Batas-batas prostat
Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan
tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra
meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari
simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz).
Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula
recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk
pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
1
Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu
serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Snell, Richard S. (2011). Clinical Anatomy by Systems. Lippincott Williams & Wilkins/Wolters
Kluwer Health Inc. USA. alih bahasa Liliana Sugiharto. Jakarta: EGC.
Vaskularisasi Prostata
Cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media.
Venae membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara capsula prostatica dan
selubung fibrosa. Plexus venosus prostaticus menampung darah dari vena dorsalis profunda
penis dan sejumlah venae vesicales, selanjutnya bermuara ke vena iliaca interna.
2
ke dalam sinus uretra yang melebar. Mukosa kelenjar yang berlipat-lipat terdiri atas epitel selapis
kubis sampai torak (dengan daerah-daerah bertingkat torak) disokong oleh stroma vaskular
fibroelastis yang memperlihatkan sel otot polos. Seringkali, lumen kelenjar pada pria usia lanjut
mempunyai konkremen prostat bulat sampai lonjong, sering berlapis-lapis dan mungkin
mengalami kalsifikasi
3
hampir ke daerah sphincter pada urethra prostat dan menempati 5% ruangan prostat. Zona
transisional ini mempunyai arti medis yang penting karena merupakan tempat asal sebagian
besar hiperplasia prostat jinak. Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel
sekretori kolumna dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang berasal dari
membrana basal.
Mescher, Anthony L. (2011). Junqueira’s Basic Histology Tesxt & Atlas. 12th Ed. The McGraw-Hill Companies Inc. alih Bahasa
Frans Dany. Jakarta: EGC
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, dan
ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisis. Selama pengisian, sampai kelenjar prostat
berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit
basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan
vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan
sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Sekret vagina juga bersifat asam (ph 3.5
– 4). Sperma tidak dapat bergerak optumal sampai pH sekitarnya meningkat kira – kira 6 – 6.5.
Sehingga merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan
lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilisasi sperma.
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang masa kanak – kanak dan mulai tumbuh pada
masa pubertas di bawah rangsangan testosteron. Kelenjar ini mencapai ukuran hampir tetap
padausia 20 tahun dan tetap dalam ukuran itu sampai pada usia kira – kira 50 tahun. Pada waktu
tersebut, beberaoa orua kelenjarnya mulai berinvolusi, bersamaan dengan penurunan pembentukan
testosteron oleh testis. Sekali kelenjar prostat terjadi, sel – sel karsinogen biasanya dirangsang
untuk tumbuh lebih cepat oleh testosteron, dan dihambat dengan pengangkatan testis, sehingga
testosteron tidak dapat dibentuk lagi.
Fungsi prostat
Fungsi kelenjar prostat pada umumnya sebagai sumber nutrisi dan perlindungan spermatozoa yaitu
dengan cara:
4
1. Mengeluarkan cairan alkalis yang berfungsi untuk menetralkan sekresi vagina yang asam.
Fungsi ini bertujuan untuk sperma agar dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang sedikit
basa
2. Menghasilkan enzim-enzim pembekuan dan fibrinolisin. Enzim pembekuan prostat bekerja
pada fibrinogen dari vesikula seminalis untuk enghasilkan fibrin yang bertujuan untuk
membekukan semen sehingga sperma yang diejakulasikan dapa bertahan di dalam saluran
reproduksi wanita. Setelah itu bekuan seminal diuraikan oleh fibrinolisin, yaitu suatu enzim
pengurai fibrin dari prostat,sehingga sperma motil yang dikeluarkan dapat bergerak bebas di
dalam saluran reproduksi wanita
Hiperplasia prostat adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang
arah ke perifer dan menjadi simpai bedah. Merupakan proliferasi elemen epitel dan stroma,
yang menyebabkan kelenjar membesar dan pada sebagian kasar, obstruksi aliran kemih.
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah diagnosis histologis yang mengarah kepada
proliferasi sel otot polos dan sel epitel pada zona transisi prostat sehingga terjadi pembesaran
kelenjar prostat akibat hyperplasia yang bisa disebabkan oleh abnormalitas sistem saraf pusat
dan/ atau perifer yang bertugas mengontrol saluran kemih bagian bawah yang terjadi pada laki-
laki usia > 45 tahun dengan 7 gejala yakni frekuensi, nokturia, urgensi (storage symptoms) dan
rasa tidak lampias saat berkemih, intermittensi, mengejan, serta pancaran lemah (voiding
symptoms)
(American Urological Association, 2010).
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa teori atau
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah
Teori Hormonal
Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon
testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma,
sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel
tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain
ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan
potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam
keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen
testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
5
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang
progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat
merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian
perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat
empat peptic growth factor yaitu: Basic Transforming Growth Factor, Transforming Growth
Factor B1, Transforming Growth Factor B2, dan Epidermal Growth Factor.
Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel yang Mati.
Kematian sel prostat (apotosis) pada sel prostat adalah mekanisme fsiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apotosis terjadi kondensasi dan fragmentasi
sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel sel disekitarnya
kemudian didegradasi oleh enzim lisososom.
Berkurangnya jumlah sel-sel dalam prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel sel dalam prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan petambahan
massa prostat. Diduga hormon adrogen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena
setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen
diduga mampu memperpanjang usia sel prostat. Sedangkan faktor pertumbuhan TGB beta
berperan dalam proses apotosis.
Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada
dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati,
keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat
mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu, jumlah sel stem ini
dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
Teori Dihydrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi Sex
Hormone Binding Globulin (SHBG). Sedangkan hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell, yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma. Di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim
5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.
Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi
“nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan
6
menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan
terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding” kemudian bercabang
yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan
“glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini,
menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan
pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori Reawakening of Embryonic
Induction Potential of Prostatic Stroma During Adult Hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab
terjadinya BPH seperti, teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat
yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan
kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab akibatnya.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai
pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari
frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia secara khususnya. Di
dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum
pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada
kaum pria (emedicine, 2009). Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan
menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang
itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam
rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun,
persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat
secara histologi penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan
meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia, penyakit
pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika
dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50
tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit PPJ atau
BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60
tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih bilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan
100 juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka
dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakit BPH
atau PPJ ini. Indonesia kini semakin hari semakin maju dan dengan Universitas Sumatera Utara 2
berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang
makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut meningkat. (Furqan,
2003) Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat jinak belum di dapat, tetapi secara
prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo
ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di
RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini dapat
menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan banyak ditemukan.
7
Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas
berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah
berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia
secara khususnya. Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang
220,900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29.000 daripadanya berada di tahap
membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia
lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya
di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah
sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas,
saluran pencernaan dan hati . Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi
dari kedua penyakit, yakni BPH dan kanker prostat, penulis tertarik untuk mengetahui dengan
lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini terutama berdasarkan gambaran secara
histopalogi memandangkan tiada penelitian khusus yang setakat diketahui oleh penulis
mengenainya dijalankan di Medan.
BPH merupakan tumor jinak
yang paling sering pada laki-laki,
insidennya berhubungan dengan
usia. Prevalensi histologis BPH
meningkat dari 20% pada laki-laki
berusia 41-50 tahun, 50% pada laki-
laki usia 51-60 tahun hingga lebih
dari 90% pada laki berusia diatas 80
tahun.
Meskipun bukti klinis belum
muncul , namun keluhan obstruksi
juga berhubungan dengan usia. Pada
usia 55 tahun 25% laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah,
meningkat hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau
aliran pada saat berkemih (Cooperberg, 2013).
Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, selama tahun 2013 terdapat 103 pasien
dengan BPH yang menjalani operasi, dari total 1161 pasien urologi yang menjalani operasi.
Faktor-faktor resiko terjadiny aBPH masih belum jelas, beberapa penelitian mengarah pada
predisposisi genetik atau perbedaan ras. Kira-kira 50% laki-laki berusia dibawah 60 tahun yang
menjalani operasi BPH memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat autosomal
dominan, dimana penderita yang memiliki orangtua menderita BPH memiliki resiko 4x lipat lebih
besar dibandingkan dengan yang normal (Cooperberg, 2013).
Menurut Rumahorbo (2000:71), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu
sebagai berikut:
A. Derajat Rektal
8
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah rektum.
Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan, tidak
ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat di
dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas 35 gram.Ukuran dari
pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut :
B. Derajat Klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai
selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari kateter disebut sisa urine
atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut:
9
LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan patogenesis BPH
PATOGENESIS
Hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron
dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH
adalah:
a. Teori Dihidrotestosteron
Untuk pertumbuhan sel kelenjar
prostat sangat dibutuhkan suatu
metabolit androgen yaitu
dihidrotestosteron atau DHT.
Dihidrotestosteron dihasilkan dari
reaksi perubahan testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5α-
reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. Dihidrotestosteron yang
telah berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim
5α-reduktase. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
10
c. Teori Interaksi Stroma dan Epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari
DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-
sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun
sel stroma.
PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan
lumen uretra prostatika dan menghambat aliran
urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus
menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
11
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya aliran kemih,
dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode yang mungkin adalah
prostatektomi parsial, Transurethral Resection of Prostate (TURP) atau insisi prostatektomi
terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral hiperplasia insisi transuretral melalui serat otot
leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urin, dilatasi balon pada prostat untuk
memperbesar lumen uretra, dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi kelenjar prostat.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap kelenjar. Pada prostat normal rasio
stroma dibanding dengan kelanjar adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini
menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat
normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus
otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen
mekanik dan komponen dinamik.
Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan
mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot
polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf
simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
12
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh
prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup
lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor
yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
13
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun
volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan
kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot
detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :
a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini dapat
dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi
spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan
dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin
biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal
vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan
intervensi pada penderita prostat hipertrofi.
b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah
urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow
dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka
normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal
sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average
flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan
pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi
infravesikal.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat
miksi atau disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh.
Gejala iritatif ialah :
a. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
b. Nokturia
c. Miksi sulit ditahan (Urgency)
d. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut di atas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat
gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas
sisa urin > 150 ml
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara
lain:
14
- Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu
lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol,
kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan.
- Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami
infeksi prostat akut.
- Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang
dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau alfa
adrenergik.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya
merusak ginjal.
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
15
2. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas
atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
3. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih
dari 100 ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-
buli
2. Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada
pasien BPH .
Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat
melalui derajat kesimetrisan, konsistensi prostat,batas,sulcus medianus ,krepitasi dan
adanya nodul yang merupakan salah satutanda dari keganasan prostat.
Colok dubur (DRE) pada hiperplasia prostat : konsistensi prostat kenyal seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan
pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara
lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan Penunjang
a. PSA (protein spesifik antigen)
Prostate Specific Antigen (PSA) merupakan suatu glikoprotein protease yang diproduksi dan
disekresi oleh sel epitel prostat, yang merupakan tanda paling efektif untuk mengetahui
adanya kanker prostat dan keadaanya meningkat pada BPH. Peningkatan PSA juga sebagai
dari akibat colok dubur (DRE = Digital Rectal Examination), pemasangan kateter,
sistoskopi, biospsi jarum, ultrasonografi trasnrectal Transrectal Ultrasound), reseksi prostat
transuretra (TURP, Transurethral Resection of the Prostate), bertambahnya umur dan
retensi urin serta besarnya volume
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific.
Jika kadar PSA tinggi berarti:
pertumbuhan volume prostat lebih cepat
keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek dan lebih mudah terjadinya retensi
urine akut.
pemasangan kateter, sistoskopi, biopsi jarum, ultrasonografi (Transrectal Ultrasound),
reseksi prostat transuretra (TURP, Transurethral Resection of the Prostate)
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Dikatakan
oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan
prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2- 1,3 ng/dl
16
laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan
kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun19. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami
peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP),
pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai yang
dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa serum PSA meningkat pada saat terjadi
retensi urine akut dan kadarnya perlahanlahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan
kateterisasi. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:
40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok
usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan
dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi
adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat
penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian besar petunjuk
yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu
pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan sarat yang berhubungan dengan usia pasien
atau usia harapan hidup pasien.
Tes PSA ini sebaiknya dilakukan setiap tahun sejak berumur 50 tahun, namun untuk pria yang
memiliki riwayat penyakit kanker prostat atau orang keturunan Afrika-Amerika, tes PSA
sebaiknya dimulai sejak umur 40 tahun.
17
4. Urethral cytoscopy
5. Postvoid residual urine measurement
Pemeriksaan pencitraan
a. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit lain misalnya batu saluran kemih,
hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis
ke tulang dari carsinoma prostat.
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling defect/indentasi
prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk
seperti mata kail (hooked fish).
Untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel
atau sakulasi buli – buli.
Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
IVP memerlukan persiapan yaitu :
Malam sebeleum pemeriksaan diberi pencahar untuk membersihakan kolon dari feses yang
menutupi daerah ginjal
Pasien tidak diberi cairan mulai dari jam 10 sebelum pemeriksaan untuk mendapatkan
kondisi dehidrasi
Keesokan hari pasien diminta untuk berpuasa
Sebelum pasien disuntukian urografin 60 mg%, terlebih dahulu dilakukan penngujian subkutan
atau intravena kontras (conray/ meglumineiothalamat 60%) jika pasien alergi terhadap kontras,
maka IVP dibatalkan
18
Gambar3.53.Rontgen IVP normal
19
Gambar 3.5.5. Foto rontgen IVP pada 10 menit
20
Pasien yang tidak bisa diam
Masih terdapat fese, gas dalam kolon
Pasien belum lama melakukan tes enema barium tes untuk pemeriksaan kolon
c. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd
dapat pula memberi gambaran indentasi.
f. Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli.
Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli,
trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel bulibuli. Selain itu sesaat sebelum dilakukan
sistoskopi diukur volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak
mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra,
dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada BPH.
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan untuk
menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping itu
pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-buli sistoskopi
sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli.
g. Patologi anatomi
Kelainan jaringan prostat dicurigai nodular hiperplasia apabila pada makroskopisnya tampak
potongan jaringan prostat yang padat, kenyal, berwarna putih.Permukaan potongannya
mengandung nodus yang berbatas cukup tegas dan menonjol dari permukaan potongan.
Nodularitas ini mungkin terdapat di seluruh prostat, tetapi biasanya paling menonjol di regio
bagian dalam (sentral dan tensisional).
Benign Prostat Hypertrophy atau Nodular Hyperplasia ciri mikroskopisnya yaitu tampak jaringan
prostat dengan adanya proliferasi dari kelenjar yang lumennya mengalami dilatasi dan beberapa
21
berisi korpora amilacea, dan tampak juga adanya proliferasi dari stroma jaringan ikat
fibromuskularis, tidak ditemukan sel-sel ganas.(Jika stroma dominan maka BPH
adenomyomatik,jika kelenjar dominan maka BPH myoadenomatik).
A. Anamnesis
o Riwayat pasien : keluhan yang dirasakan, riwayat penyakit lain, riwayat kesehatan secara
umum, tingkat kebugaran
o International Prostate Symptom Score (IPSS)
Merupakan 7 pertanyaan yang ditanyakan dokter kepada pasien sebagai alat screening untuk
mendiagnosis BPH dan mengetahui tingkat keparahannya. Selain untuk mendiagnosis, IPSS
digunakan untuk menentukan terapi untuk pasien. Setiap pertanyaan punya score 1-5, dimana
pertanyaannya meliputi incomplete emptying, frequency, intermittency, urgensi, weak stream,
straining, nokturia.
Apabila total score 0-7 berarti mild condition, 8-19 moderate condition, 20-35 severe urinary
problem.
Diferensial Diagnosa
Oleh karena sebenarnya proses miksi tergantung pada beberapa faktor diantaranya, yaitu :
Kelemahan detrusor , dapat disebabkan oleh karena kelainan syaraf (neurogenik bladder),
misalnya pada lesi medulla spinalis, neuopathy diabeticum, sehabis operasi radikal yang
22
mengorbankan persyarafan didaerah pelvis, alkoholisme, penggunanan obat penenang,
ganglion blocking agent, dan obat parasimpatolitik.
Kekakuan leher vesika dapat disebabkan oleh proses fibrosis (bladder neck contyracture)
3. Resistensi uretra
Resistensi uretra dapat disebabkan oleh karena pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor
dileher vesika, batu di uretra atau striktura uretra. Kelainan – kelainan tersebut dapat dilihat
bila dilakukan sistokopi. Disamping itu meskipun di Indonesia jarang obstruksi
infravesikal dapat disebabkan oleh gangguan fungsi misalnya dissynergia destrusor
sfingter.
Maka setiap kesulitan miksi yang dialami penderita dapat disebabkan oleh ketiga faktor tersebut.
Adapun penyakit – penyakit yang gejala – gejalanya menyerupai hipertofi prostat jinak
diantaranya adalah sebagai berikut berserta klinis dan pemeiksaan yang memebedakan dengan
BPH :
1. Ca Prostat
Keluhan sesuai gejala saluran kemih bagian bawah (Lower urinary tract symptoms =
LUTS), yaitu gejala obstuktif dan iritatif. Kecurigaan umumnya berawal dari ditemukan nodul
yang secara tidak segaja pada pemeriksaan rektal. Nodul yang irreguler dan keras harus dibiopsi
untuk menyingkirkan hal ini. Atau didapatkan jaringan yang ganas pada pemeriksaan patologi dari
jaringan prostat yang diambil akibat gejala BPH. Kanker ini jarang memberikan gejala kecuali bila
telah lanjut. Dapat terjadi hematuria, gejala – gejala obstruksi, gangguan saraf akibat penekanan
atau fraktur patologis pada tulang belakang. Atau secara singkat kita anamnesa dan kita akan
dapatkan sebagai berikut :
2. Prostatitis
Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri dari demam dengan suhu yang tinggi, kadang dengan
gigilan, neri peineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, antralgia. Karena
pembengkan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai retensi urin. Kadang didapatkan
pengeluaran nanah pada colok dubur setelah masase prostat. Sedangkan pada prostatitis kronis
23
gejala dan tanda tidak khas. Gambaran klinik sangat variabel, kadang dengan keluhan miksi,
kadang nyeri perineum atau pinggang. Dan diagnosa dapat ditegakan dengan diketemukan adanya
leukosit dan bakteria dalam sekret prostat. Jadi hal – hal yang perlu sekali kita perhatikan agar
dapat membedakan dengan BPH yaitu :
- Demam
- Disuri, polaksiuri
3. Neurogenik Bladder
Adapun gejala dan tanda yamg kita peroleh dari anamnesa adalah :
- Lesi sakral 2 – 4
- inkontinensia urin
4. Striktura Uretrha
Sumbatan pada uretrha dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat menyebabkan imbibisi urin
kelua kandung kemih atau uretra proksimal dari striktura. Gejala khas adalah pancaran urin yang
kecil dan bercabang. Gejala lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuri, kadang
– kadand dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah retensi urin.
Obstruksi fungsional :
24
1. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan
relaksasi sfingter
2. ketidakstabilan detrusor
Tujuan utama penatalaksanaan terhadap pasien BPH adalah perbaikan kualitas hidup.Terapi
paling akhir yang dilakukan adalah operasi. Indikasi absolut dilakukan operasi adalah:
Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan kateter
urin sedikitnya satu kali.
Infeksi saluran kencing berulang.
Gross hematuria berulang.
Batu buli-buli.
Insufisiensi ginjal.
Divertikula buli-buli.
Tabel 1. Pilihan Tatalaksana BPH
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka
yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan dapat sembuh sendiri dengan
observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi diantara mereka akhirnya ada yang
25
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin
parah.
A. Farmako
Tujuan dari farmakoterapi pada BPH adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Obat yang digunakan antara lain golongan alpha-adrenergic blockers, 5-alpha-
reductase inhibitors, dan Phosphodiesterase-5 Enzyme Inhibitors.
Alpha-Adrenergic Blockers
Bekerja dengan menghambat efek dari sinaps postganglion di otot polos dan kelenjar eksokrin.
a. Phenoxybenzamine
Farmakokinetik : absorpsi dari saluran cerna hanya 20-30%. Waktu paruhnya kurang
dari 24 jam, tetapi lama kerjanya bergantung juga pada kecepatan sintesis reseptor α.
Intoksikasi dan efek samping : yang utama adalah hipotensi ortostatik. Hambatan
ejakulasi yang reversibel dapat terjadi akibat hambatan kontraksi otot polos vas
deferens dan saluran ejakulasi.
b. Prazosin
Prazosin digunakan untuk terapi hipertensi. Prazosin meningkatkan aliran urin dengan
menghambat adrenoreseptor alpha-1 di VU dan prostat sehingga otot polos menjadi
relaksasi.
c. Alfuzosin
26
Alfuzosin diindikasikan untuk terapi pada gejala BPH. Alfuzosin adalah alpha-1
blocker dari adrenoreceptors di prostate.
d. Terazosin
Farmakodinamik : efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor α1 pada otot polos
arteriol dan vena, yang menimbulkan vaso- dan venodilatasi sehingga menurunkan
resistensi perifer dan alir balik vena. Kelompok obat ini cenderung mempunyai efek yang
baik terhadap lipid serum pada manusia, menurunkan kolesterol LDL dan trigliserid serta
meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Farmakokinetik : diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, terikat kuat pada protein
plasma (terutama α1-glikoprotein), mengalami metabolisme yang ekstensif di hati, dan
hanya sedikit yang dieksresi utuh melalui ginjal.
Tamzulosin 5-10 Am
Efek samping : yang utama adalah fenomena dosis pertama, yakni hipotensi posturnal yang hebat
dan sinkop yang terjadi 30-90 menit setelah pemberian dosis pertama. Efek samping yang paling
sering berupa pusing (hipotensi postural), sakit kepala, ngantuk, palpitasi, edema perifer dan mual.
Penggunaan terapi : pemberian obat ini menyebabkan relaksasi otot-otot trigon dan sfingter di
leher kandung kemih serta otot polos kelenjar prostat yang membesar, sehingga memperbaiki
aliran urin serta gejala-gejala lain yang menyertai obstruksi prostat tersebut adalah 1-5 mg/hari.
5-Alpha-Reductase Inhibitors
a. Finasteride
27
Obat ini menyebabkan relaksasi otot polos pada lower urinary tract.
1. Tadalafil
PDE5 selective inhibitor. Hambatan pada PDE5 meningkatkan aktivitas cGMP, yang akan
meningkatkan efek vasodilator dari nitrit oksida. Stimulasi seksual diperlukan untuk mengaktifkan
efeknya. Tadalafil sudah disetujui oleh FDA untuk terapi tanda dan gejala BPH.
Hormonal
Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat yang menjadi
kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor bagi LH-RH, sehingga
obat ini akan “menghabiskan” reseptor dengan membentuk LH-RH super agonist reseptor
kompleks. Sehingga mula-mula oleh karena banyaknya LH-RH super agonist yang menangkap
reseptor, pada permulaan justru akan terjadi kenaikan produksi LH oleh hypofisis. Tetapi setelah
reseptor “habis”maka LH-RH tidak dapat lagi mencari reseptor , maka LH akan menurun. Contoh
obat adalah Buserelin, dengan dosis minggu I 3dd 500 mg s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal
spray 200 mg, 3 kali sehari.
Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya
dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH, yang menyebabkan produksi
testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh
karena penurunan kadar testosteron darah. Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat
memberikan umpan balik dengan menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron
juga menurun. Contoh preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu kali 1-5 mg sehari.
Untuk karsinoma prostat tentu saja orchiectomi masih dikerjakan oleh karena pertimbangan
kemungkinan penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita telah tua.
Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanisme kerjanya
mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan cara menghambat 5 alpha reduktase, suatu
enzim yang diperlukan untuk mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT), suatu
hormon androgen yang mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat, sehingga jumlah DHT
berkurang tetapi jumlah testosteron tidak berkurang, sehingga libido juga tidak menurun.
Penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron ini menyebabkan mengecilnya ukuran prostat.
Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka waktu lebih
dari 3 bulan, Finasteride mengurangi volume prostat sampai 30%. Obat ini mempunyai toleransi
baik dan tidak mempunyai efek samping yang bermakna.
Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang mempunyai
mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat
membentuk kompleks DHT-Reseptor.
28
Contoh obatnya ialah :
- Flutamide
- Anandron
Obat ini juga tidak menurunkan kadar testosteron pada darah, sehingga libido tidak menurun.
Golongan gestagen dan ketokonazole, obat-obat ini mempunyai khasiat :
Contoh obatnya adalah Megestrol acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari.
Kesulitan pengobatan konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan
efek samping dari obat.
Operatif
a) Prostatektomi terbuka
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika
Kerugian :
29
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam
vesika
Komplikasi :
Perdarahan
Infeksi
Osteitis pubis
Trombosis
Keuntungan :
Batu buli
Divertikel
Uretrokel
Adanya sistsostomi
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
30
Sulit pada orang gemuk
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Inkontinensia (<1%)
Perdarahan
Epididimo orchitis
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
- Transperineal
Keuntungan :
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
31
Perdarahan hebat
b) Endourologi
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari
jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup
aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat
mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah.
Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan
obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya
dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil obyektif TUR meningkat dari 72%
menjadi 88% dengan mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152
pasien. Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas)
agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik
pada saat operasi, yang sering dipakai adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari
aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik
melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,
kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi,
pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal.
untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya
lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin , membatasi jangka waktu operasi
tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada
buli-buli selama reseksi prostat
Keuntungan :
32
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Tehnik sulit
Intoksikasi cairan
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya
mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya
masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck
incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan
menyayat memakai alat seperti yang dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang
menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini
adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan
dengan cara TUR.
Teknik koagulasi
Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan
darah dan tidak memerlukan transfusi
33
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Kerugian :
Invasif minimal
Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir
ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang
mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan
terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos
dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang.
Prinsip cara ini ialah memasang kateter semacam Foley dimana proximal dari balon dipasang
antene pemanas yang baru dipanaskan dengan gelombang mikro melalui kabel kecil yang berada
didalam kateter. Pemanasan dilakukan antara 1-3 jam.
Dengan cara pengobatan ini dengan mempergunakan alat THERMEX II diperoleh hasil perbaikan
kira-kira 70-80% pada symptom obyektif dan kira-kira 50-60% perbaikan pada flow rate
maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai efek pemanasan prostat ini belum semuanya jelas,
salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan akan terjadi
perusakan pada reseptor alpha yang berada pada leher vesika dan prostat.
dua macam alat yaitu Prostatron yang menggunakan gelombang mikro dan dipanaskan selama satu
jam. Cara ini disebut dengan Trans Urethral Microwave Treatment (TUMT). Sedangkan alat yang
lain menggunakan radio capacitive frequency yang dapat memanaskan prostat sampai 44,5°C –
47°C selama 3 jam (TURF).
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave kedalam
jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan
surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang
mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang “radio
frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari
gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal
34
paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh
karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama,
dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan melakukan
commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck 1930. Kemudian Deisting 1956
melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi sebenarnya pelopor penggunaan balon adalah
H.Joachus Burhenne yang mula-mula mencoba pada anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik.
Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya dilakukan dengan
narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat dikembangkan sampai 4 atm
yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan kaliber uretra menjadi 30 mm atau 90 F.
Kemudian setelah balon dikempeskan kembali kateter dilepaskan dengan menggunakan guide
wire dan kateter dilepas memutar kebalikan dari arah jarum jam sementara dapat dipasang
cystostomi dengan trocard. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan yang bersifat sementara.
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal
pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan
prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut
dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur
emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling
permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk
memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang
panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah
35
benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong.
Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif,
yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk
mendapatkan terapi yang lebih invasif. Akhir-akhir ini dikembangkan juga stent yang dapat
dipertahankan lebih lama, misalnya Porges Urospiral (Parker dkk.) atau Wallstent (Nording, A.L.
Paulsen).
Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars prostatika dengan
kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai mesh logam tersebut melekat
pada dinding uretra.
Renal insufficiency
Recurrent urinary tract infections
Gross hematuria
Bladder calculi
Renal failure or uremia (rare in current practice)
Retensi urin akut, retensi urin kronik, refluks vesikoureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal
ginjal
Hernia atau hemoroid. Disebabkan penderita mengejan sewaktu miksi
Batu endapan didalam kandung kemih karena selalu terdapat urin sisa
Batu endapan tersebut dapat menimbulkan hematuri, sistitis. Bila terjadi refluks akibat batu,
maka dapat terjadi pielonefritis.
Inkontinensia Paradoks
36
• kurangi konsumsi makanan atau minuman yang dapat mengiritasi vesica urinaria
(kopi atau cokelat),
• batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
kurangi makanan pedas dan asin, dan
• jangan menahan kencing terlalu lama.
37
Salisul Baul
Penyakit yang menyebabkan keluarnya air kencing secara kontinyu, atau keluar angin
atau kentut secara kontinyu, darah istihadhah, mencret yang kontinyu dan penyakit lain
yang serupa.
o Syarat dibolehkan ibadah dalam Salisul Baul
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja.
2. Ada kontinyuitas antara istinja dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan ada kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu atau rukun dan sunahnya.
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
sesuai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat.
Seseorang yang memiliki penyakit seperti salisul baul tersebut hanya diperbolehkan melakukan ibadah
shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bias dikerjakan seberapa kalipun
A. Al-Qur’an
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah : 2)
Dan Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa
yang terpaksa kamu lakukan. (Q.S. Al-An’am : 119)
B. Pandangan Ulama
1. Fatwa Syaikh Muhammad Saleh Al-Utsmani RA. Dalam kitab Wa Rasaail Syaikh Ibnu
Utsmaimin Juz 1 halaman 30, Syamilah.
ويجوز أن تكشف للطبيب كل ما يحتاج إلى، إن ذهاب المرأة إلى الطبيب عند عدم وجود الطبيبة ال بأس به كما ذكر ذلك أهل العلم
ألن الخلوة محرمة وهذا من باب الحاجة، النظر إليه إال أنه البد وأن يكون معها محرم ودون خلوة من الطبيب بها
وما كان تحريمه تحريم الوسائل فإنه يجوز عند الحاجة، وقد ذكر أهل العلم رحمهم هللا أنه إنما أبيح هذا ألنه محرم تحريم الوسائل
إليه
“Sesungguhnya seorang wanita yang mendatangi dokter lelaki di saat tidak ditemukan dokter
wanita tidaklah mengapa, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama, dan dibolehkan
bagi wanita tersebut membuka di hadapan dokter lelaki semua yang dibutuhkan untuk dilihat,
hanya saja disyaratkan harus ditemani mahram tanpa khalwat dengan dokter lelaki tersebut,
sebab khalwat diharamkan, dan ini termasuk kebutuhan. Telah disebutkan pula oleh para
ulama –semoga Allah merahmati mereka- bahwa perkara ini dibolehkan karena dia
diharamkan dengan sebab sebagai wasilah (pengantar kepada zina) dan sesuatu yang
diharamkan karena dia sebagai wasilah dibolehkan dalam kondisi dibutuhkan.”
38