Laporan Analisis Farmasi
Laporan Analisis Farmasi
METODE KERJA
III. 1 Metode Analisis
III.1.2 Analisis Kuantitatif
Reaksi diazotasi
didasarkan
pada
pembentukan
garam
kotrimoksazol
dimasukkan
ke
dalam
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Indikator
Volume
Titran
Kotrimoksazol
290 mg
Tropeolin oo dan
Metilen Biru (5 : 5)
20,8 ml
Titik Akhir
Titrasi
Tidak mengalami
perubahan warna
(dari biru muda ke
biru muda)
Perubahan Warna
Korek api
Vanilin
Kristal dengan
Schweitzer
Kristal hijau
IV. 2 Perhitungan
a. Berat sampel =
digerus
Berat kotrimoksazol =
200 mg
400 mg x 5
x 2900 mg
b. % kadar =
V x N x BE
W (mg)
% kadar kotrimoksazol =
20,8 ml x o , 1 N x 253,28
x 100 %
290 mg
% kadar kotrimoksazol =
52,6824 ml . N
290 mg
x 100 %
NaCl + HNO2
HNO2 + HCl
Cl2N
+ H2O
b. Trimetoprim
2NaNO2 + 2HCl
2NaCl + 2HNO2
+ 2HNO2 + 2HCl
N2Cl
+
H2O
N2Cl
BAB V
PEMBAHASAN
Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang petama digunakan secara sistemik
untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Sulfonamid
mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun kurang kuat dibandingkan
dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan
obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi
dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakteriosid. Obat golongan ini yaitu
sulfanilamid, sulfadiazin, sulfametoksazol, sulfisoksazol, dan ftalilsulfatiazol.
Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan
trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja
suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh adanya kelebihan asam
nitrit. Indikator tropeolin oo yang digunakan sebab indikator ini memiliki struktur
dengan cincin aromatis yang dapat bereaksi dengan asam nitrit sedangkan metilen
biru sebagai pengontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi
perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi.
Percobaan ini harus dilakukan pada suhu kurang dari 15oC, hal ini
dilakukan karena asam nitrit yang dibentuk dari natrium nitrit dan suatu asam
klorida tidak stabil dan mudah terurai dalam suhu kamar. Selain itu garam
diazonium yang terbentuk pada hasil reaksi juga tidak stabil. Tetapi pada
praktikum ini kami tidak mengukur suhunya, hanya dimasukkan es batu ke dalam
larutan. Titrasi pembentukan garam diazonium berjalan lambat, tetapi kami disini
tidak menggunakan katalisator untuk mempercepat reaksi contohnya KBr.
Hasil perhitungan kadar kotrimoksazol didapatkan 181,662 %.
Berdasarkan literatur Farmakope Indonesia edisi IV kadar kotrimoksazol yaitu 93
107 %. Hal ini dikarenakan karena volume titran yang digunakan 20,8 ml.
Sedangkan untuk analisis kuantitatif menggunakan reaksi korek api
reaksi vanilin, dan reaksi kristal dengan Shweitzer. Pada reaksi korek api, sampel
berwarna merah dan sesuai dengan literatur, sedangkan reaksi vanilin sampel juga
membentuk warna merah yang sesuai dengan literatur. Dan reaksi kristal dengan
Schweitzer, larutan berwarna hijau.
Kesalahan yang terjadi selama praktikum ini khususnya analisis
kotrimoksazol secara kuantitatif yaitu perbandingan indikator yang digunakan
antara TOO dan MB 5 : 5, seharusnya 5 : 2 dan pengukuran suhu yang tidak
dilakukan sehingga tidak terjadinya perubahan warna menjadi hijau toska dan
volume titran yang digunakan yaitu 20,8 ml sehingga kadarnya pun melebihi
kadar literatur.