva dan kewajibannya. Dengan ini diharapkan
14

perusahaan bisa meneruskan usahanya secara lebih baik, seolah-olah mulai dari
awal yang baik (fresh start), dengan neraca yang menunjukkan nilai sekarang dan
tanpa dibebani defisit.
Pernyataan tentang kuasi-reorganisasi ini dijelaskan di dalam
Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan No. 51 Akuntansi Kuasi-
reorganisasi (Revisi tahun 2003; 51.2), sebagai berikut :
”Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi
nyata (true reorganization atau corporate restructuring) yang
dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan kewajiban
pada nilai wajar dan mengeliminasi saldo laba negatif atau defisit.”

2.2.2 Pengakuan dan Pengukuran Kuasi Reorganisasi


Pengakuan dan pengukuran kuasi-reorganisasi tercakup dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.51, beberapa hal dijelaskan
secara lebih terperinci, sehingga nantinya dapat mempermudah praktek dari kuasi-
reorganisasi itu sendiri.

2.2.2.1 Persyaratan Melakukan Kuasi-Reorganisasi


Kuasi-reorganisasi bukan sekadar cara untuk menampilkan posisi
keuangan yang lebih baik dengan cara penghapusan (eliminasi) defisit. Kuasi-
reorganisasi merupakan cara untuk menyelamatkan perusahaan yang terbebani
dengan saldo laba negatif yang material, sementara perusahaan tersebut
sesungguhnya memiliki prospek usaha yang baik.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan untuk
melakukan kuasi-reorganisasi adalah :
(a) Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material;
(b) Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek
yang baik pada saat kuasi-reorganisasi dilakukan;
(c) Saldo laba setelah proses kuasi-reorganisasi harus nol; dan
(d) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
15

2.2.3 Pengungkapan Kuasi-reorganisasi


Perusahaan harus menyusun neraca per tanggal kuasi-reorganisasi.
Neraca ini harus dibandingkan dengan neraca akhir periode terakhir.
Perusahaan yang melakukan kuasi-reorganisasi harus mengungkapkan
hal-hal berikut:
a. Alasan perusahaan melakukan kuasi-reorganisasi;
b. Status going concern perusahaan dan rencana manajemen dan pemegang
saham setelah kuasi-reorganisasi yang menggambarkan prospek usaha di masa
mendatang;
c. Jumlah saldo laba negatif yang dieliminasi dalam neraca dan jumlah tersebut
disajikan selama tiga tahun berturutan sejak kuasi-reorganisasi;
d. Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk menilai aktiva dan
kewajiban pada saat dilakukan kuasi-reorganisas;
e. Rincian dari jumlah yang membentuk akun selisih penilaian aktiva dan
kewajiban sebelum digunakan untuk mengeliminasi defisit; dan
f. Keterangan tentang tanggal terjadinya kuasi-reorganisasi pada akun saldo laba
dalam neraca untuk jangka waktu 10 tahun ke depan sejak kuasi-reorganisasi.

2.3 Aktiva dan Kewajiban


Aktiva dan kewajiban dalam perusahaan sangat diperlukan dalam
penilaian secara wajar di dalam metode akuntansi-reorganisasi, hal ini diperlukan
untuk mengimbangi jumlah defisit yang material.

2.3.1 Pengertian Aktiva dan Kewajiban


Pengertian dari aktiva dan kewajiban yang dikemukakan oleh
Aliminsyah dan Padji dalam Kamus Istilah Akuntansi (2002:159) sebagai
berikut:
“Aktiva (asset) adalah semua benda yang berwujud atau hak tak
berwujud yang mempunyai nilai uang, yang akan mendatangkan
manfaat di masa yang akan datang. Secara umum dapat dikatakan
sebagai kekayaan (sumber daya) yang dimiliki perusahaan.”
16

Aktiva (asset) terdiri dari berbagai bentuk, antara lain :


a. Aktiva cepat (quick assets) adalah suatu aktiva lancer yang dapat segera
dikonversikan ke dalam kas, meliputi: kas, deposito yang dapat segera ditarik
kembali (demand deposit), surat berharga, piutang pada langganan, dan suatu
komoditi yang dapat segera dijual dengan harga yang berlaku di pasaran
bebas.
b. Aktiva investasi (investment asset) adalah saham atau obligasi yang
diterbitkan perusahaan lain yang dimiliki oleh suatu perusahaan agar tidak
terdapat uang tunai yang berlebihan atau agar dapat mengawasi perusahaan-
perusahaan lain.
c. Aktiva lain-lain (other asset) adalah suatu istilah neraca untuk aktiva-aktiva
minor yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok aktiva lainnya,
jumlahnya relatif kecil dibanding total aktiva. Misalnya, kas yang dicadangkan
untuk tujuan-tujuan non-operasi, nilai kas yang diserahkan untuk polis
asuransi jiwa, perlengkapan bekas yang ditahan untuk dijual, dan sebagainya.
d. Aktiva lancar (current asset) adalah harta perusahaan yang dapat ditukar
dengan uang tunai dalam waktu yang relatif singkat. Biasanya ukuran
waktunya yang dipakai ialah siklus usaha atau tahun buku, bergantung pada
mana yang lebih pendek. Yang termasuk aktiva lancar ialah uang kas,
rekening giro bank, investasi jangka pendek, piutang usaha, persediaan barang
dagang, biaya di muka, wesel, dan lain-lain.
e. Aktiva lancar jangka pendek (short term liquid asset) adalah aktiva yang
dengan mudah dapat dijadikan uang dalam jangka pendek.
f. Aktiva lancar permanent (permanent current asset) adalah aktiva lancar yang
secara tetap diperlukan oleh perusahaan untuk menjalankan fungsinya.
g. Aktiva lancar sementara atau temporer (temporary current asset) adalah aktiva
lancar yang diperlukan perusahaan untuk sementara waktu saja, misalnya
perubahan kegiatan usaha, yang disebabkan perusahaan musim: konjungtur
dan lain-lain.
17

h. Aktiva likuid (near money): dalam perbankan adalah aktiva yang dengan
mudah diuangkan tanpa mengalami kerugian yang berarti. Dapat menjadi alat
penimbun kekayaan, tetapi bukan alat pembayaran.
i. Aktiva moneter bersih (net monetary assets) adalah kas, surat berharga dan
piutang (aktiva lancar kecuali persediaan dan pembayaran di muka) dikurangi
dengan kewajiban lancar.
j. Aktiva tak berwujud (intangible assets) adalah hak mutlak perusahaan
terhadap sesuatu yang diperolehnya karena keistimewaan tertentu. Hak
tersebut harus diperoleh melalui pengeluaran biaya yang sebenarnya. Syarat-
syarat aktiva tak bewujud ialah (1) ada hak mutlak, (2) ada keistimewaan
tertentu, dan (3) ada pengeluaran biaya.
k. Aktiva tetap (fixed assets) adalah aktiva yang bersifat permanent dan
dipergunakan untuk kegiatan perusahaan, tidak untuk dijual kembali dan yang
jumlahnya cukup besar.
l. Aktiva yang diperkenankan / tidak diperkenankan (admitted / non admitted
assets) adalahaktiva yang diperkenankan / tidak diperkenankan sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku untuk perhitungan batas tingkat
solvabilitas (solvency margin ratio) pada perusahaan asuransi/reasuransi
m. Aktiva yang masih harus diterima (accured assets) adalah berbagai bentuk
aktiva yang sudah menjadi hak perusahaan dan patut diakui sebagai milik
perusahaan, walaupun aktiva tersebut belum saatnya untuk diterima / belum
jatuh tempo.
n. Aktiva yang terbatas umur / masa penggunaanya (limited-life assets) adalah
sejumlah aktiva modal, seperti suatu gedung, mesin, atau hak paten yang
kegunaanya bagi si pemilik oleh manfaat fisiknya atau oleh periode selama
masa manfaat fisiknya atau oleh periode selama masa aktiva tersebut
menyumbangkan jasanya pada operasi perusahaan.
o. Aktiva-aktiva non-moneter (non monetary assets) adalah aktiva-aktiva yang
harga-harganya dalam satuan uang dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu
sesuai denagn kesepakatan mengenai jumlah daya beli uang yang ingin
18

dipertahankan. Contoh : persediaan barang dagang, aktiva tetap, dan


sebagainya.
p. Aktiva kas (cash assets) adalah kas dan sejumlah aktiva yang segera dapat
dikonversikan ke dalam kas. Misalnya, simpanan di bank dalam bentuk
tabungan, deposito atau simpanan giro segera dapat diambil kembali, kas
dalam perjalanan, penerimaan-penerimaan dagang, kas ditangan, dan
sebagainya. Biasanya investasi sementara dalam surat berharga tidak termasuk
dalam katagori aktiva-kas. Istilah ini tidak dapat dikacaukan dengan liquid
assets ataupun quick assets.

Kewajiban merupakan Saldo jumlah hutang, adapun arti dari kewajiban


menurut Harnanto (2002:33), adalah sebagai berikut:
“Hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu
yang penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan terjadinya
arus kas keluar pada arus sumber daya perusahaan yang
mempunyai manfaat ekonomi”.

2.3.2 Cara Penilaian Kembali Aktiva dan Kewajiban


Kuasi-reorganisasi dilakukan dengan metode reorganisasi akuntansi
(accounting reorganization method). Dalam metode ini aktiva dan kewajiban
dinilai kembali sebesar nilai wajarnya dan saldo laba negatif dieliminasi sesuai
ketentuan.
Dalam melakukan kuasi reorganisasi, aktiva dan kewajiban harus dinilai
kembali dengan nilai wajar. Proses penilaian kembali aktiva dan kewajiban ini
dapat menghasilkan aktiva bersih yang lebih tinggi atau yang lebih rendah
dibandingkan dengan nilai tercatat sebelum penilaian kembali.
Nilai wajar aktiva dan kewajiban ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Bila
nilai pasar tidak tersedia, estimasi nilai wajar didasarkan pada informasi terbaik
yang tersedia. Estimasi nilai wajar dilakukan dengan mempertimbangkan harga
aktiva sejenis dan teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik aktiva
dan kewajiban yang bersangkutan.
19

Contoh teknik penilaian tersebut antara lain meliputi;


a. Nilai sekarang (present value) atau arus kas diskontoan (discounted cash flow)
dengan mempertimbangkan tingkat risiko yang dihadapi;
b. Model penentuan harga opsi (option-pricing models);
c. Penentuan harga matriks (matrix pricing) yaitu penilaian yang menggunakan
matriks dengan mengacu pada harga pasar yang berlaku; dan
d. Analisis fundamental (fundamental analysis).

Selisih antara nilai wajar aktiva dan kewajiban dengan nilai bukunya
diakui atau dicatat pada akun selisih penilaian aktiva dan kewajiban. Akun ini
akan menambah defisit bila terjadi penurunan nilai aktiva bersih setelah proses
penilaian pada nilai wajar. Bila proses penilaian tersebut menyebabkan kenaikan
aktiva bersih, akun selisih penilian aktiva dan kewajiban akan digunakan untuk
menutup saldo laba negatif.
Selisih penilaian aktiva dan kewajiban digabung dengan selisih revaluasi
(jika ada) sebelum digunakan untuk mengeliminasi atau menambah defisit.
Karena pada dasarnya selisih revaluasi aktiva tetap dengan selisih penilaian aktiva
dan kewajiban adalah sama.

2.3.3 Proses Pengelimasian Saldo Laba Negatif


Setelah dilakukan penilaian kembali atas aktiva dan kewajiban, langkah
selanjutnya adalah proses pengeliminasian saldo laba negatif.
Pengeliminasian saldo laba negatif dilakukan terhadap akun-akun ekuitas
di bawah ini dengan urutan prioritas sebagai berikut:
a. Cadangan umum (legal reserve);
b. Cadangan khusus;
c. Selisih penilaian aktiva dan kewajiban (termasuk di dalamnya selisih revaluasi
aktiva tetap) dan selisih penilaian sejenisnya (misalnya selisih penilaian efek
tersedia untuk dijual, selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan/
perusahaan asosiasi dan pendapatan komprehensif);
20

d. Tambahan modal setoran dan sejenisnya (misalnya selisih kurs setoran


modal);
e. Modal saham.

Apabila selisih penilaian aktiva dan kewajiban digunakan untuk


mengeliminasi saldo laba negatif maka jumlah yang digunakan untuk menutup
defisit tersebut hanya sampai saldo laba menjadi nol. Selanjutnya jika masih
terdapat saldo selisih penilaian aktiva dan kewajiban setelah digunakan untuk
mengeliminasi saldo laba negatif, maka saldo tersebut tetap disajikan sebagai
selisih penilaian aktiva dan kewajiban di kelompok akun ekuitas.

2.4 Defisit
Defisit dalam suatu pelaporan keuangan sering kali terjadi bilamana
perusahaan memilki akun-akun beban yang jumlahnya lebih besar dari pendapatan
perusahaan sendiri. Hal ini dapat ditelusuri dengan memeriksa dan menghitung
selisih setiap akun-akun pada laporan keuangan pada tahun yang berjalan.

2.4.1 Pengertian Defisit dalam Kuasi-Reorganisasi


Pengertian defisit dalam PSAK No.51, adalah sebagai berikut :
“Defisit adalah saldo laba negatif, yaitu jumlah akumulasi laba
bersih sampai dengan periode berjalan bersaldo negatif. Dalam
pernyataan ini defisit diartikan defisit dalam saldo laba.”

Di dalam pengertiannya defisit terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu


Defisit yang material dan defisit yang tidak material, material yang dimaksud
disini adalah material dalam artian suatu ukuran angka-angka dalam jumlah yang
besar dan dapat mempengaruhi unit atau akun-akun lainnya.

2.4.2 Defisit yang Material


Material dalam laporan keuangan mencakup tentang suatu besaran
jumlah uang (dalam rupiah), dimana dapat dikatakan material apabila jumlah uang
sangat signifikan di dalam pelaporannya.
21

Adapun konsep materialitas menurut PSAK No.1 (halaman


Pendahuluan), adalah sebagai berikut:
Materialitas, merupakan
“Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya,
dalam beberapa kasus, hakikat informasi saja sudah cukup untuk
menentukan relevansinya”.

Misalnya pelaporan suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian


risiko dan peluang yang dihadapi perusahaan tanpa mempertimbangkan
meterialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan.
Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang penting, misalnya
Jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan.
Dengan semua pernyataan tentang defisit dan material, penulis mencoba
merangkumkan bahwa Defisit dikatakan material apabila saldo laba negatif, yaitu
jumlah akumulasi laba (Rugi) bersih sampai dengan periode berjalan bersaldo
negatif, dimana jumlah kerugian tersebut dapat mempengaruhi penilaian risiko
dan peluang yang akan dihadapi perusahaan di masa mendatang. Dan apabila
kerugian terus menerus dialami, maka dalam jangka pendek perusahaan akan
mengalami kebangkrutan usaha.

2.4.3 Laba (Rugi) Ditimbulkan dari Selisih Pendapatan dan Beban


Timbulnya pendapatan dan beban pada suatu perusahaan menyebabkan
terjadinya perubahan posisi keuangan, khususnya dalam Laporan Rugi Laba.
Besarnya Pendapatan dibandingkan beban, menyebabkan timbulnya suatu laba
dalam jumlah uang tertentu. Sebaliknya kelebihan beban yang tidak dapat ditutupi
oleh pendapatan, akan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Hubungan
antara pendapatan dan beban seringkali sulit untuk ditentukan, jadi berbagai
peraturan yang secara relatif arbitrer digunakan untuk pengakuan beban.
Menurut Eldon S. Hendriksen (1997: 173) yang dikutip dari FASB
(Financial Accounting Statement Board) diterjemahkan oleh Marianus Sinaga
mengartikan pendapatan sebagai berikut :
22

“Pendapatan adalah arus masuk atau penambahan lainnya pada


aktiva suatu satuan usaha atau penyelesaian kewajiban-
kewajibannya (atau kondisi keduanya) dari pengiriman atau
produksi barang, pemberian jasa, atau kegiatan lain yang
merupakan kegiatan utama atau pusat dari satuan usaha yang
berkesinambungan”

Tetapi karena banyak kritik atas paragraph terakhir, pendapatan


didefinisikan dalam pengertian pengaruhnya pada ekuitas pemegang saham.
Kemudian menurut Eldon S. Hendriksen (1997: 173) yang dikutip dari
APB (Accountant Public Board) Statement No.4 diterjemahkan oleh Marianus
Sinaga, mengartikan pendapatan sebagai berikut :
“Pendapatan adalah kenaikan bruto dlam aktiva atau penurunan
bruto dalam kewajiban yang diakui dan diukur sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dihasilkan dari jenis-
jenis kegiatan yang mencari laba itu…dari suatu perusahaan yang
dapat mengubah ekuitas pemilik”.

Menurut Eldon S. Hendriksen (1997:188) yang dikutip dari FASB


(Financial Accounting Standard Board) diterjemahkan oleh Marianus Sinaga,
mengartikan beban sebagai berikut:
“Beban adalah jatuh temponya pelayanan faktor yang berhubungan
baik secara atau tidak langsung dengan produksi dan penjualan
produk perusahaan.”

Sebagai contoh, beban penyusutan menunjukkan penggunaan aktiva


modal dalam produksi barang atau pemberian jasa. Apabila pemakaian jasa-jasa
menghasilkan produk yang masih dimiliki oleh perusahaan, tetapi yang untuknya
pendapatan belum dilaporkan, jasa-jasa faktor terwujud dalam suatu aktiva yaitu
dalam akun (account) yang disebut barang dalam proses. Habisnya pemakaian
atau jatuh tempo akhir dari jasa-jasa faktor itu secara tradisional tidak terjadi
sampai aktiva ditransfer ke luar perusahaan saat hal itu membentuk bagian dari
harga pokok penjualan.
23

Tetapi karena definisi dari FASB memusatkan pada arus aktiva ke luar
perusahaan untuk membayar faktor-faktor produksi. Ini sangat bertentangan
dengan definisi beban yang lain maka menurut Eldon S. Hendriksen (1997: 173)
yang dikutip dari APB (Accountant Public Board) Statement No.4 diterjemahkan
oleh Marianus Sinaga, mengartikan beban sebagai berikut :
“Beban adalah arus ke luar atau pengunaan lain aktiva atau
terjadinya kewajiban (atau keduanya) dari penyerahan atau
produksi barang, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan lain
merupakan operasi terbesar atau utama yang berkelanjutan dari
perusahaan tersebut”.

Sedangkan dalam arti sempit Mulyadi (2000:10) mendefinisikan biaya


sebagai berikut :
“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh
aktiva”

Berkaitan dengan laba, menurut S. Munawir (1995:73) yang dikutip dari


Ekonom Skotlandia Adam Smith adalah yang pertama mendefinisikan laba yaitu
sebagai berikut :
“Laba merupakan jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa
menggerogoti modal”.

Kemudian menurut S. Munawir (1995:73) yang dikutip dari Ekonom


Inggris dan pemenang hadiah Nobel Sir John Hicks mengatakan, sebagai berikut :
“Laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi seseorang selama
periode waktu tertentu dan sama sejahteranya pada akhir periode
seperti pada akhir periode.”

Dengan perkataan lain, laba, menurut Smith dan Hicks adalah Surplus
sesudah pemeliharaan kesejahteraan, tetapi belum dikonsumsi perusahaan.
Dari pernyataan di atas dapat ditarik suatu pendapat umum, bahwa
besarnya jumlah laba (rugi) dalam Laporan Keuangan perusahaan disebabkan
selisih dari pendapatan dengan beban, dimana dalam penelitian ini disebutkan
perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material, berarti dalam kasus ini
24

disebabkan jumlah dari pendapatan jauh lebih kecil dari jumlah beban, dimana
selisih yang diperoleh merupakan angka dalam jumlah yang besar dan dapat
mempengaruhi tingkat risiko dan kegiatan operasional perusahaan.

2.5 Laporan Keuangan (Financial Statement)


Akuntansi merupakan seni daripada pencatatan, penggolongan dan
peringkasan daripada peristiwa-perristiwa dan kejadian-kejadian yang setidak-
tidaknya sebagian bersifat keuangan dengan cara yang setepat-tepatnya dan
dengan penunjuk atau dinyatakan dalam uang, serta penafsiran terhadap hal-hal
yang timbul daripadanya.

2.5.1 Pengertian Laporan Keuangan


Dari definisi akuntansi tersebut diketahui bahwa peringkasan dalam hal
ini dimaksudkan adalah pelaporan dari peristiwa-peristiwa keuangan perusahaan
yang dapat diartikan sebagai laporan keuangan.
Menurut Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis yang
diterjemahkan oleh S. Munawir, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
laporan keuangan adalah :
“Dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk
suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar
posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi-laba. Pada
waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-
perseroan untuk menambahkan daftar ketiga, yaitu daftar surplus
atau daftar laba yang tidak dibagikan (Laba yang ditahan).”

Menurut IAI dalam SAK (2004:2) mengatakan bahwa yang dimaksud


dengan laporan keuangan adalah:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan yang lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara :
laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain
serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya
informasi keuangan segmen industri dan geografis serta
pengungkapan pengaruh perubahan harga.”
25

Untuk perusahaan besar yang banyak pemegang sahamnya, maka di


samping laporan keuangan (finansiil) termaksud di atas sebaiknya ditambah
keterangan-keterangan tentang:
a. Kondisi dan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi;
b. Usaha-usaha yang lalu, sekarang maupun yang akan datang;
c. Luasnya produksi;
d. Kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan;
e. Penelitian dan pengembangan;
f. Marketing dan advertising;
g. Rencana-rencana dalam belanja modal dan pembelanjaan di masa-masa yang
akan datang;
h. Kebijaksanaan mengenai deviden dan sebagainya.

2.5.2 Sifat Laporan Keuangan


Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk
memberikan gambaran atau laporan kemajuan (Progress Report) secara periodik
yang dilakukan pihak management yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan
adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report
laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu
kombinasi antara:
1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact);
2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting
convention and postulate);
3. Pendapat pribadi (personal judgment)

2.5.3 Keterbatasan Laporan keuangan


Dengan mengingat atau memperhatikan sifat-sifat laporan keuangan
tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan itu
mempunyai beberapa keterbatasan antara lain:
1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan
interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya
sementara) dan bukan merupakan laporan yang final. Karena itu semua
26

jumlah-jumlah atau hal-hal yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak


menunjukkan nilai likwidasi atau realisasi di mana dalam interim report ini
terdapat/ terkandung pendapat-pendapat pribadi (personal judgement) yang
telah dilakukan oleh Akuntan atau Management yang bersangkutan.
2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya
bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan
standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah. Laporan keuangan
dibuat berdasarkan konsep going concern atau anggapan bahwa perusahaan
akan berjalan terus sehingga aktiva tetap dinilai berdasarkan nilai-nilai historis
atau harga pokok perolehannya dan pengurangannya dilakukan terhadap
aktiva tetap tersebut sebesar akumulasi depresiasinya. Karena itu angka yang
tercantum dalam Laporan keuangan hanya merupakan nilai buku (book value)
yang belum tentu sama dengan harga pasar sekarang maupun nilai gantinya.
3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan
atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu, di mana daya beli
(purchasing power) uang tersebut semakin menurun, dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang
dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau mencerminkan unit
yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan itu disebabkan naiknya harga
jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti kenaikan tingkat harga-harga.
Jadi suatu analisa dengan memperbandingkan data beberapa tahun tanpa
membuat penyesuaian terhadap perubahan tingkat harga yang diperoleh
kesimpulan yang keliru (misleading).
4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor
tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan uang (dikwantifisir); misalnya
reputasi dan prestasi perusahaan, adanya beberapa pesanan yang tidak dapat
dipenuhi atau adanya kontrak-kontrak pembelian maupun penjualan yang
telah disetujui, kemampuan serta integritas managernya dan sebagainya.
27

2.5.3.1 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan Menurut IAI


Dalam Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia,
Jakarta 2004 halaman 14) secara terperinci menjelaskan tentang sifat dan
keterbatasan laporan keuangan sebagai berikut :
a. Laporan keuangan ialah laporan yang bersifat sejarah, yang tidak lain
merupakan laporan atas kejadian-kejadian yang telah lewat, maka terdapat
keterbatasan dalam kegunaannya, misalnya untuk maksud-maksud investasi,
sebabnya adalah bahwa data-data yang disajikan oleh akuntansi semata-mata
hanya didasarkan atas “cost” (yang bersifat historis) dan bukan atas dasar
nilainya. Akibatnya timbul jurang (gap) yang cukup besar antara hak dan
kekayaan pemegang saham berupa aktiva bersih perusahaan yang dinyatakan
dalam harga pokok histories dengan harga saham-saham yang tercatat di
bursa.
b. Laporan keuangan itu bersifat umum, dan bukan untuk memenuhi keperluan
tiap-tiap pemakai. Data-data yang disajikan dalam laporan keuangan itu
berkaitan satu sama yang lain secara fundamental, misalnya posisi keuangan
dengan perubahannya yangtercermin pada perhitungan rugi-laba. Kejadian-
kejadian dalam perusahaan diolah dalam bentuk data-data yang digolong-
golongkan, dijumlahkan, diikhtisarkan dan pengukurannya dinyatakan dalam
satuan uang (rupiah) dan dengan dasar penilaian tertentu (misalnya nilai yang
diharapkan untuk dapat direalisir bagi piutang, nilai yang terendah antara
harga pokok dengan harga pasar bagi persediaan, nilai perolehan dikurangi
dengan jumlah penghapusan bagi harta tetap dan bergerak) nilai ini sama
sekali tidak dimaksudkan sebagai nilai kontan dari aktiva ataupun nilai
likwidasinya.
c. Laporan keuangan itu sebagai hasil dari pemakaian stelsel timbulnya hak dan
kewajiban dalam akuntansi. Dalam proses penyusunannya tidak dapat
dilepaskan dari penaksiran-penaksiran dan pertimbangan-pertimbangan;
namun demikian hal-hal yang dinyatakan dalam laporan dapat diuji melalui
bukti-bukti ataupun cara-cara perhitungan yang masuk akal.
28

d. Laporan keuangan itu bersifat konservatif dalam sikapnya menghadapi


ketidak-pastian, peristiwa-peristiwa yang tidak menguntungkan segera
diperhitungkan kerugiannya; harta kekayaan bersih dan pendapatan bersih
selalu dihitung dalam nilainya yang paling rendah.
e. Laporan keuangan itu lebih menekankan bagaimana keadaaan sebenarnya
peristiwa-peristiwa itu dilihat dari sudut ekonomi daripada berpegang pada
formilnya.
f. Laporan keuangan itu menggunakan istilah-istilah tehnis, dalam hubungan ini
sering kedapatan istilah-istilah yang umum dipakai diberikan pengerrtian yang
khusus, di lain pihak laporan keuangan itu mengikuti kelaziman-kelaziman
dan perkembangan dunia usaha.

2.6 Indikator Kebangkrutan Suatu Perusahaan


Agar dapat menganalisa posisi keuangan suatu perusahaan, apakah sehat
(Going Concern) atau Tidak sehat, menuju kearah kebangkrutan perusahaan.
Perlu dilakukan suatu analisis yang lebih mendalam,
Menurut Rico (2003; 184) dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan
tentang indikator kebangkrutan, tendensi bangkrutnya perusahaan dapat dilihat
dari tanda-tanda sebagai berikut :
1. Penjualan/ Pendapatan yang mengalami penurunan secara signifikan
2. Harga pasar sham yang menurun secara signifikan.
3. Penurunan Total Aktiva.
4. Kemungkinan gagal yang besar dalam industri (Nature dari Industri), atau
industri dengan risiko tinggi.
5. Pemotongan yang signifikan dalam Deviden.

Di lain hal, adapun indikator suatu perusahaan yang mengalami kesulitan


keuangan yang dapat mengarah ke kebangkrutan, adalah :
1. Ketidakstabilan Laba.
2. Tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan atau kesulitan
dalam memperoleh sumber pendanaan.
29

3. Sistem administrasi dan pelaporan yang tidak efektif dan efisien.


4. Kualitas manajemen yang meragukan, tidak ada atau kurangnya perencanaan,
dan manajemen yang miskin pengalaman.
5. Kegagalan manajemen dalam melakukan antisipasi terhadap perubahan pasar.
6. Ketidakmampuan dalam mengandalikan biaya.
7. Entry barrier yang rendah, sehingga relatif mudah memasuki industri bagi
perusahaan-perusahaan baru.

Anda mungkin juga menyukai