Anda di halaman 1dari 64

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK

BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN


DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Oleh
MUSFIKA RATI
080803038

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK


BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN
DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MUSFIKA RATI
080803038

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

PERSETUJUAN

Judul

Kategori
Nama
Nomor Induk Mahasiswa
Program Studi
Departemen
Fakultas

: MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK


TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15
TAHUN DI KOTA MEDAN
: SKRIPSI
: MUSFIKA RATI
: 080803038
: SARJANA (S1) MATEMATIKA
: MATEMATIKA
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Diluluskan di
Medan, 2 Februari 2013
Komisi Pembimbing

Pembimbing 2

Pembimbing 1

Dr. Sutarman M.Sc


NIP. 19631026 199103 1 001

Dr. Esther S.M. Nababan, M.Sc


NIP. 19610318 198711 2 001

Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU
Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si


NIP. 196209011988031 002

ii

PERNYATAAN

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK


BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 2 Februari 2013

MUSFIKA RATI
080803038

iii

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan, nikmat ilmu, nikmat waktu sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Model Regresi Spasial untuk Anak Tidak
Bersekolah Usia Kurang 15 Tahun di Kota Medan dengan baik dan lancar.

Penulisan skripsi ini terselesaikan dengan bantuan pelbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Esther S.M. Nababan, M.Sc sebagai pembimbing pertama dan Bapak Dr.
Sutarman, M.Sc sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan
dan motivasi dari awal hingga akhir penyusunan skripsi penulis.
2. Bapak Drs. Marihat Situmorang, M.Kom dan Bapak Drs. Pasukat Sembiring, M.Si
sebagai Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk
penyempurnaan skripsi penulis.
3. Bapak Prof. Dr.Tulus.Voldipl.Math.,M.Si.,Ph.D dan Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si
sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU.
4. Dr. Sutarman, M.Sc sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Nurman dan Bapak Andri dari Departemen Geografi UNIMED yang telah
membantu dan mengajarkan di dalam pembuatan peta untuk penyelesaian skripsi
ini.
6. Orang tua tercinta Ayahanda Tumirin dan Ibunda Sri Rahayu, Kakanda tersayang
Willy Suhendra dan kedua adik tersayang Imam Surya dan Wawan Kurniawan
serta keluarga dekat lainnya yang telah memberikan segalanya baik dukungan
moril, motivasi dan doanya sehingga penulis selalu bersemangat.
7. Para sahabat dan teman-teman yaitu CICILANWIFI (Aci, Uci, Ulan, dan Wika),
teman-teman ASRI (Asrama Putri), teman-teman kampus yaitu Ugi, Ibel, Meli,
Anum, dan teman-teman dari Bank Muamalat yaitu Bang Ondo dan Putri serta
yang lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang selalu memberikan
semangat dan bantuan kepada penulis.
iv

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan dari semua pihak
yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan akhir kata
penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 2 Februari 2013


Penulis

MUSFIKA RATI
080803038

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan model anak tidak bersekolah anak usia
kurang 15 tahun di kota Medan menggunakan regresi spasial, menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhinya serta mengkaji efektifitas metode regresi spasial dalam
menganalisis kasus tersebut. Analisis yang digunakan yaitu Spatial Autoregresive
Model (SAR). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel prediktor yang
mempengaruhi variabel respon adalah jumlah penduduk prasejahtera, jumlah sekolah
SD dan rasio antara anak yang bersekolah dengan anak tidak bersekolah (ATB)
kurang 15 tahun. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 95.70%.

Kata kunci: Regresi spasial, Spatial Autoregresive Model (SAR), anak tidak
bersekolah

vi

Spatial Regression Model for Non Schooled Children Less Than 15 Years in
Medan

ABSTRACT

The research is done to determine the model of non schooled children less than 15
years in Medan with spatial regression, to analyze the factors that affect it and to
definite the effective spatial regression in analyzing it. Spatial regression used is
Spatial Autoregressive Model (SAR). The result shows that predictor variables which
affect the response variable is the number of underprivileged population, the number
of elementary schools and the ratio of children attending the ATB less than 15 years.
Value of R2 is 95.70%.

Keyword : Spatial Regression, Spatial Autoregressive Model (SAR), school drop out.

vii

DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan
Pernyataan
Penghargaan
Abstrak
Abstract
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran

ii
iii
iv
vi
vii
viii
x
xi
xii

Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Batasan Masalah
1.5. Manfaat Penelitian
1.6. Metodologi Penelitian
1.7. Tinjauan Pustaka

1
1
2
2
3
3
3
4

Bab 2 Landasan Teori


2.1. Metode Kuadrat Terkecil
2.2. Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)
2.3. Regresi Spasial
2.4. Spatial Autoregresive Model (SAR)
2.5. Spatial Error Model (SEM)
2.6. Signifikansi Parameter Regresi Spasial
2.7. Efek Spasial
2.6.1. Efek Heterokedastisitas (Spatial Heteroginity)
2.6.2. Efek Dependensi Spasial (Spatial Dependence)
2.7.2.1. Morans I
2.7.2.2. Lagrange Multiplier (LM) Test

6
6
7
9
10
11
11
12
12
13
13
15

Bab 3 Analisis Data dan Pembahasan


3.1. Data
3.2. Statistik Deskriptif Variabel Respon di Medan
3.3. Model Regresi Sederhana
3.4. Regresi Spasial
3.4.1. Pengujian Efek Spasial
3.4.2. Uji Lagrange Multiplier (LM)
3.5.
Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)
3.6. Model Regresi Spasial
3.6.1. Spatial Autoregresive Model (SAR)

17
17
19
21
22
22
25
26
35
35

viii

Bab 4 Kesimpulan dan Saran


4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

41
41
41

Daftar Pustaka

43

Lampiran

ix

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Data Variabel Prediktor dan Variabel Respon
Tabel 3.2 Jumlah ATB Berdasarkan Wilayah
Tabel 3.3 Estimasi Parameter Model Regresi Sederhana
Tabel 3.4 Perhitungan Nilai Morans I pada Variabel Y
Tabel 3.5 Morans I
Tabel 3.6 Hasil Analisis Dependensi Spasial
Tabel 3.7 Banyak Tetangga dengan Banyak Kecamatan
Tabel 3.8 Tetangga Setiap Kecamatan
Tabel 3.9 Pengaruh Jumlah Tetangga dengan ATB
Tabel 3.10 Estimasi Parameter Model SAR
Tabel 3.11 Hasil Estimasi Regresi pada OLS dan SAR

18
20
21
24
25
25
27
28
30
35
39

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Ilustrasi dari Contiguity
Gambar 3.1 Kecamatan Kota Medan
Gambar 3.2 Peta Tematik ATB di Kota Medan
Gambar 3.3 Diagram Scatter plot antara Variabel Bebas dan Bergantung
Gambar 3.4 Moran Scatter Plot
Gambar 3.5 Histogram Ketetanggan (Contiguity)
Gambar 3.6 Graph Contiguity

xi

8
19
19
21
23
27
29

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran A : Model SAR Setiap Kecamatan di Kota Medan
Lampiran B : Tabel Perbandingan Residu pada OLS dan SAR
Lampiran C : Hasil Output dari Program OpenGeoda
Lampiran D : Data dari Balitbang
Lampiran E : Surat Izin Pengambilan Data

xii

44
46
47
52

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier klasik.
Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang
dianalisis (Anselin, 1988). Data spasial adalah suatu data yang mengacu pada posisi,
objek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Mapping Science Committee
(1995) dalam Rajabidfard (2001) menerangkan mengenai pentingnya peranan posisi
lokasi yaitu pengetahuan mengenai lokasi dari suatu aktifitas memungkinkan
hubungannya dengan aktifitas lain atau elemen lain dalam daerah yang sama atau
lokasi yang berdekatan. Tobler (1979) juga menyatakan dalam hukum geografi
pertamanya bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi
sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Anselin,
1988). Fenomena-fenomena yang termasuk data spasial diantaranya ialah penyebaran
suatu penyakit, penentuan harga jual rumah, pertanian, kedokteran, pemilihan seorang
pemimpin, kriminalitas, kemiskinan, anak tidak bersekolah dan lain-lain.

Banyaknya anak yang putus sekolah ataupun yang tidak bersekolah di


Indonesia masih menjadi masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun
2007, anak putus sekolah di Indonesia mencapai 11,7 juta jiwa (Robert, 2008). Pada
tahun 2011, anak putus sekolah di Sumatera Utara sebanyak 14.901 siswa walaupun
jumlah ini jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya, yakni mencapai angka 41.110
siswa (www.tribunnews.com). Kondisi ini mengindentifikasikan bahwa program
pendidikan dasar 9 tahun belum berhasil. Selain itu, banyak penduduk tidak mampu

melakukan partisipasi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang biasanya


terhambat karena masalah kesulitan ekonomi. Banyaknya anak tidak bersekolah di
suatu daerah sangat mungkin dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi geografis
daerahnya, termasuk posisinya terhadap daerah lain. Ini berarti bahwa, kasus anak
tidak bersekolah sudah memenuhi syarat untuk dianalisis menggunakan metode
regresi spasial.

Di dalam suatu observasi yang mengandung informasi ruang atau spasial,


maka analisis data tidak akan akurat jika hanya menggunakan analisis regresi
sederhana (Anselin, 1988). Jika menggunakan analisis regresi sederhana maka akan
terjadi pelanggaran asumsi seperti nilai sisa berkorelasi dengan yang lain dan varian
tidak konstans. Jika informasi ruang atau spasial diabaikan pada data yang memiliki
informasi ruang atau spasial dalam analisis, maka koefisien regresi akan bias atau
tidak konsisten, R2 berlebihan, dan kesimpulan yang ditarik tidak tepat karena model
tidak akurat.

1.2.

Rumusan Masalah

Regresi linier sederhana kurang tepat digunakan untuk memodelkan kasus anak tidak
bersekolah, karena data mengandung faktor spasial sehingga model akan kurang
akurat dan menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi eror saling
bebas dan asumsi hemoginitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
analisis yang lebih akurat pada data spasial yaitu regresi spasial. Dalam penelitian ini,
analisis dan pemodelan untuk data yang di dalamnya ada faktor spasial dapat
digunakan regresi spasial.

1.3.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan model anak yang tidak bersekolah di
bawah usia 15 tahun di kota Medan dengan model regresi spasial, menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta mengkaji efektifitas metode regresi spasial
dalam menganalisis kasus anak tidak bersekolah.

1.4.

Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penelitian dilakukan di kota Medan. Data yang diperoleh dari
Kantor Walikota Medan dan data yang digunakan adalah data sekunder, yakni:
1. Jumlah anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun tiap kecamatan
2. Jumlah penduduk prasejahtera tiap kecamatan
3. Jumlah sekolah SD tiap kecamatan
4. Jumlah anak bekerja di bawah usia 15 tahun tiap kecamatan
5. Jumlah anak yang bersekolah tiap kecamatan
Data diolah menggunakan regresi spasial. Metode spasial yang digunakan adalah
pendekatan area yaitu Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model
(SEM), dan Mixture Model. Untuk mengetahui depedensi spasialnya dilakukan
perhitungan statistik Morans I dan uji identifikasi model yang sesuai dengan uji
dependensi lag maupun erornya yaitu menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM).
Matrik Queen contiguity adalah matrik yang digunakan sebagai matrik penimbang
baik pada uji identifikasi model yang sesuai maupun dalam pemodelan.

1.5.

Manfaat Penelitian

Model anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun yang diperoleh dapat digunakan
untuk membuat suatu prediksi, antisipasi, kebijakan dan langkah awal yang dilakukan
untuk mengurangi bertambahnya anak yang tidak bersekolah usia kurang 15 tahun di
kota Medan.

1.6.

Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :


1. Penelitian akan dilakukan di Kota Medan
2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari Pemko Medan pada
tahun 2011 yakni:
a. Jumlah anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun tiap kecamatan
b. Jumlah penduduk prasejahtera tiap kecamatan
c. Jumlah sekolah SD tiap kecamatan
d. Jumlah anak bekerja usia kurang 15 tahun tiap kecamatan
e. Jumlah anak yang bersekolah tiap kecamatan
3. Urutan Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan urutan (Septiana, 2009 ) sebagai berikut :
a. Melakukan eksplorasi peta tematik untuk mengetahui pola penyebaran dan
dependensi pada masing-masing variabel serta scatterplot untuk mengetahui
pola hubungan variabel X dan Y.
b. Melakukan pemodelan regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS)
yang meliputi estimasi parameter dan estimasi signifikansi model.
c. Uji dependensi atau korelasi.
d. Identifikasi keberadaan efek spasial dengan uji Lagrange Multiplier (LM) dan
Morans I Statistics (Anselin, 1988).
e. Proses pemodelan, yaitu data dimodelkan dengan Spatial Autoregresive Model
(SAR), Spatial Error Model (SEM), atau Spatial Autoregresive Moving
Average (SARMA).

1.7.

Tinjauan Pustaka

Regresi spasial telah dikembangkan oleh beberapa peneliti, beberapa diantaranya ialah
Anselin, et al. (2004), LeSage dan Pace (2007). Regresi ini telah banyak digunakan
dalam ilmu-ilmu regional (Cressie, 1993), ekonomi (LeSage dan Polasek, 2006), real
estate (Pavlov, 2000), maupun di dalam pengolahan citra (Halim, 2007).

Selain pengembangan dari sisi metode, metode ini juga telah banyak
digunakan sebagai alat analisis data pada beberapa bidang, diantaranya ialah Siana
Halim et al (2008). Dia menggunakan metode regresi spasial ini untuk memodelkan
harga jual apartemen di Surabaya. Nurvita Arumsari dan Sutikno (2010) memodelkan

kejadian diare menggunakan pendekatan titik dengan studi kasus Kabupaten Tuban
Jawa Timur.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1.

Metode Kuadrat Terkecil

Analisis regresi merupakan analisis untuk mendapatkan hubungan dan model


matematis antara variabel dependen (Y) dan satu atau lebih variabel independen (X).
Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen
dapat dinyatakan dalam model regresi linier (Draper dan Smith, 1992). Secara umum
hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

Y 0 1 X 1 ... p X p

(2.1)

dengan
Y : variabel dependen,
i : koefisien regresi
Xi : variabel bebas
: nilai eror regresi
~ IIDN (0, 2I)
i = 1, 2, , p

Jika dilakukan pengamatan sebanyak n, maka model persamaan regresi linier


berganda ke-i adalah
(2.2)
p = 1, 2, , n

Persamaan estimasi regresi linier berganda adalah

(2.3)

Secara matriks, bentuk penaksir kuadrat terkecil (least square) dari parameter tersebut
adalah:
(2.4)
dengan
: vektor dari parameter yang ditaksir (p+1) x 1
X : matriks variabel bebas berukuran n x (p+1)
Y : vektor observasi dari variabel respon berukuran (n x 1)
k : banyaknya variabel bebas (k = 1, 2, , p)

Uji signifikansi parsial yaitu uji untuk mengetahui variabel mana saja yang
mempengaruhi variabel bergantung secara signifikan. Hipotesis yang digunakan
adalah
H0 : k = 0
H1 : k 0 dengan k = 1, 2, 3, , p
Dengan taraf signifikansi adalah = 5%
Dengan statistik uji yang digunakan adalah

t hit

k
~ t n 2k
SE ( k )

Dengan keputusan tolak H0 jika |thit| > t(df,

(2.5)
1-/2).

Variabel yang tidak berpengaruh

secara signifikan dapat dihilangkan dalam model.


di mana
df : n-2-k
n : jumlah pengamatan
k : jumlah variabel bebas

2.2.

Matrik Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)

Bentuk umum matrik spasial (W) adalah


(2.6)

Pembentukan matriks keterkaitan spasial yang sering disebut matrik W dapat


menggunakan berbagai teknik pembobotan. Anselin (2002) mengusulkan 3 (tiga)
pendekatan untuk mendefinisikan matriks W, yaitu contiguity, distance, dan general.
Matriks W berdasarkan persentuhan batas wilayah (contiguity) menyatakan bahwa
interaksi spasial terjadi antar wilayah yang bertetangga, yaitu interaksi yang memiliki
persentuhan batas wilayah (common boundary). Sebuah matrik W yang dibentuk
adalah simetrik dan diagonal utama selalu bernilai nol seperti jika Wmn diberi nilai 1,
maka Wnm bernilai 1 juga. Pada prakteknya, definisi batas wilayah tersebut memiliki
beberapa alternatif. Secara umum terdapat berbagai tipe interaksi, yaitu Rook
contiguity, Bishop contiguity dan Queen contiguity.

Gambar 2.1: Ilustrasi dari Contiguity


Sumber : ( James P. Lesage, 1998)

a.

Rook contiguity ialah persentuhan sisi wilayah satu dengan sisi wilayah yang
lain yang bertetanggaan. Pada gambar 2.1, wilayah 1 bersentuhan dengan
wilayah 2 sehingga W12 = 1 dan yang lain 0 atau pada wilayah 3 bersentuhan
dengan wilayah 4 dan 5 sehingga W34 = 1, W35 = 1 dan yang lain 0.

b.

Bishop contiguity ialah persentuhan titik vertek wilayah satu dengan wilayah
tetangga yang lain. Pada gambar 2.1, wilayah 2 bersentuhan titik dengan
wilayah 3 sehingga W23 = 1 dan yang lain 0.

c.

Queen contiguity ialah persentuhan baik sisi maupun titik vertek wilayah satu
dengan wilayah yang lain yaitu gabungan rook contiguity dan bishop
contiguity. Contoh W32 = 1, W34 = 1, W35 =1 dan yang lain 0.

Matriks W yang merefleksikan queen contiguity pada gambar 2.1 adalah

Matrik Queen contiguity atau Rook contiguity yang sudah diperoleh, dibentuk
kedalam bentuk matrik normalitas, yaitu matrik dimana jumlah dari setiap barisnya
adalah satu, sehingga matrik normalitas dari matrik Wqueen tersebut adalah

2.3.

Regresi Spasial

Regresi spasial adalah suatu metode untuk memodelkan suatu data yang memiliki
unsure spasial. Model umum regresi spasial atau juga biasa disebut Spatial
Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam bentuk matriks (Lesage 1999;
Anselin 2004) dapat disajikan sebagai berikut:

dengan

y Wy X u

(2.7)

u Wu

(2.8)

10

= vektor variabel dependen dengan ukuran n x 1

= matriks variabel independen dengan ukuran n x (k+1)

= vektor koefisien parameter regresi dengan ukuran (k+1) x 1

= parameter koefisien spasial lag variabel dependen

= parameter koefisien spasial lag pada error

u,

= vektor error dengan ukuran n x 1

= matriks pembobot dengan ukuran n x n

= jumlah amatan atau lokasi

= jumlah variabel independen ( k = 1, 2, , l )

= matriks identitas dengan ukuran n x n

Pada persamaan (2.7) dapat dinyatakan dalam bentuk


y Wy X u atau
(I W)y X u

(2.9)

Sedangkan pada persamaan (2.8) dapat dinyatakan dalam bentuk


(I W)u atau

u (I W) 1

(2.10)

Persamaan (2.9) dan (2.10) disubtitusi ke persamaan (2.7), maka akan diperoleh
bentuk persamaan yang lain yaitu:
(I W)y X (I W) 1

(2.11)

Pendugaan parameter pada model umum persamaan regresi spasial dalam


bentuk matrik (Anselin, 1988) yaitu:
(XT X) 1 XT (I W)y

2.4.

(2.12)

Spatial Autoregresive Model (SAR)

Pada persamaan (2.7) jika nilai 0 dan = 0 maka model regresi spasial akan
menjadi model regresi spasial Mixed Regressive-Autoregressive atau Spatial
Autoregressive Model (SAR) atau disebut juga Spatial lag Model (SLM) (Anselin,
1988) dengan bentuk persamaannya yaitu

11

(2.13)

Model persamaan (2.13) mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya


pada variabel dependen. Pada persamaan tersebut, respon variabel y dimodelkan
sebagai kombinasi linier dari daerah sekitarnya atau daerah yang berimpitan dengan y,
tanpa adanya eksplanatori variabel yang lain. Bentuk penaksir dari metode SAR
adalah
(XT X) 1 XT (I W)y

2.5.

(2.14)

Spatial Error Model (SEM)

Pada persamaan (2.7) jika nilai 0 atau = 0 maka model regresi spasial akan
menjadi model Spatial Error Model (SEM) dengan bentuk persamaannya yaitu
(2.15)

W2u menunjukkan spasial terstruktur W2 pada spatially dependent error ().


Model SEM adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya terdapat korelasi
spasial. Bentuk parameter penduga dari model SEM adalah

1
T
T
X WX X WX X Wy y Wy

2.6.

(2.16)

Signifikansi Parameter Regresi Spasial

Anselin (2003) menyatakan bahwa salah satu prinsip dasar penduga Maksimum
Likelihood adalah asymptotic normality, artinya semakin besar ukuran n maka kurva
akan semakin mendekati kurva sebaran normal. Pengujian signifikansi parameter
regresi () dan autoregresif ( dan ) secara parsial yaitu didasarkan pada nilai ragam
galat (2), sehingga statistik uji signifikansi parameter yang dipergunakan yaitu

12

Z hitung

s.b( )

Dimana

merupakan asymptotic standard error. Melalui uji parsial masing-

masing parameter

dengan hipotesis

H 0 : 0
H : 0
1

Dimana

merupakan parameter regresi spasial ( yaitu , , dan ), apabila

Zhitung Z(/2) atau p-value < /2, maka keputusan tolak H0, artinya koefisien regresi
layak digunakan pada model.

2.7.

Efek Spasial

Pada bagian ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan efek spasial yaitu:

2.7.1. Efek Heteroskedastisitas (Spatial Heterogenity)

Efek heterogenitas adalah efek yang menunjukkan adanya keragaman antar lokasi.
Jadi setiap lokasi mempunyai struktur dan parameter hubungan yang berbeda.
Pengujian efek spasial dilakukan dengan uji heterogenitas yaitu menggunakan uji
Breusch- Pagan test (BP test). Pembentukan model yang dilakukan adalah dengan
menggunakan pendekatan titik. Regresi spasial pendekatan titik yaitu Geographically
Weighted Regression (GWR). Rumus persamaan Geographically Weighted Regression
(GWR) adalah

dengan
yi

= nilai pengamatan variabel respon ke- i

xk

= nilai pengamatan variabel prediktor k pada pengamatan ke-i

k (ui, vi) = realisasi fungsi kontinu k (ui, vi) pada pengamatan ke-i
(ui, vi)

= titik koordinat (longitude, latitude) lokasi ke-i

13

= eror yang diasumsikan identik, independen dan berdistribusi normal


dengan mean nol dan varian konstan 2

yang kedua adalah Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR), adapun


model GWPR adalah

Dan yang terakhir adalah Geographically Weighted Logistic Regression (GWLR),


bentuk model GWLR adalah

2.7.2. Efek Dependensi Spasial (Spatial Dependence)

Dependensi spasial terjadi akibat adanya dependensi dalam data wilayah. Spatial
dependence muncul berdasarkan hukum Tobler I (1979) yaitu segala sesuatu saling
berhubungan dengan hal yang lain tetapi sesuatu yang lebih dekat mempunyai
pengaruh yang besar. Penyelesaian yang dilakukan jika ada efek dependensi spasial,
adalah dengan pendekatan area.

Anselin (1988) menyatakan bahwa uji untuk mengetahui spatial dependence di


dalam error suatu model adalah dengan menggunakan statistik Morans I dan
Langrange Multiplier (LM).
2.7.2.1 Morans I
Morans I adalah sebuah tes statistik lokal untuk melihat nilai autokorelasi spasial,
yang mana digunakan untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokan spasial
atau autokorelasi spasial. Menurut Lembo (2006) dalam Kartika (2007) autokorelasi
spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang. Cliff
dan Ord (1973, 1981) menghadirkan uji statistik Morans I untuk sebuah vektor

14

pada n lokasi. Rumus Morans I untuk matrik pembobot

observasi

(W) tidak dalam bentuk normalitas, adalah

n
n

w
i 1 j 1

Dengan ei Yi

e'We
e' e

(2.17)

ij

1 n
Yi adalah sebuah vektor deviasi untuk rata-rata sampel dan
n i 1

W [ wij ] adalah matrik bobot spasial. Rumus Morans I dengan matrik pembobot

(W) dalam bentuk normalitas, persamaan (2.17) di reduksi menjadi

e'We
e' e

(2.18)

Nilai ekspektasi dari Morans I ( Lee dan Wong, 2001) adalah


E(I ) I o

1
n 1

(2.19)

Jika I > Io, maka nilai autokorelasi bernilai positif, hal ini berarti bahwa pola data
membentuk kelompok (cluster), I = Io artinya tidak terdapat autokorelasi spasial, dan I
< Io artinya nilai autokorelasi bernilai negatif, hal ini berarti pola data menyebar.
Uji statistik Morans I, dibatasi oleh 1.0 (yang berarti klaster spasial bernilai
autokorelasi positif) dan -1.0 (yang berarti klaster spasial bernilai autokorelasi
negatif). Nilai autokorelasi spasial dikatakan kuat, apabila nilai tinggi dengan tinggi
atau nilai rendah dengan rendah dari sebuah variabel berkelompok dengan daerah
sekitarnya (common side).
Morans I scatterplot adalah sebuah diagram untuk melihat hubungan antara
nilai amatan pada suatu lokasi (distandarisasi) dengan rata-rata nilai amatan dari
lokasi-lokasi yang bertetanggan dengan lokasi yang bersangkutan (Lee dan Wong,
2001). Jika I > Io maka nilai autokorelasi bernilai positif, sedangkan jika I < Io maka
nilai autokorelasi bernilai negatif. Pembagian kuadrannya (Perobelli dan Haddad,
2003) adalah

15
0.
50
0.
25

Kuadran II
Low-High

Kuadran I
High-High

0.
00
0.25

Kuadran III

Kuadran IV

Low-Low

High-Low

0.50

0.
-0.
0.
50
0.25
00
0.5
25
0
Kuadran I disebut High-High, menunjukkan nilai observasi tinggi dikelilingi

oleh daerah yang mempunyai nilai observasi yang tinggi berlawanan dengan Kuadran
III disebut Low-Low, menunjukkan nilai observasi rendah dikelilingi oleh daerah yang
mempunyai nilai observasi rendah. Kuadran II disebut Low-High menunjukan nilai
observasi rendah dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai observasi tinggi
berkebalikan dengan kuadran IV disebut High-Low, menunjukkan nilai observasi
tinggi dikelilingi oleh derah yang mempunyai nilai observasi yang rendah (Kartika,
2007).

2.7.2.2. Lagrange Multiplier (LM) Test

Uji LM (Lagrange Multiplier) adalah uji untuk menentukan apakah model memiliki
efek spasial atau tidak. Lagrange Multiplier (LM) yang mana pada tes ini, nilai sisa
diperoleh dari kuadrat terkecil dan hitungan matrik bobot spasial yang dignakan
adalah W. Bentuk tes LM (Anselin, 1988), yaitu
Pada SEM :

(2.20)

Pada SAR:

(2.21)

16

dengan
e = nilai residu dari hasil OLS
n = banyak observasi
C = Matrik standard dari Wqueen
*. = operasi perkalian titik pada elemen matriks

Pada Uji Lagrange Multiplier (LM), ada tiga hipotesis yang dilakukan, yaitu :
1. Untuk SAR, H0 : = 0 dan H1 : 0
2. Untuk SEM, H0 : = 0 dan H1 : 0
3. Untuk mixture Model, H0 : , = 0 dan H1 : , 0
Dalam mengambil keputusan, tolak H0 jika LM > 2 (1) atau p-value < .

17

BAB 3

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan suatu pemodelan dengan menggunakan metode yang
telah dikemukakan pada Bab 2. Sebagai dasar untuk melakukan pemodelan digunakan
data yang terdapat pada Tabel 3.1.

3.1.

Data

Data pada Tabel 3.1 merupakan data yang akan digunakan dalam bab ini yaitu data
berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap anak yang tidak bersekolah di bawah
15 tahun di Medan pada tahun 2011 dan faktor-faktornya. Data yang diperoleh di
Tabel 3.1 akan diolah dengan metode regresi spasial.

18

Tabel 3.1. Data Variabel Prediktor dan Variabel Respon

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Nama
Kecamatan
M. Tuntungan
M. Johor
M. Amplas
M. Denai
M. Area
M. Kota
M. Maimun
M. Polonia
M. Baru
M. Selayang
M. Sunggal
M. Helvetia
M. Petisah
M. Barat
M. Timur
M. Perjuangan
M. Tembung
M. Deli

X1

X2

X3

X4

150
234
96
293
96
68
92
128
18
143
376
227
57
202
135
140
249
464
643
685
946

2547
5017
3711
5634
2267
2142
1926
2048
566
2784
3650
4015
1473
2377
3571
3649
4529
6821
6512
7707
9201

36
47
38
69
41
40
22
16
24
28
40
52
22
27
43
32
41
51
46
49
41

9
30
1
10
10
1
8
9
0
13
19
27
12
4
8
6
20
77
16
38
53

14,99
21,34
41,43
21,18
24,92
31,66
21,05
16,78
30,00
17,17
9,31
17,41
24,30
11,39
23,17
25,79
19,04
15,47
10,28
11,53
10,48

M. Labuhan
M. Marelan
M. Belawan
Sumber: BAPEDDA Kota Medan

Keterangan :
Y = Jumlah anak tidak bersekolah (ATB) di bawah usia 15 tahun
X1 = Jumlah status kesejahteraan
X2 = Jumlah sekolah SD
X3 = Jumlah anak bekerja di bawah usia 15 tahun
X4 = Rasio anak bersekolah dengan ATB di bawah usia 15 tahun

19

3.2.

Statistik Deskriptif Variabel Respon di Medan

Gambar 3.1 adalah sebuah peta kecamatan kota Medan. Pada peta tersebut terlihat
bahwa jumlah kecamatan di kota Medan terdiri dari 21 kecamatan.

Gambar 3.1. Kecamatan Kota Medan


Sumber : Medan dalam Angka 2011

Gambar 3.2. Peta Tematik ATB di kota Medan


Sumber: OpenGeoda

20

Gambar 3.2 adalah peta tematik ATB di kota Medan yaitu pengelompokan
ATB di setiap kecamatan. Berdasarkan peta tersebut, wilayah kota Medan dibagi
menjadi 5 bagian. Daerah-daerah tersebut disajikan dalam Tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2. Jumlah ATB Berdasarkan Wilayah
No

Wilayah 1

Wilayah 2

Wilayah 3

Wilayah 4

Wilayah 5

(18 : 92)

(96 : 135)

(140 : 227)

(234 : 376)

(464 : 946)

M. Petisah

M. Timur

M. Helvetia

M. Sunggal

M. Belawan

M. Baru

M. Area

M. Perjuangan

M. Johor

M. Labuhan

M. Maimun

M. Polonia

M. Tuntungan

M. Tembung

M. Marelan

M. Kota

M. Amplas

M. Barat

M. Denai

M. Deli

M. Selayang

Berdasarkan letak geografis pada peta tematik dari Gambar 3.2 tersebut bahwa
masing-masing kecamatan pada wilayah tersebut adalah cenderung berdekatan. Secara
geografis, hal ini diindikasikan bahwa ada pengaruh spasial atau tempat pada data
jumlah anak yang tidak bersekolah.

Diagram scatter plot pada Gambar 3.3, akan memperlihatkan pola hubungan
antara variabel bebas yang terdiri dari 4 variabel bebas dan satu variabel terikat.
Secara grafis terlihat bahwa keseluruhan variabel bebas memiliki pola yang tidak
menyebar.

21

Gambar 3.3. Diagram Scatter plot antara variabel bebas dan bergantung

3.3.

Model Regresi Sederhana

Estimasi parameter pada model regresi sederhana disajikan pada Tabel 3.3, yaitu :

Tabel 3.3. Estimasi Parameter Model Regresi Sederhana


Variabel

Koefisien

Konstanta

165,8063

Std.
Error
68,5434

X1

0,114067

0,0135

* 8,427988 0,0000003

X2

-4,77438

1,7014

*-2,806235 0,0126772

X3

-1,31687

1,2625

-1,043054 0,3124279

X4
-7,65185
R square = 93,72 %
*T(16, 0.95) = 2,11991
**T(16, 0.90) = 1,74588

2,2209

*-3,445393 0,0033258

T Stat.

Prob

2,418998 0,0278451

22

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat ditunjukan hasil pengujian bahwa terdapat tiga
variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel bergantung karena pada
variabel bebas tersebut memiliki nilai Thitung < T(16; 0,950) atau nilai p-value > (0,05).
Variabel tersebut adalah X1 (jumlah penduduk prasejahtera), X2 (jumlah sekolah SD),
dan X4 (rasio anak bersekolah dengan ATB usia kurang 15 tahun). Dari hasil analisis
data tersebut, nilai R2 sebesar 93,72% yang artinya model yang terbentuk mewakili
data sebesar 93,72%.

Dari tabel 3.3 diperolehlah model persamaan regresi linier berganda yaitu :

y 165,81 0,1141X 1 4,774 X 2 7,652 X 4


Model pada OLS dapat diinterpretasikan bahwa apabila faktor lain dianggap
konstan, jika jumlah penduduk prasejahtera di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 1
satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun sebesar 0,1141, jumlah
sekolah SD di suatu kecamatan (X2) naik 1 satuan maka mengurangi ATB sebesar
4,774, dan rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 1 satuan maka juga akan
mengurangi jumlah ATB sebesar 7,652.

3.4.

Regresi Spasial

3.4.1. Pengujian Efek Spasial

Pengujian efek spasial dilakukan untuk melihat apakah data setiap variabel memiliki
pengaruh spasial pada lokasi. Pengujian spasial dependence menggunakan statistik
Morans I. Gambar 3.4 merupakan gambar diagram Morans I untuk setiap variabel
baik variabel bebas maupun terikatnya.

23

Gambar 3.4. Morans Scatterplot

Pada Gambar 3.4 tersebut menunjukkan bahwa pola data berada pada kuadran
I dan III. Hal ini berarti bahwa kecamatan dengan nilai yang tinggi pada setiap
variabel mengelompok pada daerah yang nilainya tinggi juga dan daerah dengan nilai
yang rendah berkelompok dengan daerah yang memiliki nilai rendah pula. Pada
variabel Y, kecamatan yang memiliki ATB yang tinggi berkelompok dengan
kecamatan yang memiliki ATB yang tinggi juga dan kecamatan yang memiliki ATB
yang rendah berkelompok dengan ATB yang rendah pula. Adapun nilai masingmasing Morans I pada variabel-variabel tersebut disajikan pada Tabel 3.5. Sebagai
contoh untuk nilai Morans I pada variabel Y diperoleh dengan menggunakan rumus
pada persamaan (2.18) yaitu

e n 'Wn e n
en ' en

24

Tabel 3.4. Perhitungan Nilai Morans I pada Variabel Y


No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Jumlah
Rata-rata

150
234
96
293
96
68
92
128
18
143
376
227
57
202
135
140
249
464
643
685
946
5442
259,143

en = Y-

enWn

enWnen

-109 -27,36667 2986,876


-25 -215,5083 5418,495
-163 -21,24167 3465,426
34
-159,675 -5406,14
-163
-40,875 6668,464
-191
-195,3 37330,2
-167 -99,30833 16598,68
-131 -154,6833 20285,61
-241 -53,81667 12977,5
-116 -115,8667 13457,09
117 -123,5167 -14433,8
-32 14,766667 -474,643
-202
-108,4 21912,29
-57 -118,0083 6743,333
-124 -17,55833 2179,742
-119 -95.40833 11367,22
-10 -37,66667 382,0476
205 242,93333 49766,63
384
536,75 206035,3
426
522,75 222616,8
687
270 185451,4
805328,6

enen
11912,16327
632,1632653
26615,59184
1146,306122
26615,59184
36535,59184
27936,73469
17198,44898
58149,87755
13489,16327
13655,59184
1033,163265
40861,73469
3265,306122
15411,44898
14195,02041
102,877551
41966,44898
147346,3061
181354,3061
471772,7347
1151196,571

Sehingga nilai Morans I adalah

805328,6
1151196,571

I 0,699558
Secara lengkap hasil Morans I dikerjakan dengan menggunakan software
OpenGeoda sebagai berikut:

25

Tabel 3.5. Morans I


Y
X1
X2
X3
X4

Moran's I
0,69958
0,640032
0,298701
0,249088
0,285518

Berdasarkan Tabel 3.5 dan nilai I0 terlihat bahwa semua nilai Morans I
bernilai lebih besar dari I0 yang artinya semua variabel baik bebas maupun terikat
memiliki autokorelasi positif. Sama seperti yang terlihat pada gambar 3.5, bahwa data
berkelompok pada kuadran I dan III yang menandakan memiliki autokorelasi positif.

3.4.2. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Pemilihan model spasial dilakukan dengan uji LM sebagai indentifikasi awal.


Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih
spesifik yaitu dependensi lag, eror atau keduanya (lag dan eror). Hasil Pengujian LM
disajikan pada Tabel 3.6 dengan menggunakan bantuan software OpenGeoda yaitu

Tabel 3.6. Hasil Analisis Dependensi Spasial


Uji Dependensi Spasial
Moran's I (eror)
Lagrange Multiplier (lag)
Lagrange Multiplier (eror)
Lagrange Multiplier (SARMA)
Taraf signifikan = 0.05

Nilai
2,1297
5,9335
0,6934
5,9444

Prob
0,0332
0,0149
0,4050
0,0512

26

Berdasarkan Tabel 3.6, diketahui bahwa nilai dari probabilitas dari


Morans I sebesar 0,0332 dan lebih kecil dari . Sehingga H0 ditolak artinya
ada dependensi spasial dalam eror regresi.

Uji Lagrange Multiplier (lag) bertujuan untuk mengidentifikasi adanya


keterkaitan antar kecamatan. Berdasakan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai
probabilitas dari Lagrange Multiplier (lag) sebesar 0,0149 dan lebih kecil dari
. Sehingga H0 ditolak artinya terdapat dependensi lag sehingga perlu
dilanjutkan ke pembuatan Spatial Autoregressive Model (SAR). Nilai
probabilitas dari Lagrange Multiplier (eror) adalah 0,4050 dan lebih besar dari
. Sehingga terima H0 artinya tidak terdapat dependensi spasial dalam eror
sehingga pada kasus ini tidak perlu dilanjutkan pada pembuatan model Spatial
Error Model (SEM).

Uji Lagrange Multiplier (SARMA) digunakan untuk mengidentifikasi


adanya fenomena gabungan, yaitu mengidentifikasi adanya dependensi lag
maupun eror antar kabupaten kota. Berdasarkan Tabel 3.6 dapat diketahui
bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier (SARMA) sebesar 0,0511
dan lebih besar dari . Sehingga terima H0 artinya tidak terdapat dependensi
lag dan eror sehingga pada kasus ini tidak perlu melanjutkan pada pembuatan
model SARMA.

Berdasarkan uji LM, telah diketahui bahwa pada kasus ATB di kota
Medan terdapat pengaruh spasial dalam data. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa pemodelan kurang akurat dengan menggunakan metode OLS karena
pada OLS mengabaikan unsus spasial dalam data. Maka pemodelan akan
diselesaikan dengan menggunakan regresi spasial.

3.5. Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)

Berdasarkan Gambar 3.1, dibuat sebuah matriks berukuran 21 x 21. Matriks tersebut
adalah matrik keterkaitan spasial (Spatial Weight Matrices). Metode yang digunakan

27

dalam pembuatan matrik adalah metode Queen Contiguity. Adapun jumlah masingmasing tetangga (contiguity) dari masing-masing kecamatan dilihat pada Tabel 3.7
berikut.

Tabel 3.7. Banyak Tetangga dengan Banyak Kecamatan


Warna Kelompok

Banyak
Tetangga

Nama Kecamatan

Kel 1

M. Tuntungan, M. Belawan

Kel 2

M. Amplas, M. Area, M. Tembung, M. Labuhan,


M. marelan

Kel 3

M. Baru, M. Sunggal, M. Deli

Kel 4

M. Denai, M. Maimun, M. Polonia, M. Selayang,


M. Helvetia, M. Barat, M. Perjuangan

Kel 5

M. Johor, M. Petisah, M. Timur,

Kel 6

M. Kota

Dari Tabel

3.7

dijelaskan

bahwa

kecamatan

yang

paling

banyak

ketetanggaannya (contiguity) terletak pada kecamatan Medan Kota sedangkan jumlah


ketetanggaan yang paling sedikit terletak pada Medan Tuntungan dan Medan
Belawan. Tabel 3.7 dapat diliat secara histogram pada Gambar 3.5 berikut.

Gambar 3.5. Histogram Ketetanggaan (Contiguity)

Adapun masing-masing dari tetangga dari setiap kecamatan dapat dilihat pada
Tabel 3.8.

28

Tabel 3.8. Tetangga Setiap Kecamatan


No Nama Kecamatan

Jumlah
Tetangga
2

M. Tuntungan

M. Johor

M. Amplas

M. Denai

M. Area

M. Kota

M. Maimun

M. Polonia

M. Baru

10

M. Selayang

11

M. Sunggal

12

M. Helvetia

13

M. Petisah

14

M. Barat

15

M. Timur

16

M. Perjuangan

17

M. Tembung

18

M. Deli

19
20
21

M. Labuhan
M. Marelan
M. Belawan

3
3
2

Nama Kec. Tetangga


M. Johor M Selayang
M. Tuntungan, M. Amplas, M. Kota, M.
Maimun, M. Polonia, M. Selayang
M. Johor, M. Denai, M. Kota
M. Amplas, M. Area, M. Kota, M. Perjuangan,
M. Tembung
M. Denai, M. Kota M. Perjuangan
M. Amplas, M. Denai, M. Area, M. Maimun,
M. Johor, M. Barat, M. Timur, M. Perjuangan
M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M. Petisah, M.
Barat
M. Johor, M. Maimun, M. Baru, M. Selayang,
M. Petisah
M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal, M.
Petisah
M. Tuntungan, M. Johor, M. Polonia, M. baru,
M. Sunggal
M. Baru, M. Selayang, M. Helvetia, M.
Petisah
M. Sunggal, M. Petisah, M. Barat, M. Timur,
M. Deli
M. Maimun, M. Polonia, M. Baru, M.Sunggal,
M. Helvetia, M. Barat
M. Kota, M. maimun, M. Helvetia, M. Petisah,
M. Timur
M. Kota, M. Helvetia, M. Barat, M.
Perjuangan, M. Tembung, M. Deli
M. Denai, M. Area, M. Kota, M. Timur, M.
Tembung
M. Denai, M. Timur, M. Perjuangan
M. Helvetia, M. Timur, M. Labuhan, M.
Marelan
M. Deli, M. Marelan, M. Belawan
M. Deli, M. Labuhan, M. Belawan
M. Labuhan, M. Marelan

29

Berdasarkan Tabel 3.8, hubungan ketetanggaan setiap kecamatan dapat dilihat


pada Gambar 3.6. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa masing-masing
kecamatan dipengaruhi oleh kecamatan lain yang saling berdekatan (common side).
Contoh pada kecamatan Medan Kota (6) terlihat bahwa terdapat 8 kecamatan yang
mempengaruhinya secara spasial.

Gambar 3.6. Graph Contiguity

Berikutnya dari Tabel 3.8 diperlihatkan pengaruh jumlah tetangga dengan anak
tidak bersekolah pada Tabel 3.9.

30

Tabel 3.9. Pengaruh Jumlah Tetangga dengan ATB


Nama
Kecamatan
M. Tuntungan
M. Johor
M. Amplas
M. Denai
M. Area
M. Kota
M. Maimun
M. Polonia
M. Baru
M. Selayang
M. Sunggal
M. Helvetia
M. Petisah
M. Barat
M. Timur
M. Perjuangan
M. Tembung
M. Deli
M. Labuhan
M. Marelan
M. Belawan

Jlh
Banyak Anak
Tetangga Tidak Bersekolah
2
150
6
234
3
96
5
293
3
96
8
68
5
92
5
128
4
18
5
143
4
376
5
227
6
57
5
202
6
135
5
140
3
249
4
464
3
643
3
685
2
946

Dari Tabel 3.9 memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah tetangga pada
suatu kecamatan relatif mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah anak tidak
bersekolah di kecamatan tersebut. Sebagai contoh pada M. Belawan yang memiliki 2
tetangga merupakan kecamatan yang paling banyak jumlah anak tidak bersekolah
yaitu 946 anak. Begitu pula pada kecamatan M. Baru yang memiliki 4 tetangga yang
merupakan kecamatan yang paling rendah jumlah anak tidak bersekolah yaitu 18
anak.

Berdasarkan Gambar 3.6, matrik keterkaitan spasial (WQueen) dengan ordo


21x21 yang terbentuk adalah

31

WQueen

Matrik pembobot yang akan digunakan adalah matrik W yang merupakan bentuk
normalitas dari Matrik WQueen. Matriks W tersebut adalah

32

1
6

1
5

1
2

1
6

1
3

1
3

1
5

1
5

1
8
1
5
1
5

1
6
1
3
1
5
1
3

1
6

1
6

1
2
1
6

1
5

1
8
1
5

1
8

1
5
1
3
1
8

1
5
1
6

1
5

1
5

1
8

1
3
1
8

1
8

1
8

1
5

1
5

1
5

1
5

1
5
1
4

1
5

1
5

1
5
1
3

1
5
1
6
1
5

0
0

1
4
1
5

1
4
1
5

1
5
1
4

1
4

1
6
1
5

1
6

1
6

0
1
5
1
6

1
5
1
5
1
4

1
4

1
4
1
5

0
1
6
1
5
1
6

1
5

1
5

1
6

1
6

1
6

1
6
1
5

1
4

Matrik Wy adalah hasil perkalian matrik W dengan

1
5
1
3
1
4

1
3

1
4

1
4
1
3

yaitu

1
3
1
3
0

0
1
3
1
2

0
1
2

3
1

3
0

33

1
6

1
5

Wy 0

1
2

1
6

1
3

1
5

1
8
1
5
1
5

1
8

1
0
3
1
0
5
1
0
3
1 1
8 8

1
6
1
3
1
5
1
3

1
6

1
6

1
5

1
2
1
6

1
5

1
8

1
8

1
5

1
5

1
8
1
5

1
5
1
3
1
8

1
5

1
5

1
5
1
4

1
5

1
5

1
5
1
6

0
0

1
4
1
5

1
4
1
5

1
5
1
4

1
4

1
6
1
5

1
6

1
6

1 1
5 5
1
0
3

1
5
1
6
1
5

0
1
5
1
6

1
5
1
5
1
4

1
4

1
4
1
5

0
1
6
1
5
1
6

1
5

1
5

1
6

1
6

1
6

1
6
1
5

1
4

1
5
1
3
1
4

1
3

1
4

1
3
1
3
0

0
1
3
1
2

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

1
0

4
1 1

3 3
1
0

3
1
0

2
0

y 1


y 2

y 3


y 4

y
5

y 6


y 7

y
8

y 9


y 10

y
11

y 12


y 13

y 14


y 15

y
16

y 17


y 18

y
19

y 20


y 21

34

1
1

Wy1 y 2 y10

1
1
1
1
1
1

Wy
y

y
2 6 1 6 3 6 6 6 7 6 8` 6 10

Wy 1 y 1 y 1 y

3 3 2 3 4 3 6

1
1
1
1
Wy 4 y 3 y 5 y 6 y16 y17

5
5
5
5

1
1
1

Wy 5 y 4 y 6 y16

3
3
3

1
1
1
1
1
1
1
Wy 1

6 8 y 2 8 y 3 8 y 4 8 y 5 8 y 7 8 y14 8 y15 8 y16

Wy 7 1 y 2 1 y 6 1 y 8 1 y13 1 y14

5
5
5
5
5

1
1
1
1
1

Wy 8 y 2 y 7 y 9 y10 y13

5
5
5
5
5

1
1
1
1

Wy 9 4 y 8 4 y10 4 y11 4 y13

Wy 1 y 1 y 1 y 1 y 1 y

10
1
2
8
9
11

5
5
5
5
5

1
1
1
Wy11 y 9 y10 y12 y13

4
4
4

1
1
1
1
1

Wy12 y11 y13 y14 y15 y18

5
5
5
5

Wy 1 y 1 y 1 y 1 y 1 y 1 y

13 6 7 6 8 6 9 6 11 6 12 6 14

1
1
1
1
1
Wy14 y 6 y 7 y12 y13 y15

5
5
5
5
5

1
1
1
1
1
1

Wy15 y 6 y12 y14 y16 y17 y18

6
6
6
6
6

1
1
1
1

Wy
y

y
16 5 4 5 5 5 6 5 15 5 17

1
1
1
Wy y y y

17 3 4 3 15 3 16

1
1
1
Wy18 y12 y15 y19 y 20

4
4
4

1
1
1

Wy19 y18 y 20 y 21

3
3
3

Wy 1 y 1 y 1 y

20 3 18 3 19 3 21

1
1
Wy 21 y19 y 20

2
2

35

3.6. Model Regresi Spasial

Berdasarkan pengujian Lagrange Multiplier (LM), model yang akan dibentuk hanya
Spatial Autoregressive Model (SAR) sedangkan Spatial Error Model (SEM) maupun
SARMA tidak perlu dilakukan karena berdasarkan hasil uji LM nilai probabilitas
lebih besar dari nilai signifikan () 5%.

3.6.1. Spatial Autoregressive Model (SAR)

Estimasi parameter pada model SAR disajikan pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.10. Estimasi Parameter Model SAR


Variabel

Koefisien Std Eror

Wy
0,3048
konstanta
128,3035
X1
0,0842
X2
-3,0008
X3
-0,9627
X4
-7,3893
R square = 95,699%
Z(0.025) = 1,96

0,0993
50,5915
0,0138
1,3399
0,9175
1,607

z_value

Prob

3,0707
2,5361
6,1049
-2,2396
-1,0493
-4,5983

0,002136
0,0112105
0,0000000
0,0251169
0,2940404
0,0000043

Berdasarkan pada Tabel 3.10, beberapa variabel memiliki nilai |Zhitung| > Z0,025
(1,96) atau nilai probabilitas > , yaitu X1, X2, dan X4. Itu artinya jumlah penduduk
prasejahtera (X1), jumlah sekolah (X2), dan rasio anak bersekolah dengan ATB (X4)
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel bergantung.

Dari tabel 3.10, dibentuklah sebuah persamaan (2.13) yaitu Spatial


Autoregressive Model (SAR) adalah
yi 128,3035 0,3048

j 1,i j

ij

y j 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4

(3.1)

36

Secara umum, model SAR dapat diinterpretasikan, bahwa apabila faktor lain
dianggap konstan maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X 1) naik
sebesar 1 satuan maka bisa menambah Anak Tidak Bersekolah (ATB) usia kurang 15
tahun sebesar 0,0842. Jika jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 1 satuan
maka mengurangi ATB sebesar 3,0008, dan jika rasio anak bersekolah dengan ATB
(X4) naik 1 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 7,3893.

Berdasarkan pada Tabel 3.7, pada persamaan 3.1 terdapat 2 persamaan model
SAR untuk kecamatan yang memiliki 2 tetangga salah satunya adalah pada kecamatan
M. Belawan yaitu kecamatan dengan jumlah anak tidak bersekolah usia kurang 15
tahun terbanyak yaitu 946 anak. Modelnya adalah sebagai berikut:

y 21 128,3035 0,3048(0,5 y19 0,5 y20 )0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4

y 21 128,3035 0,1524 y19 0,1524 y 20 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4

Persamaan SAR pada kecamatan M. Belawan tersebut terlihat bahwa apabila


faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan
(X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M.
Belawan sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan
maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X 4)
naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739. Selanjutnya
banyak ATB di kecamatan M. Belawan juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu
M. Labuhan dan M. Marelan sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M.
Labuhan naik sebesar 100 satuan maka akan menambah ATB usia kurang 15 tahun
pada kecamatan M. Belawan sebesar 15,2 anak dan apabila banyak ATB usia kurang
15 tahun pada M. Marelan naik sebesar 100 satuan maka akan menambah ATB usia
kurang 15 tahun pada kecamatan M. Belawan sebesar 15,2 anak.

. Terdapat 5 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 3


tetangga. Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Amplas yaitu

y 3 128,3035 0,1016 y2 0,1016 y4 0,1016 y6 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4

37

Persamaan SAR pada kecamatan M. Amplas tersebut terlihat bahwa apabila


faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan
(X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M.
Amplas sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan
maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X4)
naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak.
Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Amplas juga dipengaruhi kecamatan
tetangganya yaitu M. Johor, M. Denai, dan M. Kota sehingga jika banyak ATB usia
kurang 15 tahun pada M. Johor, M. Denai dan M. Kota naik sebesar 100 satuan maka
masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M.
Amplas sebesar 10,2 anak.
Terdapat 3 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 4 tetangga.
Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Baru yang merupakan kecamatan
yang paling sedikit jumlah ATB-nya adalah

y 9 128,3035 0,076 y8 0,076 y10 0,076 y11 0,076 y13


0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
Persamaan SAR pada kecamatan M. Baru tersebut terlihat bahwa apabila
faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan
(X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M.
Baru sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan
maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X4)
naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak.
Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Baru juga dipengaruhi kecamatan
tetangganya yaitu M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal, dan M. Petisah sehingga
jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal,
dan M. Petisah naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah ATB
usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Baru sebesar 8 anak.

Terdapat 7 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 5 tetangga.


Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Maimun adalah

y 7 128,3035 0,061y 2 0,061y 6 0,061y8 0,061y13


0,061y14 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4

38

Persamaan SAR pada kecamatan M. Maimun tersebut terlihat bahwa apabila


faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan
(X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M.
Maimun sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan
maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X 4)
naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak.
Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Maimun juga dipengaruhi kecamatan
tetangganya yaitu M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M. Petisah, dan M. Barat sehingga
jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M.
Petisah, dan M. Barat naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah
ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Baru sebesar 6,1 anak.

Terdapat 3 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 6 tetangga.


Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Johor adalah

y 2 128,3035 0,0508 y1 0,0508 y3 0,0508 y 6 0,0508 y 7


0,0508 y8 0,0508 y10 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7.3893 X 4

Persamaan SAR pada kecamatan M. Johor tersebut terlihat bahwa apabila


faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan
(X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M.
Johor sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan
maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X 4)
naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak.
Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Johor juga dipengaruhi kecamatan
tetangganya yaitu M. Tuntungan, M. Amplas, M. Kota, M. Maimun, M. Polonia, dan
M. Selayang sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Tuntungan, M.
Amplas, M. Kota, M. Maimun, M. Polonia, dan M. Selayang naik sebesar 100 satuan
maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M.
Johor sebesar 5 anak.

Model persamaan SAR untuk ATB yang memiliki 8 tetangga hanya terdapat 1
model yaitu pada kecamatan M. Kota adalah

39

y 6 128,3035 0,0381y 2 0,0381y3 0,0381y 4 0,0381y5 0,0381y 7


0,0381y14 0,0381y15 0,0381y16 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4

Persamaan SAR pada kecamatan M. Kota tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain
dianggap konstan, jika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X 1) naik sebesar 100
satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Kota sebesar 8 anak,
jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB
sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 100 satuan maka juga
akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak. Selanjutnya banyak ATB di
kecamatan M. Kota juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Amplas, M.
Denai, M. Area, M. Maimun, M. Johor, M. Barat, M. Timur, dan M. Perjuangan jadi
jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Amplas, M. Denai, M. Area, M.
Maimun, M. Johor, M. Barat, M. Timur, dan M. Perjuangan naik sebesar 100 satuan
maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M.
Kota sebesar 4 anak. Model persamaan SAR untuk kecamatan yang lain dapat dilihat
pada Lampiran A.

Berikut disajikan tabel-hasil estimasi dari persamaan model OLS dan SAR
yaitu

Tabel 3.11. Hasil Estimasi Koefisien Regresi pada OLS dan SAR
Metode
OLS
Konstanta
165,8063
X1
0,1141
X2
-4,7744
X3
-1,3169
X4
-7,6518
2
R
0,9372
Rho ()
Jmlh kuadrat eror
74364,7300
Taraf signifikansi () = 5%

SAR
128,3035
0,0842
-3,0008
-0,9627
-7,3893
0,9570
0,3048
53566,7820

Pada Tabel 3.11 dapat dilihat bahwa model SAR memiliki nilai R 2 sebesar
95,70% dan jumlah kuadrat eror yang kecil dar model OLS yaitu sebesar 53566,782.
Jumlah variabel yang berpengaruh pada OLS dan SAR adalah sama yaitu jumlah

40

penduduk prasejahtera (X1), jumlah sekolah (X2) dan Rasio anak bersekolah dengan
ATB di bawah 15 tahun (X4) sedangkan pada jumlah anak yang bekerja usia kurang
15 tahun (X3) tidak menjadi variabel yang mempengaruhi di dalam pemodelan kasus
anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun di kota Medan.

41

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Model SAR adalah model regresi spasial yang digunakan karena pada kasus anak
putus sekolah usia di bawah 15 tahun di kota Medan hanya bergantung pada lag
saja.
2. Model SAR di setiap kecamatan adalah berbeda satu dengan yang lain karena
memliki ketergantungan spasial yang berbeda-beda.
3. Koefisien determinasi pada model SAR sebesar 95,70% dan jumlah kuadrat eror
sebesar 53566,782.
4. Semakin banyak jumlah tetangga pada suatu kecamatan relatif mengakibatkan
semakin sedikitnya jumlah anak tidak bersekolah di kecamatan tersebut.

4.2 Saran

Berikut saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian:


1. Dari model yang di hasilkan, perlunya penambahan jumlah sekolah SD untuk
mengurangi jumlah anak tidak bersekolah di bawah usia 15 tahun, khususnya di
kecamatan M. Belawan yang merupakan kecamatan yang paling banyak jumlah
anak yang putus sekolahnya.
2. Dalam penulisan tugas akhir ini, faktor sosial tidak diteliti sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi ATB di bawah usia 15 tahun. Dalam penelitian selanjutnya
perlu menambahkan faktor sosial agar diharapkan nilai R2 semakin besar.

42

3. Regresi spasial dengan pendekatan area yang digunakan peneliti adalah Spatial
Autoregresive Model (SAR). Dengan menambahkan faktor lain didalam penelitian
selanjutnya memungkinkan model spasial dengan pendekatan area yang lain
seperti Spatial Error Model (SEM) atau SARMA dapat digunakan.
4. Matriks ketetanggaan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan matrik Queen Contiguity, peneliti selanjutnya dapat menggunakan
matrik Rook Contiguity sebagai matriks penimbang.

43

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L., Syabri, I., dan Youngihn, K. 2004. GeoDa: An Introduction to Spatial
Data Analysis. Urbana: University of Illinois.
Cristhopher S. F. 2011. Spatial Regression. CSDE Statistics Workshop. University of
Washington.
Halim., S., Anastasya, S., Evalina, A., Tobing, A. F. 2008. Penentuan harga jual
hunian pada apartemen di Surabaya dengan menggunakan metode regresi
spasial. Jurnal Teknik Industri 10(2): hal. 151-157.
LeSage, J. P. 1998. Spatial Econometrics. Departement of Economics.
University of Toledo.
Safrizal, M. R. 2011. Prosedur Generalized Spatial Two Stage Least Squares untuk
Mengestimasi Model Spatial Autoregressive With Autoregressive Disturbances
Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Timur.
Surabaya: Program Magister FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.
Septiana, L. dan Wulandari, S.P. 2009. Pemodelan Remaja Putus Sekolah Usia SMA
di Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Metode Regresi Spasial.
digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16199-Cover_id-pdf.pdf.
Ward, M.D. dan Gleditsch. 2007. An Introduction to Spatial Regression Models in the
Social Sciences. Barcelona, Seattle, San Diego, Oslo, & Colchester.
www.tribunnews.com/2012/06/11/14.901-siswa-putus-sekolah-di-sumut.
tanggal 10 Desember, 2012.

di

akses

44

LAMPIRAN A: Model SAR Setiap Kecamatan di Kota Medan

y1 128,3035 0.1524 y 2 0.1524 y10 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4


y 2 128,3035 0.0508 y1 0.0508 y 3 0.0508 y 6 0.0508 y 7
0.0508 y8 0.0508 y10 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4

y 3 128,3035 0.1016 y 2 0.1016 y 4 0.1016 y 6 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4


y 4 128,3035 0.061y 3 0.061y 5 0.061y 6 0.061y16
0.061y17 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4

y 5 128,3035 0.1016 y 4 0.1016 y 6 0.1016 y16 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4


y 6 128,3035 0.0381y 2 0.0381y 3 0.0381y 4 0.0381y 5 0.0381y 7
0.0381y14 0.0381y15 0.0381y16 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 7 128,3035 0.061y 2 0.061y 6 0.061y 8 0.061y13
0.061y14 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 8 128,3035 0.061y 2 0.061y 7 0.061y 9 0.061y10
0.061y13 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 9 128,3035 0.076 y8 0.076 y10 0.076 y11 0.076 y13
0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 10 128,3035 0.061y1 0.061y 2 0.061y8 0.061y 9
0.061y11 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 11 128,3035 0.076 y 9 0.076 y10 0.076 y12 0.076 y13
0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 12 128,3035 0.061y11 0.061y13 0.061y14 0.061y15
0.061y18 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 13 128,3035 0.0508 y 7 0.0508 y8 0.0508 y 9 0.0508 y11
0.0508 y12 0.0508 y14 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 14 128,3035 0.061y 6 0.061y 7 0.061y12 0.061y13
0.061y15 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 15 128,3035 0.0508 y 6 0.0508 y12 0.0508 y14 0.0508 y16
0.0508 y17 0.0508 y18 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4

45

y 16 128,3035 0.061y 4 0.061y 5 0.061y 6 0.061y15


0.061y17 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4

y17 128,3035 0.1016 y 4 0.1016 y15 0.1016 y16 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y18 128,3035 0.076 y12 0.076 y15 0.076 y19 0.076 y 20
0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y19 128,3035 0.1016 y18 0.1016 y 20 0.1016 y 21 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
y 20 128,3035 0.1016 y18 0.1016 y19 0.1016 y 21 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4

y 21 128,3035 0.1524 y19 0.1524 y 20 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4

46

LAMPIRAN B: Tabel Perbandingan Residual pada OLS dan SAR


OLS
No

SAR
e2

e2

150

158.00222

-8.0022

64.035525

172.756993

-22.757

517.88073

234

311.06802

-77.068

5939.4797

257.520238

-23.52

553.2016

96

89.48374

6.51626

42.461644

25.683101

70.3169

4944.4663

293

304.00404

-11.004

121.0889

269.087726

23.9123

571.79685

96

24.88286

71.1171

5057.6476

53.285344

42.7147

1824.5418

68

-24.32712

92.3271

8524.2971

2.792762

65.2072

4251.9839

92

108.928

-16.928

286.55718

103.237735

-11.238

126.28669

128

182.84924

-54.849

3008.4391

153.259546

-25.26

638.04466

18

-113.7454

131.745

17356.85

-64.2335

82.2335

6762.3485

10

143

201.28656

-58.287

3397.3231

194.570519

-51.571

2659.5184

11

376

295.05188

80.9481

6552.5981

262.335817

113.664

12919.546

12

227

206.89318

20.1068

404.28421

230.958287

-3.9583

15.668036

13

57

27.1037

29.8963

893.78875

48.18451

8.81549

77.712864

14

202

215.70342

-13.703

187.78372

194.729373

7.27063

52.862017

15

135

180.14626

-45.146

2038.1848

189.615619

-54.616

2982.8658

16

140

224.14582

-84.146

7080.519

194.478453

-54.478

2967.9018

17

249

314.80082

-65.801

4329.7479

284.375028

-35.375

1251.3926

18

464

480.82666

-16.827

283.13649

489.590529

-25.591

654.87517

19

643

589.49064

53.5094

2863.2516

660.063896

-17.064

291.17655

20

685

672.97914

12.0209

144.50108

716.997271

-31.997

1023.8254

21

946

869.91614

76.0839

5788.7538

853.919136

92.0809

8478.8855

Jumlah

74364.73

53566.782

47

LAMPIRAN C: Hasil Output dari Program OpenGeoda

Regression
SUMMARY OF OUTPUT: ORDINARY LEAST SQUARES ESTIMATION
Data set

: admin3

Dependent Variable

Y Number of Observations: 21

Mean dependent var :

259.143 Number of Variables : 5

S.D. dependent var

234.134 Degrees of Freedom : 16

R-squared

: 0.937226 F-statistic

59.7207

Adjusted R-squared

: 0.921533 Prob(F-statistic)

: 2.049e-009

Sum squared residual :

72265.1 Log likelihood

: -115.305

Sigma-square

4516.57 Akaike info criterion

240.61

S.E. of regression

67.2054 Schwarz criterion

245.833

Sigma-square ML

3441.2

S.E of regression ML :

58.6617

----------------------------------------------------------------------Variable

Coefficient

Std.Error

t-Statistic

Probability

----------------------------------------------------------------------CONSTANT

165.8063

68.5434

X1

0.1140673

0.01353434

X2

-4.774384

1.701349

-2.806235

X3

-1.316867

1.262511

-1.043054 0.3124279

2.220894

-3.445393 0.0033258

X5

-7.651852

2.418998

0.0278451

8.427988 0.0000003

-----------------------------------------------------------------------

0.0126772

48

REGRESSION DIAGNOSTICS
MULTICOLLINEARITY CONDITION NUMBER 12.069651
TEST ON NORMALITY OF ERRORS
TEST

DF

VALUE

Jarque-Bera

1.471593

PROB
0.4791237

DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY


RANDOM COEFFICIENTS
TEST

DF

Breusch-Pagan test

VALUE

Koenker-Bassett test 4

PROB

1.806

0.7713845

2.572461

0.6317092

SPECIFICATION ROBUST TEST


TEST
White

DF
14

VALUE

PROB

17.7973

0.2161695

DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE


FOR WEIGHT MATRIX : admin3.gal
(row-standardized weights)
TEST

MI/DF

VALUE

Moran's I (error)

0.127325

N/A

Lagrange Multiplier (lag)

5.9334893

0.0148558

Robust LM (lag)

5.2510548

0.0219335

Lagrange Multiplier (error)

0.6933650

0.4050222

Robust LM (error)

0.0109306

0.9167335

Lagrange Multiplier (SARMA) 2

5.9444199

PROB
N/A

0.0511901

========================= END OF REPORT ==============================

49

Regression
SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL LAG MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION
Data set

: admin3

Spatial Weight

: admin3.gal

Dependent Variable :

Y Number of Observations

: 21

Mean dependent var :

259.143 Number of Variables

: 6

S.D. dependent var

234.134 Degrees of Freedom

: 15

Lag coeff. (Rho)

: 0.304814

R-squared

: 0.956995 Log likelihood

: -111.584

Sq. Correlation

:-

Akaike info criterion

235.167

Sigma-square

2357.49 Schwarz criterion :

241.434

S.E of regression :

48.554

----------------------------------------------------------------------Variable

Coefficient

Std.Error

z-value

Probability

----------------------------------------------------------------------W_Y

0.3048144

CONSTANT 128.3035

0.09926653

3.070667 0.0021360

50.59147

2.536069

0.0112105
0.0000000

X1

0.08421594 0.01379471

6.104945

X2

-3.000773

1.339871

-2.239599 0.0251169

X3

-0.9627318

0.9174996

-1.049299 0.2940404

X5

-7.389294

1.606955

-4.59832

-----------------------------------------------------------------------

0.0000043

50

REGRESSION DIAGNOSTICS
DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY
RANDOM COEFFICIENTS
TEST

DF

Breusch-Pagan test

VALUE
1.388285

PROB
0.8462286

DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE


SPATIAL LAG DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : admin3.gal
TEST

DF

Likelihood Ratio Test

VALUE
7.443377

PROB
0.0063670

========================= END OF REPORT ==============================

Regression
SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL ERROR MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD
ESTIMATION
Data set

: admin3

Spatial Weight

: admin3.gal

Dependent Variable

Y Number of Observations: 21

Mean dependent var : 259.142857 Number of Variables : 5


S.D. dependent var

: 234.134330 Degrees of Freedom : 16

Lag coeff. (Lambda)

: 0.687965

R-squared

: 0.952868 R-squared (BUSE)

:-

Sq. Correlation

:-

: -113.918531

Sigma-square

S.E of regression :

Log likelihood

2583.75 Akaike info criterion :

237.837

50.8306 Schwarz criterion

243.06

51

----------------------------------------------------------------------Variable

Coefficient

Std.Error z-value

Probability

----------------------------------------------------------------------CONSTANT

132.2869

74.68421

1.771283

0.0765135

X1

0.09784754

0.01451933 6.739122

0.0000000

X2

-2.872564

1.309913

-2.192942 0.0283114

X3

-1.305787

0.9120519

-1.431703 0.1522291

X5

-6.118617

1.776425

-3.444342 0.0005725

0.6879645

0.1549486

4.439954 0.0000090

LAMBDA

-----------------------------------------------------------------------

REGRESSION DIAGNOSTICS
DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY
RANDOM COEFFICIENTS
TEST
Breusch-Pagan test

DF
4

VALUE
4.051938

PROB
0.3990224

DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE


SPATIAL ERROR DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : admin3.gal
TEST

DF

Likelihood Ratio Test

VALUE
2.773422

PROB
0.0958411

========================= END OF REPORT ==============================

Anda mungkin juga menyukai