Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem kerja merupakan gabungan dari beberapa atau seluruh komponen
kerja yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, dimana komponenkomponen tersebut antara lain adalah hardware, operator, software, lingkungan
fisik dan organisasi. Sistem kerja yang baik tidak terlepas dari work place
(tempat kerja) maupun langkah-langkah operasional tugas yang harus
dilakukan dalam suatu pekerjaan.
Aktivitas

pemindahan

bahan

secara

manual

(manual

material

handling/MMH) merupakan aktivitas yang masih banyak dijumpai di berbagai


industri di negara-negara berkembang, terutama Indonesia. Akan tetapi
aktivitas MMH ini diidentifikasi beresiko besar sebagai penyebab utama
penyakit tulang belakang (Low Back Pain). Beban kerja yang berat, postur
kerja yang salah dan perulangan gerakan yang tinggi, serta adanya getaran
terhadap keseluruhan tubuh merupakan keadaan yang memperburuk penyakit
tersebut.
Oleh karena itu dilakukan praktikum analisis ketidaknyamanan kerja dan
postur kerja ini pada Omahe Bakpia guna mengidentifikasi ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh pekerja beserta analisisnya.
B. Tujuan
1. Praktikan dapat mengidentifikasi ketidaknyamanan terhadap kerja.
2. Praktikan dapat melakukan analisis postur/sikap tubuh pekerja saat
bekerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat
bekerja meliputi : flexion, extension, abduction, adduction, rotation, pronation
dan supination. Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi
pengurangan. Extension adalah gerakan merentangkan (stretching) dimana terjadi
peningkatan sudut antara dua tulang. Abduction adalah pergerakan menyamping
menjauhi dari sumbu tengah (the median plane) tubuh. Adduction adalah
pergerakan kearah sumbu tengah tubuh (the median plane). Rotation adalah
gerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan. Pronation adalah
perputaran bagian tengah (menuju kedalam) dari anggota tubuh. Supination
adalah perputaran ke arah samping (menuju keluar) dari anggota tubuh (Tayyari,
1997).
Ada empat kriteria yang dapat dijadikan sebagai pengukur yang baik
tentang kebaikan suatu sistem kerja yaitu waktu, tenaga, psikologi, dan sosiologis.
Artinya suatu sistem kerja dinilai baik jika sistem ini memiliki efisiensi dan
produktifitas yang tinggi, yang diukur dari waktu penyelesaian yang sangat
singkat, tenaga yang diperlukan untuk menyelesaikannya sangat sedikit dan
akibat-akibat

psikologi

dan

sosiologi

yang

ditimbulkan

sangat

minim

(Sutalaksana, 1982).
Tata letak tempat kerja yang ergonomis menekankan pada efektifitas kerja
manusia pada perancangan produk, alat, mesin maupun sistem yang berbeda-beda.
Lingkungan kerja yang tidak ergonomis dapat mempengaruhi postur kerja yang
tidak alamiah timbul (Wignjosoebroto,1992):
1. Kecelakaan kerja
2. Kesalahan kerja
3. Kemampuan adaptasi terhadap kondisi darurat kurang
4. Terjadinya cedera atau luka pada otot
Metode OWAS (Ovako Working Postural Analysis system) adalah suatu
metode yang digunakan untuk mengetahui komplikasi rangka otot sehingga

menyebabkan rasa sakit dan nyeri pada tubuh. OWAS adalah suatu metode
ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi postural stress yang terjadi pada
seseorang ketika sedang bekerja. Kegunaan dari metode OWAS adalah untuk
memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja, sehingga performance kerja dapat
ditingkatkan terus. Hasil yang diperoleh dari metode OWAS, digunakan untuk
merancang metode perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas. Metode
OWAS dibuat oleh O. Karhu yang berasal dari negara Finlandia pada tahun 1977
untuk menganalisa postural stress pada bidang pekerjaan manual (Diyan, 2010).
OWAS merupakan metode analisis sikap kerja yang mendefinisikan
pergerakan bagian tubuh punggung, lengan, kaki, dan beban berat yang diangkat.
Masing-masing anggota tubuh tersebut diklasifikasikan menjadi sikap kerja.
Berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan
dievaluasi (Karhu, 1981):
a. Sikap punggung
1. Lurus
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring kesamping
4. Membungkuk dan memutarataumembungkukkedepan dan menyamping.
Klasifikasisikapkerjabagianpunggung.
b. Sikaplengan
1. Kedualenganberada di bawahbahu
2. Satu lenganberada pada ataudiatasbahu
3. Kedualengan pada ataudiatasbahuKlasifikasisikapkerjabagianlengan
c. Sikap kaki
1. Duduk
2. Berdiribertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiribertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiribertumpu pada kedua kaki denganlututditekuk
5. Berdiribertumpu pada satu kaki denganlututditekuk.
6. Berlutut pada satuataukedualutut
7. Berjalan

Klasifikasisikapkerjabagian kaki:
a. Berat beban
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W10 Kg )
2. Berat beban adalah 10 Kg 20 Kg (10 KgW 20 Kg )
3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg(W 20 Kg )
Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiridari empat level skala sikap kerja yang
berbahaya bagi para pekerja.
Kategori 1 : Pada sikap ini tidak masalah pada sistem muskuloskeletal.Tidak perlu
perbaikan.
Kategori 2 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal (sikap kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan). Perlu perbaikan dimasa
yang akan datang Physical FaktorPsychosocial Faktor.
Kategori 3 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal, postur kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan. Perlu perbaikan
segera mungkin.
Kategori 4 : Pada sikap ini sangat berbahaya pada sistem muskuloskeletal,postur
kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas. Perlu perbaikan secara langsung / saat
ini juga.
Berikut tabel merupakan tabel kategori tindakan kerja OWAS secara
keseluruhan, berdasarkan kombinasi klasifikasi sikap dari punggung, lengan, kaki
dan berat beban.

Tabel 1.KategoriTindakanKerja OWAS


Tabel diatas menjelaskan klasifikasi postur-postur kerja ke dalam kategori
tindakan. Sebagai contoh postur kerja dengan kode 2352, artinya postur kerja ini
merupakan postur kerja dengan kategori tindakan dengan derajat perbaikan level

4, yaitu pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal. Perlu perbaikan
secara langsung atau saat ini (Anonim, 2010).
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah salah satu metode yang
digunakan untuk menilai postur dalam kaitannya dengan gejala musculeskeletal
disorders. REBA dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau
postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang operator
(pekerja). Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban
eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja (Juwita, 2009).
Pengembangan REBA menurut terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama
adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau
foto, tahap kedua adalah penentuan sudutsudut dari bagian tubuh pekerja, tahap
ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling, dan
penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan
nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA
tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu
dilakukan untuk perbaikan kerja (Nur, 2009).
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA
melalui tahapantahapan sebagai berikut (Nur, 2009) :
1.

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau


foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti
mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman
dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis
selanjutnya.

2.

Penentuan sudutsudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil


rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari masing masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh),
leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode
REBA segmen segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup
A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara
grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data

sudut segmen tubuh pada masingmasing grup dapat diketahui skornya, kemudian
dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B
untuk grup B agar diperoleh skor untuk masingmasing tabel.

Gambar 1. Tabel dan Range pergerakan punggung

Gambar 2. Tabel dan Range pergerakan leher

Gambar 3. Tabel dan Range pergerakan kaki

Gambar 4. Tabel dan Range pergerakan lengan atas

Gambar 5. Tabel dan Range pergerakan lengan bawah

Gambar 7. Tabel A skor REBA

Gambar 9.Tabel C skor REBA

Gambar 6. Pergelangan tangan

Gambar 8. Tabel B skor REBA

Gambar 10. Tabel level resiko dan tindakan

Gambar 11. Contoh REBA Scoring

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Penggaris
b. Pensil
c. Penghapus

d. Kalkulator
e. Pulpen

2. Bahan
a. Kertas
b. Foto postur pekerja

4.

3. B. Prosedur Praktikum
1. Metode OWAS dan REBA
5.
Salah
6. satu karyawan yang ada di stasiun kerja yang bekerja dengan
postur
7. kerja yang diperkirakan kurang nyaman diamati.
8.
Pekerjaan tersebut dibagi berdasarkan elemen-elemen kerjanya.
9.
10.
Waktu tiap elemen dicatat dalam 1 hari.
11.
Postur kerja dari pekerja didokumentasikan.
12.
13.
Postur kerja diobservasi, skor diberikan sesuai dengan pergerakan
masing-masing anggota badan menggunakan OWAS dan REBA.
14.
15.
Metode OWAS dan REBA dibandingkan, disumpulkan aplikasinya dan
dibahas dalam laporan.
16.

17.
18. 2.
Analisis What-If
19.
20.
Stasiun
kerja terpilih diamati area kerjanya.
21.
22.
Tabel
dibuat.
23. What-If
Kolom
NumberAnalysis
diisi dengan
urutan nomor.
24.
25. What-if diisi dengan kemungkinan resiko bahaya yang terjadi
Kolom
26. stasiun kerja tersebut.
pada
27.
28. Answer diisi dengan kemungkinan akibat yang mungkin
Kolom
29. karena bahaya yang terjadi.
timbul
30.
31. Likelihood diisi dengan tingkat frekuensi kemungkinan
Kolom
32.
terjadinya
resiko bahaya.
33.
34. Consequence diisi dengan tingkat konsekuensi yang harus
Kolom
ditanggung perusahaan akibat bahaya yang terjadi.
Kolom recommendation diisi dengan rekomendasi dari penganalisis
mengenai tindakan preventif yang harus dilakukan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya bahaya.

35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50. BAB IV
51. HASIL DAN PEMBAHASAN
52.
A. Pembahasan
53.
Praktikum teknik tata cara kerja acara 2 yang berjudul Analisis
Kenyamanan kerja dan Postur Kerja ini bertujuan agar dalam praktikum ini
praktikan Praktikan dapat mengidentifikasi ketidaknyamanan akibat kerja dan
dapat melakukan analisis postur/sikap tubuh pekerja saat bekerja.
54.

Ovako Work Posture Analysis System (OWAS) merupakan suatu

metode untuk mengevaluasi dan menganalisa sikap kerja yang tidak nyaman
dan berakibat pada cidera musculoskeletal. Prinsip metode OWAS adalah
melakukan

klasifikasi

sederhana

dan

sistematis

postur

kerja

yang

dikombinasikan dengan tugas kerja pengamatan. Bagian sikap kerja dari


pekerja yang diamati dalam metode OWAS meliputi pergerakan tubuh dari
bagian punggung (back), lengan (arms), kaki (legs) dan beban (load). Metode
OWAS ini dipakai karena memiliki kegunaan berupa dapat

memperbaiki

kondisi pekerja dalam bekerja, sehingga performance kerja dapat ditingkatkan


terus. Hasil yang diperoleh dari metode OWAS digunakan untuk merancang
metode perbaikan kerja untuk meningkatkan produktivitas.

55.

Sebelum melakukan analisis atau penilaian kerja dengan metode

OWAS dan beberapa hal yang harus dilakukan yang pertama memilih salah
satu elemen kerja pada semua stasiun kerja pada industri yang diamati dan
karyawan tersebut bekerja dengan postur kerja yang ekstrim tau bahkan
membahayakan (bisa diamati melalui foto atau video). Kemudian menimbang
atau memperkirakan berat bahan yang ditangani dan menetapkan metode kerja
yang standar. Setelah semua data tersebut telah tersedia maka baru dilakukan
observasi kerja baik dengan metode OWAS.
56.
Cara penilaian dalam metode

OWAS

dimulai

dari

melakukankunjungan/observasi ke industri untuk pengambilan data postur,


beban (tenaga), dan elemen kerja di tiap-tiap stasiun kerja. Setelah melakukan
observasi untuk semua pergerakan dan memperoleh skor masing-masing
pergerakan, masukkan dalam tabel kategori tindakan OWAS untuk mengetahui
level (kategori) sikap.
57.
Pergerakan pertama yang dianalisis pada OWAS yaitu pergerakan
tubuh bagian punggung (back) yang memiliki skor 1 untuk keadaan punggung
lurus/tegak, skor 2 untuk punggung bungkuk ke depan, skor 3 untuk punggung
miring kesamping, skor 4 untuk punggung bungkuk kedepan dan miring
kesamping. Sedangkan untuk pergerakan tubuh bagian lengan(arms) memiliki
skor 1 apabila kedua tangan dibawah bahu, skor 2 apabila satu tangan pada
atau diatas bahu, skor 3 apabila kedua tangan pada atau diatas bahu. Kemudian
untuk pergerakan tubuh bagian kaki memiliki skor 1 apabila dalam posisi
duduk, skor 2 apabila berdiri dengan kedua kaki lurus, skor 3 apabila berdiri
dengan bertumpu pada satu kaki lurus, skor 4 apabila berdiri/jongkok dengan
kedua lutut, skor 5 berdiri/jongkok dengan satu lutut, skor 6 apabila berlutut
pada satu atau dua lutut, dan skor 7 apabila berjalan atau bergerak. Penilaian
yang terakhir yaitu beban yang dibawa oleh pekerja yang memiliki skor 1
untuk beban dibawah 10kg, skor 2 untuk beban dengan berat antara 10-20kg,
dan skor 3 untuk beban dengan berat lebih dari 20kg.
58.
Setelah itu, skor yang diperoleh di tabel kategori tindakan OWAS,
menunjukkan kategori berat ringannya beban pekerjaan dan rekomendasi dari
masing-masing kategori. Dari hasil analisis tersebut nantinya akan diperoleh
salah satu dari 4 (empat) level sikap kerja yang meliputi : pekerjaan normal/

ringan (kategori 1), pekerjaan agak berat (kategori 2), pekerjaan berat (kategori
3), dan pekerjaan sangat berat (kategori 4). Untuk kategori pekerjaan
ringan/normal (skor 1) belum dibutuhkan perbaikan terhadap posisi pekerja,
untuk kategori pekerjaan agak berat (skor 2) diperlukan perbaikan di masa
yang akan datang, untuk pekerjaan berat (skor 3) berbahaya pada sistem
musculoskeletal sehingga memerlukan perbaikan sesegera mungkin, sedangkan
untuk pekerjaan sangat berat (skor 4) juga berbahaya bagi sistem
muskuloskeletal sehingga diperlukan perbaikan secara langsung saat itu juga.
59.
Setelah satu elemen selesai maka dilanjutkan pada elemen kerja
yang lain dengan tahap yang sama dengan langkah diatas sampei semua
elemen kerja pada stasiun kerja yang dipilih selesai dia analisis dengan metode
ini.
60.

Cara penilaian diatas merupakan OWAS dengan kategori yang

tidak berdasarkan waktu, sedangkan untuk penilaian skor OWAS yang


berdasarkan waktu (jika waktu kerja pada postur tersebut kurang dari 8 jam
sehari/ 100% working time) dapat diperoleh dengan membagi waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut (berdasarkan PPO) dengan waktu total
keseluruhan, kemudian dikalikan 100% untuk dicocokkan dengan tabel OWAS
yang berdasarkan waktu, namun yang dinilai hanya 3 kategori yaitu back, arms
dan legs, untuk beban menyesuaikan dengan OWAS yang tidak berdasarkan
waktu. Pada tabel yang terdapat pilihan dapat ditentukan mana yang
seharusnya dipilih dengan cara apabila hasil bagi waktu untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut (berdasarkan PPO) dengan waktu total keseluruhan lebih
dari 5% maka dipilih 2, dan apabila kurang dari 5% maka dipilih 1.
61.
Metode OWAS biasa digunakan untuk mengevaluasi postural
stress yang terjadi pada seseorang ketika sedang bekerja. Dengan metode ini,
maka akan terlihat sikap kerja mana yang tidak nyaman dan berakibat pada
cidera musculoskeletal dan dapat mengetahui komplikasi rangka otot yang
dapat menyebabkan rasa sakit dan nyeri pada tubuh. Hasil dari metode OWAS
ini akan digunakan juga untuk memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja,
sehingga performance kerja dapat selalu ditingkatkan. Oleh karena itu akan
dapat melakukan perancangan metode perbaikan kerja untuk meningkatkan
produktivitas.

62.

Pada stasiun kerja pertama yaitu pencampuran adonan kulit,

didapatkan elemen kerja yang paling kritis yaitu mencampurkan adonan. Saat
mencampurkan adonan pekerja membungkuk (skor 2), kedua tangannya
dibawah bahu (skor 1) dan bediri dengan kedua kaki lurus serta beban yang
dibawa kurang dari 10kg sehingga didapatkan final skor berdasarkan tabel
OWAS yaitu 1 dan termasuk kategori pekerjaan ringan. Sedangkan untuk
penilaian OWAS yang berdasarkan waktu, pertama-tama waktu untuk
mengambil adonan sekali dibagi dengan waktu totalnya dan dikalikan 100%.
Waktu yang digunakan berdasarkan peta proses operasi (PPO), untuk elemen
kerja mengambil adonan didapatkan hasil 3.14% (diantara 0-20% pada tabel)
sehingga didapatkan dari tabel nilai untuk back 1, arm 1, dan leg 1, dengan
tabel yang sebelumnya juga bisa didapatkan skor loadnya yaitu 1 sehingga
final skor fase kerjanya 1.
63.
Kemudian pada stasiun kerja kedua yaitu pemipihan adonan
didapatkan 3 elemen kerja yang paling kritis, yang pertama adalah mengambil
adonan. Kajiannya yaitu saat mengambil adonan badan pekerja membungkuk
sambil miring kesamping sehingga mempunyai skor 4, tangan dibawah bahu
semua (skor 1), pekerja dalam posisi duduk (skor 1) dan beban yang dibawa
kurang dari 10kg saat sekali pemipihan sehingga didapatkan final skor 2 dan
termasuk pekerjaan kategori agak berat. Yang kedua adalah memasukkan
adonan, pekerjanya dalam keadaan membungkuk kedepan (skor 2), kedua
tangan diatas bahu (skor 3), dan pekerja dalam keadaan duduk (skor 1 ) dan
beban yang dibawa kurang dari 10 kg (skor 1 ) sehingga didapatkan final skor
3 dan termasuk pekerjaan kategori berat. Yang ketiga yaitu saat pekerja
mengeluarkan/menarik adonan, saat itu pekerja membungkuk kebelakang
karena menarik adonannya sehingga diperoleh skor 2, tangan pekerja pada
bahu dan pekerja duduk (skor 1) sehingga didapatkan final skor 3 dan termasuk
pekerjaan kategori berat.
64.
Pada elemen mengambil adonan didapat persentase waktu 0,23 %
sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg 1 dan load 1. Skor tersebut
digunakan untuk mencari skor fase kerja pada tabel kategori tindakan OWAS
sehingga didapatkan skor 1 yang menunjukan kategori pekerjaan ringan. Pada
elemen memasukkan adonan didapat persentase waktu

0,21 % sehingga

didapat skor pada back 1, arm1, leg 1 dan load 1. Skor tersebut digunakan
untuk mencari skor fase kerja pada tabel kategori tindakan OWAS sehingga
didapatkan skor 1 yang menunjukan kategori pekerjaan ringan. Pada elemen
menarik adonan didapat persentase waktu 11,20 % sehingga didapat skor pada
back 1, arm1, leg 1 dan load 1. Skor tersebut digunakan untuk mencari skor
fase kerja pada tabel kategori tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang
menunjukan kategori pekerjaan ringan. Pada elemen menggulung adonan
didapat persentase waktu 0,28 % sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg
1 dan load 1 sesuai dengan skor awal. Skor tersebut digunakan untuk mencari
skor fase kerja pada tabel kategori tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1
yang menunjukan kategori pekerjaan ringan. Pada elemen meletakkan adonan
didapat persentase waktu 0,26 % sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg
1 dan load 1. Skor tersebut digunakan untuk mencari skor fase kerja pada tabel
kategori tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang menunjukan
kategori pekerjaan ringan.
65.
Untuk stasiun kerja selanjutnya yaitu pengukusan kacang hijau,
elemen kerja paling kritisnya yaitu saat pekerja mengangkat dandang yang
berisi kacang hijau yang sudah selesai direbus dari dapur untuk dibawa ke
stasiun kerja penggilingan kacang hijau. Saat mengangkat, pekerja dalam
keadaan bungkuk (skor 2), kedua tangannya berada dibawah bahu (skor 1),
kaki pekerja berjalan/bergerak (skor 7) dan beban yang dibawa lebih dari 20 kg
kacang hijau, sehingga final skornya 3 dan termasuk pekerjaan berat.
Sedangkan penilaian OWAS yang berdasarkan waktu, didapatkan hasil 6,67%
lalu melalui tabel didapatkan skor untuk back 2, arm 1, dan leg 7 dan beban 3.
Sehingga final skornya 1 dan termasuk pekerjaan ringan, berbeda dengan
penilaian OWAS yang tanpa waktu (skor 3 dan termasuk pekerjaan berat), hal
ini disebabkan karena meskipun pekerjaannya berat namun dilakukan dalam
waktu yang cukup singkat maka termasuk pekerjaan yang ringan.
66.
Kemudian pada stasiun kerja pemotongan adonan kulit didapatkan
elemen kerja yang paling kritis yaitu memotong adonan, saat itu pekerja
membungkuk dengan tangan yang berada dibawah bahu sambil duduk dan
membawa beban dibawah 10 kg (skor: 2-1-1-1) sehingga didapatkan final
skornya 2 dan termasuk pekerjaan agak berat. Kemudian untuk penilaian

OWAS yang berdasarkan waktu didapatkan hasil 0.83% sehingga bisa


diperoleh skor untuk back nya 2, arm 1, legs 1, load 1, maka final skornya
adalah 1 dan termasuk pekerjaan yang ringan.
67.
Pada stasiun kerja penggabungan sol dan kulit didapatkan elemen
kerja yang paling kritis yaitu menggabungkan sol dan kulit bakpia, saat itu
pekerja membungkuk dengan tangan yang berada dibawah bahu sambil duduk
dan membawa beban dibawah 10 kg (skor: 2-1-1-1) sehingga didapatkan final
skornya 1 dan termasuk pekerjaan ringan. Kemudian untuk penilaian OWAS
yang berdasarkan waktu didapatkan hasil 4.16% sehingga bisa diperoleh skor
untuk back nya 2, arm 1, legs 1, load 1, maka final skornya adalah 1 dan
termasuk pekerjaan yang ringan.
68.
Selanjutnya, stasiun kerja penggilingan kacang hijau didapatkan
elemen kerja yang paling kritis yaitu saat pekerja mengambil kacang hijau
kukus yang masih didandang (dibawah) menggunakan gayung untuk
dimasukkan ke mesin penggiling. Saat itu pekerja memebungkuk ke bawah
sambil miring kesamping sehingga didapatkan skor 4, tangan pekerja keduanya
dibawah bahu (skor 1 ), kaki pekerja bediri/jongkok dengan kedua lutut (skor
4) dan beban yang dibawa untuk sekali mengambil kurang dari 10kg (skor 1)
sehingga didapatkan final skornya yaitu 4 dan termasuk kategori pekerjaan
sangat berat. Kemudian untuk penilaian OWAS yang berdasarkan waktu
didapatkan hasil 2.10% sehingga bisa diperoleh skor untuk back nya 2, arm 1,
legs 2, load 1, maka final skornya adalah 1 dan termasuk pekerjaan yang
ringan. berbeda dengan penilaian OWAS yang tanpa waktu (skor 4 dan
termasuk pekerjaan sangat berat), hal ini disebabkan karena meskipun
pekerjaannya berat namun dilakukan dalam waktu yang cukup singkat maka
termasuk pekerjaan yang ringan.
69.
Selanjutnya stasiun kerja pengkumbuan kacang hijau didapatkan
elemen kerja yang paling kritis taitu saat pekerja mengambil kumbu yang
sudah selesai dikumbu untuk dimasukkan ke dalam baskom besar, saat ity
pekerja dalam keadaan bungkuk (skor 2 ), kedua tangan dibawah bahu (skor 1),
kaki pekerja berdiri atau jongkok dengan kedua lutut dan beban yang dibawa
kurang dari 10 kg sehingga didapatkan final skor 3 dan termasuk pekerjaan
berat. Kemudian untuk penilaian OWAS yang berdasarkan waktu didapatkan

hasil 3.33% sehingga bisa diperoleh skor untuk back nya 2, arm 1, legs 2, load
1, maka final skornya adalah 1 dan termasuk pekerjaan yang ringan. Hal ini
berbeda dengan penilaian OWAS yang tanpa waktu (skor 3 dan termasuk
pekerjaan berat), hal ini disebabkan karena meskipun pekerjaannya berat
namun dilakukan dalam waktu yang cukup singkat maka termasuk pekerjaan
yang ringan.
70.
Kemudian pada stasiun kerja pengisian bakpia didapatkan elemen
kerja yang paling kritis yaitu saat pekerja mengisi bakpia (merakit kulit dan
isi). Saat itu pekerja membungkuk dengan tangan yang berada dibawah bahu
sambil duduk dan membawa beban dibawah 10 kg (skor: 2-1-1-1) sehingga
didapatkan final skornya 2 dan termasuk pekerjaan agak berat. Kemudian
untuk penilaian OWAS yang berdasarkan waktu didapatkan hasil 1.67%
sehingga bisa diperoleh skor untuk back nya 1, arm 1, legs 1, load 1, maka
final skornya adalah 1 dan termasuk pekerjaan yang ringan.
71.
Pada stasiun kerja pengovenan bakpia didapatkan elemen kerja
yang paling kritis yaitu saat pekerja membolak balik bakpia yang dioven, saat
itu pekerja membungkuk (skor 2), kedua tangannya dibawah bahu (skor 1),
sambil berdidi (skor 2) dan beban yang dibawa kurang dari 10 kg (skor 1)
sehingga didapatkan final skor 2 dan termasuk pekerjaan agak berat. Kemudian
untuk penilaian OWAS yang berdasarkan waktu didapatkan hasil 4.22%
sehingga bisa diperoleh skor untuk back nya 1, arm 1, legs 1, load 1, maka
final skornya adalah 1 dan termasuk pekerjaan yang ringan.
72.
Stasiun kerja yang terakhir yaitu pengemasan yang didapatkan
elemen kritisnya yaitu saat pekerja mengambil bakpia untuk dimasukkan ke
dalam plastik. Saat itu pekerja dalam keadaan membungkuk sambil miring
kesamping (skor 4), kedua tangannya dibawah bahu (skor 1), posisi kaki
sambil duduk/ berdiri/jongkok dengan kedua lutut (skor 6) dan beban yang
dibawa kurang dari 10 kg (skor 1) sehingga didapatkan final skornya adalah 4
dan termasuk pekerjaan sangat berat. Kemudian untuk penilaian OWAS yang
berdasarkan waktu didapatkan hasil 66.6% sehingga bisa diperoleh skor untuk
back nya 3, arm 1, legs 4, load 1, maka final skornya adalah 3 dan termasuk
pekerjaan yang berat.
73.
Untuk kategori pekerjaan ringan/normal (skor 1) belum dibutuhkan
perbaikan terhadap posisi pekerja, untuk kategori pekerjaan agak berat (skor 2)

diperlukan perbaikan di masa yang akan datang, untuk pekerjaan berat (skor 3)
berbahaya pada sistem musculoskeletal sehingga memerlukan perbaikan
sesegera mungkin, sedangkan untuk pekerjaan sangat berat (skor 4) juga
berbahaya bagi sistem muskuloskeletal sehingga diperlukan perbaikan secara
langsung saat itu juga.
74.
Untuk OWAS dengan stasiun kerja terpilih, prisip kerjanya adalah
menganalisa postur kerja tiap elemen kerja pada stasiun keja agar dapar
memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja.
75.
Tahap pertama dalam menganalisa OWAS pada stasiun kerja
pemipihan adalah mengidentifikasi elemen kerja yang terdapat pada stasiun
tersebut. Setelah didapat elemen kerja, yaitu mengambil adonan, memasukkan
adonan, menarik adonan, menggulung dan meletakkan adonan, praktikan
mengamati postur kerja pada tiap elemen kerja. Pada setiap elemen kerja
memiliki beban kurang dari 10 kg sehingga tiap elemen diberi skor 1. Pada
elemen kerja mengambil adonan, postur kerja bagian punggung bergerak
miring ke samping sehingga skornya 3, bagian lengan kedua tangan bergerak di
bawah bahu sehingga diberi skor 1 dan bagian kaki jongkok dengan kedua lutut
sehingga diberi skor 4. Final skor pada elemen kerja didapat dari tabel kategori
tindakan OWAS berdasarkan penilaian pada tiap bagian diatas, yaitu sebesar 3
yang menandakan pekerjaan mengambil adonan adalah kategori pekerjaan
berat.

Pada elemen memasukkan adonan,

postur kerja bagian punggung

bergerak lurus/tegak ke depan sehingga skornya 1, bagian lengan kedua tangan


bergerak di atas bahu sehingga diberi skor 3 dan bagian kaki jongkok dengan
kedua lutut sehingga diberi skor 4. Final skor pada elemen kerja didapat dari
tabel kategori tindakan OWAS berdasarkan penilaian pada tiap bagian diatas,
yaitu sebesar 2 yang menandakan pekerjaan memasukkan adonan adalah
kategori pekerjaan agak berat. Pada elemen menarik adonan, postur kerja
bagian punggung bergerak bungkuk ke depan sehingga skornya 2, bagian
lengan kedua tangan bergerak dibawah bahu sehingga diberi skor 1 dan bagian
kaki jongkok dengan kedua lutut sehingga diberi skor 4. Final skor pada
elemen kerja didapat dari tabel kategori tindakan OWAS berdasarkan penilaian
pada tiap bagian diatas, yaitu sebesar 3 yang menandakan pekerjaan menarik
adonan adalah kategori pekerjaan berat. Untuk elemen menggulung adonan,

postur kerja bagian punggung bergerak bungkuk ke depan sehingga skornya 2,


bagian lengan kedua tangan bergerak dibawah bahu sehingga diberi skor 1 dan
bagian kaki jongkok dengan kedua lutut sehingga diberi skor 4. Final skor pada
elemen kerja didapat dari tabel kategori tindakan OWAS berdasarkan penilaian
pada tiap bagian diatas, yaitu sebesar 3 yang menandakan pekerjaan
menggulung adonan adalah kategori pekerjaan berat. Sedangkan pada elemen
meletakkan adonan, postur kerja bagian punggung bergerak miring ke samping
sehingga skornya 3, bagian lengan kedua tangan bergerak di bawah bahu
sehingga diberi skor 1 dan bagian kaki jongkok dengan kedua lutut sehingga
diberi skor 4. Final skor pada elemen kerja didapat dari tabel kategori tindakan
OWAS berdasarkan penilaian pada tiap bagian diatas, yaitu sebesar 3 yang
menandakan pekerjaan meletakkan adonan adalah kategori pekerjaan berat.
Untuk skor pada fase kerja berdasarkan waktu didapat dari menghitung
persentase lamanya postur kerja tersebut dalam 1 hari dibagi lama proses
produksi dalam 1 hari. Berdasarkan persentase waktu kerja didapatkan skor
baru pada tiap elemen untuk mencari skor fase kerja dengan bantuan tabel
kategori tindakan OWAS dan skor pengamatan. Pada elemen mengambil
adonan didapat persentase waktu 0,23 % sehingga didapat skor pada back 1,
arm1, leg 1 dan load 1. Skor tersebut digunakan untuk mencari skor fase kerja
pada tabel kategori tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang
menunjukan kategori pekerjaan ringan. Pada elemen memasukkan adonan
didapat persentase waktu 0,21 % sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg
1 dan load 1. Skor tersebut digunakan untuk mencari skor fase kerja pada tabel
kategori tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang menunjukan
kategori pekerjaan ringan. Pada elemen menarik adonan didapat persentase
waktu 11,20 % sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg 1 dan load 1.
Skor tersebut digunakan untuk mencari skor fase kerja pada tabel kategori
tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang menunjukan kategori
pekerjaan ringan. Pada elemen menggulung adonan didapat persentase waktu
0,28 % sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg 1 dan load 1 sesuai
dengan skor awal. Skor tersebut digunakan untuk mencari skor fase kerja pada
tabel kategori tindakan OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang menunjukan

kategori pekerjaan ringan. Pada elemen meletakkan adonan didapat persentase


waktu 0,26 % sehingga didapat skor pada back 1, arm1, leg 1 dan load 1. Skor
tersebut digunakan untuk mencari skor fase kerja pada tabel kategori tindakan
OWAS sehingga didapatkan skor 1 yang menunjukan kategori pekerjaan
ringan.
76.

Hasil yang didapat berdasarkan analisa OWAS dengan waktu dan

tanpa waktu dapat dilihat bahwa berdasarkan waktu keempat elemen kerja
tersebut (mengambil, memasukkan, menarik, menggulung dan meletakkan)
merupakan pekerjaan ringan. Hal ini dikarenakan dalam 1 hari produksi,
keempat elemen tersebut hanya dilakukan kurang dari 20% lama produksi
dalam sehari. Karena elemen tersebut hanya dilakukan sebentar, maka
pekerjaan tersebut tidak mengakibatkan ketidaknyamanan bagi perkeja.
Sedangkan bagi OWAS tanpa waktu, elemen tersebut dikatakan pekerjaan yang
berat dan agak berat karena postur tumbuh pekerja yang tidak nyaman saat
prosesnya seperti badan bergerak miring dan kedua lengan diatas bahu. Dari
kedua analisis OWAS ini, dapat dikatakan bahwa elemen kerja tersebut
merupakan pekerjaan ringan sesuai dengan OWAS dengan waktu karena lama
pekerja melakukan postur kerja tersebut merupakan pengaruh yang besar
dalam menentukan ketidaknyamanan pekerja. Waktu untuk melakukan postur
ini hanya sebentar sehingga untuk dilakukan secara berulang tidak memberikan
efek ketidaknyamanan bagi pekerja.
77.
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode
dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur
leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. REBA
memiliki kesamaan yang mendekati metode RULA (Rapid Upper Limb
Assessment),tetapi metode REBA tidak sebaik metode RULA yang
menunjukkan pada analisis pada keunggulan yang sangat dibutuhkan dan
untukpergerakan pada pekerjaan berulang yang diciptakan, REBA lebih umum,
dalam penjumlahan salah satu sistem baru dalam analisis yang didalamnya
termasuk faktor-faktor dinamis dan statis bentuk pembebanan interaksi
pembebanan perorangan.
78.
Metode REBA telah

mengikuti

karakteristik,

yang

telah

dikembangkan untuk memberikan jawaban untuk keperluan mendapatkan

peralatan yang bisa digunakan untuk mengukur pada aspek pembebanan fisik
para pekerja. Analisa dapat dibuat sebelum atau setelah sebuah interferensi
untuk mendemonstrasikan resiko yang telah dihentikan dari sebuah cedera
yang timbul. Hal ini memberikan sebuah kecepatan pada penilaian sistematis
dari resiko sikap tubuh dari seluruh tubuh yang bisa pekerja dapatkan dari
pekerjaannya.
79.
Prinsip kerja dari metode REBA adalah melakukan penilaian
terhadap

dampak

fisik

pekerja

menggunakan

tabel

skoring

dan

pengamatan,metode REBA juga dilengkapi dengan faktor coupling, beban


eksternal aktivitas kerja. Dalam metode ini, segmen-segmen tubuh dibagi
menjadi dua group, yaitu group A dan group B. Group A terdiri dari punggung
(batang tubuh), leher, dan kaki. Sedangkan group B terdiri dari lengan atas,
lengan bawah, dan pergelangan tangan.Penilaian REBA sendiri dapat
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau
foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dan leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci
dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini
dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail
(valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data
akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
2. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja
dilakukan perhitungan nilai. Perhitungan nilai melalui metode REBA ini
dimulai dengan menganalisis posisi neck, trunk, dan leg dengan
memberikan score pada masing-masing komponen. Ketiga komponen
tersebut kemudian dikombinasikan ke dalam sebuah tabel untuk
mendapatkan nilai akhir pada bagian pertama atau score A dan ditambah
dengan score untuk force atau load. Selanjutnya dilakukan scoring pada
bagian upper arm, lower arm, dan wrist kemudian ketiga komponen
tersebut dikombinasikan untuk mendapatkan nilai akhir pada bagian kedua
atau score B dan ditambah dengan coupling score. Setelah diperoleh grand
score A dan grand score B, kedua nilai tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C, melalui tabel kombinasi akhir ini kemudian ditambahkan dengan

activity score akan didapat nilai akhir yang akan menggambarkan hasil
analisis postur kerja.
3. Dari final REBA score dapat diperoleh skala dari level tiap aksi yang akan
memberikan pannduan untuk resiko dari tiap level dan aksi yang
dibutuhkan. Perhitungan analisis postur ini dilakukan untuk kedua sisi
tubuh, kiri dan kanan.
80.

Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode

dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur
leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. REBA
memiliki kesamaan yang mendekati metode RULA (Rapid Upper Limb
Assessment),tetapi metode REBA tidak sebaik metode RULA yang
menunjukkan pada analisis pada keunggulan yang sangat dibutuhkan dan untuk
pergerakan pada pekerjaan berulang yang diciptakan, REBA lebih umum,
dalam penjumlahan salah satu sistem baru dalam analisis yang didalamnya
termasuk faktor-faktor dinamis dan statis bentuk pembebanan interaksi
pembebanan perorangan.
81.
Metode REBA telah

mengikuti

karakteristik,

yang

telah

dikembangkan untuk memberikan jawaban untuk keperluan mendapatkan


peralatan yang bisa digunakan untuk mengukur pada aspek pembebanan fisik
para pekerja. Analisa dapat dibuat sebelum atau setelah sebuah interferensi
untuk mendemonstrasikan resiko yang telah dihentikan dari sebuah cedera
yang timbul. Hal ini memberikan sebuah kecepatan pada penilaian sistematis
dari resiko sikap tubuh dari seluruh tubuh yang bisa pekerja dapatkan dari
pekerjaannya.
82.
Prinsip kerja dari metode REBA adalah melakukan penilaian
terhadap dampak fisik pekerja menggunakan tabel skoring dan pengamatan,
metode REBA juga dilengkapi dengan faktor coupling, beban eksternal
aktivitas kerja. Dalam metode ini, segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua
group, yaitu group A dan group B. Group A terdiri dari punggung (batang
tubuh), leher, dan kaki. Sedangkan group B terdiri dari lengan atas, lengan
bawah, dan pergelangan tangan. Penilaian REBA sendiri dapat dilakukan
dengan beberapa tahap yaitu

1.

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan


bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur)
pekerja dan leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki
secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh
pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh
secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa

2.

didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.


Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari
pekerja dilakukan perhitungan nilai. Perhitungan nilai melalui metode
REBA ini dimulai dengan menganalisis posisi neck, trunk, dan leg dengan
memberikan score pada masing-masing komponen. Ketiga komponen
tersebut kemudian dikombinasikan ke dalam sebuah tabel untuk
mendapatkan nilai akhir pada bagian pertama atau score A dan ditambah
dengan score untuk force atau load. Selanjutnya dilakukan scoring pada
bagian upper arm, lower arm, dan wrist kemudian ketiga komponen
tersebut dikombinasikan untuk mendapatkan nilai akhir pada bagian kedua
atau score B dan ditambah dengan coupling score. Setelah diperoleh grand
score A dan grand score B, kedua nilai tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C, melalui tabel kombinasi akhir ini kemudian ditambahkan dengan
activity score akan didapat nilai akhir yang akan menggambarkan hasil

analisis postur kerja.


3.
Dari final REBA score dapat diperoleh skala dari level tiap
aksi yang akan memberikan pannduan untuk resiko dari tiap level dan aksi
yang dibutuhkan. Perhitungan analisis postur ini dilakukan untuk kedua
sisi tubuh, kiri dan kanan.
83.

Dari hasil Penilaian REBA didapatkan 2 skor dari sisi kiri dan sisi

kanan pada tiap elemen kerja dari stasiun penggilingan kulit, pada stasiun
penggilingan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor REBA dari
kedua sisi. Pada sisi kanan di elemen kerja pertama yaitu proses mengambil
adonan, dari penilaian setelah melakukan scoring dengan menilai bagian tubuh
neck, trunk, dan leg dan digabungkan dengan nilai force load maka didapatkan
score A yaitu 3, pada penilaian leg di proses penggilingan pekerja melakukan

proses dengan duduk sedangkan tidak terdapat penilaian skor pada pekerja
duduk di REBA maka diasumsikan pekerja berdiri pada semua elemen
pekerjaan dan untuk force load sendiri pada semua elemen kerja memiliki
score 0 karena kulit yang digiling pada stasiun kerja terpilih memiliki berat
kurang dari 5 kg ,selanjutnya dilakukan scoring pada bagian upper arm,lower
arm , dan wrist dan didapatkan score B yang ditambah dengan coupling score
yaitu dengan skor 3 kemudian kedua skor tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C untuk mencari score C yang didapat yaitu 3 lalu untuk mencari nilai
akhir score C ditambah dengan activity score dari elemen kerja pada proses
mengambil adonan dan didapat nilai akhir sebesar 3, dari nilai akhir pada
elemen kerja sisi kanan pengambilan adonan dapat disimpulkan bahwa elemen
tersebut memiliki resiko yang rendah jadi mungkin diperlukan perbaikan
postur dalam bekerja untuk memperbaiki ketidaknyamanan pekerja kemudian
elemen kerja selanjutnya yaitu elemen kerja memasukkan adonan penilaian
setelah melakukan scoring sama seperti pada penilaian elemen kerja pertama
dan didapatkan score A yaitu 2, selanjutnya dilakukan scoring untuk score B
dan didapatkan skor 5 kemudian kedua skor tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C untuk mencari score C yang didapat yaitu 4 lalu untuk mencari nilai
akhir score C ditambah dengan activity score dari elemen kerja pada proses
memasukkan adonan dan didapat nilai akhir sebesar 4, dari nilai akhir pada
elemen kerja sisi kanan memasukkan adonan dapat disimpulkan bahwa elemen
tersebut memiliki resiko sedang jadi pada elemen ini diperlukan perbaikan
postur dalam bekerja untuk memperbaiki ketidaknyamanan pekerja lalu elemen
kerja selanjutnya yaitu elemen kerja menarik adonan

penilaian setelah

melakukan scoring sama seperti pada penilaian elemen kerja pertama dan
kedua,didapatkan score A yaitu 1 selanjutnya dilakukan scoring untuk score B
dan didapatkan skor 4 kemudian kedua skor tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C untuk mencari score C yang didapat yaitu 2 lalu untuk mencari nilai
akhir score C ditambah dengan activity score dari elemen kerja pada proses
menarik adonan dan didapat nilai akhir sebesar 3 karena pada elemen kerja ini
terdapat nilai activity score +1 karena pada proses penarikan adonan terdapat
pengulangan kegiatan lebih dari 4 kali dalam 1 menit, dari nilai akhir pada

elemen kerja sisi kanan menarik adonan dapat disimpulkan bahwa elemen
tersebut memiliki resiko yang rendah jadi mungkin diperlukan perbaikan
postur dalam bekerja untuk memperbaiki ketidaknyamanan pekerja. Elemen
kerja ke empat yaitu elemen kerja Menggulung Adonan setelah melakukan
scoring,didapatkan score A yaitu 3 selanjutnya dilakukan scoring untuk score B
dan didapatkan skor 3 kemudian kedua skor tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C untuk mencari score C yang didapat yaitu 3 lalu untuk mencari nilai
akhir score C ditambah dengan activity score makan didapatkan nilai akhir
skor 3. dari nilai akhir pada elemen kerja sisi kanan menggulung adonan dapat
disimpulkan bahwa elemen tersebut memiliki resiko yang rendah jadi mungkin
diperlukan

perbaikan

postur

dalam

bekerja

untuk

memperbaiki

ketidaknyamanan pekerja. Lalu elemen kerja terakhir yaitu elemen kerja


meletakkan adonan, setelah melakukan scoring sama seperti pada penilaian
elemen kerja sebelumnya,didapatkan score A yaitu 3 selanjutnya dilakukan
scoring untuk score B dan didapatkan skor 3 kemudian kedua skor tersebut
dikombinasikan ke dalam tabel C untuk mencari score C yang didapat yaitu 3
lalu untuk mencari nilai akhir score C ditambah dengan activity score dari
elemen kerja pada proses mengambil adonan dan didapat nilai akhir sebesar 3,
dari nilai akhir pada elemen kerja sisi kanan meletakkan adonan dapat
disimpulkan bahwa elemen tersebut memiliki resiko yang rendah jadi mungkin
diperlukan

perbaikan

postur

dalam

bekerja

untuk

memperbaiki

ketidaknyamanan pekerja. Kemudian selanjutnya dilakukan penilaian REBA


pada sisi kiri di setiap elemen pada stasiun penggilingan kulit,secara
keseluruhan dari elemen kerja pada sisi kiri terdapat kesamaan elemen dan
nilai akhir pada semua elemen menunjukkan hasil yang sama persis dengan
penilaian REBA pada sisi kanan dikarenakan pada proses penggilingan kulit
dilakukan dengan kedua sisi yang memiliki kerja/kegiatan yang hampir sama
dari elemen kerja awal hingga akhir akan tetapi pada penilaian skor terdapat
sedikit perbedaan pada elemen pertama dan terakhir yaitu pada skor B, pada
sisi kanan elemen pertama dan terakhir skor yang didapatkan adalah 3
sedangkan pada sisi kiri skor yang didapatkan adalah 4 hal tersebut diakibatkan
pada saat pekerja melakukan pengambilan adonan dan meletakkan adonan,

tempat / meja adonan berada di sisi kanan sehingga mengakibatkan tangan kiri
harus mengambil ke arah yang berlawanan dan pergelangan tangan harus
berputar sehingga terjadi penambahan skor +1 untuk sisi kiri pada skor B
elemen pertama dan terakhir.
84.
What if Analysis adalah metode ide terstruktur menentukan hal-hal
apa yang bisa salah dan menilai kemungkinan dan konsekuensi dari situasi
yang terjadi. Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini membentuk dasar untuk
membuat penilaian mengenai batas wajar risiko tersebut dan menentukan
program tindakan yang direkomendasikan bagi yang risiko dinilai tidak dapat
diterima.
85.

Cara penilaiannya adalah dengan melakukan analisis yang efektif

termasuk memilih batas-batas review, melibatkan individu-individu yang tepat,


dan memiliki informasi yang benar. Batas-batas review mungkin merupakan
satu peralatan, koleksi peralatan yang berhubungan atau keseluruhan fasilitas.
Langkah selanjutnya yang paling penting adalah mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan. Salah satu cara penting untuk mengumpulkan informasi
tentang proses yang ada atau bagian dari peralatan ini untuk setiap anggota tim
review untuk mengunjungi dan berjalan melalui operasi. Setelah itu, tim
memiliki kesempatan untuk meninjau paket informasi, langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis. Analisis tersebut meliputi:
1. Mengembangkan What-if Questions
86.
Menggunakan dokumen yang tersedia dan pengetahuan dari tim
review, What-if Questions dapat dirumuskan sekitar kesalahan manusia,
gangguan proses, dan kegagalan peralatan. Kesalahan ini dan kegagalan
dapat dianggap selama operasi produksi normal, selama konstruksi, selama
kegiatan pemeliharaan, serta selama situasi de-bugging.
2. Menentukan Jawaban
87.
Setelah yakin bahwa tim review telah selesai menetukan What-if
skenario, fasilitator kemudian memiliki tim untuk menjawab pertanyaan,
Apa yang akan menjadi hasil dari situasi yang terjadi?
3. Menilai Risiko & Rekomendasi Membuat
88.
Tanpa mempertimbangkan jawaban atas What-if Questions,
tugas selanjutnya adalah membuat keputusan mengenai kemungkinan dan
keparahan situasi itu. Dengan kata lain apa risiko yang mungkin terjadi. Tim

mengkaji kebutuhan untuk membuat penilaian mengenai tingkat risiko dan


batas wajar penerimaan resiko tersebut.
89.

Pada tabel What-If Anaysis praktikum ini, terdapat 7 kolom yang

menjelaskan kriteria-kriteria yang harus ada pada tabel tersebut. Di antaranya


adalah nomor, kasus What-If, jawaban (answer), ukuran kemungkinan terjadi
(likelihood), ukuran konsekuensi yang mungkin timbul (consequence),
rekmendasi dari pembuat tabel (recommendation). Sekiranya ada 6 kasus
What-If yang diutarakan praktikan atas kasus-kasus bahaya yang mungkin
terjadi pada stasiun kerja pemipihan di Industri Omahe Bakpia. Meski
demikian, praktikan tidak berharap kasus-kasus bahaya yang disampaikan
dalam tabel tersebut terjadi sungguhan di industri yang bersangkutan.hal ini
justru semata-mata untuk mengantisipasi adanya kendala yang tidak
diharapkan sehingga pihak perusahaan lebih siap menghadapi hal tersebut
dengan melakukan tindakan preventif yang diperlukan. Yang pertama yaitu
mesin konslet. Mesin yang digunakan untuk memipihkan adonan kulit bakpia
menggunakan listrik sebagai sumber energi sehingga dapat sewaktu-waktu
mengalami kerusakan atau hubungan arus pendek (konslet). Dengan begitu,
kolom likelihood diisi dengan ukuran almost certain. Ketika mesin tersebut
konslet, kemungkinan pekerja yang menangani operasi pemipihan dapat
mengalami cedera sehingga pada kolom answer diberi keterangan pekerja
cedera. Kemungkinan berbahaya tersebut dapat menyebabkan kerugian berupa
cedera sedang pada pekerja, perlu penanganan medis, dan kerugian finansial
cukup besar sehingga pada kolom consequence diisi dengan ukuran moderate.
Praktikan menambahkan rekomendasi untuk melakukan pembenahan pada
sistem listrik pada kolom recommendation. Baris kedua merupakan
kemungkinan kasus mesin menggilas tangan pekerja. Pekerja dapat saja
mengalami cedera, bahkan cacat fisik karenanya. Hal tersebut disampaikan
pada kolom answer pada baris tersebut. Karena kemungkinan tersebut dapat
saja sering terjadi, maka pada kolom likelihood diisi ukuran likely. Kasus
tersebut dapat mengakibatkan cedera sedang pada pekerja, perlu penanganan
medis, dan kerugian finansial cukup besar sehingga pada kolom consequence
diisi ukuran moderate. Direkomendasikan kepada pekerja untuk lebih hati-hati

mengoperasikan mesin pemipihan. Analisis ketiga ialah kemungkinan serangga


beracun menghinggapi pekerja. Pekerja dapat mengalami cedera, atau
melakukan refleks yang menimbulkan bahaya bagi pekerja lain atau bagi
operasi yang sedang ditanganinya. Hal tersebut dijelaskan pada kolom answer
pada baris ketiga. Kemungkinan terjadinya tidak sering, untuk itu pada kolom
likelihood diisi dengan ukuran unlikely. Dampak yang ditimbulkan yaitu tidak
mengakibatkan cedera pada pekerja dan kerugian finansial kecil sehingga pada
kolom

consequence

cukup

diisi

dengan

ukuran

insignificant.

Direkomendasikan untuk dibuatkan penyaring atau pembasmi serangga di


sekitar lokasi produksi untuk menghindari hal tersebut. Hal itu dijelaskan di
kolom recommendation, masih pada baris ketiga.

Pada

baris

keempat,

kemungkinan lain yang divisualisasikan oleh praktikan berupa tersenggolnya


air panas yang dibawa oleh pekerja lain. Hal tersebut mengakibatkan pekerja
pada stasiun kerja pemipihan mengalami cedera, yang dijelaskan pada kolom
answer pada baris keempat. Kemungkinan tersebut dapat terjadi sekali-sekali
terjadi sehingga pada kolom likelihood diisi dengan ukuran possible.
Sementara itu, konsekuensinya dapat cedera sedang pada pekerja, perlu
penanganan medis, dan kerugian finansial cukup besar sehingga pada kolom
consequence ditulis ukuran moderate. Diperlukan langkah pengendalian yang
terencana sebagai rekomendasi. Hal tersebut dijelaskan pada kolom
recommendation, masih pada baris keempat. Kasus kelima yaitu mesin
menimbulkan suara bising. Mesin yang digunakan untuk memipihkan adonan
kulit bakpia menggunakan motor penggerak yang dapat menimbulkan suara
bising sehingga dapat mengganggu pendengaran pekerja, yang disampaikan
pada kolom answer di baris kelima. Hal tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu
sehingga pada kolom likelihood diisi dengan ukuran almost certain.
Konsekuensinya, cedera sedang pada pekerja, perlu penanganan medis, dan
kerugian finansial cukup besar sehingga pada kolom consequence diisi dengan
ukuran moderate. Praktikan menambahkan rekomendasi untuk memberikan
fasilitas penutup telinga kepada pekerja. Hal tersebut disampaikan pada kolom
recommendation, masih pada baris kelima. Kemungkinan bahaya yang terakhir
adalah robohnya atap pabrik yang hanya tersusun dari kayu sehingga dapat

menimbulkan cedera pada pekerja, seperti disampaikan pada kolom answer di


baris terakhir. Kemungkinan terjadinya jarang sehingga pada kolom likelihood
diisi dengan ukuran unlikely. Hal tersebut dapat berakibat cedera berlebih pada
lebih dari 1 orang pekerja sehingga pada kolom consequence diisi dengan
ukuran major. Diperlukan konstruksi pabrik yang terencana sebagai
rekomendasi pada kolom recommendation di baris terakhir.
90.
Metode lain untuk mengukur ketidaknyamanan kerja dan postur
kerja ialah dengan HAZOP (Hazard & Operability Analysis). Proses HAZOP
didasarkan pada prinsip bahwa pendekatan tim untuk analisis bahaya akan
mengidentifikasi masalah lebih dari ketika individu yang bekerja secara
terpisah menggabungkan hasil. HAZOP Tim terdiri dari individu dengan
berbagai latar belakang dan keahlian. Keahlian dibawa bersama-sama selama
sesi HAZOP dan melalui upaya brainstorming kolektif yang merangsang
kreativitas dan ide-ide baru, tinjauan menyeluruh dari proses di bawah
pertimbangan dibuat. Metode lain ialah menggunakan AEA. AEA adalah
singkatan untuk analisis tindakan kesalahan. Tujuan utama dari melakukan
AEA adalah untuk mengidentifikasi kesalahan manusia selama operasi kritis
dan mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima melalui tindakan
pengurangan risiko. Hal ini dicapai dengan mengidentifikasi mode kegagalan
manusia dalam prosedur, penyebab, konsekuensi, risiko, dan kebutuhan untuk
pengurangan risiko. Kelebihan dan kelemahan metode ini adalah AEA
membutuhkan prosedur rinci akan tersedia, sehingga analisis ini tidak cocok
untuk

tindakan

berdasarkan

perilaku

berbasis

pengetahuan.

AEA

mengasumsikan penjelasan prosedur yang benar dan tidak akan membahas


langkah-langkah yang hilang, langkah yang tidak perlu, salah langkah,
langkah-langkah dieksekusi dalam urutan yang salah dan waktu. AEA telah
penekanan pada kesalahan manusia dan penyebabnya.AEA tidak cocok untuk
menganalisis prosedur dengan tingkat tinggi pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan (jika kemudian). AEA mempertimbangkan setiap mode
kesalahan tindakan sebagai kejadian yang independen ketika menganalisis
konsekuensi. Selain itu, metode yang dapat mengukur kenyamanan kerja yaitu
metode fisiologi. Dalam suatu kerja fisik, manusia akan menghasilkan
perubahan dalam konsumsi Oksigen, Heart Rate, Temperatur tubuh dan

perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Kerja fisik ini dikelompokkan oleh
Davis dan Miller :
91. 1. Kerja total seluruh tubuh, yang menngunakan sebagian besar otot
biasanya melibatkan dua per tiga atau tiga seperempat otot tubuh.
92. 2.Kerja otot yang membutuhkan energi Expenditure karena otot yang
digunakan lebih sedikit.
93. 3. Kerja otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa
kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot.
94. Metode Pengukuran kerja fisik dilakukan dengan menggunakan
standar :
95. 1. Konsep Horse-Power oleh Taylor, tetapi tidak memuaskan.
96. 2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
97. 3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi Oksigen.
98. Studi Pengukuran fisiologis ditujukan untuk mengatasi :
99. 1. Pengetahuan baru tentang performans manusia.
100.2. Lebih memantau perilaku / sifat para atlit juara.
101.3. Membantu kendala fisik seseorang
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.

116.
117.

BAB V

KESIMPULAN
118.

1. Ketidaknyamanan kerja dalam industri yang diamati dapat diidentifikasi


melalui postur tubuh pekerja ketika bekerja menggunakan analisis OWAS,
baik dengan memperhitungkan waktu maupun tidak. Analisis ini dilakukan
berdasarkan pergerakan tubuh pekerja bagian punggung, lengan, kaki, dan
beban fisik yang ditanggung pekerja ketika bekerja. Selain itu, dilakukan juga
analisis postur tubuh menggunakan REBA (Rapid Entire Body Assessment)
yang dapat mengevaluasi resiko cidera musculoskelatal yang diasosiasikan
2.

dengan operasi penanganan bahan secara manual.


Hasil yang didapat berdasarkan analisis OWAS dengan waktu, keempat
elemen kerja tersebut (mengambil, memasukkan, menarik, menggulung dan
meletakkan) merupakan pekerjaan ringan. Hal ini dikarenakan dalam 1 hari
produksi, keempat elemen tersebut hanya dilakukan kurang dari 20% lama
produksi dalam sehari. Karena elemen tersebut hanya dilakukan sebentar,
maka pekerjaan tersebut tidak mengakibatkan ketidaknyamanan bagi perkeja.
Untuk OWAS tanpa waktu, elemen tersebut dikatakan pekerjaan yang berat
dan agak berat karena postur tumbuh pekerja yang tidak nyaman saat
prosesnya seperti badan bergerak miring dan kedua lengan diatas bahu. Dari
kedua analisis OWAS ini, dapat dikatakan bahwa elemen kerja tersebut
merupakan pekerjaan ringan sesuai dengan OWAS dengan waktu karena lama
pekerja melakukan postur kerja tersebut merupakan pengaruh yang besar
dalam menentukan ketidaknyamanan pekerja. Waktu untuk melakukan postur
ini hanya sebentar sehingga untuk dilakukan secara berulang tidak
memberikan efek ketidaknyamanan bagi pekerja.
119.
120.

121.
122.
123.

DAFTAR PUSTAKA

124.
125.
126. Anonim. 2010. Metode Ovako Working Posture Analysis (OWAS). Dalam
http://lpskeuntirta.blogspot.com/2010/12/metode-ovako-working-postureanalysis.html. Diakses Rabu 27 Maret 2013 pukul 19.10 WIB.
127. Garndjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edition. Taylor and
Francis Inc. London.
128. Karhu, O., Harkonen, R., Sorvali, P. And Vepsailanen, P. 1981. Observing
Works Posture in Industry: Example of OWAS Application. APPLIED
ERGONOMICS. 12 Page 13-17. Finland.
129. Nur. 2009. Rapid Entire Body assessment (REBA). Dalam http://nurw.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.

Diakses

Rabu 27 Maret 2013 pukul 19.10 WIB.


130. Santoso, Gempur. 2004 . Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
131. Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R., Tjakraatmaja, J.H. 1982. Teknik Tata
Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
132. Tayyari, F., Smith, J. L. 1997. Occupational Ergonomics: Principles and
Applications. Chapment & Hall. London.
133. Wignjosoebroto, S. 1992. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Institut
Teknologi Sepuluh November. Jakarta: Penerbit Guna Widya.
134.

Anda mungkin juga menyukai