TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Instalasi Gawat Darurat
Intalasi Gawat Daurat (IGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit
yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit
dan
cedera,
yang
dapat
mengancam
kelangsungan
hidupnya.
Gawat
Sakit yang
tertuang
dalam
Pelayanan
pasien
gawat
darurat
adalah
pelayanan
yang
6. Organisasi
IGD
didasarkan
pada
organisasi
multidisiplin,
Indicators
(KPI).
Dalam
SPM
rumah
sakit
untuk
unit
Indikator
Standar
100%
24 jam
100%
Satu tim
< 5 menit setelah pasien
datang
> 70%
100%
< dua per seribu (pindah
ke pelayanan rawat inap
setelah 8 jam)
RESUSITASI
Defibrilator
Brankar
Resusitation
kit
TINDAKAN
Gynecological
bed
Headlamp
ISOLASI
Bed pasien
elektrik
Bed pasien
manual
OBSERVASI
Brankar
Defibrilator
Pocket Pulse
Oximetry
Stetoskop
Film viewer
Lampu periksa
Lampu periksa
Tensimeter digital
Laryngoscope
Operating
lamp mobile
Minor surgery
set
Tensimeter
aneroid
Termometer
digital
Timbangan bayi
Nebulizer
Timbangan
dewasa
Pulse
oxymetry
Stetoskop
Suction pump
Infusion pump
Syringe pump
Bed pasien
elektrik
Bed pasien
manual
Tensimeter
digital
Tensimeter
aneroid
Termometer
digital
Bed pasien
elektrik
Bed pasien
manual
Bed side
monitor
Emergency
trolley
Oxigen
concentrator
portable
Stetoskop
EKG 12 channels
Tensimeter
digital
Tensimeter
aneroid
Termometer
digital
Pneumotic splint
set
Resucitator kir
EKG 6 channels
Emergency
trolley
Infusion pump
Stetoskop
Suction pump
Syringe pump
Tensimeter
digital
Tensimeter
aneroid
Sumber : PMK RI No.56 (2014) (ini boleh dihapus aja kalo gaperlu)
Menurut Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B tahun 2011,
Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus kasus gawat darurat
dan melakukan resusitasi serta stabilisasi. Pelayanan di Unit Gawat
Darurat rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam secara
terus menerus 7 hari dalam seminggu.
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit
pelayanan gawat darurat level III yaitu memiliki dokter spesialis empat
besar (dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter
spesialis anak, dokter spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site)
dalam 24 jam, dokter umum siaga ditempat (on-site) 24 jam yang
memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan GELS (General Emergency Life
Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu memberikan resusitasi dan
stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway, Breathing, Circulation)
untuk terapi definitif serta memiliki alat transportasi untuk rujukan dan
komunikasi yang siaga 24 jam.
Kebutuhan besaran ruangan tiap area IGD berdasarkan Pedoman
Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3. Kebutuhan Besaran Ruangan IGD
No
A
Ruangan
PENERIMAAN
1 Ruang Administrasi dan pendaftaran
Besaran Ruang
3-5 m2/ petugas (luas area
disesuaikan dengan jumlah
petugas)
3
4
Sesuai kebutuhan
Sesuai kebutuhan
5
6
Ruang Triase
Ruang Persiapan Bencana Massal
Min. 25 m2
Min. 3 m2/ pasien bencana
RUANG TINDAKAN
7 R. Resusitasi Bedah
8 R. Resusitasi Non Bedah
9 R. Tindakan Bedah
Min. 36 m2
Min. 36 m2
Min. 7,2 m2/ meja tindakan
Min. 7,2 m2/ meja tindakan
Min. 6 m2
Min. 9 m2
Min 3 m2
Min 4 m2
Min 8 m2
Min 6 m2
Min 4 m2
2
0
2
1
2
2
R. Dokter Konsulen
Sesuai Kebutuhan
R. Diskusi
Sesuai Kebutuhan
2
3
2
4
2
Ruang Perawat
Sesuai Kebutuhan
Sesuai Kebutuhan
Sesuai Kebutuhan
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0
3
1
3
2
Sumber
Utility)
Toilet (petugas, pengunjung)
masing2 2-3 m2
Min 4 m2
R. Gas Medis
Min 3 m2
R. Loker
Sesuai Kebutuhan
Pantri
Sesuai Kebutuhan
R. Parkir Troli
Min 2 m2
R. Brankar
Min 3 m2
pintu
masuk
kendaraan
ke
area
Instalasi
Rawat
memiliki
lantai
bawah
tanah
(Basement
Floor)
maka
perletakan IGD harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau
area yang memiliki akses langsung.
6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk
penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities
Preparedness Area).
7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien
(Ambulance
Drop-In
Area)
memiliki
sistem
sirkulasi
yang
meningkatkan
mutu
pelayanan
Rumah
Sakit
secara
berkesinambungan.
Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun
internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang
bahwa
Rumah
Sakit
wajib
memberikan
pelayanan
peningkatan
mutu
pelayanan
Rumah
Sakit
wajib
dilakukan
akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari UndangUndang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah
sakit
penting
untuk
dilakukan
dengan
alasan
agar
mutu/kualitas
yang
berwenang
melakukan
akreditasi.
Kementerian
kesehatan.
Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu
pada Standar JCI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu, (1)
kelompok sasaran yang berfokus pada pasien, (2) kelompok standar
manajemen rumah sakit, (3) kelompok keselamatan pasien dan (4)
sasaran MDGs.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam langkah dan
strategi pelaksanaan keselamatan pasien (Depkes RI. 2010), salah
satunya adalah mengikuti Akreditasi Rumah Sakit. Selanjutnya dalam
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(Depkes RI. 2007) disebutkan rumah sakit mutlak memerlukan sistem
tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen K3RS. Mengacu kepada
kedua landasan hukum tersebut, maka konsep kajian tentang keselamatan
pasien yang dilakukan pada penelitian ini mengacu kepada aspek
kesehatan dan keselamatan kerja yang terkait dengan standar akreditasi
yang dikeluarkan oleh Joint Commission International Accreditation
Standards for Hospitals, 4th Edition (2011) serta serta dihubungkan
dengan mutu pelayanan adalah aspek pelayanan di IGD rumah sakit, yaitu
sasaran keselamatan pasien rumah sakit dengan indikator sebagai berikut.
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam
rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi
lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara
yang dapat dipercaya (reliable) mengidentifikasi pasien sebagai individu
yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan
kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut (Depkes RI. 2011).
Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan
untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk
darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien,
seperti nama pasien, nomor identifikasi umumnya digunakan nomor
untuk
mengembangkan
kebijakan
atau
prosedur
untuk
prosedur
untuk
menyusun
daftar
obat-obat
yang
perlu
klinis
sebagaimana
ditetapkan
oleh
petunjuk
dan
praktek
berhubungan
dengan
resep
yang
tidak
terbaca
(illegible
sekurang-kurangnya
prosedur
yang
menginvestigasi
dalam
kebanyakan
tatanan
pelayanan
kesehatan,
dan
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa
meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi
alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat
bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik
konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap
langkah-langkah
yang
dilakukan
untuk
mengurangi
jatuh.
Misalnya
dalam
Peningkatan
Mutu
Pelayanan
Kesehatan
(dari buku referensi bu Viera)
Fida,
ini banyak yg copas dari jurnal dan PMK/KMK, dll. Bole dihapus2 aja yang
ga perlu.
wkwkwkwk. Sekian...