Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih
dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan
yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan manusia adalah
aktivitas pemindahan material secara manual (Manual Material
Handling/MMH). Kelebihan MMH bila dibandingkan dengan
penanganan material menggunakan alat bantu adalah pada fleksibilitas
gerakan yang dapat dilakukan untuk beban-beban ringan. Akan tetapi
aktifitas MMH dalam pekerjaan-pekerjaan industri banyak
diidentifikasi beresiko besar sebagai penyebab penyakit tulang
belakang (low back pain) akibat dari penanganan material secara
manual yang cukup berat dan posisi tubuh yang salah dalam bekerja.
Dalam perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan
prosedur-prosedur untuk membuat gerakan kerja yang memenuhi
prinsip-prinsip ekonomi gerakan dan dengan memperhatikan
kemampuan dan keterbatasan pekerja. Tempat kerja harus
menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran pekerja agar aktivitas
MMH dilakukan dengan leluasa. Gerakan kerja yang memenuhi
prinsip ekonomi gerakan dapat memperbaiki efisiensi kerja dan
mengurangi kelelahan kerja. Sebaliknya jika dalam perancangan
sistem kerja yang tidak teratur atau tidak mempertimbangkan
gerakan dan keterbatasan pekerja pada saat bekerja maka dapat
menyebabkan terjadinya sikap tubuh yang tidak alamiah.

Musculoskeletal disorder adalah masalah ergonomi yang sering


dijumpai di tempat kerja, khususnya pekerjaan yang menggunakan
kekuatan dan ketahanan fisik manusia dalam melakukan
pekerjaannya. Masalah tersebut biasa dialami para pekerja yang

1
melakukan gerakan yang berulang. Pekerjaan dengan beban yang
berat dan perancangan alat yang tidak ergonomis mengakibatkan
pengeluaran tenaga untuk aktifitas semakin banyak. Postur salah
seperti memutar sekaligus membungkuk dan membawa beban adalah
merupakan resiko terjadinya keluhan musculoskeletal dan kelelahan
dini. Postur kerja yang salah sering diakibatkan oleh tata letak fasilitas
yang kurang sesuai dengan antropometri operator sehingga
mempengaruhi kinerja operator.

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian


otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan
sampai sangat sakit. Apabila seseorang menerima beban statis secara
berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem
musculoskeletal.
Sejauh ini banyak penelitian yang mencoba menganalisa postur
kerja pada saat bekerja misalnya menggunakan metode OWAS (Ovako
Working Postures Analysis System), RULA (Rapid Upper Limb
Assessment) dan REBA (Rapid Entery Body Assessment). Pada Makalah
ini analisis postur kerja yang digunakan adalah metode RULA (Rapid
Upper Limb Assessment) yang merupakan suatu metode penelitian
postur kerja untuk menginvestigasi gangguan pada anggota tubuh
bagian atas.

Berdasarkan uraian di atas bahwa postur kerja yang salah


menjadi faktor utama musculoskeletal dan kelelahan dini. Ada banyak
metode untuk menilai postur keja, antara lain OWAS (Ovako Working
Postural Analysis System), REBA (Rapid Entire Body Assessment), dan
RULA (Rappid Upper Limb Assessment). Untuk saat ini, analisis Manual
Material Handling lebih efektif bila menggunakan metode RULA

2
(Budiman, dkk, 2005). Metode ini dapat menampilkan postur pada
bagian tubuh manakah yang berbahaya untuk pekerjaan tersebut.
Apabila telah diketahui postur tubuh bagian punggung paling
berbahaya karena membungkuk dengan sudut lebih dari 60 derajat,
maka dapat direkomendasikan postur tersebut tidak boleh dilakukan,
dengan merancang tempat kerja yang ergonomis (Budiman,dkk,
2005). RULA menggunakan diagram dari postur tubuh dan 3 tabel
skor dalam menetapkan kriteria level resiko postur kerja. Dari level
resiko inilah kita dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan
terhadap postur kerja yang diteliti dan sebagai acuan untuk
melakukan langkah selanjutnya dalam merancang alat bantu yang
sesuai dengan postur kerja supaya tercipta postur kerja yang aman
dan nyaman bagi para pekerja sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas para pekerja.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah
yang diambil adalah “Bagaimanakah Penggunaan metode RULA
(Rappid Upper Limb Assessment), dan REBA (Rapid Entire Body
Assessment).”

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam Makalah ini adalah
memberikan Penjelasan ilmu pengetahuan tentang Rula dan Reba
dalam dunia kerja.

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rula

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode


untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang
berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb).
Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang
akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja
yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb) (Andrian,
2013). Metode ini tidak membutuhkan suatu peralatan untuk
menentukan postur dari leher, punggung, dan anggota gerak bagian
atas selama menggunakan fungsi dari otot, dan pembebanan eksternal
yang mempengaruhi tubuh (McAtamney And Corlett, 1993). Rapid
Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan
dalam  bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk
menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan
tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga
dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh
tubuh serta aktifitas pekerja (McAtamney And Corlett, 1993).

Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap,


kekuatan dan aktivitas otot yang merumbulkan cidera akibat aktivitas
berulang (repetitive starain injuries). Ergonomi diterapkan untuk
mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor resiko antara satu
sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang
mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam
bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin
pekerjaan yang diteliti bebas dan ergonomic hazard. Oleh sebab itu
metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
beresiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).

4
Metode ini  menggunakan diagram postur tubuh dan tiga
tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko
yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor resiko yang diselidiki
dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee’
sebagai faktor beban eksternal (external load factors) yang meliputi :

 Jumlah gerakan
 Kerja otot statis
 Gaya
 Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan dan perabotan
 Waktu kerja tanpa istirahat
Untuk menilai empat faktor beban eksternal pertama yang
disebutkan di atas (jumlah gerakan, kerja otot statis, gaya dan postur),
RULA dikembangkan untuk :

1. Menyediakan metode penyaringan populasi kerja yang cepat,


untuk penjabaran kemungkinan resiko cidera dari pekerjaan
yang berkaitan dengan anggota tubuh bagian atas;
2. Mengenali usaha otot berkaitan dengan postur kerja,
penggunaan gaya dan melakukan pekerjaan statis atau
repetitif, dan hal–hal yang dapat menyebabkan kelelahan otot;
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dalam penilaian
ergonomi yang lebih luas meliputi faktor-faktor epidemiologi,
fisik, mental, lingkungan dan organisasional; dan biasanya
digunakan untuk melengkapi persyaratan penilaian
dari UKGuidelines on the prevention of work-related upper limb
disorder  (Panduan dalam pencegahan cidera kerja yang
berkaitan dengan anggota tubuh bagian atas di neg ara
Inggris).

2.2 Prosedur Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

5
Prosedur dalam pengembangan metode Rapid Upper Limb
Assessment (RULA) meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah
pengembangan metode untuk merekam postur kerja, tahap kedua
adalah pengembangan sistem penilaian dengan skor, dan yang ketiga
adalah pengembangan dari skala tingkat tindakan yang memberikan
panduan pada tingkat resiko dan kebutuhan tindakan untuk
mengadakan penilaian lanjut yang lebih detail.
 TAHAP 1 : Pengembangan metode untuk merekam postur
kerja

Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk


digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang
membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup
A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan
tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki.
Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh
terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh
kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi
postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam
penilaian.

Grup A Lengan bagian Atas, lengan bagian bawah dan pergelangan


tangan:

Jangkauan gerakan untuk lengan bagian atas (upper arm)


dinilai dan diberi skor berdasarkan studi yang telah dilakukan
oleh Tichauer, Chaffin, Herberts et al, Schuldt et al, dan Harms-
Ringdahl & Schuldt. Skornya sebagai berikut:

 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20°


 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45°;
 3 untuk  fleksi antara 45-90°;
 4 untuk  fleksi  lebih dari 90°.
Grup B Leher, punggung dan kaki :

Jangkauan postur untuk leher (neck) didasarkan pada


studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan
jangkauannya sebagai berikut

6
 1 untuk fleksi 0-10°;
 2 untuk fleksi 10-20°;
 3 untuk fleksi lebih dari 20°;
 4 bila dalam posisi ekstensi.
 TAHAP 2 : Pengembangan sistem skor untuk
pengelompokan bagian tubuh.

Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan B yang


dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem
muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian
tubuh. Hasil penjumlahan skor penggunaan otot (muscle) dan
tenaga (force) dengan Skor Postur A menghasilkan Skor C.
sedangkan penjumlahan dengan Skor Postur B menghasilkan
Skor D.

 TAHAP 3 : Pengembangan Grand Score dan Action List

Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan Skor C dan Skor


D menjadi suatu grand score tunggal yang dapat memberikan
panduan terhadap prioritas penyelidikan / investigasi
berikutnya. Tiap kemungkinan kombinasi Skor C dan Skor D
telah diberikan peringkat, yang disebut grand score dari 1-7
berdasarkan estimasi resiko cidera yang berkaitan dengan
pembebanan muskuloskeletal.

Berdasarkan grand score dari Tabel C, tindakan yang akan


dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut :

 Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur


dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk
waktu yang lama.
 Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa
penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja
perubahan diperlukan.
 Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa
penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera.
 Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan
dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin
(mendesak).
Metode ini  menggunakan diagram postur tubuh dan tabel
penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang
akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor resiko yang diselidiki dalam

7
metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee’ sebagai
faktor beban eksternal (external load factors) yang meliputi: jumlah
gerakan, jerja otot statis, gaya, postur kerja yang ditentukan oleh
perlengkapan dan perabotan, dan waktu kerja tanpa istirahat.
Untuk mempermudah penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi
atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
A. Penilaian Postur Tubuh Grup A
Postur tubuh grup A terdiri atas lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan.
a. Lengan Atas
Penilaiannya dilakukan terhadap sudut yang
dibentuk lengan atas menurut posisi batang tubuh pada saat
melakukan aktivitas kerja.
b. Lengan Bawah
Penilaiannya dilakukan terhadap sudut yang
dibentuk lengan bawah menurut posisi batang tubuh pada
saat melakukan aktivitas kerja.
c. Pergelangan Tangan
Penilaiannya dilakukan terhadap sudut yang
dibentuk pergelangan tangan menurut posisi lengan bawah
pada saat melakukan aktivitas kerja.
d. Putaran Pergelangan Tangan
Untuk putaran pergelangan tangan postur netral
diberi skor : 1 = Posisi tengah dari putaran, 2 = Pada atau
dekat dari putaran Nilai dari postur tubuh lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan
tangan dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A
untuk diperoleh skor.
e. Penambahan Skor Aktivitas

8
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup
A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor
aktivitas.
f. Penambahan Skor Beban
Skor hasil penambahan dengan skor aktivitas
ditambahkan dengan skor beban.
B. Penilaian Postur Tubuh Grup B
Postur tubuh grup B terdiri atas leher, batang tubuh dan
kaki.
a) Leher (Neck)
Penilaiannya dilakukan terhadap posisi leher pada
saat melakukan aktivitas kerja apakah operator harus
melakukan kegiatan ekstensi atau fleksi dengan sudut
tertentu.
b) Batang Tubuh (Trunk)
Penilaiannya terhadap sudut yang dibentuk tulang
belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dengan
kemiringan yang sudah diklasifikasikan.
c) Kaki (Legs)
Penilaiannya dilakukan terhadap posisi kaki pada
saat melakukan aktivitas kerja apakah operator bekerja
dengan posisi normal/seimbang atau bertumpu pada satu
kaki lurus. Nilai dari skor postur tubuh leher, batang tubuh
dan kaki dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup B
untuk diperoleh skor.
d) Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup
B, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor
aktivitas.
e) Penambahan Skor Beban

9
Skor hasil penambahan dengan skor aktivitas
ditambahkan dengan skor beban. Untuk memperoleh skor
akhir, skor yang diperoleh untuk postur tubuh grup A dan
grup B dikombinasikan ke tabel. Hasil skor akhir tersebut
diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori level resiko.
2.3 Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen penelitian sangat mendukung dalam
analisa dan pengambilan data di lokasi penelitian. Adapun peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
 Kamera, yang berfungsi untuk memfoto postur kerja
 RULA worksheet, yang akan digunakan untuk menilai setiap
pergerakan lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm),
pergelangan tangan (wrist), leher (neck), punggung (trunk), kaki
(legs) serta mengukur beban (load/force) dan kegiatan (activity).
 Kuesioner NBM, yang digunakan untuk mengetahui keluhan
kaku yang dirasakan pengawas radiasi pertama setelah
melakukan aktivitas kerja.

Tabel. 2.1 Daftar Skor Postur Tubuh Metode Rula


DAFTAR SKOR POSTUR TUBUH METODE RULA

GRUP POSTUR TABEL SKOR

10
Pergerakan Sk Skor Perubahan
or
0
60 - 100
Posisi Netral 1 Jika lengan bawah bekerja
melewati garis tengah atau
keluar dari sisi tubuh
+1 jika pergelangan tangan
0
0 -6015atau
> 1000 maupun
(keatas 2 putaran menjauhi sisi tengah
kebawah) Pergerakan Sk Skor Perubahan
or

200 (Ke depan maupun


> 150 (keatas maupun 3 ke belakang dari tubuh) 1
kebawah)

> 200 (ke belakang) atau 2 + 1 Jika bahu naik


20 - 450
+ 1 jika lengan berputar/
bengkok
45 - 900 3

> 900 4

Skor 1 = Posisi tengah dari putaran


Skor 2 = Pada atau dekat dari putaran

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0 - 100
1

10 - 200 2 + 1 Jika leher berputar /


bengkok

> 200 3 + 1 jika batang tubuh bengkok

Ekstensi 4

11
Pergerakan Skor Skor Perubahan

B Posisi normal (900)


1

0 - 200 2 + 1 Jika leher berputar /


bengkok

200 - 600 3 + 1 jika batang tubuh bengkok

> 600 4

Tabel 2.2 Daftar Skor Aktivitas dan Beban Metode Rula


Keterangan Tabel Skor
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik 1 Satu atau lebih
bagian tubuh
statis / diam
Pengulanga 2 Tindakan
Aktivitas
n dilakukan
berulang – ulang
lebih dari 4 kali per
menit.
Beban Beban Skor Keterangan
< 2 kg 0 -
2 kg – 10 kg 1 +1 jika postur statis
dan dilakukan
berulang – ulang.
> 10 kg 3 -
2.4 Contoh Analisis Postur Tubuh Pekerja di bengkel LAS
Berikut ini adalah analisis terhadap 3 posisi tubuh pekerja
dibengkel las :
1. Pengelasan dengan posisi membungkuk Gambar postur tubuh
pekerja yang sedang melakukan pengelasan dengan posisi
membungkuk dapat dilihat pada gambar 2.1

12
Gambar 2.1 Postur Tubuh Pekerja Mengelas dengan Berdiri
Berdasarkan postur tubuh pekerja diatas, terdapat
beberapa sudut yang dibentuk oleh tubuh pekerja tersebut.
Sudut A yang dibentuk oleh posisi kaki adalah sebesar 38 o.
Sudut B sebesar 14o, sudut C sebesar 37o, sudut D yang
dibentuk oleh lengan tangan sebesar 84o, sedangkan untuk
sudut E sebesar 50o dan sudut F sebesar 19o. Hasil analisis
dengan menggunakan software CATIA V5R20 dapat dilihat

pada gambar 2.2 di bawah ini.

13
Gambar 2.2 Output Software CATIA V5R20
Posisi tubuh pekerja yang sedang melakukan
pengelasan dengan posisi membungkuk tersebut dapat
menimbulkan kelelahan otot dibagian otot punggung. Hal ini
dikarenakan otot bagian pinggang tertarik keatas pada saat
posisi membungkuk. Berdasarkan output CATIA, rekap hasil
dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Rekap Output CATIA

Berdasarkan hasil input pada software diatas, bagian lengan


atas dan perputaran (twist) mendapat nilai 3 dan 2 (kuning)
yang artinya bagian tubuh ini tidak menerima ketegangan otot
berlebih namun harus diperhatikan. Pada lengan bagian bawah
dan perputaran pergelangan lengan mendapat nilai 1 (hijau)
artinya bagian tubuh ini tidak mempunyai masalah berarti
dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Pada bagian leher dan
badan (neck, trunk) mendapat nilai 7 (merah) artinya kelelahan
otot dalam melaksanakan pekerjaan ini dan harus segera

14
dilakukan perbaikan. Hasil akhir postur tubuh ini mendapat
nilai 7 (merah), artinya secara keseluruhan postur ini sangat
melelahkan dan beresiko bagi operator dan harus segera
dilakukan perbaikan.
2. Pengelasan dengan posisi duduk Gambar postur tubuh pekerja
yang sedang melakukan pengelasan dengan posisi duduk
dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Postur Tubuh Pekerja Mengelas dengan Duduk

Berdasarkan postur tubuh pekerja diatas, terdapat


beberapa sudut yang dibentuk oleh tubuh pekerja tersebut.
Sudut A yang dibentuk oleh posisi tangan adalah sebesar 53 o.
Sudut B sebesar 37o, sudut C sebesar 14o, sudut D yang
dibentuk oleh pergelangan tangan sebesar 67 o, sedangkan
untuk sudut E sebesar 113o. Hasil analisis dengan
menggunakan software CATIA V5R20 dapat dilihat pada
gambar 2.4.

15
Gambar 2.4.
Output Software CATIA V5R20

Posisi tubuh pekerja yang sedang melakukan pengelasan


dengan posisi duduk tersebut dapat menimbulkan kelelahan
otot dibagian otot punggung dan juga pada kaki. Hal ini
dikarenakan otot bagian pinggang tertarik keatas pada saat
posisi membungkuk. Bagian lutut juga menjadi tumpuan
sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Berdasarkan output
CATIA, rekap hasil dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini.

Tabel 2.4 Rekap Output CATIA

16
Berdasarkan hasil input pada software diatas, bagian
lengan atas nilai 3 (kuning) yang artinya bagian tubuh ini tidak
menerima ketegangan otot berlebih namun segera dilakukan
perhatian. Pada lengan bagian bawah dan perputaran
pergelangan tangan mendapat nilai 1 (hijau) artinya bagian
tubuh ini tidak mempunyai masalah berarti dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut. Pada bagian leher dan badan
(neck, trunk) mendapatkan nilai 4 (kuning) artinya bagian
tubuh menerima ketegangan otot berlebihan dan perlu
diperhatikan. Hasil akhir postur tubuh ini memiliki nilai 5
(jingga), artinya penyelidikan dan perubahan dibutuhkan
dengan segera.

3. Pengamplasan besi
Gambar postur tubuh pekerja yang sedang
melakukan pengamplasan besi dapat dilihat pada gambar 2.5.

Ga
mbar 2.5. Postur Tubuh Pekerja Mengamplas

Berdasarkan postur tubuh pekerja diatas, terdapat


beberapa sudut yang dibentuk oleh tubuh pekerja tersebut.
Sudut A adalah sebesar 14o dan untuk sudut B sebesar 12 o,

17
sudut C yang dibentuk oleh kaki sebesar 23 o, sudut D yang
dibentuk oleh lengan tangan sebesar 61o, sedangkan untuk
sudut E untuk bagian kepala sebesar 5o. Hasil analisis dengan
menggunakan software CATIA V5R20 dapat dilihat pada
gambar 2.6.

Gambar
2.6. Output Software CATIA

Posisi tubuh pekerja yang sedang melakukan


pengamplasan tersebut beresiko dapat menyebabkan kelelahan
otot dibagian lutut dikarenakan bagian tersebut menahan berat
badan dan sebagai tumpuan dalam melakukan pekerjaan.
Berdasarkan output CATIA, rekap hasil dapat dilihat pada
tabel 2.5
Tabel 2.5 Rekap Output CATIA

18
Berdasarkan hasil input pada software diatas, bagian
lengan atas nilai 3 (kuning) yang artinya bagian tubuh ini tidak
menerima ketegangan otot berlebih namun perlu diperhatikan.
Pada bagian lengan bagian bawah mendapat nilai 2 (kuning)
artinya bagian tubuh ini menerima ketegangan otot berlebih
dalam melakukan pekerjaan ini namun diperlukan perhatian.
Bagian pergelangan mendapat nilai 3 (jingga) artinya terdapat
ketengan otot yang berlebih dan segera dilakukan perbaikan.
Pada bagian leher dan badan (neck, trunk) mendapat nilai 7
(merah) artinya bagian tubuh terdapat ketegangan otot yang
sangat berlebih. Hasil akhir postur tubuh ini memiliki nilai 7
(merah), artinya penyelidikan dan perubahan dibutuhkan
dengan segera karena postur ini sangat kelelahan dan beresiko
bagi operator.

2.5 REBA (Rapid Entire Body Assesment)


Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett
dan Dr. Lynn Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di
Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional
Ergonomic). Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara
cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini
juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh
tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan
melakukan  scoring general pada daftar aktivitas yang
mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan
postur kerja operator (Hignett dan Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan,
aktivitas dan factor coupling yang menimbulkan cidera akibat

19
aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian postur kerja dengan metode
ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas,
yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan
resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini
berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti
bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi
postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera
mungkin. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus.
Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan
pemeriksaan dan pengukuran tanpa. biaya peralatan tambahan.
Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa
menggangu pekerja.
Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap
pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan
menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah
penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga
adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan
penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah
perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan
didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan
kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan
kerja. Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode
REBA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hignett dan
McAtamney, 2000):
1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan
video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur)
pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan
hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau
memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya
peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid),

20
sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data
akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
2. Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah
didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja
dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen
tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan
atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki.
Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi
punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi
lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut
segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya,
kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A
untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk
masing-masing tabel.

Gambar 2.7 Range Pergerakan Punggung

Berdasarkan gambar 2.7 range pergerakan punggung merupakan


gerakan yang dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk
sudut tubuh. Sumbu tegak lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari
tulang belakang manusia.
Tabel 2.6 Skor Pergerakan Punggung

21
Pergearkan Skor Perubahan Skor
Tegak/ alamiah 1
0°- 20° flexion
2 +1 Jika memutar/ miring
0°- 20°extention
20°-60° flexion kesamping
3
>20° extension
>60° flexion 4

Tabel 2.6 pergerakan punggung menjelaskan pembobotan skor dari


masing-masing sudut tubuh. Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan
tubuh pada saat posisi tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan
tubuh extension maupun flexion yang membentuk sudut mulai dari 0°- 20°
bernilai skor sebesar 2, sedangkan pergerakan tubuh membentuk sudut
20°-60° flexion dan lebih dari 20° extension bernilai 3, dan pergerakan yang
membentuk sudut lebih dari 60° flexion bernilai skor sebesar 4. Skor-skor
tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak
membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar/tiring kesamping.

Gambar 2.8 Range Pergerakan Leher

Gambar 2.8 range pergerakan leher merupakan gambar yang


menjelaskan pergerakan yang dilakukan oleh leher manusia saat
beraktivitas. Penentuan garis vertikal atau sumbu y pada pergerakan leher
berdasarkan garis lurus posisi leher dan kepala, sedangkan garis
horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi bahu.

Tabel 2.7 Skor Pergerakan Leher


Pergerakan Skor Perubahan Skor

22
0°- 20° flexion 1 +1 Jika memutar/miring kesamping
>20° flexion atau extension 2

Tabel 2.7 skor pergerakan leher menjelaskan bobot skor dari


pergerakan leher yang dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0°-
20° flexion bernilai skor sebesar 1, sedangkan pergerakan leher
membentuk sudut lebih dari 20° flexion atau extensionbernilai skor 2. Skor
akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan pergerakan
memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.9 Pergerakan Kaki

Gambar 2.9 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan


pergerakan kaki manusia saat beraktivitas. Terdapat dua pergerakan kaki
yang dilakukan yaitu kaki yang tertopang sehingga bobot tersebar merata
pada kedua kaki dan kaki yang tidak tertopang atau bobot beban yang
tersebar tidak merata.

Tabel 2.8 Skor Pergerakan Kaki

Pergerakan Skor Perubahan Skor


Kaki tertopang, bobot 1 +1 Jika lutut antara 30° dan 60° flexion
tersebar merata, jalan +2 Jika lutut >60° flexion (tidak ketika

23
atau duduk
Kaki tidak tertopang,
duduk)
bobot tersebar merata/ 2
postur tidak stabil

Tabel 2.8 skor pergerakan kaki menjelaskan bobot yang diperoleh


dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaki saat beraktivitas.
Pergerakan kaki tertopang atau bobot tersebebar merata pada kedua kaki
mendapatkan skor sebesar 1, sedangkan pergerakan kaki tidak tertopang
atau bobot tersebar tidak merata mendapatkan skor 2. Skor akan
bertambah 1 pada gerakan kaki yang dilakukan apabila lutut kaki
membentuk sudut antara 30° dan 60° flexion, sedangan apabila lutut
membentuk sudut lebih dari 60° flexion(tidak ketika duduk) akan
ditambahkan skor sebesar 2.

Gambar 2.10 Range Pergerakan Lengan Atas


Gambar 2.10 range pergerakan lengan atas yang menunjukkan
sudut-sudut gerakan yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia
saat beraktivias. Terdapat 4 bagian pembobotan sudut yang dilakukan
antara lain untuk 0°-20° flexion maupun axtension dengan bobot skor
sebesar 1, pergerakan lengan atas flexion mulai dari 20°-45° dan lebih dari
20° extension berbobot 2, untuk pergerakan lengan atas flexion dengan
sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3, dan pergerakan lengan atas yang
terakhir adalah pergerakan flexion lebih dari 90° mendapatkan bobot skor
sebesar 4.

Tabel 2.9 Skor Pergerakan Lengan Atas

Pergerakan Skor Perubahan Skor

24
20° extension sampai +1 Jika posisi lengan:
1
20°flexion         Adducted

>20° extension         Rotated


2
20°-45° flexion +1 Jika bahu ditinggikan
45°-90° flexion 3 +1 jika besandar, bobot lengan
>90° flexion 4 ditopang atau sesuai gravitasi

Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi


adducted ataupun rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau
bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi. Tabel 2.9 merupakan
rangkuman dari penjelas sebelumnya.

Gambar 2.11 Range Pergerakan Lengan Bawah


Gambar 2.11 range pergerakan lengan bawah menunjukkan
pergerakan lengan bawah yang membentuk sudut-sudut tertentu saat
bekerja. Terlihat pada tabel 2.10 skor pergerakan lengang bawah.

Tabel 2.10 Skor Pergerakan Lengan Bawah

Pergerakan Skor
60°-100° flexion 1
<20° flexion atau > 100° flexion 2

Gambar 2.11 pergerakan pergelangan tangan manusia selama


proses bekerja yang membentuk sudut-sudut tertentu. Terlihat pada
gambar 2.11 sudut-sudut yang terbentuk pada pergelangan tangan
Berdasarkan ilustrasi pada gambar 2.11, maka diuraikan
pergerakan yang terjadi pada pergelangan tangan menjadi skor-skor.
Tabel 2.11 merupakan rangkuman dari skor tersebut.

25
Tabel 2.11 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Perubahan Skor


0°-15° flexion/extension 1 + Jika pergelangan tangan
15° flexion/ extension 2 menyimpang/ berputar

Setelah skor-skor pergerakan tubuh didapatkan maka tabel-tabel


tersebut digunakan untuk mencari skor REBA pada tabel A maupun B.
Tabel 2.11 merupakan tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas
mulai dari pergerakan leher, punggung, sampai dengan posisi kaki. Cara
untuk mendapatkan nilai pada tabel A yaitu dengan mengurutkan nilai-
nilai yang didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada tabel A
hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan
pada tabel A akan bertambah apabila beban yang diberikan pada operator
saat bekerja memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Tabel 2.12 Tabel A

Punggung
1 2 3 4 5
Leher = Kaki
1 1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7

26
4 4 5 6 7 8
Kaki
1 1 3 4 5 6
Leher =
2 2 4 5 6 7
2
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Kaki
1 3 4 5 6 7
Leher =
2 3 5 6 7 8
3
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
Penambahan Beban
<5 kg 5-10 kg >10 kg secara tiba-tiba atau
secara cepat

Tabel 2.12 merupakan tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh
berdasarkan segmen tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan. Cara untuk mencai skor pada tabel B diurutkan skor-skor yang
terdapat dari segmen tubuh sehingga didapatkan skor tabel B. Skor yang
diperoleh akan bertambah apabila memenuhi syarat-syarat yang terdapat
pada coupling saat bekerja.
Tabel 2.13 Tabel B
Tabel 2.13 Tabel B (lanjutan)

Coupling
0 - Good 1 - Fair 2 - Poor 3 - Unacceptable
Pegangan tangan
Pegangan pas bias diterimatapi Dipaksakan genggaman
Pegangan tangan
dan tepat tidak ideal/couping yang tidak aman, tanpa
tidak bisa diterima
ditengah, lebih sesuai pegangan couplingtidak
walaupun
genggaman digunakan oleh sesuai digunakan oleh
memungkinkan
kuat bagian lain dari bagian lain dari tubuh
tubuh

Tabel 2.13 merupakan tabel skor REBA yang akan digunakan untuk
mengetahuirisk level dari kegiatan yang dilakukan manusia saat bekerja.
Caranya dengan mengurutkan nilai dari tiap tabel yang telah didapatkan,
skor pada tabel C akan bertambah apabila aktivitas yang dilakukan oleh
manusia atau pekerja memenuhi kriteriaactivity score.

Tabel 2.14 Tabel C

27
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
Skor 6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
B 7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Skor

+1 Jika pengulangan +1 Jika gerakan


+1 Jika 1 atau lebih gerakan dam rentang waktu menyebabkan perubahan
bagian tubuh statis, singkat, diulang lebih dari 4 atau pergeseran atau
ditahan lebih dari 1 menit kali permenit (tidak pergeseran postur yang
termasuk berjalan) cepat dari posisi awal

Setelah skor pada tabel C didapatkan maka langkah selajutnya


adalah menentukan termasuk kedalam kategori apa kegiatan manusia
atau operator yang diamati. Terlihat pada tabel 2.10 yang merupakan
rangkuman dari risk level tabel REBA.

Tabel 2.15 Tabel Resiko Ergonomi

REBA Skor Risk Level Tindakan


1 Diabaikan Tidak Diperlukan
2-3 Low Mungkin Diperlukan
4-7 Medium Diperlukan
8-10 High Segera Diperlukan
11-15 Very High Diperlukan Sekarang

28
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode
untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang
berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb).
Prosedur dalam pengembangan metode Rapid Upper Limb Assessment
(RULA) meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah pengembangan

29
metode untuk merekam postur kerja, tahap kedua adalah
pengembangan sistem penilaian dengan skor, dan yang ketiga adalah
pengembangan dari skala tingkat tindakan yang memberikan
panduan pada tingkat resiko dan kebutuhan tindakan untuk
mengadakan penilaian lanjut yang lebih detail.
Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara
cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini
juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh
tubuh serta aktifitas pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam
empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja
dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah
penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga
adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan
penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah
perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.

3.2 Saran
1. Pekerja sebelum akan memulai untuk melakukan aktivitasnya
sesekali merelaksasikan otot-otot tangan, leher, badan, dan kaki
untuk mengurangi keluhan.
2. Utamakan keselamatan dan kenyamanan saat beraktivitas.
3. Dapat dilakukan penelitian selanjutnya untuk membuat
perancang fasilitas kerja.

DAFTAR PUSTAKA

30
https://media.neliti.com/media/publications/185645-ID-none.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/165568-ID-analisa-

postur-dengan-metode-rula-untuk.pdf

https://ergo-plus.com/wp-content/uploads/REBA.pdf

https://en.wikipedia.org/wiki/Reba_(TV_series)

31

Anda mungkin juga menyukai