1. Uji biuret
Uji Biuret merupakan salah satu uji bahan makanan yang mengandung protein. Fungsi uji biuret
adalah untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada sampel. Biuret merupakan reagen campuran antara
NaOH dan CuSO4 yang digunakan untuk menguji adanya kandungan protein. Bahan makanan yang
mengandung protein akan berubah warna menjadi ungu setelah ditetesi biuret.
Metode biuret ini merupakan metode yang baik untuk menentukan kandungan larutan protein
karena seluruh protein mengandung ikatan peptida. Reaksi uji biuret juga dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi protein karena semakin banyak kandungan protein, maka semakin banyak pula
peptida yang berikatan dengan ion Cu2+, sehingga warna ungu akan semakin pekat. Uji ini
menggunakan reagen biuret yang mengandung NaOH dan CuSO4 encer. Reagen biuret akan bereaksi
dengan ikatan peptida protein pada sampel. Adanya protein sampel ditunjukkan perubahan sampel
menjadi warna ungu. Pembentukan warna disebabkan karena adanya kompleks ion Cu2+ dengan ikatan
peptida protein.
1. Masukkan bahan yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
3. Tetesi larutan diatas dengan 1-10 tes CuSO4 0,1 % dengan menggunakan pipet.
Uji positif menghasilkan kompleks Cu berwarna ungu. Hal ini menunjukkan adanya ikatan
peptida dalam protein. Semakin banyak/semakin panjang ikatan peptida dalam protein maka warna ungu
akan semakin kuat intensitasnya.
2. Uji xantoprotein
Uji Xantoprotein adalah uji untuk menentukan apakah suatu protein mengandung gugus
benzena (cincin fenil). Uji kualitatif pada protein yang digunakan untuk menunjukkan
keberadaan gugus benzene. Metode analisis protein ini menggunakan larutan asam nitrat pekat,
yang merupakan salah satu asam pekat.
Prinsip Kerja/Prosedur
Larutan asam nitrat ditambahkan dengan ke dalam larutan protein. Setelah kedua larutan
tersebut tercampur maka akan terjadi reaksi ini sehingga terbentuk endapan berwarna putih.
Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan terhadap larutan tersebut, pada tahapan ini endapan
berwarna putih akan berubah warna menjadi kuning. Reaksi perubahan yang terjadi tersebut
disebut nitrasi pada inti dari benzena yang terdapat pada molekul dari protein.
Hasil positif pada uji xantoprotein adalah munculnya gumpalan atau cincin warna kuning. Pada
uji ini, digunakan larutan asam nitrat yang berfungsi untuk memecah protein menjadi gugus benzena.
Asam amino yang menunjukkan reaksi positif untuk uji ini, yaitu tyrosin, phenilalanin dan tryptophan.
Protein yang mengandung residu asam amino dengan radikal fenil dalam struktur kimianya (protein yang
mengandung asam amino fenilalanin atau tirosin) jika ditambahkan dengan asam nitrat pekat akan
terbentuk gunpalan warna putih. Pada pemanasan, warna gumpalan putih tersebut akan berubah menjadi
kuning yang akhirnya berubah menjadi jingga jika ditambah dengan larutan basa. Sebenarnya, proses ini
dapat terjadi jika kulit terkena asam nitrat pekat, yang segera menjadi kuning karena terjadinya proses
nitrasi inti benzena pada asam amino penyusun kulit. Pada senyawa yang bukan asam amino akan
memberikan hasil negatif, seperti kolagen dan gelatin.
3. uji ninhidrin
Uji Ninhidrin atau tes ninhidrin adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino dalam
zat yang di uji. Dalam uji ini digunakan larutan ninhidrin untuk mendeteksi semua jenis asam amino.
Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi
gugus amina dalam molekul asam amino.
Ninhidrin adalah suatu senyawa oksidator kuat yang apabila bereaksi dengan asam α amino akan
menghasilkan warna ungu. Reaksi ini terjadi dengan senyawa amin primer dan ammonia tanpa
pembebasan CO. Reaksi ninhidrin digunakan untuk mengetahui adanya kandungan asam α-
amino
Pada reaksi diatas ninhidrin ditambah asam alfa amino menghasilkan ninhidrin tereduksi dan
NH3, karbondioksida dan gugus aldehidnya lepas ke lingkungan. Kemudian ninhidrin tereduksi
dan NH3 ditambah ninhidrin baru diproses secara kondensasi menghasilkan garam diketo-
hydrihalide-diketo-hydramine yang menyebabkan warna ungu.
Prinsip kerja uji ninhidrin ini adalah menguji ada atau tidaknya protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang
terkandung didalamnya, dimana asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin dan
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Reaksi ini terjadi dengan senyawa amin primer
dan ammonia tanpa pembebasan CO.
Asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah
dan melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang telah bereaksi akan membentuk
hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna biru/keunguan yang
disebabkan oleh molekul ninhidrin dan hidrindantin yang yang bereaksi dengan NH3 setelah
asam amino tersebut dioksidasi.
4. Uji milon
Uji millon merupakan uji atau analisis pada makromolekul protein berupa derivate
monofenol yaitu tirosin. Dalam uji millon digunakan suatu pereaksi yang akan mendeteksi
keberadaan protein terlarut. Pereaksi ini disebut sebagai pereaksi millon. Pereaksi millon adalah
pereaksi yang terdiri dari larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat dengan cara
melarutkan logam raksa (Hg) dalam asam nitrat (HNO3) lalu diencerkan dengan air. Reaksi yang
mendasari pada uji millon adalah protein yang ditambahkan garam merkuri maka akan terjadi
koagulasi. Dengan adanya pemanasan reaksi akan berlangsung lebih cepat dan endapan akan
berubah menjadi senyawa kompleks apabila adanya gugus aromatik dalam sampel protein.
Tirosin merupakan asam amino yang mengandung gugus fenol pada rantai sampingnya (gugus
R).
Langkah kerja:
1. Masukkan 2 ml bahan yang akan diuji ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan dengan 5 tetes pereaksi millon.
3. Panaskan dengan hati-hati.
4. Perhatikan perubahan warna yang terjadi.
Apabila pereaksi millon ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan
putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk
fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
Protein ini mengandung tirosin akan memberikan hasil positif. Perbedaan antara asam nitrat
pekat (uji xanthoprotein) dengan pereaksi millon adalah pada uji xanthoprotein yang diuji adalah
semua asam amino aromatik yaitu tirosin, fenilalanin, dan triptofan. Sedangkan pada uji millon
yang diuji hanya tirosin saja.
Prinsip dari uji millon adalah reaksi yang digunakan khusus untuk protein yang mengandung
asam dengan radikal hidroksil fenil sebagai penyusunnya. Reaksi millom khusus untuk protein
yang struktur kimianya mengandung residu tirosin.
Uji millon umumnya digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino tirosin pada suatu
zat. Uji millon bekerja terhadap derivat-derivat monofenol seperti tirosin. Tirosin akan ternitrasi
oleh asam nitrat sehingga memperoleh penambahan gugus N=O, gugus tersebut secara reversibel
(bolak-balik) dapat berubah menjadi N-OH (hidroksifenil). Merkuri dalam pereaksi millon akan
bereaksi dengan gugus hidroksifenil dari tirosin membentuk warna merah. Uji millon tidak
spesifik untuk asam amino tirosin. Semua senyawa yang mengandung gugus fenol akan positif
dengan uji ini.
Catatan:
Uji millon tidak spesifik untuk asam amino tirosin. Semua senyawa yang mengandung gugus
fenol akan positif dengan uji ini. Bahan-bahan yang mengandung senyawa fenol seperti minyak
cengkeh dan cairan pembasmi rumput dapat menunjukkan hasil positif dengan uji millon,
padahal bahan-bahan tersebut tidak mengandung tirosin.
B. Analisa Kuantitatif
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi
dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang
terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara
titrasi.
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p.,
akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang
dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat
dengan perbandingan (1 : 1) Pembuatan reagen Lowry B :Campurkan 2% natrium
karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1
ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%. Penetapan Kadar.
A. Pembuatan kurva baku.
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat
seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut : Tambahkan
ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit,
kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit.
Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai
blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
B. Penyiapan Sampel.
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan
dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis
proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan).
Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan
kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu
dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8
ml reagen Lowry A sampai seterusnya.