BPH Vs Ca Prostat
Dengan CKD
Oleh
M. Nashrllah
NIM. I1A010023
Pembimbing
dr. Deddy R Yulizal, Sp.U
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2
BAB III. LAPORAN KASUS................................................................................... 14
BAB IV. PEMBAHASAN......................................................................................... 32
BAB V PENUTUP................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi ialah
hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer. BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan pada laki- laki dan kejadiannya
berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan pada umur 41- 50 tahun, 50%
pada umur 51-60% dan lebih 90% pada umur lebih dari 80%.1
Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan
dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu susah untuk
buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh kekuatan dan pancaran urine
berkurang.1
Karsinoma prostat adalah suatu kanker ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat,
tumbuh secara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya
dan merupakan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pada pria.5
Kanker prostat merupakan tumor yang paling sering terjadi pada pria di Amerika
Serikat. Sekitar 200.000 kasus baru di diagnosis setiap tahunnya. Kanker prostat
menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi pada populasi pria di Amerika.5
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus pria 73 tahun dengan diagnosis BPH yang
dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya,
alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar,
lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau
bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin
dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan
butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya
terlihat ditengah, bulat dan kecil.
simphisis
oleh
lemak
ekstraperitoneal
yang
terdapat
pada
cavum
Lobus anterior
d. Lobus posterior
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25%
massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama
simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti
dinding pembuluh darah. 3
2.3 Definisi
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul
pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4
Kanker prostat biasanya terjadi pada pria yang lebih tua. Karsinoma prostat merupakan
keganasan yang terbanyak di antara keganasan sistem urogenitalia pria.5
2.4 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) .
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah
: (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron,
(3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat..5
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal. 5
Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
5
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri
secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi
itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena kanker prostat. Faktor predisposisi tesebut
antara lain : Genetic, ras, usia, riwayat keluarga, diet tinggi lemak, polusi, hormonal dan
aktivitas seksual.5
Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudara laki
lakinya menderita penyakit ini. Kemungkinan naik menjadi lima kali jika ayah dan
saudaranya jua menderita.5
2.5 Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70 tahun,
akan menjadi 90%.4
10
Ca Prostat ini menyerang pasien yang berumur di atas 50 tahun, diantaranya 30%
menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini
jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun.5
11
Hiperplasia Prostat
Buli-buli:
Refluks VU
Trabekulasi
Hidroureter
Selula
Hidronefrosis
Divertikel buli-buli
Gagal ginjal
12
Iritasi
Frekuensi
Nokturi
Intermitensi
Urgensi
Disuria
13
b.
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)
Karsinoma prostate stadium dini dan lanjut mungkin asimptomatik pada saat
diagnosis, dan lebih dari 80 persen pasien menderita penyakit stadium C dan D pada saat
diagnosis. Pada orang yang simptomatis, keluhan yang sering ditemui adalah disuria,
kesulitan berkemih, mengedan jika ingin berkemih, peningkatan frekuensi berkemih, retensi
urin total, nyeri punggung atau pinggang dan hematuria. Setiap laki-laki berusia diatas 40
tahun yang mengeluh disuria, sering berkemih atau kesulitan berkemih tanpa obstruksi
uretrhra mekanis harus dicurigai menderita kanker prostate. Gejala lainnya berupa :
Hematuria
inkontinensia uri
14
Gejala
Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Gejala iritasi
Gejala iritasi dan obstruksi
15
Divertikulum buli
Kondisi
neurologis
(injuri
medulla
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi
Jika curiga adanya keganasan prostat. Peningkatan insidens kanker prostat yang pesat
dalam dekade terakhir tidak lepas dari digunakannya PSA sebagai modalitas diagnostik.
Walaupun tidak merupakan petanda tumor spesifik untuk keganasan prostat, bila nilai PSA
>4 ng/ml, yaitu nilai yang dipakai sebagai batas normal, umumnya akan dilakukan biopsi
prostat sekalipun tidak ditemukan kelainan pada colok dubur. Untuk keganasan prostate
dikenal petanda tumor yaitu fosfatase asam prostate (prostate acid phosphatase = PAP) dan
antigen khas prostate (prostate specific antigen = PSA) yang sensivitasnya tinggi dan
spesifisitasnya tidak terlalu tinggi, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan PAP.
Peningkatan kadar antigen spesifik prostate (PSA) dalam serum adalah pemeriksaan paling
peka untuk mendeteksi kanker prostate secara dini. Kadar PSA mungkin meningkat pada
penyakit local, sedangkan peningkatan kadar fosfatase asam biasanya mengisyaratkan
kelainan ekstraprostate. Setelah diagnosis dan pengobatan, penilaian respon paling baik
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan berkala PSA maupun fosfatase asam
2.10 Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia
17
2.11 Pencitraan
a.
Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine
b.
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan
gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah
yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu
jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan
prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang
dicurigai memiliki keganasan prostat.
18
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat,
caranya antara lain :
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur
dari dasar sampai puncak.
c.
Sistoskopi 1
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam
penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi
semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang
membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan
dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
19
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
20
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang
berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s
dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang
tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200
ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera
sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal (A) dan pada BPH(B)
2.13 Komplikasi 1
BPH
Retensi urine akut ketidak mampuan
untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml,
pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
Ca Prostat
- Gangguan ereksi (impotensi)
- Perdarahan post operasi
- Anastomosi striktur pada perineal
prostatectomy
- Urocutaneus fistula (perineal prostatectomy
21
2.14 Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Observasi
Watchful
Medikamentosa
Penghambat
Operasi
Prostatektomi terbuka
waiting
adrenergik
Penghambat
Endourologi
reduktese
Fisioterapi
1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
22
Invasive minimal
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks
gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk
ada
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Operasi
Pilihan terapi
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi invasif
Terapi medis
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
23
Operasi
Penatalaksanaan
Wactfull waiting
Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
5 alpha-reductase inhibitors
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Ringan 3-4
Sedang 6-7
Berkurangnya semen-4%
Kombinasi
Sedang-berat 9-11
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-10-
TUNA
16%
Urgensi/frekuensi-31%
Sedang 9
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser
&
Retensi urinaria-1-21%
sejenis
Urgensi&frekuensi-6-99%
Operasi terbuka
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
Berat
a.
Watchful waiting 5
24
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai
komponen
static
dengan
cara
menurunkan
kadar
hormone
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
1)
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
25
Efek
samping
dapat
termasuk
sakit
kepala,
kelelahan,
atau
ringan.
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
2)
Penghambat 5 reduktase 5
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
26
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran
prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
3)
Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat
obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti
inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara
fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
c.
28
3) Thermotherapy
dengan
air. Terapi
ini
menggunakan
air
panas
untuk
29
verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent
temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam
super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih
merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di
daerah penis.
d.
Bedah
1)
Operasi transurethral5
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi, ahli
bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen
dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut
resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan
diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik
yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia
relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan
30
pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma.
Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk
tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu
sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir
operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP
adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Selama operasi
Perdarahan
Sindrom TURP
Perforasi
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana
terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu
besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.
31
Open surgery5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi
terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan
ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung
kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan
suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%)
dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3)
Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi
sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah :
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih
rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan
cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30
sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.
32
33
Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat perbaikan
klinis
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan
IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor miksi, juga
diperiksa kultur urin
Pembedahan
34
BAB III
LAPORAN KASUS
A.
Identitas
Nama
: Tn. Bakri
Umur
:73 Tahun
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Alamat
: Barito Hulu
MRS
: 21 April 2015
No. RMK
: 1148269
B.
Anamnesa
35
PEMERIKSAAN FISIK
: Compos Mentis
GCS = 4-5-6
Tanda Vital
Kepala/Leher
= 18 kali/menit
Nadi
= 78 kali/menit
Suhu
= 36,9o C
Thoraks
: I = Bentuk simetris
P = Fremitus raba simetris
P = Sonor
A = Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
36
Abdomen
Ekstremitas
-
Superior dextra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Superior sinistra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Inferior dextra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Inferior sinistra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Tidak adanya benjolan di leher, ketiak, paha, telinga dan di daerah lainnya.
Rectal Toucher :
Inspeksi : massa (-) hemorroid (-)
Palpasi :Didapatkan tonus sfingter ani baik, refleks bulbocavernosus (+) terdapat benjolan
pada arah jam 12 dengan pembesaran dari arah jam 1 dan jam 11 , uninoduler, konsistensi
prostat kenyal padat, lobus kanan kiri simetris.
Sarung tangan feses (+) darah(-)
Pemeriksaan IPSS
Untuk pertanyaan no.1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :
0 = tidak pernah
2 = separuh kejadian
5 = hampir selalu
37
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan
berkali-kali? Skor 5
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing? Skor 2
5. Merasakan pancaran urin yang lemah? Skor 5
6. Harus mengejan dalam memulai kencing? Skor 5
Untuk pertanyaan no.7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini :
0 = tidak pernah
3 = 3 kali
1 = 1 kali
4 = 4 kali
2 = 2 kali
5 = 5 kali
7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk
kencing? Skor 5
Pertanyaan penilaian tentang kualitas hidup :
8. Bagaimana anda menikmati hidup? Tidak bahagia
Kesimpulan : S
,L
,Q
,R
,V
38
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
39
40
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil LAB
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV,MCH,MCHC
MCV
MCH
MCHC
HITUNG JENIS
- Gran %
- Limfosit %
- Eosinofil %
- Basofil%
- Gran #
- Limfosit #
- Eosinofil #
- Basofil #
PROTROMBIN TIME
Hasil PT
INR
Control Normal PT
APTT
Control Normal APTT
GULA DARAH
Glukosa darah puasa
G2PP
Gula Darah Sewaktu
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
21-04-2015
Rujukan
Satuan
11.1
12,4
3,55
31,1
132
11.8
12,0-16,0
4,0-10,5
4,5-6,00
40-50
150-450
11,5-14,7
g/dl
Ribu/l
Juta/l
Vol%
Ribu/l
%
89,3
31,3
35.0
80-97
27-32
32-38
Fl
Pg
%
48,2
38,3
6,9
0,8
3,92
3,1
0,56
0,07
50-70
25-40
1.3
0,0-1,0
2,50-7,00
1,25-4,00
<3
<1
%
%
%
%
ribu/l
ribu/l
ribu/ul
ribu/ul
11,1
0,84
11.4
26,9
26.1
9,9-13,5
Detik
22.2-37,0
Detik
127
70-105
<140
<200
Mg/dl
Mg/dl
mg/dl
58
46
0-46
0-45
U/I
U/I
110
5.2
10-50
0.7-1.4
mg/dl
mg/dl
127
4,5
92,7
135-146
3,4-5,4
95-100
Mmol/l
Mmol/l
Mmo/l
41
21-04-2015
Rujukan
Kuning jernih
1.005
negatif
+1
negatif
negatif
+2
negative
0,2
trace
Kuning jernih
1005-1030
negatif
negative
negatif
negatif
negative
negative
0,1-1,0
negatif
3-5
0-3
Eritrosit
5-10
0-2
Slinder
negatif
negatif
Epitel
+1
+1
Bakteri
negatif
negatif
Kristal
negatif
negatif
Hasil LAB
Urinalisa
Warna
BJ
keton
Protein albumin
GLukosa
Bilirubin
Darah Samar
Nitrit
urobilinogen
leukosit
Urinalisa Sedimen
Leukosit
42
Satuan
1-05-2015
Rujukan
Satuan
Ureum
69
10-50
mg/dl
Creatinin
4.3
0.7-1.4
mg/dl
Natrium
135,1
135-146
Mmol/l
Kalium
5,3
3,4-5,4
Mmol/l
Chlorida
101,3
95-100
Mmo/l
5-05-2015
Rujukan
Satuan
Ureum
73
10-50
mg/dl
Creatinin
3,4
0.7-1.4
mg/dl
Hasil LAB
GINJAL
ELEKTROLIT
Hasil LAB
GINJAL
43
9-05-2015
Rujukan
Satuan
Ureum
93
10-50
mg/dl
Creatinin
4,8
0.7-1.4
mg/dl
15-05-2015
Rujukan
Satuan
Ureum
123
10-50
mg/dl
Creatinin
5,8
0.7-1.4
mg/dl
Hasil LAB
GINJAL
Hasil LAB
GINJAL
44
45
22-05-2015
Rujukan
Satuan
Hemoglobin
8,6
12,0-16,0
g/dl
Leukosit
12,4
4,0-10,5
Ribu/l
Eritrosit
3,55
4,5-6,00
Juta/l
Hematokrit
31,1
40-50
Vol%
Trombosit
132
150-450
Ribu/l
RDW-CV
11.8
11,5-14,7
MCV
89,3
80-97
Fl
MCH
31,3
27-32
Pg
MCHC
35.0
32-38
- Gran %
48,2
50-70
- Limfosit %
38,3
25-40
- Eosinofil %
6,9
1.4
0,8
0,0-1,0
- Gran #
3,92
2,50-7,00
ribu/l
- Limfosit #
3,1
1,25-4,00
ribu/l
- Eosinofil #
0,56
<3
ribu/ul
0,07
<1
ribu/ul
Hasil PT
11,1
9,9-13,5
Detik
INR
0,84
Control Normal PT
11.4
Hasil LAB
HEMATOLOGI
MCV,MCH,MCHC
HITUNG JENIS
Basofil%
Basofil #
PROTROMBIN TIME
46
22-05-2015
Rujukan
Satuan
APTT
26,9
22.2-37,0
Detik
26.1
70-105
Mg/dl
G2PP
<140
Mg/dl
<200
mg/dl
Hasil LAB
GULA DARAH
Glukosa darah puasa
127
HATI
SGOT
58
0-46
U/I
SGPT
46
0-45
U/I
Ureum
123
10-50
mg/dl
Creatinin
3,8
0.7-1.4
mg/dl
Natrium
127
135-146
Mmol/l
Kalium
4,5
3,4-5,4
Mmol/l
Chlorida
92,7
95-100
Mmo/l
GINJAL
ELEKTROLIT
E. DIAGNOSIS
BPH dd Ca Prostat + CKD
F. PENATALAKSANAAN
R/ TUR-P Biopsi
G. FOLLOW UP
21 April 2015 (H.I)
47
S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
48
S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
RR
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
18 x/menit
TD
120/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pasang DC
Pro TUR-P Biopsi
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Konsul anestesi
Pro TUR-P Biopsi
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
13 Mei 2015 (H.23)
S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Pemeriksaan fisik
58
K/L
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Metoklopramid 3x1
Pro TUR-P Biopsi
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
TUR-P Biopsi tertunda karena Hb <10gr.dl
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
Cor
Abdomen
Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ada riwayat BAK tidak selesai dansulit BAK
sejak 10 hari yang lalu/.Diagnosis ditegakkkan melalui hasil USG pada tahun 13 Apirl 2015 dengan
adanya BPH kemudian dilakukan USG ulang pada 23 April tahun 2015, didapatkan adanya BPH
dengan volume 67-68 cc..
Pada pasien ini didignosis BPH dd Ca Prostat karena ditemukan hasil anemesis yaitu
riwayat BAK tidak tuntas dan kesulitan BAK dan pemeriksaan fisik ke arah BPH yaitu ada RT
terdaoat adanya pembesaran prostat yang kemudian dipastikan dengan hasil USG dengan
kesimpulan BPH dengan volume 67-68 cc. Namun pada pasien juga ditemukan ada peningkatan
PSA dan sitologi urne yang menyebutkan ada kandungan sel malignant sehingga ditambahkan
different diagnosis yaitu Ca prostat.
64
65
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan suatu kasus BPH dd Ca Prostat dan CKD pada Tn. B yang berusia
73tahun. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ada riwayat BAK tidak selesai
dansulit BAK sejak 10 hari yang lalu/.Diagnosis ditegakkkan melalui hasil USG pada tahun
13 APpirl 2015 dengan adanya BPH kemudian dilakukan USG ulang pada 23 April tahun
2015, didapatkan adanya BPH dengan volume 67-68 cc.
. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah
66
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis 4. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Fawzy A, Pool JL. 2010. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of
Alpha Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2010
3. Gardjito W.Retensi Urin : Permasalahan dan Penatalaksanaan. JURI 1994; 4:
18-26
4. Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in
patients with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad.
Med. Singapore ; 39
5. Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi 3.
Jakarta: Sagung Seto
6.
67