Anda di halaman 1dari 11

EKUITAS

Dalam kerangka dasar Standart Akuntansi Keuangan (2002) misalnya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
mandefinisi ekuitas sebagai berikut : “Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban”. Godfrey, Hodgson,dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar
criteria sebagai berikut:

1. KOMPONEN EKUITAS PEMEGANG SAHAM


Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi atas dasar dua
komponen penting yaitu modal setoran dn laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham
sebagai modal yuiridis dan modal setoran tambahan dan komponen lain yang merefleksi transaksi
pemilik. Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukan dalam komponen modal
setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos ekuitas pemegang saham. Pos-
pos ini misalnya adalah untung penahanan belum terealisasi (unrealized holding gains), penyesuaian
kapital belum terealisasi lainnya, selisih revaluasi, dan hak pemegang saham minoritas (Suwardjono,
2010:516).

2. TUJUAN PENYAJIAN EKUITAS


Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi
kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan manajemen (Suwardjono 2005). Untuk
memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang saham tersebut
minimal adalah :
a. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya.
b. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengambilan modal setoran kepada
pemegang saham.
c. Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya.

3. PEMBEDAAN MODAL SETORAN DAN LABA DITAHAN


Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba
rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen
modal pemegang saham yang sah. Dengan demikian untuk mengukur seluiruh hak pemegang saham atas
asset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran (Suwardjono 2005). Terdapat beberapa
komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham, yaitu:
a. Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
b. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen
c. Jumlah rupiah yang timbulakibat revaluasi aset fisis tertentu
d. Jumlah rupiah donasi dari pihak non pemegang saham
e. Sumber lainnya

4. MODAL YURIDIS
Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah
yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan rehadap pihak lain. Bentuk ketentuan hukum ini
adalah bahwa saham harus mempunyai nilai nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk
menunjukkan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor oleh
investor sehingga membentuk modal yuridis.

5. MODAL SETORAN LAIN


Transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari
penalaran yang valid. Ini berarti bahwa modal tidak dapat digunakan sebagao sumber laba ditahan.
Demikian juga, tidak sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai modal
setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses kapitalisasi yuridis atau
telah berubah karena transaksi modal yang dibahas dibawah ini.

6. PERUBAHAN MODAL SETORAN

1
Tujuan utama dari perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas
antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi operasi. Dalam kenaikan modal
setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat modal sebagai laba
sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian dividen (Suwardjono 2005).
Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah:
a. Pemesanan saham
b. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar.
c. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar,
d. Dividen saham.
e. Hak beli saham, Opsi saham, dan Waran.
f. Saham treasuri.

7. PENURUNAN MODAL SETORAN


Pada umumnya lebih banyak faktor yang bersifat menaikan modal setoran daripada yang menurunkan
modal setoran. Alasannya adalah begitu modal disetor dan tertanam dalam perusahaan maka modal
tersebut akan menjadi investasi permanen dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham mau melepas
investasinya, maka pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham sehingga apa yang dilakukan
pemegang saham tidak mempegaruhi operasi ataupun posisi keuanagn perusahaan (Suwardjono,
2010:533).
Modal setoran tidak akan berkurang kecuali adanya pembayaran atau pembagian deviden yang dapat
dikatagorikan sebagai deviden likuidasi atau penarikan kembali saham yang beredar secara permanen.

8. PERUBAHAN LABA DITAHAN


Terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam satu periode berubah selain
karena transaksi modal tetapi karena transaksi khusus yaitu :
1. Penyesuaian periode-lalu.
2. Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya.
3. Pengaruh perubahan akuntansi.
4. Kuasi-reorganisasi.

9. PENYAJIAN MODAL PEMEGANG SAHAM


Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya menggambarkan
urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan yang mengalami defisit dan dalm kondisi perusahaan
dilikuidasi.
Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan:
1. Urutan penyerapan rugi:
a. Pendapatan kotor.
b. Laba bersih.
c. Laba ditahan
d. Premium modal saham
e. Modal saham.
2. Urutan menerima distribusi asset
Ditinjau dari segi ini, urutan perlindungan dapat dikemukakan sebagai berikut :
 Karyawan dan pemerintah.
 Kreditor berjaminan.
 Kreditor takberjaminan.
 Pemegang saham prioritas.
 Pemegang saham biasa.

10. PERINCIAN LABA DITAHAN


a. Perincian Atas Dasar Sumber
Dengan dasar ini, laba ditahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang berasal dari operasi normal atau
rutin dan yang berasal dari laba luar biasa

2
b. Perincian Atas Dasar Tujuan Penggunaan

Dalam praktik, perincian ini ditunjukkan dengan adanya pos cadangan jaminan sosial, laba ditahan
terbatas (restricted retained earnings), dan cadangan umum. Perincian semacam itu sebenarnya sama
saja dengan mengaitkan laba ditahan dengan aset tertentu (asset imputation). Artinya, dalam aset apa
saja laba ditahan terikat. Klasfikasi ini mendasarkan pada tujuan penggunaan laba ditahan sebagaimana
ditunjukkan oleh komponen aset yang terkait.

11. LABA KOMPREHENSIF


Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan dan dipisahkan secara
tegas dengan perubahan akibat transaksi pemilik, semua perubahan akibat transaksi operasi harus
dilaporkan melalui statment laba-rugi (Suwardjono, 2010:557). Pos-pos operasi dalam arti luas sebagai
lawan pos-pos transaksi nonpemilik meliputi pos-pos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang
sifatnya khusus atau luar biasa tetapi berasal dari transaksi nonpemilik. Masalah teoritis dalam hal ini
adalah pos-pos mana saja yang disajikan melalui statment laba-rugi dan pos-pos mana saja yang
dilaporkan melalui statment laba ditahan.

12. PENYAJIAN LABA KOMPREHENSIF


Laba komprehensif merupakan salah satu elemen statment keuangan. Laba komprehensif didefinisi
sebagai perubahan ekuitas selama perioda yang berasal dari sumber-sumber nonpemilik. Dengan
dianutnya pendekatan laba semua-termasuk atau laba komprehensif, masalahnya adalah bagaimana
menyajikan komponen-komponen pembentuk laba komprehensif dan bagaimana penyajian dalam
statment laba-rugi

PENDAPATAN

A. DEFINISI
Pendapatan adalah aliran masuk aset atau kenaikan aset lainnya pada suatu entitas atau
penyelesaian/pelunasan kewajiban entitas tersebut dari penyerahan atau produksi barang,
pemberian/penyerahan jasa, atau kegiatan lain yang membentuk operasi sentral atau utama dan berlanjut dari
entitas tersebut.

Pendapatan mempunyai dua karakteristik utama yaitu:


1. Aliran masuk aset atau Kenaikan aset
2. Operasi utama atau sentral Berlanjut
3. Penurunan Kewajiban
4. Suatu Entitas
5. Produk Perusahaan
6. Pertukaran Produk
7. Berbagai Bentuk dan Nama
8. Kenaikan Ekuitas

B. PENGAKUAN PENDAPATAN
Pencatatan jumlah rupiah pendapatan secara formal ke dalam sistem pembukuan sehingga jumlah tersebut
terrefleksi dalam statemen keuangan.

Dua konsep penting:

1. Pembentukan pendapatan (earning of revenue)


Adalah suatu konsep yang berkaitan dengan masalah kapan dan bagaimana sesungguhnya pendapatan itu
timbul atau menjadi ada. Konsep pembentukan pendapatan menyatakan bahwa pendapatan terbentuk,
terhimpun, atau terhak (to be earned) bersamaan dengan dan melekatkan pada seluruh atau totalitas
proses berlangsungnya operasi perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu. Pendekatan ini

3
dilandasi oleh konsep dasar upaya dan hasil/capaian serta kontinuitas usaha. Biaya merepresentasi upaya
dan pendapatan

2. Realisasi pendapatan (realization of revenue) – pendekatan transaksi


Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat terjadi
kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk membayar produk baik produk telah
selesai dan diserahkan ataupun belum dibuat sama sekali. Berdasarkan konsep realisasi, pendapatan
sebenarnya terjadi akibat transaksi tertentu yaitu transaksi penjualan dan kontrak.

Kiteria Pengakuan Pendapatan :


1. Telah terealisasi atau cukup pasti terrealisasi (realized atau realizable)
Telah terealisasi bilamana produk (barang atau jasa), barang dagangan, atau aset lain telah terjual atau
ditukarkan dengan kas atau klaim atas kas. Cukup pasti terealisasi bilamana aset berkaitan yang
berterima atau ditahan mudah dikonversi menjadi kas atau klaim atas kas yang cukup pasti jumlahnya
2. Telah terbentuk/terhak (earned)
Telah terbentuk bilamana perusahaan telah melakukan secara substansial kegiatan yang harus dilakukan
untuk dapat menghaki manfaat atau nilai yang melekat pada pendapatan.

Cukup terbentuk dapat dikaitkan dengan produk akhir atau dengan perioda. Pendapatan baru dapat diakui
kalau dipenuhi syarat-syarat berikut:
1. Keterukuran nilai aset
2. Adanya suatu transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai

C. Saat Pengakuan Pendapatan


Kapan kedua kriteria kriteria pengakuan dipenuhi. Berbagai gagasan:
1. Saat kontrak penjualan disepakati
2. Selama proses produksi secara bertahap
3. Saat produksi selesai
4. Saat penjualan
5. Saat kas terkumpul

D. Saat Pengakuan Penjualan Jasa


Sejalan dengan pengakuan pendapatan pada perusahaan perdagangan atau pemanufakturan. Pedoman umum:

1. Saat jasa telah dilaksanakan atau dikonsumsi


2. Selama proses pelaksanaan secara bertahap
3. Saat pelaksanaan jasa selesai sepenuhnya
4. Saat kas terkumpul

E. Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan


Dari uraian tentang karakteristik, poengukuran, penghimpunan, dan realisasi pendapatan beserta
konsekuensinya terhadap saat pengakuan, dapat disusun suatu pedoman umum pengakuan pendapatan
termasuk untung dan rugi. FASB meringkas pedoman umum ini dalam SFAC No. 5 paragraf 84.

F. Prosedur Pengakuan Pendapatan


Kebijakan akuntansi perusahaan yang menetapkan kapan suatu penjualan dianggap secara teknis telah terjadi
sehingga memicu pencatatan jumlah rupiah penjualan tersebut. Kebijakan ini biasanya dituangkan dalam buku
pedoman akuntansi (accounting manual).

G. Penyajian
Masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisahan antara pendapatan dan untung dan
pemisahan berbagai sifat untung menjadi pos biasa dan luar biasa dan cara menuangkannya dalam statemen
laba-rugi.

4
BIAYA

IAI (IASC) mendefinisi biaya dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002) sebagai berikut :

“Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu perioda akuntansi dalam bentuk arus keluar atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal.”

Biaya mempunyai dua karakteristik utama yaitu :

1. Aliran keluar atau penurunan asset

2. Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus

Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai konsekuensi,
pendukung, atau penjelas.

Penurunan Aset

Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian yang menurunkan asset
atau menimbulkan aliran keluar asset atau sumber ekonomik. Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk
tidak dapat disebut sebagai biaya kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena
kalau produk belum terjual sebenarnya belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi hanyalah perubahan
bentuk asset sebagai potensi jasa.

Operasi Utama yang Menerus

Tidak semua penurunan atau konsumsi asset membentuk biaya. Agar menjadi biaya konsumsi tersebut harus
berkaitan dengan kegiatan utama atau sentral kesatuan usaha. Perusahaan dianggap ingin mendapatkan dan
mengukur laba dengan tepat, harus ada kaitan yang logis antara biaya dan pendapatan

Kenaikan Kewajiban

Semua badan autoritatif mendefinisi biaya tidak hanya dari sudut penurunan asset tetapi juga dari kenaikan
kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya cukup luas untuk mencukupi pula pos-pos yang timbul dalam
penyesuaian akhir tahun. Sebagai contoh adalah tarif pengiriman barang oleh perusahaan ekspedisi yang
belum dibayar perusahaan. Jasa pengiriman telah dikonsumsi dan menimbulkan pendapatan sehingga biaya
harus timbul diikuti dengan kenaikan kewajiban.

Penurunan Ekuitas

Penurunan ekuitas lebih menegaskan pengertian biaya karena tidak setiap penurunan asset mengakibatkan
penurunan ekuitas. Misalnya pembagian deviden kas merupakan penurunan asset tetapi tidak dapat disebut
sebagai biaya. Jadi, penurunan ekuitas hanya merupakan karakteristik pendukung makna biaya. Hal ini serupa
dengan keteridentifikasian terbayar sebagai karakteristik pendukung pengertian kewajiban.

Aliran Fisik atau Moneter ?

Biaya timbul dari penyerahan/produksi barang atau dari pelaksanaan jasa memberi isyarat bahwa FASB
memaknai biaya sebagai kejadian fisis. Bila asset diganti dengan barang dan jasa (seperti yang disarankan
Kam), aliran tersebut jelas menunjukkan aliran fisis. Secara semantic, biaya seharusnya didefinisi sebagai
perubahan atau penurunan nilai sehingga timbulnya biaya harus merupakan kejadian moneter.

Rugi

5
Kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah:

1) Penurunan ekuitas (asset bersih); 2) Transaksi peripheral atau incidental; 3) Selain apa yang didefinisi
sebagai biaya atau selain distribusi ke pemilik.

Seperti untung, empat sumber rugi yang di identifikasi FASB adalah (SFAC No.6, prg. 85):

a. Peripheral dan incidental

b. Transfer nontimbal-balik

c. Penahanan asset

d. Factor lingkungan

Pengakuan Biaya

Pengakuan menyangkut masalah kriteria pengakuan yaitu apa yang harus dipenuhi agar penurunan nilai asset
yang memenuhi definisi biaya atau rugi dapat diakui dan masalah saat pengakuan yaitu peristiwa atau
kejadian apa yang menandai bahwa criteria pengakuan telah dipenuhi. Biaya dan rugi tidak mengalami
masalah pembentukan dan realisasi. Oleh karena itu, criteria pengakuan tidak dibedakan dengan kaidah
pengakuan sehingga masalah pengakuan biaya (rugi) adalah kapan penurunan nilai asset dapat dikatakan telah
terjadi atau kapan biaya (rugi) tealh timbul sehingga jumlah rupiah biaya (rugi) dapat diakui.

Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua criteria berikut terpenuhi (SFAC No.
5,prg. 85) :
a. Konsumsi manfaat
Biaya atau rugi diakui bilamana manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau
dikonsumsi dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau kegiatan lain
yang merepresentasi operasi utama atu sentral entitas tersebut.
b. Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang
Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui sebelumnya diperkirakan telah berkurang manfaat
ekonomiknya atau tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik.

Hubungan Kos dan Biaya

Biaya selalu dapat disebut kos karena kos melekat di dalamnya (konsep dasar kos melekat). Akan tetapi, kos
tidak selalu dapat disebut biaya karena kos dapat juga merepresentasi asset. Dengan kos sebagai pengukur,
criteria konsumsi manfaat dan kelenyapan manfaat dapat dinyatakan dalam bentuk keterhabisan kos.

Proses dan Konsep Penandingan

Dua tahap kritis perlakuan kos adalah pengakuan (aliran masuk sebagai asset) dan pembebanan (aliran keluar
sebagai biaya). Proses penandingan adalah proses penentuan laba dengan dengan cara mengukur atau menakar
dahulu pendapatan untuk suatu perioda dan barulah kemudian menentukan biaya yang berkaitan dengan
pendapatan tersebut. Konsep atau prinsip penandingan adalah dasar pemikiran untuk menghubungkan
pendapatan dan biaya sehingga laba yang dihasilkan bermakna. Prinsip penandingan menjadi suatu kebutuhan
dalam akuntansi karena alasan berikut:

1. Pengakuan pendapatan tidak langsung dikaitkan dengan pengakuan biaya karena teknik pembukuan tidak
memungkinkan hal tersebut.

2. Transaksi terjadinya pendapatan pada umumnya tidak berkaitan langsung dengan transaksi terjadinya biaya.
Atas dasar konsep upaya dan capaian, konsep penandingan menyatakan bahwa untuk mendapatkan laba
periodic yang yang bermakna maka pendapatan yang diakui untuk suatu perioda harus ditandingkan
(diasosiasi) dengan biaya yang dianggap telah menciptakan pendapatan tersebut.

6
Menandingkan Bukan Mengkompensasi

Aliran pendapatan dan kos berbeda dan keduanya mencerminkan dua factor yang berbeda (upaya dan hasil)
sehingga tipa factor harus ditunjukkan secara utuh sesuai dengan fungsinya. Pos yang satu tidak selayaknya
dikompensasi dengan pos yang lain.

Basis Asosiasi
Dalam rangka menghubungkan biaya dan biaya, perlu dipertimbangkan basis asosiasi yang menggambarkan
penandingan yang secara ekonomik layak. Berbagai basis asosiasi diantaranya sebagai berikut.
1. Asosiasi Sebab dan Akibat
Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam rangka mendapatkan capaian
berupa pendapatan. Ini berati ada hubungan sebab-akibat antara biaya dan pendapatan. Oleh Karena itu, basis
penandinagn yang paling masuk akal adalah sebab-akibat walaupun basis ini lebih merupakan asumsi
daripada kenyataan karena dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakinkan bahwa biaya
menyebabkan pendapatan
2. Identifikasi Kos Produk
Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, kos produk akan dipecah menjadi dua komponen
yaitu kos produk yang telah terjual dan kos produk yang belum terjualdan masih menjadi asset perusahaan.
Kos yang melekat pada produk terjual akan langsung dibebenkan sebagai biaya. Kos sediaan baru dibebankan
sebagai biaya kalau produk telah terjual.
3. Produk Usang atau Musiman
Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab akibat adalah adanya produk musiman
yang tidak laku dijual. Persoalannya adalah apakah kos produk musiman yang tidak terjual merupakan sebab
(sebagai biaya) atau bukan (sebagai rugi) . Sediaan akhir yang tidak terjual sebenarnya merupakan upaya
(biaya) atau sebab untuk mendatangkan penjualan yang dicapai musim tertentu. Jadi tidak selayaknyalah kos
sediaan yang tidak terjual diperlakukan sebagai rugi.
4. Barang Rusak
Kelayakan ekonomik menuntut pertimbangan dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu masalah.
Bila kerusakan produk merupakan hal yang normal atau bahkan merupakan prasyarat untuk menghasilkan
barang dengan kualitas baik, kos barang yang rusak dapat dianggap sebagai upaya menghasilkan pendapatan.
Sebaliknya, kalau kerusakan atau cacatnya produk merupakan hal yang tidak biasa terjadi (karena kelalaian
atau musibah) maka jumlah rupiah tersebut dapat diperlakukan sebagai rugi.
5. Identifikasi Kos Non Produk
Dalam kaitannya dengan penandingan sebab-akibat ,kos nonproduksi tidak harus ditunda pembebanannya
untuk dikeitkan dengan pendapatan masa datang kalua tidak ada kepastian tentang pendapatan masa datang
yang dapat dikaitkan dengan kos nonproduksi. Ini berarti asosiasi produk diganti dengan asosiasi perioda.
6. Biaya Antisipasian
Biaya antisipasian (anticipated expenses) adalah biaya yang dianggap menyebabkan timbulnya pendapatan
tetapi baru terjadi seteleh pendapatan diakui. Sebagai contoh adalah kos yang berkaitan dengan kegiatan
purna-jual seperti jaminan penjualan, jaminan reparasi gratis, dan pengumpulan piutang.

Alokasi Sistematik dan Rasional

Alokasi sistematik dan rasional merupakan proses penandingan dengan perioda sebagai penakar pendapatan
dan biaya. Proses ini sering disebut penandingan perioda. Dalam pengakuan biaya, diasumsi bahwa yang
menerima manfaat dari potensi jasa adalah perioda bukan produk. Keberatan terhadap penandingan ini adalah
bahwa proses alokasi menimbulkan banyak metoda alokasi.

Penandingan Dan Penyajian Pos-Pos Biaya

Idealnya tiap unit produk menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan, administrasi dan
pengumpulan piutang). Akan tetapi, karena tidak mudahnya untuk menghubungkan secara layak kos kegiatan
non produksi ke produk, penakar yang umum dipakai adalah perioda. Penakaran berbasis perioda menjadikan
alokasi sistematik dan rasional suatu hal tidak dapat dihindari. Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di
atas berlaku untuk semua jenis potensi jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan asset tetap,

7
khususnya fasilitas fisis yaitu gedung/pabrik dan perlengkapan (plant and equipments). Uraian berikut
membahas masalah teoritis yang menyangkut pospos tersebut.

Sediaan

Masalah pengukuran dan penilaian sediaan pada akhir perioda dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Penentuan besarnya kos barang yang terjual untuk ditandingkan dengan penjualan sehingga dapat
ditentukan besarnya laba perusahaan.

2. Penentuan nilai sediaan sebagai unsure asset lancer perusahaan. Penentuan nilai sediaan sangat penting
untuk menilai likuiditas operasi perusahaan.

Metoda Asosiasi

Metoda asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan kos yang melekat dengan jumlah
rupiah penjualan. Dengan demikian metoda asosiasi dapat pula diartikan sebagai asumsi aliran kos dalam
memgikuti aliran fisis barang.

Identifikasi Khusus

Untuk jenis barang mahal dan perputarannya rendah, metoda ini sangat cocok sekali untuk tujuan
pengendalian di samping tujuan penandingan yang tepat. Namun demikian metode ini mengandung beberapa
kelemahan antara lain :

a. Jarang sekali pendapatan khusus ditandingkan dengan kos khusus karena pendapatan perusahaan
merupakan hasil dari seluruh upaya perusahaan sebagai kesatuan.

b. Untuk jenis barang yang homogen dan harganya relative murah, metoda ini menjadi terlalu mahal dan tidak
sepadan dengan nilai tambahan informasi yang diperoleh

c. Kalau fluktuasi harga sangat mencolok, metoda ini dapat digunakan sebagai alat manipulasi laba atau
earnings management.

Metoda Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)

Metoda ini sangat logis dalam merefleksi asosiasi sebab-akibat karena sangat sederhana dan jelas untuk
memecah kos ke dalam dua komponen (sediaan dan barang terjual) atas dasar kos yang benar-benar melekat
dalam kedua komponen tersebut.

Jadi, kalau penandingan secara tepat biaya dan pendapatan menjadi tujuan metoda ini paling didukung atas
dasar argument berikut :

a. Metoda ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi standar pemecahan kos.

b. Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya terealisasi dan diakui bersamaan dengan
terjualnya barang walaupun tidak disajikan secara terpisah dan melekat dalam angka laba.

c. Penyajian sediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos yang mendekati kos sekarang atau kos
pengganti.

Rata-Rata Berbobot

Metoda ini menganggap bahwa dalam proses produksi terjadi peleburan factor produksi yang sama selama
satu perioda menjadi satu masa yang homogenus. Artinya, bahan baku tertentu yang dibeli berkali-kali atau
produk yang dihasilkan dari beberapa angkatan produk dalam suatu periode dianggap sebagai satu kesatuan
(massa).

Sediaan Normal

8
Metode ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (iron-stock method). Tujuannya adalah
penandingan pendapatan sekarang sekaligus meniadakan kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan
sediaan atau fluktuasi harga. Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan harga satuan yang cukup pasti.

Masuk Terakhir Keluar Pertama

Metoda ini sangat popular di Amerika karena metoda tersebut dapat digunakan dalam penilaian sediaan untuk
kepentingan pengisian surat pemberitahuan pajak (tax-return) walaupun di satu sisi MTKP mempunyai
beberapa keunggulan untuk pelaporan keuangan, beberapa kritik diajukan terhadap metoda ini yaitu antar
lain :

a. Penilaian sediaan untuk tujuan penyajian di neraca tidak menggambarkan potensi jasa yang sesungguhnya
dan kemungkinan tidak mempunyai arti ekonomik lagi karena kos yang digunakan adalah kos yang sudah
using.

b. Metoda MTKP bukan merupakan metoda untuk mengatasi perubahan tingkat harga umum (daya beli) yang
sering dijadikan alasan untuk penggunaan metoda ini.

c. Metoda ini bertentangan dengan aliran fisis yang sesungguhnya sehinga tidak menggambarkan laba operasi
perusahaan atas dasar kegiatan yang kronologis.

Implikasi Metoda Asosiasi Terhadap Laba

Seandainya metoda yang layak telah ditetapkan, keterandalan kos sediaan akhirnya sangat bergantung pada
system penelusuran factor produksi yang membentuk produk atau barang. Jadi, dalam kondisi operasi
perusahaan modern yang kompleks, apa yang dapat dicapai dalam penentuan laba periodic sebenarnya tidak
dapat diharapkan lebih daripada pengukuran yang mendekati ideal.

Fasilitas Fisik

Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada umumnya diakui sebagai asset dan baru
kemudian kos tersebut diakui sebagai biaya sesuai dengan pola penyerapan manfaat yang direpresentasi
dengan kos.

Karakteristik dan Tujuan Pelaporan

Semua asset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa yang dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan dalam kegiatan operasinya. Fasilitas fisis mempunyai karakteristik sbb :

a. Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar kegiatan operasi
perusahaan.

b. Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.

c. Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk menggunakannya bukan lantaran
hak miliknya.

d. Pada umunya erupakan asset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan berupa potensi jasa (service
potentials) bukan daya beli atau ketertukarannya (exchangeability).

Basis Pembebanan

Fasilitas fisis memberi kontriusi jasa ke opreasi berupa kapasitas atau daya. Oleh karena itu kos daya atau
kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi dan akhirnya menjadi bahan
pendapatan. Jadi, pembebanan kos fasilitas fisis untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar
pengukuran fisis yang objektif tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan (judgement) atas dasar
taksiran factor-faktor penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas ekonomik, dan nilai residual) yang sering
tidak dapat diuji validitasnya secara objektif.

9
Makna Depresiasi

Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematik dan rasional dan jumlah
rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap telah dimanfaatkan dalam menciptakan
pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya.

Nilai Setara Tunai (current cash equivalents)

Dengan basis ini penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai setara tunai
pada awal dan akhir perioda. Nilai ini adalah harga pasar asset yang sama dalam kondisi yang sama sebagai
barang bekas. Di sini dianggap bahwa daya beli uang stabil.

Kontribusi pendapatan Neto Diskunan (discounted net revenue contribution)

Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai diskonan aliran kontribusi
pendapatan neto pada awal dan akhir perioda. Kontribusi pendapatan neto adalah tambahan aliran kas masuk
(pendapatan) karena adanya investasi fasilitas fisis bersangkutan. Penilaian ini memerlukan informasi tarif
diskun yang biasanya didasarkan atas tingkat kembalian (rate of return) investasi bebas resiko atau tingkat
bunga umum yang berlaku.

Metoda Alokasi

Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada aliran penyerapan kapasitas jasa
tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling tepat adalah metoda unit produksi (production or output
method). Kesulitan utama yang dihadapi metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan
selama umur ekonomik asset bersangkutan. Jadi yang paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi
yang sistematik dan logis didasarkan atas berbagai kemungkinan dan factor yang melingkupi fasilitas fisis
yang bersangkutan.

Hubungan Depresiasi dan Laba

Ini berarti besarnya biaya depresiasi bergantung pada besarnya pendapatan dalam perioda tertentu.
Implikasinya adalah dalam hal pendapatan cukup kecil, akan terjadi semacam penundaan biaya depresiasi atau
“tahun gemuk menutup tahun kurus”. Jadi meskipun tetap dituntut untuk menaksir depresiasi tahunan secara
seksama, rasional dan objektif, hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi besarnya laba.

Koreksi Terhadap Kesalahan Taksiran

Program depresiasi harus direvisi bilamana kenyataan jelas menunjukkan bahawa revisi tersebut diperlukan.
Yang penting adalah semua penyesuaian yang berlaku surut harus dilaporkan melalui statement laba rugi.
Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos yang melekat pada fasilitas tersebut
juga harus dihentikan, artinya tidak dapat lagi dibebankan ke produksi setelah pemberhentian.
Mengkapitalisasi rugi pemberhentian sama saja dengan menyangkal adanya rugi tersebut. Kos yang harus
dibebankan ke operasi selama umur fasilitas fisis yang baru adalah terbatas pada kos unit baru tersebut. Sisa
kapasitas fasilitas fisis lama tidak menambah daya atau kapasitas fasilitas fisis baru.

Tanah

Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi atau diamortisasi menjadi biaya
depresiasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu (selamanya)
cukup menjadi alas an kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas
produksi.

Tanah Bukan Hak Milik Permanen

Dalam keadaan seperti ini, akuntansi yang sehat menghendaki pemisahan kos tanah menjadi bagian yang
dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau ada) dan bagian yang menunjukkan kos elemen tanah yang dapat
habis jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian ditentukan alokasi kos semantic yang tepat untuk

10
bagian kedua tersebut. Jadi, dengan akuntansi seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan
kesuburan tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus didepresiasi.

Sumber Alam

Kos sumber alam tersebut (tidak termasuk sisa nilai tanah) harus diserap secara sistematik ke produksi atas
dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang diserap ini disebut deplesi. Seperti juga depresiasi, deplesi
sebagai kos atau upaya untuk menghasilkan pendapatan harus ditentukan secara objektif dan rasional tanpa
memperhatikan pengaruhnya terhadap laba bersih.

Aset Tak Berwujud

Penghapusan langsung seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalua kondisi menunjukkan bahwa
asset tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik yang penting. Karena banyak masalah teoritis
yang timbul, dua jenis asset tak berwujud yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah ini.

Goodwill

Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau setaranya yang dibayarkan oleh perusahaan pembeli di
atas nilai pasar wajar atau nilai buku kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Kos goodwill yang melekat pada
harga beli suatu perusahaan yang sudah beroperasi pada dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai
diskunan (present or discounted value) kelebihan laba yang dihasilkan.

Kos Organisasi

Kos organisasi diperlakukan sebagai asset tak berwujud karena kos tersebut tidak dapat dikaitkan dengan asset
tetap berwujud yang ada dalam perusahaan. Akan tetapi kos pendirian tersebut harus mulai diserap atau
dihapuskan bila terjadi penurunan laba dan pengerutan kekayaan yang terus menerus akibat kegagalan usaha
atau proses likuidasi.

11

Anda mungkin juga menyukai