Askep Spondilitis TB
Askep Spondilitis TB
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
DENGAN SPONDILITIS TUBERKULOSIS
Disusun Oleh :
Kelas Transfer IA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa
merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh
mikrobakterium tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau
paraplegi Poot. Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan
banyak dijumpai di Negara berkembang.
Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara
yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun.
Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun
perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena
dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari
seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya penyakit ini
menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah
Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan
kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut akan
mempengaruhi
aktifitas
klien,
baik
sebagai
individu
maupun
masyarakat..
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh mikrobakterium tuberkulosa
( Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 144 ).
2. Anatomi Fisiologi
ANATOMI VERTEBRA
FISIOLOGY VERTEBRA
Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile melengkung
yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak, anggota gerak atas, membagi berat
badan ke anggota gerak bawah dan melindungi medula spinali. Kolumna vertebra terdiri dari
beberapa tulang vertabra yang dihubungkan oleh diskus Intervertebra dan beberapa ligamen.
Masing - masing vertabra di bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan
ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta.
Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
1. Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher :
Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus
tranversus yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen ( didalamnya terdapat
arteri vertebralis ).
2. Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah bawah
menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan kecil disetiap
sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus panjang dan mengarah
kebawah, sedangkan prosesus tranversus , yang membantu faset persendian untuk iga.
3. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar dibandingkan
dengan badab vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal, prosesus spinosusnya lebar
dan berbentuk seperti kapak kecil, prosesus tranversusnya panjang dan langsing, ruas kelima
membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.
4. Sakrum atau tulang kelangkang.
Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis,
terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa ) dan membentuk bagian belakang
rongga pelvis ( panggul ). Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra
lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi anterior dari basis sakrum,
membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis
( saluran tulang belakang ). Dinding kanalis sakralis berlubang - lubang untuk dilalui saraf
sakral. Permukaan anterior sakrum adalah lekung dan memperlihatkan empat gili-gili
melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung giligili ini disetiap sisi terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang lubang ini di sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi dengan tulang koksigius. Disisinya,
sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakroiliaka kanan dan kiri.
5. Koksigeus atau tulang ekor.
Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung
menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sacrum.
3. Etiologi
Tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosa ditempat
lain ditubuh, 90-95 % disebabkan oleh mikrobakteriumtuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin dan oleh mikrobakterium atipik (Admin, 2015, http:/medicine and
lunex.com diperoleh tanggal 12 April 2015).
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan tuberculosis
pada umumnya, yaitu :
a.
Badan lemah / lesu
b.
Nafsu makan berkurang
c.
Berat badan menurun
d.
Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari
e.
Sakit pada punggung (Rajad Chairuddin, 2003, hlm 146)
Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah sebagai berikut:
a.
Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya
dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau
pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktasi yang ringan akan tampak
pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian
b.
c.
d.
e.
f.
limpa.
Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari
tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis
(paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah
(http:/www.dokterfoto.com diperoleh tanggal 12 April 2015).
6. Komplikasi
a.
b.
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts paraplegia yang
apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium
lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang
(ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini.
Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam
pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka
nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
7. Pemeriksan Penunjang
1)
Pemeriksaan Laboratorium
a. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
b. Uji mantoux positif
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2)
Pemeriksaan Radiologis
a. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.
b. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut.
c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum
tulang.
d. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,
skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
e. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis
tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf (Rasjad Chairuddin,
2003, hlm 146-147 dan Admin, 2015, http:/medice and lunex.com diperoleh
tanggal 12 April 2015).
8. Penatalaksaan atau Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan segera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Pengobatan terdiri atas:
a.
Terapi Konservatif berupa:
1) Tirah baring
2)
Memperbaiki keadaan umum penderita
3)
Pasang brance pada penderita, baik yang di operasi ataupun yang tidak di
4)
operasi.
Pemberian obat anti tuberkulosa
Obat-obat yang diberikan terdiri atas:
-
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SPONDILITIS TUBERKULOSIS
A. Pengkajian
Konsep
Dasar
Asuhan
Keperawatan
Spondilitis
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan
dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap
yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. (Lismidar, 1990: IX).
1.
Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan
dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu :
pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan.
( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga
maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara, inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat
penyakit
sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian
bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri
radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari
dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya
keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah,
sumer-sumer (Jawa), keringat dingin dan penurunan berat badan.
3) Riwayat
penyakit
dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan
adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 :
20).
4) Riwayat
kesehatan
keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah
klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit
tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular
tersebut.
5) Riwayat
psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih,
dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya
maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak
stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a) Pola
persepsi
dan
tata
laksana
hidup
sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi
klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti
benar
perjalanan
penyakitnya.Sehingga
menimbulkan
salah
persepsi
dalam
b) Pola
nutrisi
dan
metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga
klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 :
144)
c) Pola
eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar
mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan
perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur
dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga
akan mengganggu proses aliminasi.
d) Pola
aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas
fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e) Pola
tidur
dan
istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi
akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f) Pola
hubungan
dan
peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak
mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga
ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g) Pola
persepsi
dan
konsep
diri.
sensori
dan
kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi
komplikasi paraplegi.
i) Pola
reproduksi
seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk
sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan
perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu
atau dapat dilaksanakan.
j) Pola
penaggulangan
stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan
mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien
akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k) Pola
tata
nilai
dan
kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka
semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya.
Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres
dengan percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik.
a) Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang
belakang terlihat bentuk kiposis.
b) Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya
gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c) Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d) Auskultasi
Pada
pemeriksaan
auskultasi
keadaan
paru
tidak
di
temukan
kelainan.
b) Laboratorium
Tes tuberkulin
b. Analisa.
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data
yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu
data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan
radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang
di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).
c. Diagnosa
Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata
ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat
dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. (Tim Departemen
Kesehatan
RI,
1991
17).
Keperawatan.
di
(Tim
tentukan
dengan
Departemen
tujuan
terpenuhinya
Kesehatan
RI,
kebutuhan
1991:
klien
20).
Perawatan
Klien
dapat
melakukan
mobilisasi
secara
Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
optimal.
1. Mattress
2. Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang
tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
3. mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
a. Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok)
maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan
kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
b. Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit.
d) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan
e) monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping:
bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
Rasional
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinal.
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat
menimbulkan efek samping.
2) Diagnosa
Keperawatan
II
Gangguan rasa nyaman: nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.
Tujuan
1. Rasa nyaman terpenuhi
2. Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
a) klien melaporkan penurunan nyeri
b) menunjukkan perilaku yang lebih relaks
Keperawatan
III
adaptif.
hasil
Rasional
a) meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan
ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b) Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c) Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif
dan tidak merasa rendah diri.
e. Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di
implementasikan
untuk
membantu
klien
memenuhi
kriteria
hasil.
atau
terminasi
rencana
asuhan
keperawatan.
Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah
a) Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan
rasa nyaman .
b) Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
c) Nyeri dapat teratasi
d) Tidak terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa
AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B.
Saunders Company, Philadelpia, 1991.
Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 251.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung.,
Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Johnson & Mass. 2008. Nursing Outcomes Classifications. 2nd edition. New York: Mosby-Year Book
inc
McCloskey & Bulechek. 2008. Nursing Interventions Classifications. 4th edition. New York: MosbyYear Book inc