KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doengoes E. Maryllyn, 1999
: 761).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Sylvia
A. Price dan Looraine M. Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh roda paksa (Arif Mansjoer, 2000 : 346).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 200 : 2357).
KLASIFIKASI
1. Menurut komplitnya
a. Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang.
b. Fraktur tidak komplit
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti green stick
fraktur, Harr line Fraktur.
2. Menurut bentuk baris patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma :
a. Baris patah melintang atau horizontal : trauma angulasi atau langsung
Gambar
C. Etiologi
Penyebab fraktur antara lain adalah menurut Soeharto Reksoprojo dan
Barbara C. Long dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Benturan atau cidera (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau
osteoporosis.
3. Patah karena keletihan.
4. Patah tulang karena otot tidak dapat mengobservasi energi, seperti karena berjalan
kaki terlalu jauh
(Barbara C. Long, 1996 : 375)
D. Patofisiologi
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
E. Manifestasi Klinik
1. Rasa Nyeri yang langsung dan menjadi lebih hebat karena berjalan dan tekanan
pada daerah yang terkena
2. Hilangnya fungsi pada daerah yang cidera.
3. Tampak deformitas bila dibandingkan dengan bagian yang normal.
4. Daerah yang cidera kurang kuat pada daerah yang bergerak
5. Gerakan menimbulkan detik (crepitasi).
6. Edema setempat (kurang jelas/tidak jelas dalam beberapa janin).
7. Shock terutama bila terjadi perdarahan hebat dari daerah area luka terbuka.
(Barbara C. Long, 1996 : 357).
Pada umumnya pasien fraktur baik terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh, immobilisasi dapat
dilaksanakan dengan cara :
1. Fraktur tertutup atau eksternal
a. Gibs
b. Bidai
c. Penggendongan atau brace
d. Penggendongan atau brace dengan gibs
e. Traksi
2. Fraktur terbuka atau interna
a. Pemasangan plaste logam, pen, skrup
b. Pencangkokan tulang dengan pelat pin
memerlukan
waktu
berbulan-bulan
F. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Proteksi
Misal : dengan mitela untuk fraktur clavikula.
sampai
bertahun-tahun
Misal pemasangan gibs atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gibs
Misal pada fraktur supra candy lain, smith, fragmen distal di kembalikan pada
kedudukan semula terhadap fragmen progsimal dan dipertahankan dalam
kedudukan yang lebih stabil dalam gibs.
d. Traksi
Dapat untuk reposisi perlahan dan fiksasi sehingga sembuh atau dipasang
gibs. Macam-macam traksi adalah :
1) Traksi kulit buck
Paling sederhana dan tepat bila dipasang pada anak muda untuk jangka
waktu pendek.
Indikasi : untuk mengistirahatkan lutut pasea trauma sebelum lutut
tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.
2) Tranksi Kulit Bryan
Digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha,
tidak dilakukan pada anak-anak dari 3 tahun dan BB 30 kg (dapat
mengalami kerusakan pada kulit).
3) Traksi jangka seimbang
Dipakai untuk patah tulang pada corpus femoralis dewasa, fraksi ini
berupa satu pin rangka yang ditempatkan transversal (melintang melalui
femur distal dan tibia proksimal).
4) Traksi Rusel
Pada fraktur pelvis penatalaksanaan yang baik yaitu dengan tirah baring untuk
menambah digiditas, sampai nyeri dan ketidaknyamanan menghilang.
G. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
Terdiri dari :
1) Yaitu vaskuler diantaranya compartemen sindrom dan trauma vaskuler,
neurologis yaitu lesi medula spinalis atau saraf perifer.
2) Sistemik yaitu emboli lemak.
2. Komplikasi Lanjut
Lokal : Yaitu kekuatan sendi / kontraktor, disuse atropi otot, malunion, infeted
non union, gangguan pertumbuhan oestoporosis post trauma.
H. Pengkajian Fokus
1. Demografi
a. Umur
Biasanya terjadi pada usila (fraktur patologik), anak-anak hiperaktif.
b. Jenis Kelamin
Pada wanita insiden lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis karena
penurunan kalsium setelah menopause, sedang pada laki-laki rentang karena
mobilitas tinggi, anak hiperaktif.
c. Pekerjaan
Sering terjadi pada seseorang dengan pekerjaan yang membutuhkan
keseimbangan dan masalah gerakan (tukang, sopir, pembalap).
2. Keluhan Utama
Nyeri terus menerus dan menambah berat sampai fragmen tulang bengkak.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat terjadinya trauma baik langsung / tidak langsung, bagaimana posisi
saat terjadi, keadaan setelah terjadi hingga dibawa rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat trauma baik fisik pada masa lalu, riwayat artritis, osteomielitis.
Penggunaan kortikosteroid yang lama.
i. Pusat dan tidak ada daya ingat, nadi ada bagian distal pada lokasi fraktur bila
aliran darah arteri terganggu oleh fraktur.
(Barbara C. Long, 1997 : 267)
6. Data Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen
Untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma pada pemeriksaan
radiologi minimal 2 proyeksi yaitu anterior, posterior dan lateral.
b. Scan tulang, tomogram, CT-Scan / MRI
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat mengidentifikasi berdasarkan
jaringan lunak.
c. Artenogram
Dilakukan apabila adanya kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah kapiler
-
Hematokrit
mungkin
meningkat
(hemokonsentrasi) atau
menurun
I. Pathway
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
kerangka
TD : 120/80 mmHg
N : 70-100 x / menit
reguler
-
Intervensi :
Monitor TTU
R : Ketahui adanya peningkatan TTV sebagai salah satu indikasi nyeri.
S : 36,5, 37,5 0C
TD : 120 / 80 mmHg
RR : 16 24 x . menit reguler
Intervensi :
Monitor TTV
R : Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu
RR : 16-24 x / menit
N : 70 100 x / menit
t : 36,5 0C 37 0C
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :