Anda di halaman 1dari 7

BAB III

METODE KERJA
III. 1 Metode Analisis
III.1.2 Analisis Kuantitatif
Reaksi diazotasi

didasarkan

pada

pembentukan

garam

diazonium dari gugusan amin aromatis primer yang direaksikan


dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara
mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam (HCl).
III.1.3 Analisis Kualitatif
a. Reaksi korek api
Pembentukan warna merah pada serbuk kotrimoksazol
didasarkan pada pencelupan korek api ke dalam larutan HCl(P).
b. Reaksi Vanilin
Pembentukan warna merah pada larutan kotrimoksazol
setelah ditmbahkan dengan H2SO4(P) dan serbuk vanilin
kemudian larutan dipanaskan.
c. Reaksi kristal dengan Schweitzer
Pembentukan kristal hijau didasarkan pada penambahan
CuSO4 dan NH4OH pada serbuk kotrimoksazol.

III.2 Alat dan Bahan


III.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu buret, botol
semprot, erlenmeyer, gegep, gelas kimia, gelas ukur, klem, pipet
tetes, statif, dan tabung reaksi.
III.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu amonium
hidroksida (NH4OH), aquadest, asam klorida (HCl), asam sulfat
(H2SO4), es batu, indikator metilen biru, indikator tropeolin OO,
natrium nitrit (NaNO2), dan tembaga (II) sulfat (CuSO4).

III.3 Cara Kerja


III.3.1 Analisis Kuantitatif Metode Diazotasi
1. Semua alat dan bahan disiapkan
2. Serbuk korimoksazol ditimbang sebanyak 290 mg menggunakan
timbangan analitik.
3. Serbuk kotrimoksazol ditambahkan dengan HCl encer sebanyak
5 tetes kemudian dilarutkan dengan aquadest 25 ml di dalam
gelas kimia.
4. Kemudian larutan

kotrimoksazol

dimasukkan

ke

dalam

erlenmeyer dan dititrasi dengan NaNO2


5. Mengamati titik akhir titrasi ( hijau toska)
III.3.2 Analisis Kualitatif
a. Reaksi korek api
1. Semua alat dan bahan disiapkan
2. Korek api dicelup dalam larutan HCl (P), setelah itu dicelup di
serbuk kotrimokzol
3. Terjadi perubahan warna merah
b. Reaksi Vanilin
1. Semua alat dan bahan disiapkan
2. Serbuk kotrimoksazol dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
3. Setelah itu ditambahkan H2SO4(P) dan serbuk vanilin.
4. Kemudian dipanaskan dan terjadi pembentukan warna
menjadi merah
c. Reaksi Kristal dengan Schweitzer
1. Semua alat dan bahan disiapkan
2. Serbuk kotrimoksazol dimasukkan ke dalam tabung reaksi
3. Setelah itu ditambahkan CuSO4 dan NH4OH.
4. Terbentuk kristal hijau

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

IV. 1 Data Pengamatan


IV.1.1 Tabel analisis secara kuantitaif
Sampel

Indikator

Volume
Titran

Kotrimoksazol
290 mg

Tropeolin oo dan
Metilen Biru (5 : 5)

20,8 ml

Titik Akhir
Titrasi
Tidak mengalami
perubahan warna
(dari biru muda ke
biru muda)

IV.1.2 Tabl analisis secara kualitatif


Reaksi

Bahan yang Digunakan

Perubahan Warna

Korek api dan larutan


HCl P
H2SO4 P dan serbuk
vanilin

Korek api
Vanilin
Kristal dengan
Schweitzer

terbentuk warna merah


Terbentuk warna merah

CuSO4 dan NH4OH

Kristal hijau

IV. 2 Perhitungan
a. Berat sampel =

berat yang dibutuhkan


berat pada etiket x tablet

x berat serbuk yang

digerus
Berat kotrimoksazol =

200 mg
400 mg x 5

x 2900 mg

Berat kotrimoksazol = 290 mg

b. % kadar =

V x N x BE
W (mg)

% kadar kotrimoksazol =

20,8 ml x o , 1 N x 253,28
x 100 %
290 mg

% kadar kotrimoksazol =

52,6824 ml . N
290 mg

x 100 %

% kadar kotrimoksazol = 181,662 %


IV.3 Reaksi
a. Sulfametoksazol
NaNO2 + HCl

NaCl + HNO2

HNO2 + HCl
Cl2N
+ H2O
b. Trimetoprim
2NaNO2 + 2HCl

2NaCl + 2HNO2

+ 2HNO2 + 2HCl

N2Cl
+

H2O

N2Cl

BAB V
PEMBAHASAN
Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang petama digunakan secara sistemik
untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Sulfonamid
mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun kurang kuat dibandingkan
dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan
obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi
dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakteriosid. Obat golongan ini yaitu
sulfanilamid, sulfadiazin, sulfametoksazol, sulfisoksazol, dan ftalilsulfatiazol.
Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan
trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja

lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Kotrimoksazol merupakan


pengobatan yang efektif untuk infeksi-infeksi seperti: saluran kemih, alat kelamin
(prostatitis), saluran cerna, dan pernapasan (bronchitis) sehingga pengawasan
terhadap zat berkhasiat kotrimoksazol perlu dijaga karena jika tidak memenuhi
persyaratan dapat mengakibatkan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan.
Kotrimoksazol dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
secara kuantitatif berupa metode diazotasi, bromometri, dan titrasi bebas air.
sedangkan analisis secara kualitatif beupa metode reaksi korek api, reaksi parri,
reaksi DAB HCl, reaksi vanilin, dan reaksi kristal dengan Schweitzer. Tetapi pada
praktikum ini hanya mengguanakan metode diazotasi sebagai analisis
kuantitatifnya sedangkan untuk analisis kualitatifnya digunakan reaksi korek api,
reaksi vanilin dan reaksi krista dengan Schweitzer.
Analisis secara kuantitatif dengan nitritometri yang merupakan penetapan
kadar dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Nitritometri disebut juga
dengan metode titrasi diazotasi. Reaksi diazotasi merupakan reaksi pembentukan
diazonium dari reaksi antara senyawa yang memiliki gugus amin primer aromatis
bebas dengan HNO2. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan
dari ungu menjadi hijau kebiruan, bila menggunakan indikator dalam (tropeolin
oo dan metilen biru.
Pada praktikum ini larutan NaNO2 digunakan supaya bereaksi dengan
asam klorida (HCl) agar membebaskan HNO2. HNO2 nanti akan bereaksi dengan
gugus amin primer aromatis dan akan menghasilkan garam diazonium. Indikator
yang digunakan adalah larutan metilen biru dan tropeolin oo (indikator dalam),
dengan perbandingan yang digunakan yaitu 5 : 5 seharusnya perbandingannya 2 :
5. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna merah dalam

suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh adanya kelebihan asam
nitrit. Indikator tropeolin oo yang digunakan sebab indikator ini memiliki struktur
dengan cincin aromatis yang dapat bereaksi dengan asam nitrit sedangkan metilen
biru sebagai pengontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi
perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi.
Percobaan ini harus dilakukan pada suhu kurang dari 15oC, hal ini
dilakukan karena asam nitrit yang dibentuk dari natrium nitrit dan suatu asam
klorida tidak stabil dan mudah terurai dalam suhu kamar. Selain itu garam
diazonium yang terbentuk pada hasil reaksi juga tidak stabil. Tetapi pada
praktikum ini kami tidak mengukur suhunya, hanya dimasukkan es batu ke dalam
larutan. Titrasi pembentukan garam diazonium berjalan lambat, tetapi kami disini
tidak menggunakan katalisator untuk mempercepat reaksi contohnya KBr.
Hasil perhitungan kadar kotrimoksazol didapatkan 181,662 %.
Berdasarkan literatur Farmakope Indonesia edisi IV kadar kotrimoksazol yaitu 93
107 %. Hal ini dikarenakan karena volume titran yang digunakan 20,8 ml.
Sedangkan untuk analisis kuantitatif menggunakan reaksi korek api
reaksi vanilin, dan reaksi kristal dengan Shweitzer. Pada reaksi korek api, sampel
berwarna merah dan sesuai dengan literatur, sedangkan reaksi vanilin sampel juga
membentuk warna merah yang sesuai dengan literatur. Dan reaksi kristal dengan
Schweitzer, larutan berwarna hijau.
Kesalahan yang terjadi selama praktikum ini khususnya analisis
kotrimoksazol secara kuantitatif yaitu perbandingan indikator yang digunakan
antara TOO dan MB 5 : 5, seharusnya 5 : 2 dan pengukuran suhu yang tidak
dilakukan sehingga tidak terjadinya perubahan warna menjadi hijau toska dan

volume titran yang digunakan yaitu 20,8 ml sehingga kadarnya pun melebihi
kadar literatur.

Anda mungkin juga menyukai