Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

METODE RULA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Lab K3

Disusun Oleh:

Sayyid Rahmat K (113114040)

Farida Fajriati (113114044)

Novia Nurikhlas (113114047)

Sukeksi Ristiyani (113216023)

Harry Mukhrivan (113216089)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S-1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Studi tentang muskuloskeletal disorder pada berbagai jenis industri
telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukan bahwa keluhan otot
skeletal yang paling banyak dialami pekerja adalah otot bagian pinggang
(low back pain) dan. Muscolosketal disorder adalah masalah ergonomik
yang sering dijumpai di tempat kerja, khususnya yang berhubungan
dengan kekuatan dan ketahanan manusia dalam melakukan
pekerjaannya. Masalah tersebut lazim dialami para pekerja yang
melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus-menerus.
Pekerjaan dengan beban yang berat dan perancangan alat yang
tidak ergonomis mengakibatkan pergerahan tenaga yang berlebihan dan
postur yang salah seperti memutar dengan membungkuk dan membawa
beban adalah merupakan resiko terjadinya keluhan muskuloskeletal dan
kelelahan ini.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut maka setiap
perusahaan wajib memperhatikan tentang kesehatan dan keselamatan
bagi pekerjaannya dengan cara penyesuaian antara pekerja dengan
metode kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal
dengan sebagai pendekatan ergonomi.
Sejauh ini banyak penelitian yang mencoba menganalisa postur
kerja misalnya menggunakan metode RULA ( Rapid Upper Limb
Assesment). Gutierrez (1998) telah menganalisan para pekerja bagian
perakitan pada sebuah pabrik elektronik dan meembandingkan antara
postur kerja actual dan postur kerja usulan. Hedge (1995) juga telah
menganalisa perbedaan penggunana peralatan komputer. Selain itu Cook
dan Kothiyal menganalisa pengaruh posisi mouse untuk aktivitas otot
dengan menggunakan metode RULA.

2
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan metode RULA?
b. Bagaimana cara penilaian postur tubuh A?
c. Bagaimana cara penilaian postur tubuh B?
d. Bagaimana cara penilaian grand skor RULA?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memperkaya
pengetahuan dan wawasan tentang penilaian metode RULA dalam
pembelajaran salah satu mata kuliah Lab keselamatan dan kesehatan
kerja.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Metode Rula


Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Lynn McAtamney dan
Nigel Corlett, E. (1993), seorang ahli ergonomic dari Nottinghams Institute
of Occupational ergonomics England. Metode ini prinsip dasarnya hampir
sama dengan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) maupun
metode OWAS (Ovako Postur Analysis System). Ketiga metode ini
(RULA, REBA dan OWAS) sama sama mengobservasi segmen tubuh
khususnya upper limb dan mentransfernya dalam bentuk skoring.
Selanjutnya, skor final yang di peroleh akan sebagai pertimbangan untuk
memberikan saran perbaikan secara tepat. Berdasarkan alasan tersebut,
maka pada topik ini hanya akan didiskusikan secara detail tentang aplikasi
metode RULA.
Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan
target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan system
muskuloskeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb
disorders), seperti adanya gerakan repetitive, pekerjaan diperlukan
pengerahan kekuatan, aktifitas otot statis pada sistem musculoskeletal, dll.
Penilaian dengan metode RULA ini merupakan penilaian yang sistematis
dan cepat terhadap risiko terjadinya gangguan dengan menunjukan
bagian anggota tubuh pekerja yang mengalami gangguan tersebut.
Analisa dapat dilakukan sebelum dan sesudah intervensi, untuk
menunjukan bahwa intervensi yang di berikan akan dapat menurunkan
risiko cedera.
Di dalam aplikasi, metode RULA dapat digunakan untuk
menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan faktor risiko cedera. Hal ini
dilakukan dengan membandingkan nilai tugas-tugas yang berbeda yang di
evaluasi menggunakan dengan RULA. Metode ini juga dapat digunakan
untuk mencari tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki

4
risiko relatif tinggi. Analisa dapat menentukan kontribusi tiap faktor
terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan dengan cara melalui nilai
tiap faktor risiko. Disamping itu, metode RULA merupakan alat untuk
melakukan analisa awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko
pekerja yang terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera, yaitu:
a. Postur tubuh
b. Kontraksi otot statis
c. Gerakan repetitive
d. Pengerahan tenaga dan pembebanan

Di dalam aplikasi metode RULA, tentunya juga mempunyaii


berbagai keterbatasan. Metode ini hanya berfokus pada faktor-faktor risiko
terpilih yang di evaluasi. RULA tidak mempertimbangkan faktor-faktor
risiko cedera pada keadaan seperti:
a. Waktu kerja tanpa istirahat
b. Variasi individual pekerja seperti; umur, pengalaman, ukuran tubuh,
kekuatan, atau sejarah kesehatannya
c. Faktor-faktor lingkungan kerja
d. Faktor-faktor psiko-sosial
Keterbatasan lain pada metode ini adalah bahwa penilaian postur
pekerja juga tidak meliputi analisa posisi ibu jari atau jari jari tangan
lainnya, meski pengerahan kekuatan yang dikeluarkan jari-jari tersebut
ikut di hitung. Tidak di lakukan pengukuran waktu, meskipun factor waktu
menjadi penting karena berhubungan dengan kelelahan otot dan
kerusakan jaringan akibat konstraksi otot.
Aplikasi metode RULA ini di mulai dengan mengobservasi aktivitas
pekerja selama beberapa siklus kerja. Dari observasi tersebut, dipilih
pekerja dan postur tubuh yang paling signifikan. Pada saat memilih postur
tubuh saat kerja, perlu mempertimbangkan aspek-aspek seperti; durasii
atau beberapa postur tubuh yang mengalami pembebanan yang
berlebihan , yang selanjutnya postur tubuh tersebut dinilai. Jia siklus kerja

5
cukup panjang, akan lebih baik untuk melakukan penelitian dengan
interval secara regular. Dalam hal demikian, maka lama waktu terhadap
postur tubuh yang mengalami pembebanan tersebut perlu di
pertimbangkan.
Pengukuran terhadap postur tubuh dengan metode RULA pada
prinsipnya adalah mengukur sudut dasar yaitu sudut yang di bentuk oleh
perbedaan anggota tubuh (limbs) degan titik tertentu pada postur tubuh
yang di nilai. Pengukuran ini dapat secara langsung dilakukan pada
pekerja dengan menggunakan peralatan pengukur sudut, seperti:
busur,elektro-goniometer, atau peralatan ukur sudut lannya atau juga
dengan kamera.
Metode ini harus dilakukan terhadap dua sisi anggota tubuh kiri dan
kanan. Metode RULA membagi anggota tubuh kedalam 2(dua) segmen
yang membentuk dua (2) grup yang terpisah yaitu grup A dan B. grup A
meliputi anggota tubuh bagian atas (lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan). Sementara itu grup B meliputi kaki, badan (trunk)
dan leher. Selanjutnya skor A dan B dihitung dengan menggunakan tabel
dengan memasukan skor untuk masing-masing postur tubuh secara
individu. Skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh
didapatkan dari pengukuran sudut yang di bentuk oleh perbedaan anggota
tubuh pekerja.
Selanjutnya, skor postur tubuh total untuk grup A dan B dapat di
modifikasi tergantung pada jenis aktifitas otot yang terlibat dan
pengerahan tenaga selama melakukan pekerjaan. Terakhir, skor final
didapatkan dari hasil modifikasi dar inilai total. Grand skor yang diperoleh
merupakan proporsional dari risiko yang terjadii selama pekerjaan
berlangsung, sehingga skor tertinggii mengindikasikan risiko gangguan
system musculoskeletal yang tertinggi pula. Metode RULA ini membagi
grand skor kedalam tinggkatan aksi yang di lakukan (action levels)
sebagai pedoman yang di buat setelah dilakukan penilaian didalam
penentuan skor. Tingkat aktivitas ini dibuat dengan rentang nilai 1(tidak

6
ada resiko atau dalam batas diperkenankan tanpa resiko yang berarti) s/d
4(mengidikasikan perlu adanya perbaikan segera karena berada pada
tingkat risiko tinggi).
Selanjutnya, secara ringkas dibawah ini akan di jelaskan prosedur
aplikasi metode RULA, sebagai berikut:
a. Menentukan siklus dan mengobservasi pekerja selama variasi
siklus kerja tersebut
b. Memilih postur tubuh yang akan di nilai
c. Memutuskan untuk menilai kedua sisi anggota tubuh
d. Menentukan skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh
e. Menghitung grand skor dan action levels untuk menilai
kemungkinan risiko yang terjadi
f. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang
digunakan untuk menentukan dimna perbaikan diperlukan
g. Jika perubahan untuk perbaikan telah dilakukan, perlu melakukan
penilaian kembali terhadap postur tubuh dengan metode RULA
untuk memastikan bahwa perbaikan telah berjalan sesuai yang
diinginkan.

2.2. Penilaian Postur Tubuh Group A


Postur tubuh grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan
bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan putaran pergelangan
tangan (wrist twist).
a. Lengan atas (upper arm)
Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) adalah penilaian yang
dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat
melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk lengan atas pada saat
melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan atas diukur
menurut posisi batang tubuh adapun postur lengan atas (upper arm)
dapat dilihat pada gambar 2.1.

7
Gambar 2.1. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm).

Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm)
dapat dilihat pada table 2.1.

Tabel 2.1. Skor Bagian Lengan Atas (Upper Arm)

Pergerakan Article L skor Skor di modifikasi


200 (ke depan +1 jika bahu diangkat
maupun ke belakang 1 atau lengan diputar atau
dari tubuh) dirotasi.
>200 (ke belakang) +1 jika lengan diangkat
2
atau 20-450 menjauh dari badan.
45-900 3 -1 jika berat lengan
>900 4 ditopang

b. Lengan Bawah (Lower Arm)

8
Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) adalah penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat
melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan bawah
diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan bawah
(lower arm) dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Postur Tubuh Bagian Bawah (Lower Arm)

Skor penilaian untuk bagian lengan bawah (lower arm) dapat dilihat
pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Skor Penilain Lengan Bawah (Lower Arm)


Pergerakan Skor Skor posisi di modifikasi
60-1000 1 +1 jika lengan bawah bekerja
pada luar sisi tubuh
+1 jika lengan bawah bekerja
<600 atau 1000 2
menyilang dari garis tengah
tubuh.

c. Pergelangan Tangan
Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) adalah penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan
pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh
pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah. Adapun
postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada gambar 2.3.

9
Gambar 2.3. Postur Tubuh Pergelangan Tangan (Wrist)

Skor penilaian untuk bagian lengan atas (upper arm) dapat dilihat
pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Skor Pergelangan Tangan (Wrist)


Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi netral 1 +1 pergelangan
0-150 (ke atas tangan pada saat
2
maupun ke bawah) bekerja mengalami
>150 (ke atas maupun deviasi baik ulnar
3
ke bawah) maupun radial.

d. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)


Adapun postur putaran pergelangan tangan (wrist twist) dapat
dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (Wrist


twist)

10
Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral diberi
skor :
1 = Posisi tengah dari putaran
2 = Pada atau dekat dari putaran
Nilai dari postur tubuh lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan dan putaran pergelangan tangan dimasukan ke dalam table
postur tubuh grup A untuk memperoleh skor seperti terlihat pada Tabel
2.4.

2.3. Penilaian Postur Tubuh Group B


Skor untuk anggota tubuh pada leher, badan dan kaki. Setelah
anggota tubuh pada group A selesai dinilai, selanjutnya yang harus dinilaii
adalah anggota tubuh group B yaitu anggota tubuh pada bagian leher,
badan dan kaki.
a. Skor untuk leher
Anggota tubuh pertama yang harus dinilai pada group B adalah
bagian leher. Fleksi pada leher dinilai terlebih dahulu dengan
menghitung skor berdasarkan gambar 2.5.

11
Gambar 2.5. Postur Tubuh Bagian Leher (neck)

Tabel 2.5. Skor untuk Leher


Pergerakan Skor Skor Perubahan
Fleksi: 00- 150 1
Fleksi: 100-200 2
+1 jika posisi leher menekuk
Fleksi: >20 3
atau memuntir.
Jika leher pada posisi
4
ekstensi

Skor postur untuk leher harus ditambah dengan 1 (+1), jika posisi
leher menekuk atau memuntir.

b. Skor untuk badan


Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan apakah
posisi pekerja pada saat bekerja adalah duduk atau berdiri yang dapat
mengindikasikan fleksi badan, seperti diilustrasikan dengan gambar
2.6. Selanjutnya, skor postur langsung dapat dihitung berdasarkan
postur badan yang terjadi selama kerja.

12
Gambar 2.6. Postur Tubuh Bagian Badan

Tabel 2.6 Skor untuk Badan


Pergerakan Skor Skor Perubahan
Pada saat duduk dengan
kedua kaki dan telapak kaki
tertopang dengan baik dan
1
sudut antara badan dan
+1 jika badan memuntir atau
tulang pinggul membentuk
membungkuk kesamping.
sudut > 900
Fleksi: 00- 200 2
Fleksi: 200 - 600 3
Fleksi: >600 4

c. Skor untuk kaki


Bagian tubuh terakhir yang harus dinilai adalah kaki. Pada penilaian
kaki, metode ini tidak fokus pada pengukuran sudut seperti analisa
pada anggota tubuh sebelumnya. Tetapi lebih pada faktor seperti
distribusi berat pada tumpuan kedua kaki. Tempat penopang dan posisi
duduk atau berdiri yang akan menentukan besar kecilnya skor, seperti
diilustrasikan dengan gambar 2.7.

13
Gambar 2.7. Postur tubuh untuk Bagian Kaki

Tabel 2.6 Skor untuk Kaki


Pergerakan Skor
Kaki dan telapak kaki tertopang dengan baik pada
1
saat duduk
Berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan
rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang 1
cukup untuk merubah posisi.
Kaki dan telapak kaki tidak tertopang dengan baik
atau berat badan tidak terdistribusi dengan 2
seimbang

2.4. Perhitungan Grand Skor RULA


Setelah skor postur untuk setiap anggota tubuh pada kedua group
(A dan B) secara individu telah dicatat,selanjutnya harus dihtung skor
kombinasi untuk kedua group.
a. Skor postur untuk anggota tubuh group A. dengan memasukan skor
postur secara individu untuk lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan kedalam tabel 2.7. maka akan didapatkan skor
postur group A

14
Tabel 2.7. Skor Grup A

Pergelangan tangan
1 2 3 4
Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
atas bawah tangan tangan tangan tangan
memuntir memuntir memuntir memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
3 2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
4 2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9

b. Skor postur untuk anggota tubuh group B. dengan memasukan skor


postur secara individu untuk leher , badan dan kakii kedalam tabel
2.8. maka akan didapat skor postur group B.

Tabel 2.8. skor postur group B

Badan (trunk)
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

15
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

c. Skor penggunaan otot (muscle use) dan pembebanan atau


pengerahan tenaga (force)
Skor postur yang diperoleh dari group A dan B akan diubah dengan
mempertimbangkan penggunaan otot dan pengerahan tenaga
selama melakukan pekerjaan. Skor postur (A dan B) ditambah
dengan 1 (+1), jika sikap tubuh pada saat bekerja dalam keadaan
statis untuk waktu lebih dari satu menit atau jika pekerjaan
dilakukan secara repetitif untuk lebih dari 4 kali dari per menit. Jika
pekerjaan dilakukan dengan kadang-kadang, tidak sering atau
untuk durasi yang singkat, maka hal tersebut dipertimbangkan
sebagai pekerjaan dinamis dan skor akan tetap sama dengan
sebelumnya. Skor seperti tersebut pada tabel 2.9. di bawah untuk
pengerahan tenaga dan pembebanan akan ditambahkan dengan
skor postur yang telah dihitung sebelumnya (A dan B).

Tabel 2.9 pemberian skor berdasarkan penggunaan otot,


pembebanan dan pengerahan tenaga

Skor Kisaran pembebanan dan pengerahan tenaga


Tidak ada resistensi atau pembebanan dan
0
pengerahan tenaga secara tidak menentu <2 kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara tidak
1
menentu antar 2 10 kg
2 Pembebanan statis 2 10 kg
2 Pembebanan dan pengerahan secara repetitive 2

16
10 kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara repetitif
3
atau statis 10 kg
Pengerahan tenaga dan pembebanan yang
3
berlebihan dan cepat

d. Perhitungan skor gabungan


Skor dari penggunaan otot dan pengerahan tenaga harus
ditambahkan pada skor postur untuk grup A dan B sehingga
mengahasilkan perhitungan untuk skor C dan D. selanjutnya, skor
C dan D digabungkan kedalam suatu grand akumulasi skor tunggal
dengan nilai antara 1 s/d 7 yang nantinya digunakan sebagai dasar
estimasi terhadap risiko pembebanan terhadap sistem
musculoskeletal. Selanjutnya grand skor, dapat dihitung
berdasarkan pada tabel 2.10 dibawah ini

Tabel 2.10 perhitungan grand skor berdasarkan kombinasi


skor C dan D
Skor D
Skor C
1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7

17
Langkah terakhir dari metode RULA ini adalah untuk menentukan
tingkat aksi (action levels), yang diperoleh dari tabel 2.10 di bawah ini
yang telah dihitung dari grand skor . dengan demikian, dari nilai grand
skor akan dapat diputuskan apakah perlu dilakukan perbaikan atau tidak
untuk mencegah terjadinya cedera pada system musculoskeletal. Dengan
kata lain, metode RULA dapat menyediakan suatu informasi penting dari
setiap kemungkinan terjadinya risiko ergonomi yang berkaitan dengan
sikap tubuh selama proses kerja.

Tabel 2.10. tingkat aksi yang diperlukan berdasarkan grand skor

Skor
Tingkat Kategori
akhir Tindakan
risiko risiko
RULA
Tidak ada masalah dengan postur
1-2 0 rendah
tubuh
Diperlukan investigasi lebih lanjut,
mungkin diperlukan adanya
3-4 1 sedang
perubahan untuk perbaikan sikap
kerja
Diperlukan adanya investigasi dan
5-6 2 tinggi
perbaikan segera
Sangat Diperlukan adanya investigasi dan
7+ 3
tinggi perbaikan secepat mungkin

18
BAB III

KESIMPULAN

Metode RULA adalah suatu metode dengan menggunakan target


psotur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan system
muskuloskeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb
disoders), seperti : adanya gerakan repetitif, pekerjaan diperlukan
pergerahan kekuatan, aktivitas otot statis pada system musculoskeletal,
dll. Penilaian dengan metode RULA ini merupakan penilalaian yang
sistematis dan cepat terhadap resiko terjadinya gangguan dengan
menunjuk bagian anggota tubuh pekerja yang mengalami gangguan
tersebut. Analisa dapat dilakukan sebelum dan sesudah intevensi, untuk
menunjukan bahwa intevensi yang diberikan akan dapat menurunkan
risiko cedera.
Didalam aplikasi, metode RULA dapat digunakan untuk
menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan faktor resiko cedera. Hal ini
dilakukan dengan membandingkan nilai tugas-tugas yang berbeda yang
dievaluasii menggunakan RULA . Metode ini juga dapat digunakan untuk
mencari tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki resiko
relatif tinggi. Analisa dapat menentukan kontribusi tiap faktor terhadap
suatu pekerjaan secara keseluruhan dengan cara melalui nilai tiap faktor
resiko.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tarwaka. 2014. Ergonomi Industri: Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi


dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press
Surakarta

20

Anda mungkin juga menyukai