elevasi
Pemeriksaan
Inspeksi dan palpasi prekordium : sela iga II,
ventrikel kanan dan kiri, iktus kordis ( diameter,
lokasi, amplitudo, durasi ).
Palpasi iktus kordis. Auskultasi dengan bagian bel
dari stetostop.
Auskultasi daerah trikuspidalis dengan bagian bel
dari stetostop.
Dengarkan sepanjang tepi sternum kiri dan di apeks
A. Inspeksi
Inspeksi dada terutama untuk rnencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya asimetri bentuk
rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal dalam jangka panjang. Asimetri
dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama dengan penyebab kelainan jantung (misalnya
prolaps katup mitral, gangguan katup aorta pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi
akibat dari adanya kelainan jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.
Kelainan dada akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk :
1. Kifosis : tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral. Sering terjadi pada kelainan jantung,
misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau PDA (Patent Ductus Arteriosus). Sering disertai
dengan perubahan membusur ke belakang (kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan
merubah anatomi jantung.
2. Voussure cardiaque : penonjolan bagian depan hemitoraks kiri. Hampir selalu terdapat pada
kelainan jantung bawaan atau karena demam rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas
jantung yang berlebihan pada masa pertumbuhan.
Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada sebagian besar
orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks menyentuh dinding dada saat sistolik
pada sela iga 5 di sebelah medial linea midklavikularis sinistra.
B. Palpasi
Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi)
dan mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis . Palpasi dilakukan dengan cara : meletakkan
permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan IV atau dengan
meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk meraba thrill. Identifikasi BJ1 dan
BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan memberikan tekanan ringan pada iktus.
Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah pasien untuk berbaring sedikit
miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali lakukan palpasi. Jika iktus tetap belum
teraba, mintalah pasien untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian menahan nafas
sebentar. Pada saat memeriksa pasien wanita, mammae akan menghalangi pemeriksaan
palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah bantuan tangan pasien bila perlu.
Setelah iktus ditemukan, karakteristik iktus dinilai dengan menggunakan ujung-ujung jari
dan kemudian dengan 1 ujung jari. Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat tidak
teraba, misalnya pada obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior kavum thorax
lebar atau bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan normal hanya impuls dari
apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks lebih mencolok. Apeks dan
ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral karena adanya pembesaran jantung atau dorongan
dari paru (misalnya pada pneumotorak sinistra). Pada kondisi patologis tertentu, impuls yang
paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti misalnya pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi
arteri pulmonalis dan aneurisma aorta.
Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi, diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks
pada iktus.
1. Lokasi : dinilai aspek vertikal (biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek horisontal (berapa cm
dari linea midsternalis atau midklavikularis). Iktus bisa bergeser ke atas atau ke kiri pada
kehamilan atau diafragma kiri letak tinggi. Iktus bergeser ke lateral pada gagal jantung kongestif,
kardiomiopati dan penyakit jantung iskemi.
2. Diameter : pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan tidak melebihi 1
sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Pelebaran iktus menunjukkan
adanya pelebaran ventrikel kiri.
3. Amplitudo : amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat. Peningkatan
amplitudo terjadi pada dewasa muda, terutama saat tereksitasi atau setelah aktifitas fisik berat,
tapi durasi impuls tidak memanjang.Peningkatan amplitudo impuls terjadi pada hipertiroidisme,
anemia berat, peningkatan tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau peningkatan
volume ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral). Impuls hipokinetik terjadi pada
kardiomiopati.
4. Durasi : untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan auskultasi pada
apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil mempalpasi impuls apeks.
Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi sistole atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut
sampai terdengar BJ2.
Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh dinding
dada, terutama jika terdapat peningkatan aktifitas ventrikel, pembesaran ventrikel atau
ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tak teraba, kecuali
pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan akan menyentuh dinding dada
(ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang gerakan jantung teraba sebagai gerakan kursi
goyang(ventricular heaving ) yang akan mengangkat jari pemeriksa pada palpasi.
Gerakan jantung kadang teraba di bagian basis, yang biasanya disebabkan oleh gerakan
aorta (pada aneurisma aorta atau regurgitasi aorta), gerakan arteri pulmonalis (pada hipertensi
pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang disebut tapping.
Thrill (getaran karena adanya bising jantung) sering dapat diraba. Bising jantung dengan
gradasi 3-4 biasanya dapat teraba sebagai thrill. Sensasi yang terasa adalah seperti meraba
leher kucing. Bila pada palpasi pertama belum ditemukan adanya thrill sedangkan pada
auskultasi terdengar bising jantung derajat 3-4, kembali lakukan palpasi pada lokasi
ditemukannya bising untuk mencari adanya thrill. Thrill sering menyertai bising jantung yang
keras dan kasar seperti yang terjadi pada stenosis aorta, Patent Ductus Arteriosus, Ventricular
Septal Defect, dan kadang stenosis mitral.
C. Auskultasi
Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-perubahan dinamis akibat
aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi yang diakibatkan
oleh adanya kelainan struktur jantung dan perubahan-perubahan aliran darah yang ditim bulkan
selama siklus jantung. Untuk dapat mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan
tepat, mahasiswa perlu mempunyai dasar pengetahuan tentang siklus jantung.
Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang timbul
akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :
1. BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup mitral,
getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup semiluner mulai terbuka.
Pada keadaan normal terdengar tunggal.
2. BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun pulmonalis.
Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang bervariasi
dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
3. BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid filling
phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda (fisiologis)
atau keadaan dimana komplians otot ventrikel menurun (hipertrofi/ dilatasi).
4. BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang kompliansnya
menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya fibrilasi atrium maka bunyi
jantung 4 tak terdengar.
Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi tersebut
didengar. M1 berarti bunyi jantung satu di daerah mitral, P2 berarti bunyi jantung kedua di daerah pulmonal. Bunyi jantung 1 normal akan terdengar jelas di daerah apeks, sedang bunyi
jantung 2 dikatakan mengeras jika intensitasnya terdengar sama keras dengan bunyi jantung 1
di daerah apeks.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
Bunyi jantung 1 dapat terdengar terpisah (split) jika asinkroni penutupan katup mitral dan
trikuspid lebih mencolok, misalnya pada RBBB (Right Bundle Branch Block) atau hipertensi
pulmonal. Bunyi jantung 2 akan terdengar terpisah pada anak-anak dan dewasa muda. Pada
orang dewasa bunyi jantung 2 akan terdengar tunggal karena komponen pulmonalnya tak
terdengar disebabkan aerasi paru yang bertambah pada orang tua. Jika bunyi jantung 2
terdengar terpisah pada orang dewasa ini menunjukkan adanya hipertensi pulmonal atau
RBBB. Bunyi jantung 2 yang terdengar tunggal pada anak-anak mungkin merupakan tanda
adanya stenosis pulmonal.
Bunyi tambahan, merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau
aliran darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran. Bunyi
tambahan dapat berupa :
Klik ejeksi : disebabkan karena pembukaan katup semilunaris pada stenosis/ menyempit.
Ketukan perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat getaran/ gerakan
perikardium pada perikarditis/ efusi perikardium.
Bising gesek perikardium : bunyi akibat gesekan perikardium dapat terdengar dengan
auskultasi dan disebutfriction rub. Sering terdengar jika ada peradangan pada perikardium
(perikarditis).
Bising jantung : merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama. Jadi
perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya bunyi /getaran
berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising jantung, beberapa hal harus
diperhatikan : di mana bising paling jelas terdengar, fase terjadinya bising (saat sistole atau
diastole) dan kualitas bising.
Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di dekat sternum,
sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di apeks. Bagian diafragma stetoskop
dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung dengan nada tinggi seperti BJ1 dan BJ2, bising
dari regurgitasi aorta dan mitral serta bising gesek perikardium. Bagian mangkuk stetoskop
(bell) yang diletakkan dengan tekanan ringan lebih sensitif untuk suara-suara dengan nada
rendah seperti BJ3 dan BJ4 serta bising pada stenosis mitral. Letakkan bagian mangkuk
stetostop pada apeks lalu berpindah ke medial sepanjang tepi sternum ke arah atas.
Cara askultasi :
Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien terlentang.
Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri lebih dekat ke
permukaan dinding dada (gambar 9).
Tempatkan bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus).
Posisi ini membuat bising-bising area katub mitral (misalnya pada stenosis mitral) dan bunyi
jantung akibat kelainan bagian kiri jantung (misalnya BJ3 dan BJ4) lebih jelas terdengar.
Pasien diminta untuk duduk dengan sedikit membungkuk ke depan.
Mintalah pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian sejenak menahan
nafas.
Bagian diafragma dari stetoskop diletakkan pada permukaan auskultasi dengan tekanan ringan.
c. Lakukan auskultasi di sepanjang tepi sternum sisi kiri dan di apeks, dengan secara periodik
memberi kesempatan pasien untuk mengambil nafas.
d. Posisi ini membuat bising-bising yang berasal dari daerah aorta lebih jelas terdengar.
Pada tabel 2 berikut ditampilkan event2 dalam siklus jantung dan bunyi-bunyi jantung yang
harus didengarkan dengan seksama dan dinilai pada tiap auskultasi. ( lampiran 1 ).
Yang harus dinilai bila terdengar bising jantung adalah kapan terdengar, bentuk, lokasi di
mana bising terdengar paling keras, radiasi/ transmisi bising dari tempatnya paling keras
terdengar, intensitas bising, nada dan kualitas bising.
1. Kapan bising terdengar :
Bising sistolik terdengar antara BJ1 dan BJ2. Bising diastolik terdengar antara BJ2 dan
BJ1. Palpasi nadi karotis sambil mendengarkan bising jantung dapat membantu menentukan
bising terjadi saat sistolik atau diastolik. Bising yang terdengar bersamaan dengan denyut
karotis adalah bising sistolik. Bising sistolik terjadi pada penyakit katub, namun dapat juga
terjadi pada jantung tanpa kelainan anatomis, sementara bising diastolik terjadi pada gangguan
katub.
Penting untuk mengidentifikasi kapan bising terdengar selama fase sistolik dan
diastolik (hanya pada awal, di tengah, pada akhir atau selama sistolik dan diastolik).
1.
Bising midsistolik : mulai terdengar setelah BJ1, menghilang sebelum BJ2 terdengar
(ada gap antara bising dan bunyi jantung). Bising midsistolik sering berkaitan dengan aliran
darah yang melalui katub-katub semilunaris.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bising holosistolik (pansistolik) : mengisi seluruh fase sistolik, tidak ada gap antara
bising dan bunyi jantung. Biasanya berkaitan dengan regurgitasi darah melalui katub
atrioventrikuler. pada MI atau VSD
Bising late systolic : mulai terdengar pada pertengahan atau akhir sistolik. Biasanya
terjadi pada prolaps katub mitral. Sering didahului dengan klik sistolik.
Bising early diastolic : terdengar segera setelah BJ2, tanpa adanya gap yang jelas.
Menghilang sebelum terdengar BJ1. Biasanya terjadi pada regurgitasi karena inkompetensi
katub-katub semilunaris, misal Aortic Insufficiencyatau Pulmonal Insufficiency.
Bising mid diastolik : terdengar setelah BJ2 (ada gap dengan BJ2). Bising makin
melemah atau menyatu dengan bising late diastolic.
Bising late diastolic (presistolik) : mulai terdengar pada akhir fase diastolik, dan
biasanya
berlanjut
dengan
BJ1.
Bising
mid
diastolik
dan
bising late
diastolic (presistolik) mencerminkan turbulensi aliran darah yang melewati katub
atrioventrikularis, misalnya stenosis mitral.
Bising sistolik sering ditemukan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, Ventricle
Septum Defect (VSD), insufisiensi mitral (Mitral Insufficiency/ MI). Bising diastolik sering
terjadi pada insufisiensi aorta (Aortic Insufficiency/ AI).
h. Bising menerus atau continuous murmur : bising terdengar terus menerus, baik pada fase
sistolik maupun diastolik. Sering terdapat pada Patent Ductus Arteriosus (PDA).
2. Bentuk :
Bentuk atau konfigurasi bising adalah intensitas bising dari waktu ke waktu selama terdengar.
a. Bising crescendo : intensitas makin keras (misalnya bising presistolik pada stenosis mitral).
b. Bising decrescendo : intensitas makin berkurang (misalnya bising early diastolic pada
regurgitasi katub aorta)
c. Bising crescendo-decrescendo : mula-mula intensitas bising makin meningkat, kemudian
menurun (misalnya bising midsistolik pada stenosis aorta atau bising innocent)
d. Bising plateau : intensitas bising tetap (misalnya bising pansistolik pada regurgitasi mitral).
3. Lokasi di mana bising terdengar paling keras :
Tempat di mana bising terdengar paling jelas berkaitan dengan asal bising. Dideskripsikan
menggunakan komponen sela iga keberapa dan hubungannya dengan sternum, apeks, linea
midsternalis, midklavikularis atau aksilaris anterior, misalnya bising paling jelas terdengar di
sela iga ke-2 kanan, dekat tepi sternum menunjukkan asal bising dari katub aorta.
4. Radiasi/ transmisi bising dari tempatnya terdengar paling keras :
Transmisi bising tidak saja menunjukkan asal bising tetapi juga intensitas bising dan arah
aliran darah. Lakukan auskultasi di beberapa area di sekeliling lokasi di mana bising paling
jelas terdengar dan tentukan sampai di mana bising masih dapat didengar. Misalnya bising
pada stenosis aorta bisa terdengar demikian jauh sampai ke leher (mengikuti aliran darah).
5. Intensitas bising :
Gradasi intensitas bising dibagi dalam 6 skala dan dinyatakan dalan bentuk pecahan (misalnya
grade 2/6)
a. Grade 1 : sangat lembut, baru terdengar setelah pemeriksa sungguh-sungguh berkonsentrasi,
tidak terdengar pada semua posisi.
b. Grade 2 : lembut, tapi dapat segera terdengar begitu stetostop diletakkan pada area auskultasi.
c. Grade 3 : cukup keras
d. Grade 4 : keras, teraba thrill
e. Grade 5 : sangat keras, disertai thrill, dapat terdengar dengan sebagian stetoskop diangkat dari
permukaan auskultasi.
f. Grade 6 : sangat keras, disertai thrill, dapat didengar dengan seluruh bagian stetostok sedikit
diangkat dari permukaan auskultasi.
6. Nada : dikategorikan sebagai nada tinggi, sedang dan rendah.
7. Kualitas bising : kualitas bising dideskripsikan sebagai blowing, harsh, rumbling, dan
musikal. Karakteristik yang lain yang harus dinilai dari bunyi jantung dan bising adalah
pengaruh perubahan posisi tubuh, respirasi atau manuver pemeriksaan terhadap bunyi
jantung dan bising. Bising yang berasal dari sisi kanan jantung biasanya cenderung berubah
bila ada perubahan posisi pasien.
Sehingga deskripsi lengkap pelaporan bising adalah sebagai berikut : misalnya pada regurgitasi
aorta : pada auskultasi terdengar bising decrescendo dengan kualitas bising seperti tiupan
(blowing), terdengar paling keras pada sela iga ke-4 kiri, dengan penjalaran ke arah apeks .
D. Perkusi
Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung , terutama pada pembesaran jantung.
Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac dullness) dilakukan dari lateral
ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat kurang lebih 1-2 cm di sebelah me dial linea midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4 dan 3.
Batas kanan redam jantung (RBCD - right border of cardiac dullness) dilakukan dengan
perkusi bagian lateral kanan dari sternum. Pada keadaan normal RBCD akan berada di medial
batas dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas kanan sternum mencerminkan adanya
bagian jantung yang membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan adanya pembesaran jantung
harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekakan di daerah dibawah
sternum(retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang
dewasa. Jika lebih lebar, harus dipikirkan kemungkinan adanya massa retrosternal. Pada
wanita, kesulitan akan terjadi dengan mammae yang besar, dalam hal ini perkusi dilakukan
setelah menyingkirkan kelenjar mammae dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, B; 1995, A Guide to Physical Examination and History Taking, Sixth Edition, Lippincott.
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan (viskositas)
darah. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic,
dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Teknik penggukuran tekanan darah
meliputi :
Manset spignomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada arteri brakialis pada
permukaan ventral siku agak bawah manset spigmomanometer.
Tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan memompa udara ke dalam manset sampai denyut
radial dan brachial menghilang. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik
hilangnya denyutan radial kemudian tekanan didalam spigmomanometer di turunkan secara perlahan.
Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang tercantum pada skala
spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
Suara denyyutan nadi selanjutnya agak keras dan tetap terdengar sekeras itu sampai suatu saat
denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Suara denyutan terakhir adalah tekanan diastolic.
3. Pemeriksaan Nadi
Palpasi
Penilaian palpasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang, dan keadaan pembuluh
darah.
Frekuensi jantung normal
Usia
Bayi
120-160/mnt
todler
90-140/mnt
Prasekolah
80-110/mnt
Usia sekolah
75-100/mnt
Remaja
60-90/mnt
Dewasa
60-100/mnt
Irama
Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi atau jantung. Bila
irama nadi tidak teratur, maka frekuensi jantung harus dihitung dengan melakukan auskultasi denyut
apikal selama satu menit penuh sambil meraba denyut nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi yang
terdengar dan nadi yang teraba harus dicatat. Gangguan irama (disritmia) sering mengakibatkan defisit
nadi, suatu perbedaan antara frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung) dan
frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium, kontraksi ventrikel
premature dan berbagai derajat blok jantung.
Kekuatan nadi
0
1+
2+
3+
4+
Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke dinding arteri pada
setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah arterial yang mengarah pada nadi. Secara
normal, kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut jantung.
tidak ada, tidak dapat dipalpasi
nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang
mudah dipalpasi, nadi normal
nadi penuh, meningkat
kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang
4. Tangan
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk diperhatikan saat
memeriksa ekstremitas atas :
Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan aliran darah ke
perifer, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal terjadi
pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya,
syok jantung.
Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan dasar memperkirakan kecepatan aliran
darah perifer. Untuk menguji pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan
dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya warna pada jari.
Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat, seperti terjadi pada
gagal jantung.
Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom. Normalnya tangan terasa
hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan
sangat dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.
Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kakimenunjukkan desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada
penyakit jantung congenital.
5. Pemeriksaan Vena Jugularis
Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena jugularis di leher. Ini
merupakan cara memperkirakan tekanan vena sentral, yang mencerminkan tekanan akhir diastolic atrium
kanan atau ventrikel kanan (tekanan sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jugularis diinspeksi
untuk mengukur tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk
menerima darah dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan untuk
berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner.
Teknik :
Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30 sampai 45 derajat (posisi semi-Fowler)
Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal untuk meluruskan kepala.
Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting.
Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali ke posisi telentang dengan
perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien
mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut Louis
dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat dilihat.
Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan ujung area pulsasi si vena
jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi
sudut sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat
dan merupakan tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh
obstruksi.
6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada Veussure Cardiac
terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks
codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung .
Adanya Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan jantung
yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna, hipertrofi atau dilatasi
ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.
Ictus Cordis
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang
disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai
dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengahtengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke
kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive,
ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam.
Keadaan ini disebut ictus kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh
dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah
epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung.
Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula
ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
Impuls apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai denyutan ringan, dengan
diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk mengetahui ukuran dan
kualitasnya. Bila impuls apical lebar dan kuat, dinamakan sembulan (heave) atau daya angkat
ventrikel kiri. Dinamakan demikian karena seolah mengangkat tangan dari dinding dada
selama palpasi.
PMI abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral garis
medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel kiri karena gagal jantung kiri.
Secara normal, PMI hanya teraba pada satu ruang interkostal. Bila PMI dapat teraba pada dua
daerah yang terpisah dan gerakan denyutannya paradoksal (tidak bersamaan), harus dicurigai
adanya aneurisma ventrikel.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran thrill yang terasa pada telapak tangan,
akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung (murmur) yang
kuat pada waktu auskultasi sehingga dapat di palpasi. Thrill juga dapat dipalpasi diatas pembuluh
darah bila ada obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila
ada penyempitan (stenosis) katup aorta. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula
lokasinya.
Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus
diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea
sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah
aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
Untuk menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Batas jantung
kiri memanjang dari garis medioklavikularis di ruang interkostal III sampai V. Perubahan antara
bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Batas kanan terletak di bawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi. Pembesaran
jantung baik ke kiri maupun ke kanan biasanya akan terlihat. Pada beberapa orang yang dadanya
sangat tebal atau obes atau menderita emfisema, jantung terletak jauh dibawah permukaan dada
sehingga bahkan batas kiri pun tidak jelas kecuali bila membesar.
Auskultasi Jantung
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung dan gesekan
pericard.
Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung, tentukan bunyi
jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi jantung S3 dan bunyi
jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung, dan bunyi jantung lain yang menyertai bunyi
jantung.
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
- Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
- Intercostal II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
- Intercostal III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
- Intercostal IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar
bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari
katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.
2. Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
Bunyi jantung I (S1), ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi
ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel. Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan
terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
Bunyi jantung II (S2), ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan
tanda dimulainya fase diastole ventrikel.
3. Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya cairan dalam
rongga pericard.
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang
terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks
jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I.
4. Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan
katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal.
Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana
P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada
respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan
Right Bundle branch Block (RBBB).
5. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir pengisian
cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung. Dalam keadaan normal
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan
jantung yang berat misalnya payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi
bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi atrium,
paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan
dalam keadaan patologis yaitu pada A V block dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh
jantung ke 4 disebut presistolik gallop.
6. Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama
jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhythmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per
menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat,
keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf
otonom pada S A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama sekali tidak teratur
disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung
yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang
(compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa
aorta, atau stenosa pulmonal.
7. Paru
Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :
Takipnea. Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang
mengalami gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.
Respirasi chyne-stokes. Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat
memperlihatkan pernapasan chyne-stokes, yang ditandai dengan napas cepat
berseling dengan periode apnea.
Batuk. Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai
pada pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
Krekels. Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring,
belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang
sering mengakibatkan krekels.
Mengi. Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru
dapat mengakibatkan mengi.
8. Abdomen
Pada pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan
Elektrokardiografi
Elektrokardiogram (EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai
sudut pada permukaan kulit. Elektokardiografi terutama sangat berguna untuk mengevaluasi
kondisi yang berbeda disbanding fungsi normal, seperti gangguan kecepatan dan irama,
gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung, adanya infark miokard, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasive yang digunakan untuk memeriksa ukuran,
bentuk dan pergerakan struktur jantung. Alat ini sangat berguna untuk mendiagnosa dan
membedakan berbagai murmur jantung. Suatu ekokardiogram dapat menunjukkan apakah
jantung mengalami dilatasi dinding atau septum mengalami penebalan, atau adanya efusi
pericardial. Teknik ini juga digunakan untuk mempelajari gerakan katup jantung prostetik.
Tes Toleransi Latihan
Tes Toleransi Latihan (ETT) adalah cara nonvasive untuk mengkaji berbagai aspek fungsi
jantung. Dengan mengevaluasi aksi jantung selama stress fisik, respons jantung terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dapat ditentukan.
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasive dimana satu atau lebih kateter
dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai
kamar jantung dan untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah. Kateter jantung paling
sering digunakan untuk mengkaji patensi arteri koronaria pasien dan untuk menentukan terapi
yang diperukan.
Angiografi
Kateterisasi jantung biasanya dilakukan barsama angiografi, suatu tekhnik
memasukkan media kontras kedalam sistem pembuluh darah untuk
menggambarkan jantung dan pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddath. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, Ed 8 Vol 2.
Jakarta:
Candrawati,
Susiana.
Pemeriksaan
Fisik
Sistem
Inhttp://www.scribd.com/doc/16636735/PemeriksaanFisikkardiovaskuler[16April2011]
EGC
Kardiovaskuler.
Guyton & Hall. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran, Ed 11. Jakarta: ECG
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Ed 4 Vol 1. Jakarta: EGC
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis
kanan
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong
yang dapat dipakai bergantian.
Auskultasi Jantung.
Corong pertama berbentuk kerucut (bell)yang sangat baik untuk mendengarkan
suara dengan frekuensi tinggi (apeks)
Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk
mendengarkan bunyi dengan nada rendah
Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu
Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi
isometris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks.
Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
2. Bising jantung / cardiac murmur
BUNYI JANTUNG I
Daerah auskultasi untuk BJ I :
Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
Pada ruang interkostal IV V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini
Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk
mendengar katub mitral.
Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
stenosis mitral
interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi,
anemia, demam dll.
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
shock hebat
interval PR yang memanjang
decompensasi hebat.
BUNYI JANTUNG II
Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
hipertensi
arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik
kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
BJ I dan II akan melemah pada :
orang yang gemuk
emfisema paru-paru
perikarditis eksudatif
penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
BISING JANTUNG
Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II(=bis in g systole), ataukah bising terdapat antara BJ II
dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan
bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya
iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.
4. Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar
iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium.
5. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua
sisi
6. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah
skapula setinggi v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis
B. PALPASI DADA
1. PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA
1. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa.
2. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan.
3. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada
depan bagian bawah pasien.
4. Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga
depan bagian bawah.
5. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .
2. PALPASI POSISI TULANG IGA ( KOSTA )
1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua
tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada
5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa
suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang
iga kedua melekat.
6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk
tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior.
3. PALPASI TULANG BELAKANG ( VERTEBRA )
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala
dan pemeriksa dibelakang pasien
2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang
bagian atas (leher bawah)
3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut prosesus
spinosus servikalis ketujuh.( C7 )
4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh ( C7 ), kearah superior yaitu prosesus spinosus
servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama,
kedua dan seterusnya.
4. PALPASI IKTUS JANTUNG
1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriks
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua
tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6.
4. Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan
tulang klavikula kearah inferior tubuh.
5. Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke5 digaris midklavikula
6. Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada.
7. Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
8. Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis.
5. PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA
1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua
tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4. Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau
ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri
5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga,
fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf
6. PALPASI PERNAPASAN DADA
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak
tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding
dada kanan pasien
3. Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa
sehingga masing- masing berada di tulang iga berikutnya
4. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari
Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara
berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersamasama
7. PALPASI GETARAN SUARA PARU ( FREMITUS RABA )
1. Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau
dipinggang.
2. Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan
pasien. Pada posisi tidur terlentang / miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3. letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4. Minta pasien mengucapkan kata- kata seperti satu, dua, dst berulang- ulang
5. Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah
6. Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri
Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus.
Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap
terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam pleura dan sumbatan bronkus
C. PERKUSI DADA
Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya
menembus sedalam 5 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam.
Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.
1. PERKUSI DADA DEPAN
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan
pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian
dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah
sampai batas atas abdomen
4. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas
kebawah di kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara
hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
2. PERKUSI DADA BELAKANG
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan
1.
2.
3.
1.
Pengertian
Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari
dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilaksanakan dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi)Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi).
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini
penting sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam
mengarahkan diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka
kadang-kadang belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat
diperkirakan.
2.
Anatomi
1.
Thorax (Dada)
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar adalah
jantung dan paru-paru. Tulang-tulang iga (kesta 1-12) bersama dengan otot interkostal,
serta diafragma pada bagian caudal membentuk rongga thorax.
Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan). Sedangkan pleura
viseralis melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals dengan viseralis
ada tekanan negative (menghisap), sehingga pleura parietals da viseralis erring
bersinggungan. Ruangan antara kedua pleura disebut rongga pleura. Bila ada
hubungan antara udara luar (tekanan 1 atm). Dengan rongga pleura, misalnya karena
luka tusuk, maka tekanan positif akan memasuki rongga pleura, sehingga terjadi open
pneumo-thorax. Tentu saja paru (bersama pleura viseralis) akan kuncup (collaps).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada hubungan
antara bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap utuh, maka
udara akan masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi pnuemotorax. Apabila ada
sesuatu mekanisme ventiel sehingga udara dari bronchus masuk rongga pleura, tetapi
tidak dapat masuk kembali, maka akan terjadi peunomothorax yang semakin berat yang
pada akhirnya akan mendorong paru sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai tension
pneumothorax. Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini
dikenal sebagai hemothorax.
2.
Cor (Jantung)
Terletak di rongga dada, di antara paru, disebut mediastinum. Bentuk jantung kerucut,
memiliki apeks, tepat di atas diafragma, sebelah kiri garis tengah. Ujung jantung mengarah kebawah,
depan, kiri. Bagian kiri jantung di pisahkan dengan bagian kanan oleh sekat rongga jantung. Dinding
jantung mendapat vaskularisasi dari A. Coronar kiri dan kanan. Jantung di bagi menjadi empat bagian :
ventrikel kanan dan kiri, atrium kanan dan kiri
Dinding jantung :
Keempat ruang jantung tersusun atas otot jantung
a. Myokardium
b. Endokardium
Jantung dibungkus membran pericardium yang terdiri dari 3 lapis
a. Perikardium fibrosa
b. Perikardium perietalis
c. Perikardium viscerali
3.
Prosedur Pemeriksaan Thorax (Dada)
Inspeksi dada
1.
2.
3.
Beri penjelasan pada klien apa yang akan dilakukan oleh pemeriksa dan anjurkan klien untuk
tetap santai dan rileks
4.
1.
2.
3.
4.
Sisi kanan
Sisi kiri klien
5.
Inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui kelainan bentuk dada dan tentukan
frekuensi respirasi
6.
Amati keadaan kulit dada, apakah terdapat retraksi interkostalis selama bernapas, jaringan perut,
atau kelainan lainnya.
Palpasi Dada
Ekspansi dada
1.
Berdiri di depan klien dan letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada klien
2.
3.
Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri
4.
Pemeriksa berdiri di belakang klien, letakkan tangan pemeriksa disisi dada lateral klien,
perhatikan getaran kesamping sewaktu klien bernapas
5.
Letakkan kedua tangan pemeriksa di punggung klien-ibu jari diletakkan sepanjang penonjolan
spina setinggi iga ke-10 dengan telapak menyentuh permukaan posterior. Jari-jari harus terletak kurang
lebih 5 cm terpisah dengan titik ibu jari pada sepina dan jari lain ke lateral
6.
Setelah Ekshalasi, minta klien untuk bernapas dalam, observasi gerakan ibu jari pemariksa.
7.
Teknik pemeriksaan
Ekspansi dada
Taktil fremitus
Perkusi dada
1.
aturkan posisi klien supinasi/telentang
2.
Untuk perkusi paru anterior, perkusi dimulai dari atas klavikula kebawah pada sepasium
interkostalis dengan interval 4-5 cm mengikuti pola sistematik.
3.
Batas paru dextra : Perkusi dimulai dari bawah clavicula sampai dengan ICS 5.
4.
Untuk menentukan batas paru sinistra: Mulai bawah clavicula sampai dengan ICS 3.
5.
6.
7.
Untuk perkusi paru posterior, lakukan perkusi mlai dari puncak paru kebawah
8.
9.
Instruksikan klien untuk menarik napas panjang dan menahannya untuk mendeterminasi gerak
diafragma
10.
Lakukan perkusi sepanjang garis skapula sampai pada lokasi batas bawah sampai resonan
berubah menjadi redup
11.
12.
13.
Lakukan perkusi dari bunyi redup/tanda I ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan diatas
tanda I
14.
Beri tanda pada kulit tempat ditemukannya bunyi redup (tanda II)
15.
Ukur jarak antara tanda I dan tanda II. Pada wanita jarak antara kedua tanda ini normalnya 3-5
cm, pada pria 5-6 cm
3.
2.
Lokalisasi tanda pada dada, pertama dengan memalpasi sudut louis atau sudut sternal yang
teraba, seperti suatu tonjolan datar memanjang pada sternum kurang lebih 5 cm dibawah takik sentral
3.
Gerakan jari-jari sepanjang sudut pada masing-masing sisi sternum untuk meraba iga kedua
yang berdekatan
4.
Palpasi spasium interkostal ke-2 kanan untuk menentukan area aorta dan spasium interkostalis
ke-2 kiri untuk area pulmonal
5.
Inspeksi dan kemudian palpasi area aorta dan area pulmonal untuk mengetahui ada/tidaknya
pulsasi
6.
Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area trikuspidalis/ventrikular amati
adanya pulsasi
7.
Dari area trikuspidalis, pindahkan tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavikula iri untuk
menemukan area apical atau titik denyut maksimal (Point of Maximal Impuls, PMI)
8.
9.
Untuk mengetahui pulsasi aorta lakukan inspeksi dan palpasi pada area epigastrik tepat dibawah
ujung sternum.
Inpeksi palpasi
jantung
Normal
Pembesaran jantung
Normal
Inspeksi palpasi
jantung
Letak impuls
Abormal
Bergeser kekiri pada wanita hamil
Diameter
Amplitudobiasanya
seperti ketukan
Durasi
Raba : impuls vertikel Kuatnya impuls diduga pembesaran ventrikel kanan
kanan pada
parasternum kiri dan
area epigastrik
Pulpasi pembuluh darah besar, S2 yang menonjol ; thril pada
Palpasi interkostal
stenosis aorta atau pulmonal
kanan dan kiri dekat
dengan sternum
Perkusi
1.
Buka area dan beri tahu klien.
2.
Lakukan perkusi dari lateral kiri ke medial untuk mengetahui batas kiri jantung.
3.
Lakukan perkusi dari sisi kanan ke kiri untuk mengetahui batas kanan jantung.
4.
Lakukan perkusi dari atas kebawah untuk menentukan batas atas jantung.
5.
Auskultasi
1.
Anjurkan klien bernapas secara normal dan kemudian tahan napas saat ekspirasi
2.
Dengarkan suara jatung 1/S1 sambil palpasi nada karotis, perhatikan adanya splitting S1 ( bunyi
S1 ganda yang terjadi dalam waktu yang sangat berhimpitan)
3.
Pada awal sistole dengarkan secara seksama untuk mengetahui adanya bunyi tambahan atau
mur-mur S1
4.
Pada periode diastole dengarkan secara saksama untuk mengetahui adanya bunyi tambahan
atau murmur
5.
Anjurkan klien bernapas normal, dengarkan S2 secara saksama untuk mengetahui
adanya splitting S2 saat inspirasi
6.
Periksakan frekuensi jantung, yaitu setelah kedua bunyi terdengar jelas seperti lub dup,
hitunglah setiap kombinasi S1 dan S2 sebagai 1 denyut jantung. Hitunglah banyaknya denyut selama 1
menit. S3 atau galop ventrikuler terjadi tepat setelah S2 diakhiri diastole ventrikuler.
7.
8.
S4 atau gallop atrial terjadi tepat sebelum S1 atau systole ventrikuler. Bunyi S4 sampai dengan
bunyi Tennessee
Auskultasi
Bunyi Jantung
Normal
SI : bunyi menutupnya katup aorta (A) dan
Auskultasi jantung
Bising jantung/mur-mur
Kelainan
Adalah vibrasi / getaran yang terjadi di dalam
jantung atau pembuluh darah besar yang
diakibatkan oleh bertambahnya arus turbulensi
darah.
Arus darah normal adalh stream line.
Pada saat terdeteksi adanya murmur, perawat
mengauskultasi area katup mitral, trikuspid, dan
pulmonal untuk mengetahui tempatnya pada siklus
jantung (waktu), tempat dimana bunyi dapat didengar
paling baik (lokasi), radiasi, kekerasan, nada dan
kualitas.
Jika murmur terjadi antara S1 dan S2, makamurmur
tersebut adalah murmur sistolik. Jika murmur terjadi
antara S2 dan S1 berikutnya, maka murmur tersebut
adalah murmur diastolic.
Lokasi murmur tidak selalu diatas katup. Melalui
pengalaman, perawat dapat mempelajari dimana
setiap jenis murmur paling baik dibagian apeks
jantung.
Untuk mengkaji radiasi perawar mendengarkan adanya
murmur di atas area selain di tempat murmur tersebut
paling baik terdengar. Murmur terkadang dapat
didengar di leher atau punggung.
Intensitas berkaitan dengan kecepatan darah yang
mengalir melewati jantung dan jumlah darah yang
mengalami regurgitasi.Pada murmur serius perawat
dapat merasakan adanya dorongan atau sensasi
intermiten Yng dapat dipalpasi didaerah
auskultasi.Getaran adalah sensasi kontinu yang dapat
dipalpasi seperti dengkuran kucing. Intensitas dicatat
dengan penilaian sebagai berikut :
.Kualitasnya
Bunyi jantung
5.
Inspeksi
1.
Atur posisi klien duduk menghadap kedepan, telanjang dada dengan kedua lenngan rileks disisi
tubuh
2.
ekor
Lakukan observasi sesuai garis imajiner yang membagi payudara menjadi 4 kuadran dan sebuah
3.
4.
Inspeksi warna kulit, lesi, edema, pembengkakan, massa, pendataran, lesung, dll
5.
Inspeksi puting dan areola terhadap ukuran, warna dan bentuk, arah titik puting, serta keluaran
6.
1.
2.
3.
7.
Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya kemerahan, pembengkakan, inveksi,
pigmentasi
Teknik Pemeriksaan
Inspeksi payudara dalam 4 posisi
Ukuran dan simetri
Kontur
Penampilan kulit
Kemungkinan temuan
Perkembangan, asimetri
Pendataran
Edema (Peu d orange) dijumpai pada kanker pada
kanker payudara
Inspeksi puting
Bandingkan ukuran untuk, dan arah Infersi, retraksi, deviasi
putting
Penyakit paget pada putting, galaktorea
Perhatikan setiap ruam, ulkus, atau
rabas puting
Palpasi
1.
Lakukan palpasi disekeliling puting susu untuk mengetahui adanya keluaran
2.
Palpasi daerah klavikula dan ketiak terutama pada area limfe nodi
3.
Palpasi setiap payudara, untuk payudara yang berukuran besar terlebih dahulu palpasi dengan
cara menekan telapak tangan/3 jari tengah ke permukaan payudara pada kuadran samping atas.
Lakukan palpasi dengan gerakan memutar terhadap dinding dada dari tepi menuju areola dan memutar
searah jarum jam
4.
5.
Usia
15-25
Fibroadenoma
25-50
Kista
sekitar
50 atau lebih
Seperti di atas
Payudara bervariasi dari bentuknya, mulai dari cembung, menggantung atau bentuk kerucut.
3.
Payudara berwarna seperti warna kulit disekitarnya, dan pola vena secara bilateral serupa.
4.
Warna aerola berkisar mulai dari merah muda sampai coklat. Pada wanita berkulit terang aerola
berubah menjadi coklat selama kehamilan dan tetap gelap. Pada wanita berkulita gelap aerola berwarna
coklat sebelum kehamilan.
5.
Puting sedikit tidak simetris adalah biasa. Kebanyakan mencuat keluar payudara.
6.
7.
Normalnya tidak terjadi pengeluaran, pengeluaran berwarna kuning jernih setelah 2 hari kelahiran
anak umum terjadi.
8.
9.
Pubertas : Kuncup payudara timbul, putting berwarna lebih gelap, diameter aerola bertambah
dan salah satu payudara mungkin tumbuh lebih cepat.
10.
Dewasa muda : payudara mencapai ukuran normal, bentuk biasanya simetris, dan salah satu
payudara mungkin berukuran besar.
11.
Kehamilan : Payudara membesar 2 atau 3 kali ukuran normalnya, putting membesar dan bias
jadi ereksi, aerola menjadi lebih gelap, vena supervisial payudara mmungkin menonjol, dan cairan
kekuningan (kolostrum) mmungkin keluar dari puting .
12.
Monopause : payudara mengerut dan jaringannya menjadi lebih lunak dan terkadang menjadi
kendur.
13.
Usia lanjut : Penyakit kista kronik menurun setelah monopause. Jaringan lemak bertambah,
jaringan glandular atrpopi, ligament penyokong rilek, dan payudara tampak memanjang atau
menggantung, putting mengecil.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Pemeriksaan dada (Thorax) adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada
dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilaksanakan dengan Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan thorax meliputi : pemeriksaan paru, jantung, payudara & ketiak, abdomen.
2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Syaifudin,Drs.H.(2006).Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.Penerbit Buku
Kedokteran EGC,Jakarta.
Kusyati, Eni.dkk.(2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bicklei S, Lynn. (2008).Pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Niluh Gede Yasmin Asih, S.kep dan Christantie Effeendy, S.kep (2006). Keperawatan Medikal Bedah Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.