Berat kelenjar
prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata :
panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri
dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus
posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut
lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna
abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat
terdiri dari:
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan
jaringan muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok
bagian :
1. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2. Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut
juga sebagai adenomatus zone.
3. Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari
ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika
seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas
: zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior
dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50
lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih
kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika,
dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi
oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid
(Anderson, 1999).
2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua
biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada
proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan
unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak
berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang
bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra
dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga
penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan
kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari
vesika yang dapat mengakibatkan peradangan(Brunner & Suddarth,
2001).
1. Batas-batas prostat
Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan
permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini
terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah
excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju
corpus perinealis.
Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Prostat secara tak sempurna dibagi dalam lima lobus. Lobus anterior, atau isthmus,
terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius,
adalah kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara uretra dan ductus
ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum vesicae. Bagian ini kaya
akan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di baeah ductus
ejaculatorius dan juga mengandung jaringankelenjar. Lobus lateral kanan dan kiri
terletak di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal
yang terdapat pada permukaan posterior prostat. Lobus lateral mengandung
banyak kelenjar.
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang mengandung
asam sitrat dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke caioran semen pada
saat ejakulasi. Otot polos pada stroma dan kapsula berkontraksi dan sekret yang
berasawl bersama kelenjar diperas masuk ke uretra pars prostatid. Sekret prostat
bersifat alkali yang membantu menetralkan keasamavagina.
Seperti diketahui fungsi utama dari unit vesikouretra adalah menampung urin untuk
sementara, mencegah urin kembali ke arah ginjal dan pada saat-saat tertentu
melakukan ekspulsi urin. Unit vesikouretra terdiri dari buli-buli dan uretra posterior.
Uretra posterior terdiri dari uretra pars prostatika, yang bagian proksimalnya
disebut sebagai leher buli-buli dan uretra pars diafragma yang tidak lain adalah
spinkter eksterna uretra. Unit vesikouretra ini dipelihara oleh sistem saraf otonom
yaitu parasimpatis dan simpatis untuk buli-buli dan uretra proksimal dari diafragma
serta saraf somatis melalui nervus pudendus untuk spinkter eksterna. Sistem
persyarafan tersebut memungkinkan terjadinya proses miksi secara bertahap (fase)
yaitu :
1. Fase Pengisian (Resting /Filling Phase)
Fase ini terjadi setelah selesai miksi dan buli-buli mulai diisi lagi dengan urin dari
ginjal yang masuk melalui ureter. Pada fase ini tekanan di dalam buli-buli selalu
rendah, kurang dari 20 cm H2O. Sedangkan tekanan di uretra posterior selalu lebih
tinggi antara 60-100 cm H2O.
2. Fase Ekspulsi
Setelah buli-buli terisi urin sebanyak 200-300 ml dan mengembang , mulailah
reseptor strecht yang ada pada mukosa buli-buli terangsang dan impuls
dikirimkan ke sistem saraf otonom parasimpatis di medula spinalis segmen 2
sampai 4 dan sistem syaraf ini menjadi aktif dengan akibat meningkatnya tonus
buli-buli (muskulus detrusor). Meningkatnya tonus detrusor ini dirasakan sebagai
perasaan ingin kencing. Pada saat tonus detrusor meningkat maka secara sinkron
leher buli-buli dan uretra pars prostatika membuka, bentuknya berubah seperti
corong dan tekanannya menurun. Pada keadaan ini inkontinensia hanya
dipertahankan oleh spinkter eksterna yang masih tetap menutup. Bila yang
bersangkutan telah mendapatkan tempat yang dianggap konvivien untuk miksi
barulah spinkter eksterna secara sadar dan terjadi miksi. Pada saat tonus detrusor
meningkat sampai terjadinya miksi tekanan intravesikal mencapai 60-120 m
2. Perdarahan, penyaliran limfe, dan persyarafan
Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior dan a.
rectalis media. Vena membentuk pleksus venosus prostatiticus yang terletak antara
kapsula prostat dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menerima v. dorsalis
profundus penis dan banyak v. vesicalis , dan mengalirkan darah ke v. iliaca interna.
Pembuluh limfe dari prostat mengalirakn cairan limfe ke nodi limfatici iliaca interna.
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksin sehingga terjadi retensi urin.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas
pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut maka pada suatu saat akan terjadi
kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin
terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan
intravesika terus meningkat dan dapat terjadi inkontinensia paradoks. Retensi
kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi
penderita terus mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terbentuk sisa urin terbentuk batu endapan di dalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu juga dapat menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat
terjadi pielonefritis.
D. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. Gejala Klinis
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai sindroma prostatisme.
Walaupun begitu sindroma ini tidak patogomonik untuk BPH. Obstruksi intra vesikal
yang lain dapat pula memberikan gejala klinis seperti sindroma prostatisme ini.
Oleh karena itu istilah ini belakangan sering diganti dengan Lower Urinary Tract
Symptom (LUTS). Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, yaitu gejala
obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa
kosong (Incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil
(hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil
terputus-putus (intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow. Kedua, gejala iritatif
terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil
(urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit
menahan buang air kecil (urge incontinence). Dari kedua macam gejala tersebut,
gejala obstruktif biasanya lebih menonjol. Bila terjadi gejala iritasi lebihmenonjol
harus dipikirkan penyebab lain selain BPH.
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH,
dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring,
di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil
berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain
adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski1,2,5. Skor AUA terdiri dari 7
pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan
iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7
ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat1. Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6
pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi
dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor
<> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen
penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya.
2. Tanda Klinis
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada
pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Ukuran dan konsistensi
prostat perlu diketahui, walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak
berhubungan dengan derajat obstruksi. Pada BPH, prostat teraba membesar dengan
konsistensi kenyal. Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras,
perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.
F. PEMERIKSAAN FISIK
BPH biasanya mengenai pria usia lanjut oleh karena itu pada pemeriksaan fisik kita
menghadapi pria dengan tanda-tanda usia lanjut seperti rambut telah beruban,
pada kulit muka terdapat keriput dsb. Tanda-tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi
biasanya cukup baik kecuali bila BPH nya telah disertai berbagai penyulit. Karena
usia penderita yang cukup lanjut, pemeriksaan keadaan umum penderita harus
dikerjakan dengan teliti, tidak jarang terdapat penyakit-penyakit lain seperti
hipertensi, obstruksi jalan nafas kronis, penyakit parkinson, diabetes melitus, bekas
stroke dan lain-lain. Pemeriksaan abdomen juga harus diteliti. Daerah pinggang
kanan dan kiri harus diperiksa dengan teknik palpasi bimanual. Bila ginjal teraba,
patut dicurigai adanya hidronefrosis karena stasis urin. Bila penderita merasakan
nyeri pada saat ditekan agak kuat, mungkin terdapat pyelonefritis.
Pada inspeksi daerah suprasimfisis, bila penderita dalam keadaan retensio urine,
akan kelihatan menonjol. Penonjolan ini bila dipalpasi akan terasa adanya
balottement dan penderita akan tersa ingin kencing. Kemudian dengan cara perkusi
dapat diperkirakan ada tidaknya residual urine Penting juga memeriksa penis dan
uretra untuk mendeteksi kemungkinan penyebab yang lain dari keluhannya
misalnya adanya stenosis meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma ataupun
fimosis. Scrotum bisa juga diperiksa untuk menentukan ada tidaknya hernia, orchitis
maupun epidiymitis
Pemeriksaan Colok Dubur (Rectal Toucher = RT)
Sebelum dilakukan RT, penderita harus diminta miksi lebih dulu dan bila penderita
dalam keadaan retentio urin, RT dikerjakan setelah buli-buli dikosongkan dengan
kateter. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter
anus, mukosa rektum, keadaan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat.
Tujuan dari RT adalah :
Interpretasi
0,5-4,0 ng/ml
Normal
4,0-10 ng/ml
Kemingkinan Ca 20 % (perlu TRUS & biopsi)
> 10 ng/ml
Kemingkinan Ca 50 % (Perlu TRUS & biopsi)
Kenaikan > 20%/th
Segera rujuk untuk TRUS & biopsi
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran
urin ini dapat diperiksa dengan Uroflowmeter. Jumlah urine yang cukup untuk
mendapatkan flowmetrogram yang representatif palaling sedkit 150 ml dan
maksimal 400 ml, yang ideal antara 200-300 ml.
Penilaian hasil :
Flow rate maksimal : 15 ml/detik : non obstuktif
10-15 ml/detik : border line
10 ml/detik : obstruktif
Walaupun ada beberapa prosedur untuk mendiagnosis BPH, Uroflowmetri
merupakan cara terbaik dan paling tidak invasif dalam mendeteksi adanya
obstruksi traktus urinarius bagian bawah.
3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
Perkembangan teknik pemeriksaan ultrasonogarfi (USG) membawa manfaat yang
besar bagi evaluasi penderita BPH. Selain itu dengan USG ini dapat pula diperiksa
buli-buli, misalnya ada batu buli-buli, tumor buli-buli, divertikel. Juga dapat diperiksa
jumla residual urine. Terdapat beberapa macam tranducer untuk pemeriksaan
prostat yaitu suprapubic (abdominal), transrektal dan transuretral.
Pemeriksaan Rontgenologik yaitu pyelografi intravena (IVP) sekarang tidak lagi
merupakan pemeriksaan rutin untuk evaluasi penderita BPH tetapi hanya dikerjakan
secara selektif.
4. Pemeriksaan Panendoskopi :
Dengan pemeriksaan panendoskopi dapat ditentukan secara review :
Keadaan uretra anterior, misalnya adanya striktur uretra
Keadaan uretra prostatika, bagian prostat mana yang membesar, panjangnya uretra
yang obstruktif karena pembesaran prostat
Keadaan didalam buli-buli yaitu ada tidaknya tumor, batu, hipertropi dari detrusor,
ada tidaknya selulae atau divertikel dan keadaan muara ureter dan mengetahui
kapasitas buli-buli.
H. DIAGNOSA BANDING
Sindroma prostatisme tidak hanya disebabkan oleh BPH, tetapi dapat pula
di dalam darah, sehingga efek samping seperti disebutkan diatas jarang terjadi.
Prinsip kerja dari obat ini menghambat metabolisme testoteron menjadi
dehidrotestoteron (DHT) yang mrupakan zat aktif perangsang terjadinya hiperplasi
prostat. Obat 5 reduktase yng tersedia di pasar adalah golongan Finasterida
dengan nama dagang di Indonesia PROSCAR. Obat ini diberikan per oral, sekali
sehari/ tablet. Secara berkala penderita diperiksa lagi dan dievaluasi parameter pra
terapi. Bila menunjukkan perbaikan terapi diteruskan dan bila tidak,
dipertimbangkan terapi pembedahan.
b. Golongan Alpha Blocker
Tegangan otot polos prostat dikontrol dominan oleh reseptor alpha-1. Kontraksi otot
polos prostat, yang merupakan bagian dari sindroma obstruktif BPH, dapat
dihambat oleh obat-obat alpha blocker, misalnya : phenoxybenzamin, alfuzosin,
doxazin, indoramin dan terazosin. Tetapi harus dimulai dengan dosis rendah dan
dengan hati-hati dinaikkan, tergantung respons individual. Penelitian kontrol
plasebo, menunjukkan bahwa alpha blocker dapat memperbaiki flow urin dan
gejala-gajala BPH. Obat ini harus diberikan dengan cara titrasi (dosis dinaikkan
bertahap), biasanya perbaikan tampak 2-3 minggu setelah pemberian dan bila tidak
ada efek setelah 3-4 bulan pemberian secara titrasi, maka alternatif terapi lain
harus dipertimbangkan.
Pada tiga studi menggunakan alpha blocker menghasilkan hasil yang sama. Skor
keluhan menurun dengan mean 16,85-17,9% dibanding 14,5% pada plasebo. Flow
urin membaik kurang lebih 3 ml/ detik.
Efektifitas jangka panjang belum diketahui. Efek samping yang dapat terjadi
meliputi takikardi, palpitasi, kelemahan, lelah dan hipertensi postural yang dapat
menimbulkan masalah pada pasien-pasien pasca penyakit serebrovaskuler atau
riwayat sinkop. Pusing atau vertigo dan sefalgia terjadi pada 10-15% pasien, dan
hipertensi postural pada 2-5% pasien.
3. Intervensi Invasif
1) Open prostatektomi
Dikenal 2 cara :
a. Freyer
Teknik : suprapubik transvesikacal prostatektomi
Balfied tahun 1887 pertama kali melakukan pembedahan cara ini, kemudian oleh
Sir Peter Freyer dari London dilaporkan pada kongres SIU di Paris tahun 1900.
b. Millin
Teknik : Retropubik transkapsular prostatektomi.
Tahun 1945 dikenalkan oleh Terence Millin dari Inggris
Keuntungan : Sumber perdarahan jelas dan apeks prostat lebih mudah dicapai.
Operasi terbuka ini dianjurkan pada BPH dengan berat lebih dari 50 gram atau yang
diperkirakan tidak dapat reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam. BPH yang
disertai penyulit, misalnya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 2,5 cm atau
multipel dan bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TUR Prostat baik sarana
Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002
Derajat
I
Colok dubur
Penonjolan prostate, batas atas mudah diraba
II
50 100 ml
III
> 100 ml
IV
I. PENDAHULUAN
Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic
hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar
prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler. (1)
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang
berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan berkemih. (2)
Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini berlangsung di
dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria secara beragam. Sebagai
akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun berbeda untuk tiap kasus. Tidak ada
penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat bertumbuh, maka sering berlanjut terusmenerus, kecuali terapi medikasi di berikan. (3,4)
II. INSIDEN
Sulit untuk menentukan insidens dan prevalensi BPH karena dari berbagai penelitian
digunakan kriteria yang berbeda untuk menjelaskan kondisi penyakit. Berdasarkan data National
Institutes of Health (NIH), BPH terjadi pada lebih dari 50% pria berumur lebih dari 60 tahun dan
sebanyak 90% pada pria berumur 70 tahun. (4)
III. EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko perkembangan BPH masih belum diketahui secara jelas. Beberapa studi
menjelaskan adanya hubungan dengan faktor predisposisi genetik, dan yang lainnya mengatakan
adanya kaitan dengan perbedaan ras. Hampir 50% pria berumur kurang dari 60 tahun yang
menjalani operasi untuk BPH memeiliki bentuk penyakit yang diwariskan. Bentuk ini merupakan
bentuk autosomal dominant, dan keturunan pertama dari pasien BPH membawa resiko relatif
yang meningkat hampir 4 kali lipat. (5)
IV. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Secara histopatologis, BPH ditandai dengan
peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di area periuretra dari prostat. Berdasarkan
pengamatan dari pembentukan formasi glandula epitel baru, yang dimana secara normal hanya
terdapat pada janin dan mencetuskan konsep embryonic reawakening dari sel stroma potensial.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, baik secara tunggal atau
kombinasi, yaitu: (1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostate, (4) berkurangnya kematian sel
(apoptosis), dan (5) teori stem sel.
(3,6)
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim
5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada
BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal. (3,5,6,7)
Ketidaseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangakn kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat dangan cara
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil
akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang
lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. (3,6)
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) teetentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin
atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyababkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. (3,6)
Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosisoleh sel-sel
disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat kesimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah selsel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkar sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat
proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan
TGF berperan dalam proses apoptosis. (3,6)
Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalmi apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di
dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon
androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel epitel. (3,6)
V. ANATOMI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior
buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat, merupakan
suatu kelenjar yang terdiri dari 30 50 kelenjar, yang terbagi atas lima lobus, yaitu lobus
posterior, medius, anterior dan dua lobus lateral, tetapi selama perkembangan selanjutnya ketiga
lobus posterior bersatu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus-lobus lain tampak homogen berwarna keabuabuan, dengan kista kecil-kecil berisi cairan seperti susu. Kista-kista ini ialah kelenjar-kelenjar
postat.
Di sebelah anterior dibatasi oleh retropubic space (space of Retzius), disebelah posterior
dipisahkan dengan ampula rekti oleh fascia Denonvilliers. Basis dari prostat berlanjut dengan
leher bui-buli, dan apex prostat melekat pada permukaan diafragma urogenital. Di sebelah lateral
prostat berbatasan dengan muskulus levator ani. Vaskularisasi dari prostat di percabangkan oleh
arteri iliaca inerna (a. vesika inferior dan a. rektal medial). Inervasinya berasal dari plexus pelvis.
(7)
McNeal telah membagi prostat menjadi 3 zona. Zona perifer mengisi 70% volume prostat
dewasa, zona sentral 25% dan zona transisi 5%. Sebagian besar BPH terdapat pada zona
transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. (5)
VI. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikel. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lower urinar tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkn aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
Hiperplasia prostat
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot
polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot
polos itu dipersarafi oleh serabut ssimpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada orang
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi
4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan
dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen
statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab
obstruksi prostat. (2,3,7)
VII. DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada
saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
Obstruksi
Iritasi
Hesitansi
Frekuensi
Nokturi
Intermitensi
Urgensi
Disuri
Menetes setelah
miksi
(2,3,7,9)
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa
ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien. sistem skoring yang duanjurkan oleh WHO adalah Skor Internasional Gejala
Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score).
sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
(LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0-5, sedangkan keluhan menyangkut
kualitas hidup diberi nilai 1-7.
Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 07, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.
2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja kencing?
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkali-kali?
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing?
5. Merasakan pancaran urine yang lemah?
6. Harus mengejan dalam memulai kencing?
Untuk pertanyaan no. 7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini:
0=Tidak pernah
3=Tiga kali
1=Satu kali
4=Empat kali
2=Dua kali
5=Lima kali
7. Dalam satu bula terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing?
TOTAL SKOR (S) = ...
Pertanyaan no. 8 adalah mengenai kulalitas hidup sehubungan dengan gejala diatas; jawablah dengan:
1.Sangat senang
5.Sangat tidak puas
2.Senang
6.Tidak bahagia
3.Puas
7.Buruk sekali
4.Campuran antara puas dantidak puas
8. Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati hidup?
Kesimpulan: S, L , Q , R , V
(S:Skor I=PSS, L:Kualitas hidup, Q:pancaran urine dalam ml/detik, R:sisa urine, V:volume prostat)
GAMBARAN RADIOLOGI
a. Konvensional
Gambaran radiologi pada IVP/IVU pada BPH adalah adanya indentasi buli-buli
(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) dan ureter di sebelah distal berbentuk seperti mata
kail atau fish hooked appearance (Gambar 4). (3)
Selain IVP/IVU, pencitraan konvensional yang lain adalah sistouretrogram, yaitu suatu
tipe urogram yang memberikan gambaran radiologi pada buli-buli dan uretra. Gambaran
radiologi pada sistouretrogram retr ograde posisi frontal (Gambar 5) dan posisi oblique (Gambar
6) ditunjukkan dengan adanya stenosis (penyempitan) uretra yang disebabkan oleh adanya
tekanan dari benign prostatic hyperplasia (middle lobe hyperplasia). (15)
USG
Pemeriksaan USG dapat memberikan gambaran kelenjar prostat pada pria dan jaringan
disekitarnya. Gambaran USG normal ditunjukkan pada gambar 7. Pemeriksaan USG prostat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu transabdominal ultrasound (TAUS) dan transrectal ultrasound
(TRUS).
TAUS dilakukan dengan melekatkan transducer di permukaan abdomen di atas buli-buli
dan prostat. TAUS dapat memperlihatkan adanya pembesaran intravesika akibat pembesaran
lobus medial prostat. (Gambar 8 & 9)
TRUS dilakukan dengan memasukkan transducer kedalam rectum pasien. transducer
tersebut mengirim dan menerima gelombang suara melalui dinding rectum sampai ke prostat
yang terletak tepat di depan rectum. TRUS setelah berkemih dapat menggambarkan: 1) besar
volume residul urine (303 cc) (lebih dari 40 cc adalah abnormal), 2) pembesaran prostat yang
terutama melibatkan zona transisional, 3) pembesaran intravesika yang melibatkan lobus median,
4) kista kecil pada inner gland, 5) zona perifer yang terdesak oleh pembesaran zona transisional.
(3, 16,17)
CT SCAN
CT SCAN digunakan dalam staging dan follow up dari tumor traktus urogenital. Pada gambar 12
(pot. axial) dan gambar 13 (pot. coronal) tampak pambesaran dari prostat yang mengakibatkan
penekanan pada buli-buli. (10, 18)
MRI
MRI merupakan pemeriksaan medis noninvasif yang dapat membantu diagnosis dan perawatan.
MRI memberikan detail dari anatomi lokal yang lebih baik dan oleh karena itu lebih baik pula
dalam menentukan local staging. (16, 18)
PATOLOGI ANATOMI
Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum.
a. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul
campuran fibroadenomatosa.
b. Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia
stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel
kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan.
BPH adalah perbesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang berkorelasi dengan
pertambahan umur. Perubahan yang terjadi berjalan lambat dan perbesaran ini bersifat lunak dan
tidak memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam banyak hal dengan berbagai faktor
pembesaran ini menekan uretra sedemikian rupa sehingga dapat terjadi sumbatan partial ataupun
komplit.
estrogen meningkat. Juga terdapat teori bahwa rasio estrogen/androgen yang lebih tinggi akan
merangsang hyperplasia jaringan prostat. Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan
kolagen dan elastin di antara otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan
neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. (11)
IVU
RUS
Note: Sonography of the prostate using TRUS (Transrectal ultrasound) was done in this elderly male patient with
hard nodule palpable on DRE (digital rectal examination) of the prostate. The hard nodule was felt in the left half of
the prostate. PSA study showed very high values (> 1000 ng/ml) (normal < 4 ng/ml). Ultrasound images (TRUS)
reveal a hypoechoic lesion involving much of the left peripheral zone. Color and Power Doppler images (TRUS)
reveal marked vascularity in the region of the nodule (left peripheral zone). These ultrasound image findings are
typical of carcinoma of prostate.
KARSINOMA BULI-BULI
Karsinoma buli-buli dapat dibedakan dengan BPH berdasarkan gejala klinis dan
gambaran patologisnya. Gejala klinis yang khas pada karsinoma buli-buli adalah gross hematuria
tanpa rasa nyeri (>80%). Gejala ini bisa atau tanpa disertai gejala iritatif seperti frekuensi,
urgensi, dan disuria. (20)
Cara pemeriksaan radilogik untuk diagnosis adalah: tiap pasien dengan hematuria di
sarankan pemeriksaan sistoskopi. Sebelum sistoskopi , urin yang baru dikeluarkan diperiksa
secara sitologik untuk melihat sel tumor. Kemudian dilakukan pemeriksaan IVU. Pemeriksaan
IVU dapat mendeteksi adanya tumor buli-buli berupa filling defect dengan permukaan yang
ireguler dan mendeteksi adanya tumor sel transisional yang berada di ureter atau pielum.
Didapatkannya hidroureter atau hidtronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi
tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna untuk menetukan ekstensi tumor
ke organ sekitarnya. (20)
IX. PENGOBATAN
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang
mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya
dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan
terapi medika mentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika
terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan (6) mengurangi
progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapaidengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif. (3)
Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yangmengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi lain. (3,7,12)
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa bloker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon terstosteron/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5-reduktase. Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai terapi
menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.
a. Penghambat reseptor adrenergik-
Prostat terdiri atas otot polos yang di kontrol oleh -adrenoreseptor, dan blokade dari
reseptor ini dapat mengurangi keluhan oleh penghambat adrenergik-1. ditemukannya obat
penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang ditimbulkan oleh obat
generasi seblumnya seperti fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-1
adalah: prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, doksazosin yang diberikan
sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju
pancuran urine. (3,12)
b. Penghambat 5-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosteron yang dikatalis oleh enzim 5-reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali
setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki
keluhan miksi dan pancaran miksi.
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex
hormone binding globulin (shbg), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal
growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostalglandin, efek antiinflamasi, menurunkan
outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan
adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak
lagi. (3,7,12)
Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya mambutuhkan jangka
waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapinya.
Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak
lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat transuretra
(TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP).
Indikasi operasi BPH : (1) Retensio urine, (2) BPH dgn penulit : ISK, batu , hernia,
hidronefrosis, uremia, hematuria berulang, (3) Residual urine > 100 cc, (4) Flow metri : pola
obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva datar/multifasik, waktu miksi memanjang), (5) Sindroma
prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif, dan (6) Terapi medikamentosa tidak berhasil. (1,3)
Tindakan invasif minimal
Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini sedang
dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai
risiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal
thermoterapi, (2) TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostat), (3) pemasangan stent
(prostacath), (4) HIFU (High Intensity Focused Ultrasound), (5) dilatasi dengan balon
(transurethral balloon dilatation). (3,7)
Gambar 24. Algoritmapenanganan pasien BPH
(Dikutipdari kepustakaan 13)
X. PROGNOSA
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian,
kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH
yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita. (4)
DAFTAR PUSTAKA
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya
hiperplasi prostat antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
6. Umur: Usia adalah faktor risiko utama untuk kanker prostat. Penyakit ini langka pada
laki-laki yang lebih muda dari 45. Kesempatan untuk mendapatkan itu naik tajam sebagai
seorang pria mendapatkan lebih tua. Di Amerika Serikat, sebagian besar penderita kanker
prostat lebih tua dari 65.
7. Sejarah keluarga: seorang laki-laki risiko lebih tinggi jika ayah atau saudara memiliki
kanker prostat.
8. Race: Prostate cancer lebih umum di Afrika Amerika laki-laki dari pada laki-laki putih,
termasuk orang-orang Hispanik putih. Hal ini kurang umum di Asia dan Indian Amerika
laki-laki.
9. Perubahan tertentu prostat: laki-laki dengan sel-sel yang disebut bermutu tinggi prostatic
intraepithelial neoplasia (PIN) mungkin pada peningkatan risiko untuk kanker prostat.
Sel-sel ini prostat terlihat normal di bawah mikroskop.
10. Diet: Beberapa studi menunjukkan bahwa orang-orang yang makan diet tinggi lemak
hewan atau daging mungkin pada peningkatan risiko untuk kanker prostat. Orang-orang
yang makan diet yang kaya buah-buahan dan sayuran mungkin memiliki resiko yang
lebih rendah.
Kontraksi otot prostat dan otot sekitarnya juga berperan dalam memompa air
mani pada saat ejakulasi.
Untuk berfungsi baik, prostat memerlukan hormon pria, yaitu testosterone, khususnya
dihidrotestosteron (DHT), yang terutama dihasilkan oleh testis. Sumber testesteron lain ialah
kelenjar anak-ginjal (kelenjar adrenal) walupun jumlahnya kecil.
Anatomi Prostat
Prostat tumbuh membesar pada masa pubertas kemudian tidak mengalami perkembangan yang
berarti sampai usia 40 tahun, setelah itu mulai tumbuh membesar secara perlahan.
Masalah prostat yang sering dihadapi oleh kaum pria ialah :
1. Peradangan (prostatitis)
2. Pembesaran prostat (Benign Postatic Hyperplasia = BPH)
3. Kanker prostat
Prostatitis
Prostatitis adalah radang pada kelenjar prostat akibat infeksi bakteri. Merupakan gangguan
prostat yang sering terjadi dan dapat terjadi pada pria usia muda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya prostatitis
1. Riwayat infeksi kandung kemih
2. Benign Postatic Hyperplasia (BPH) atau pembengkakan prostat.
3. Penyakit akibat hubungan seksual, seperti Gonore atau kencing nanah
4. Banyak minum alkohol
5. Makanan pedas
6. Cedera misalnya akibat bersepeda, angkat berat.
Gejala
Prostatitis akut ditandai demam menggigil, banyak kencing, kencing terasa sakit, nyeri pinggang
bawah dan sekitar dubur. Gejala prostatitis kronis biasanya lebih ringan berupa infeksi berulang
pada saluran kemih.
Pengelolaan
- Obat penurun suhu dan penghilang nyeri golongan NSAID
- Antibiotik
- Pada kasus tertentu diperlukan tindakan pembedahan
Benign Postatic Hyperplasia = BPH
BPH berarti pembesaran prostat dan merupakan masalah kesehatan yang umum ditemukan pada
pria. Diduga 50 % pria berusia 50-60 tahun dan 90% pria berusia 70-80 tahun menderita BPH.
Penyebab pasti BPH masih belum diketahui. Faktor yang diketahui berperan adalah
bertambahnya usia dan hormon DHT. Dengan bertambahnya usia, prostat diduga makin sensitif
terhadap rangsangan DHT.
Pembesaran terutama terjadi di bagian dalam yang kemudian menekan prostat bagian luar
sampai terbentuk semacam kapsul tipis. BPH tidak pernah tumbuh keluar dari kapsul sehingga
pada pemeriksaan colok dubur akan ditemukan permukaan prostat yang rata, mulus dan kenyal.
Gejala.
Prostat yang membesar akan menjepit uretra didalamnya sehingga aliran air seni menjadi tak
lancar, pembesaran prostat juga mengarah ke atas sehingga akan mengganggu proses
penggosongan kandung kemih. Karena BPH terjadi bertahap maka tidak semua penderita
merasakan gejala, keluhan penderita umumnya ialah :
1. Sering kencing (frequency)
2. Sering kencing di malam hari sehingga mengganggu tidur (nokturia)
3. Kencing tak bisa ditahan (urgency)
4. Kencing susah keluar, selain lama juga harus mengejan
5. Aliran air seni lemah dan kecil
6. Rasa tidak lampias
7. Selesai kencing sering masih menentes sehingga celana jadi basah
Diagnosis.
Untuk memastikan apakah seseorang menderita BPH, dokter akan melakukan :
1. Pemeriksaan colok dubur (DRE = Digital Rectal Exam). Pada BPH akan ditemukan
permukaan prostat yang rata, mulus dan kenyal.
2. Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Agent). Tes ini mengukur kadar antigen khusus yang
dihasilkan prostate dalam darah. Pada BPH nilai PSA masih dalam batas atas normal atau sedikit
meninggi.
3. USG transrektal (USG lewat dubur), untuk menilai ukuran prostat, jumlah sisa air seni dalam
kandung kemih dan kelainan lain.
4. Uroflowmetri, untuk mengukur kelancaran pancaran air seni saat berkemih.
Pengelolaan.
Dapat berupa :
1. Pemantauan/Watchful waiting
2. Obat
3. Pembedahan
Pemantauan / Watchful waiting.
Dilakukan bila keluhannya masih ringan atau sedang sehingga tidak mengganggu kegiatan rutin.
Diperlukan pemantauan berkala untuk evaluasi perkembangan.
Obat.
Sebagian besar BPH dapat ditangani dengan obat, ada 2 jenis :
1. Golongan alfa-blocker. Obat ini merelaksasi otot di sekitar prostat sehingga jepitan pada uretra
berkurang. Umumnya penderita mulai merasakan manfaat 1-2 minggu setelah pengobatan. Efek
samping obat ini antara lain gangguan pencernaan, hidung mampet, sakit kepala, lelah, inpotensi
dan gangguan ejakulasi. Contoh doxazosin (Cardura).
2. Golongan 5-alpa-reductase inhibitor. Obat golongan ini bekerja menghambat pembentukan
hormone DHT dalam prostat sehingga akan mengecilkan prostat yang membesar. Obat ini hanya
bermanfaat untuk prostat yang sudah sangat membesar dan diperluka waktu 3 6 bulan agar
efek obat ini nyata. Efek samping berupa gangguan ereksi, turunnya libido, jumlah semen
berkurang. Contoh finasterid (Prostacom).
Pembedahan
Hanya untuk BPH berat yang sering disertai komplikasi. Beberapa alternatif ialah :
1. Pemotongan sebagian prostat lewat uretra : TURP (Transurethral resection of the prostate)
2. Pemanasan dengan microwave atau radiofrekuesi,
5. Pembuangan sebagian prostat lewat uretra dengan laser
6. Prostatektomi
Efek samping pasca-operasi ialah : Perdarahan, impotensi, urgency, frequency, dan tak bisa tahan
kencing (inkontinen).
Kanker prostat
Kanker prostat adalah kanker nomor dua yang sering terjadi pada kaum pria setelah kanker paruparu. Penyebab kanker prostat sama seperti kanker lain hingga saat ini belum diketahui.
Gejala
Pada stadium awal kanker prostat sering tidak memberi gejala yang khas, berbeda dengan BPH
yang terutama mengenai bagian tengah prostat sehingga cepat menimbulkan penyepitan saluran
kemih, kanker prostat biasanya terjadi di bagian belakang prostat, sehingga pada stadium awal
penderita sering tidak merasakan gangguan berkemih. Tetapi karena kanker prostat terutama
mengenai usia diatas 50 tahun dimana prostat sering juga sudah membesar sehingga penderita
sering berkonsultasi dengan dokter dengan keluhan-keluhan seperti BPH.
Dengan makin berlanjutnya penyakit, kanker prostat akan menembus kapsul dan berkembang ke
jaringan sekitarnya, dimulai dari kelenjar getah bening dan sekitarnya kemudian sel kanker akan
menyebar lewat sistem peredaran darah ke tulang panggul dan tulang belakang.
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination DRE menjadi langkah
Diagnosis
Untuk memastikan adanya kanker prostat perlu dilakukan pemeriksaan berikut :
1. DRE atau colok dubur, pada kanker prostat akan ditemukan benjolan yang keras, batas tak
Beraturan.
2. Pemeriksaan PSA, dimana akan ditemukan kadar PSA yang tinggi.
3. Pemeriksaan penunjang lain seperti USG transrectal, CT Scan dan MRI
4. Biopsi
Pengelolaan.
1. Prostatektomi. Operasi mengangkat seluruh prostat.
2. Radioterapi.
Dengan sinar radioaktif membunuh sel kanker dengan seminimal mungkin merusak sel sehat.
3. Implant biji radioaktif.
Biji radioaktif ditanamkan kedalam jaringan kanker sehingga efek terhadap sel sehat minimal.
4. Cryoterapi.
Teknik membunuh sel kanker dengan pembekuan.
5. Terapi hormonal.
Karena pembesaran prostat dipicu hormon, dengan manipulasi kadar hormone pembesaran
prostat akan terkendali.
6. Kemoterapi.
Untuk kanker prostat stadium lanjut, tujuannya untuk memperlambat penyebaran sel kanker.
1. Demam dan meriang.
2. Menunjukkan gejala seperti hendak terkena flu.
3. Sedikit terasa sakit atau nyeri ketika ejakulasi.
Buang air kecil dengan desakan tidak tertahankan dan frekuensi di atas normal.
Buang air kecil disertai dengan rasa sakit atau sensasi terbakar.
Sulit untuk mengeluarkan air seni atau aliran seni semakin lama semakin berkurang.
Prostatitis nonbakterial kronis adalah prostatitis kategori ketiga. Gejalanya mirip dengan
prostatitis bakterial kronis, namun kemungkinan besar tidak disertai demam. Satu-satunya cara
untuk menentukan apakah prostatitis tergolong bakterial atau nonbakterial adalah melalui tes di
laboratorium.
Kategori yang paling ringan adalah asymptomatic inflammatory prostatitis atau prostatitis
dengan peradangan tanpa gejala. Sesuai namanya, penderita tidak akan menunjukkan tanda-tanda
layaknya ketiga kategori prostatitis lainnya. Peradangan diketahui saat air mani diperiksa.
Umumnya jenis ini tidak membutuhkan terapi, kecuali bila peradangan ditemukan pada pasien
yang juga mengalami kemandulan.
Walaupun ringan, prostatitis jangan pernah dianggap remeh. Karena itu, lumrah bila kaum pria
disarankan untuk menjalani pemeriksaan fisik secara rutin. Salah satunya adalah untuk
mengetahui kondisi kesehatan prostat Anda
Bila hasil pemeriksaan PSA sedikit meningkat, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan free-PSA
untuk menentukan nilai rasio free-PSA/PSA total.
Komplikasi
Kandung kemih yang tidak terkuras sepenuhnya meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
(cystitis). Beberapa pria yang terkena BPH mengembangkan batu kandung kemih. BPH juga
dapat tiba-tiba menyebabkan ketidakmampuan total untuk buang air kecil (dikenal sebagai
retensi akut). Hal ini disebabkan oleh penyumbatan lengkap uretra dan merupakan keadaan
darurat medis yang perlu perawatan segera untuk menghindari kerusakan ginjal.
atau
kallikrein-3
(KLK3),
adalah
suatu
protease
yang
disandikan oleh gen KLK3 pada manusia. PSA diproduksi untuk ejakulasi,
dimana PSA tersebut dapat mencairkan semen di koagulat air mani sehingga
memungkinkan sperma untuk berenang bebas. Substansi ini juga dapat
melarutkan lendir serviks sehingga memungkinkan masuknya sperma ke
rahim. Selain itu PSA berfungsi memecah protein ber-BM tinggi dari koagulat
air mani ke dalam bentuk polipeptida yang lebih sederhana. Proses ini
mengakibatkan semen dalam prostat menjadi lebih cair (likuid). PSA
diproduksi secara eksklusif oleh epitel sel-sel prostat, baik yang jinak
maupun yang ganas. PSA ini juga ditemukan dalam bentuk serum. Serum
PSA saat ini adalah metode terbaik untuk mendeteksi lokalisasi kanker
prostat dan respon monitoring untuk perawatan (Tes PSA).
Tes PSA merupakan tes darah yang bertujuan untuk mengukur kadar
protein yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat. Bila kadarnya tinggi
mengindikasikan kanker prostat. Namun peningkatan kadar PSA kadang juga
dapat disebabkan oleh pembesaran prostat, infeksi dan/atau peradangan
prostat. Mengukur tingkat PSA dapat meningkatkan kemungkinan penemuan
sangat dini kanker prostat. Jika nilai tes PSA anda tinggi, maka dokter akan
menyarankan melakukan biopsi prostat untuk mengetahui apakah Anda
benar
menderita
kanker
prostat.
Biopsi
prostat
dilakukan
untuk
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
sel
kanker.
Pemeriksaan
Rentang
normal
PSA
tergantung
umur
dan
Departemen
Kesehatan
50-59
60-69
70 and over
3.0
4.0
>5.0
Mendiagnosa Prostatitis
Diagnosis dari prostatitis dipecayakan pada pemeriksaan sejarah dan fisik yang seksama oleh
dokter.
Tes laboratorium yang paling penting adalah urinalysis untuk membantu membedakan tipe-tipe
dari prostatitis. Keperluan untuk tes-tes darah lain atau studi-studi pencitraan (imaging studies)
seperti ultrasound, X-ray, dan computerized tomography (CT) akan tergantung atas situasi dan
presentasi klinis.
Diagnosis Acute bacterial prostatitis
Setelah mengambil sejarah, dokter akan kemungkinan mempunyai pemeriksaan fisik yang
diarahkan yang berkonsentrasi pada scrotum, mencari peradangan dari testicle(s) atau
epididymis, dan sisi dan punggung tengah, dimana ginjal berlokasi. Jika pemeriksaan rectal
dilakukan, prostate mungkin bengkak dan berlumpur, konsisten dengan peradangan akut.
Pengujian laboratorium mungkin termasuk urinalysis, mencari sel-sel darah putih dan bakteribakteri, yang menandakan infeksi. Urin mungkin juga dibiakkan untuk mengidentifikasi bakteribakteri yang bertanggung jawab untuk infeksi, namun hasil-hasil akan memakan waktu tujuh
hari untuk dikembalikan. Hasil-hasil akan membantu mengkonfirmasi bahwa antibiotikantibiotik yang dipilih adalah benar dan mungkin membantu memilih antibiotik pengganti jika
sampai penyakit melaju.
Diagnosis Chronic bacterial prostatitis
Diagnosis dibuat dengan menemukan urinalysis yang abnormal. Adakalanya, urinalysis
dikumpulkan setelah pemeriksaan prostate. Ini mungkin mengizinkan beberapa cairan prostatic
untuk dinyatakan kedalam urine dan dibiakan.
Tes darah yang disebut PSA (prostate surface antigen) mungkin meninggi pada tipe dari
prostatitis ini. Sementara PSA digunakan sebagai alat penyaring kanker prostat, ia juga dapat
meninggi kapan saja prostate meradang.
Diagnosis Chronic bacterial prostatitis
Diagnosis dibuat dengan menemukan urinalysis yang abnormal. Adakalanya, urinalysis
dikumpulkan setelah pemeriksaan prostate. Ini mungkin mengizinkan beberapa cairan prostatic
untuk dinyatakan kedalam urine dan dibiakan.
Tes darah yang disebut PSA (prostate surface antigen) mungkin meninggi pada tipe dari
prostatitis ini. Sementara PSA digunakan sebagai alat penyaring kanker prostat, ia juga dapat
meninggi kapan saja prostate meradang.
Diagnosis Asymptomatic inflammatory prostatitis
Tidak ada gejala-gejala dengan tipe prostatitis ini, bagaimanpun, ketika tes-tes lab rutin
dilakukan, sel-sel darah putih (tanda dari peradangan) ditemukan dalam urin, namun tidak ada
bakteri-bakteri yang berhubungan atau infeksi.