Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perdarahan secara periodik
dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hubungan yang dinamis antara hormon
hipofisis dan gonad serta sifat siklik terdapat pada proses reproduksi yang
normal. Seorang wanita sebetulnya dapat mengkontrol kapan ia mengalami
menstruasi. Manipulasi menstruasi dilakukan dengan berbagai alasan di
antaranya adalah untuk menghindari menstruasi pada waktu-waktu tertentu
yang dianggap penting seperti waktu pernikahan, naik haji, saat ada pekerjaan
yang penting seperti ujian atau mengikuti kompetisi olahraga. Salah satu cara
dalam memanipulasi menstruasi yaitu dengan menggunakan kontrasepsi
hormonal.1
Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung
preparat estrogen dan progesteron. Pemahaman mengenai siklus menstruasi
sangat erat kaitannya dengan penggunaan kontrasepsi hormonal disebabkan
kontrasepsi hormonal mempengaruhi keseimbangan dari siklus menstruasi
yang normal. Dengan menggunakan kontrasepsi maka angka kelahiran dapat
diturunkan. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) yang diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kelahiran di Indonesia masih cukup
tinggi yaitu tahun 1971 nilai angka kelahiran atau total fertility rate (TFR)
mencapai 5,61, tahun 1980 sebesar 4,68, tahun 1987 sebesar 3,39, tahun 1990
sebesar 3,02, tahun 1994 sebesar 2,86, tahun 1997 sebesar 2,78, dan 2002
sebesar 2,6. Dibandingkan dengan Amerika Serikat yang pada tahun 2003
sebesar 2,07 dan tahun 2010 sebesar 2,05.2
Penggunaan alat dan obat kontrasepsi selain memberikan keuntungan
berupa dapat memanipulasi pengaturan menstruasi, juga mempunyai beberapa
efek samping. Para wanita yang akan menggunakan kontrasepsi hormonal

untuk mengatur siklus menstruasinya diharapkan untuk mempertimbangkan


efek samping dari penggunaan kontrasepsi hormonal. Selain itu juga
diharapkan untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi dalam pemakaian
kontrasepsi hormonal sehingga dapat menggunakan kontrasepsi hormonal
secara aman.
B. Tujuan
1. Mengetahui siklus menstruasi yang normal.
2. Mengetahui macam-macam kontrasepsi hormonal.
3. Mengetahui cara untuk mengatur menstruasi dengan kontrasepsi hormonal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Menstruasi


Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perdarahan secara periodik
dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi.1
1. Fisiologi Menstruasi
a. Profil Hormonal Selama Siklus Menstruasi
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerja
sama antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula
tiroidea, glandula suprarenalis, dan kelenjar-kelenjar endrokrin
lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut
adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamicpituitary-ovarian axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut
sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh
adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke selsel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus
menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang
pelepasan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dari hipofisis.3,4
Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan
membaginya atas fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal.
Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus menstruasi
disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon
steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan
balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen
menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan
balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap
hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.3,4
Tidak lama setelah menstruasi mulai, pada fase folikuler dini,
beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat.
Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum,
sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel,
produksi estrogen meningkat, ini menekan produksi FSH. Folikel
yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia,

sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH


juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu
pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat
pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan
bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH.
Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma
jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsurangsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan
umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH
(LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya
ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun
pada fase luteal.
Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa
jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah
yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin
disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin pula
menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek
dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak
menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang
matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel
terjadi 16-24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya
satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya
bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh
perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel,
sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang
peranan dalam peristiwa itu.3,4
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar,
membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel
menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga
bertambah dan mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi.3
Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu membuat
progesteron banyak, dan luteinized theca cells membuat pula estrogen
yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase

luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengalami


regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler
dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa
hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon
gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom).
Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum,
diperlukan sedikit LH terus-menerus. Steroidegenesis pada ovarium
tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika
tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari sesudah
ovulasi, terjadi menstruasi. Pada siklus menstruasi normal umumnya
terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam
fase folikuler.3,4
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh
adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadotrophin (HCG),
yang dibuat oleh sinsisiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada
puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu
yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara
steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9-10 minggu kehamilan.
Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.3,4
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus menstruasi
tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan
siklus menstruasi meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya
estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan
folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi
estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya
estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan
lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar
minimum LH yang terus menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan
hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan
pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan
yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan
mempengaruhi siklus reproduksi yang normal.3,4

Gambar 1. Siklus hormonal

Gambar 2. Siklus menstruasi


6

b. Siklus Ovarium
Siklus ovarium terdiri dari 2 fase, yaitu fase folikular dan fase
luteal. Siklus menstruasi mempunyai hipotesis berlangsung selama 28
hari, fase folikuler dan luteal kira-kira 14 hari lamanya dari siklus
menstruasi.
1) Fase folikular
Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel
telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada
pertengahan siklus dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran sel
telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada
manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi
panjang siklus menstruasi keseluruhan.5
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh
hipofisis merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam
ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang
terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari
1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang
membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga
hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi
hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing
hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran
RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap
hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang
baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang
mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari
endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi
matang sampai terjadi ovulasi.5
2) Fase luteal
Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi
dengan jangka waktu rata-rata 14 hari. Setelah ovulasi terjadi,
dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di
bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones,
suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan
progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar
7

endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum


berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan
progesteron.

Penurunan

kadar

hormon

ini

menyebabkan

degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses


ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan
dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.5

Gambar 3. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat


perkembangan
c. Siklus Endometrium
Siklus endometrium dapat dibedakan menjadi 3 fase utama,
yaitu fase proliferasi, sekresi, dan menstruasi (Hanafiah, 1997).
1) Fase proliferasi
Fase proliferasi dimulai ketika darah menstruasi berhenti
sampai hari ke-14. Pada fase proliferasi terjadi pertumbuhan dari
desidua

fungsionalis

untuk

mempersiapkan

rahim

untuk

perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali.


Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari
indung telur (disebut ovulasi).
Pada awal fase proliferasi, kelenjar-kelenjar umumnya
masih lurus, pendek dan sempit. Epitel kelenjar memperlihatkan
peningkatan aktivitas mitotik. Epitel dan komponen-komponen
stroma terus bertumbuh cepat sepanjang fase proliferasi. Dan
8

pada akhir fase proliferasi ini, permukaan endometrium menjadi


agak bergelombang.1,6
Fase sekresi
Fase sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi.
Hormon

progesteron

dikeluarkan

dan

mempengaruhi

pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi uterus siap


untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim). Jika implantasi
blastokis berhasil, maka kadar hCG serum dan progesteron akan
mulai meningkat 7-10 hari sesudah ovulasi (yaitu hari ke-21-24
dari

siklus

menstruasi).

Peningkatan

kadar

progesteron

menimbulkan perubahan pada endometrium yang dikenal sebagai


desidualisasi. Desidua kehamilan terutama terdiri dari sel-sel
stroma eosinofilik yang sembab, yang memiliki tampilan mirip
jalan setapak.1,6
Fase menstruasi
Fase menstruasi berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu
endometrium dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan
hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah. Bila
tidak terjadi kehamilan, maka akan diamati perubahan-perubahan
endometrium sekunder dari penurunan produksi hormon oleh
korpus luteum pada hari ke-24. Lapisan fungsional dari stroma
akan mulai menciut, dan kelenjar-kelenjar endometrium menjadi
lebih berkelok-kelok dan tampak bergerigi. Konstriksi intermiten
dari arteria spiralis menyebabkan stasis kapiler-kapiler lapisan
fungsional, iskemia jaringan, dan ekstravasasi darah ke dalam
stroma dan pembentukan hematom-hematom kecil. Akhirnya
terjadi

deskuamasi

dan

pengelupasan

seluruh

lapisan

endometrium fungsional.1,6
2. Gambaran Klinis Menstruasi
Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya
menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya
perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya
menstruasi tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar menstruasi dari
ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus

mengandung kesalahan 1 hari. Panjang siklus menstruasi yang normal atau


dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada
wanita yang sama. Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif,
perdarahan menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang
siklus adalah 28 hari. Selang waktu antara ovulasi dan hingga awitan
perdarahan menstruasi relatif spontan dengan rata-rata 14 2 hari pada
kebanyakan wanita. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12
tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita
usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus menstruasi 28 hari
itu tidak sering dijumpai. Dari pengamatan Hartman pada kera ternyata
bahwa hanya 20% saja panjang siklus menstruasi 28 hari.1,4,7
Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi. Pada umumnya
lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat
dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmenfragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang
banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan
aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat
mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini
disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam
endometrium.1,4,7
Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama
satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti,
yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi
Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan
menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg
besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun.1,4,7

2. 2 Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal berisi dua hormon steroid yaitu hormon estrogen
dan progesteron. Estrogen yang terdapat secara alamiah adalah estradiol,
estron, dan estriol. Zat-zat ini adalah sterois C18, sedangkan progesteron
adalah suatu steroid C21 yang disekresikan oleh korpus luteum, plasenta
10

(dalam jumlah ekcil) dan folikel. Progesteron secara alamiah adalah 17hidroksiprogesteron. Pada kontrasepsi hormonal digunakan estrogen dan
progesteron sintetik. Estrogen sintetik adalah etinil estradiol, mestranol, dan
progesteron sintetik adalah progestin, norethindrone, noretinodrel, etinodiol,
nogestrel. Alasan utama untuk menggunakan estrogen dan progesteron sintetik
adalah bahwa hormon alami hampir seluruhnya akan dirusak oleh hati dalam
waktu singkat setelah diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam sirkulasi porta.3,4
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu
kombinasi (mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik) dan hanya
berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada pil dan
suntik. Sedangkan kontrasepsi hormonal yang berisi progesteron terdapat pada
pil, suntik dan implant. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal dibedakan
berdasarkan jenis hormon yang terkandung di dalamnya.8,9
Berdasarkan jenis dan cara pemakaiannya dikenal tiga macam
kontrasepsi hormonal yaitu kontrasepsi oral (pil), kontrasepsi suntikan, dan
kontrasepsi implant.
1. Kontrasepsi Oral (Pil)
Kontrasepsi oral adalah kontrasepsi berupa pil dan diminum oleh
wanita yang berisi estrogen dan progestin berkhasiat mencegah kehamilan
bila diminum secara teratur. Dasar dari pil oral adalah meniru prosesproses alamiah. Pil oral akan menggantikan produksi normal estrogen dan
progesteron oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormon ovarium selama
siklus menstruasi yang normal sehingga menekan releasing-factors di otak
dan akhirnya mencegah ovulasi.8,9
Kontrasepsi oral terdiri atas tiga macam yaitu:
a. Pil kombinasi
Pil kombinasi merupakan pil yang mengandung estrogen dan
progesteron sintetik yang diminum 3 kali seminggu. Terdapat estrogen
maupun progesteron sintetik dalam satu pil. Pil diminum tiap hari
selama 3 minggu, diikuti selama satu minggu dengan plasebo dimana
pada saat perdarahan surut akan terjadi.
Cara pemakaian pil kombinasi yaitu pil pertama diminum pada
hari kelima siklus menstruasi. Pasca persalinan, pil mulai dimakan
sesudah bayi berumur 30-40 hari, sedangkan pasca keguguran 1-2
11

minggu pasca kejadian. Usahakan minum pil pada waktu yang sama,
seperti sehabis makan malam pada tiap harinya. Tiap pagi dilakukan
kontrol apakah pil tadi malam sudah diminum. Jika lupa 1 pil,
minumlah segera disaat ingat. Jika lupa 2 pil berturut-turut, minum 2
pil segera ketika ingat dan 2 pil lagi pada waktu biasanya pada hari
berikut. Pada keadaan ini mungkin terjadi spotting. Jika lupa 3 pil,
kemungkinan hamil menjadi besar.
Kelebihan dari pil kombinasi yaitu siklus menstruasi menjadi
teratur sehingga dapat pula mencegah anemia, mudah dihentikan
setiap saat, kesuburan cepat kembali setelah penggunaan pil
dihentikan, dan membantu mencegah kehamiln ektopik, kanker
ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, acne, dan dismenorhea.
Sedangkan kekurangannya meliputi perdarahan bercak (spotting) atau
perdarahan pada tiga bulan pertama, pusing, nyeri payudara, kenaikan
berat badan dan dapat meningkatkan tekanan darah sehingga resiko
stroke.
Kontraindikasi

mutlak

pemakaian

pil

kombinasi

ialah

terdapatnya riwayat tromboflebitis atau tromboflebitis, kelainan


serebrovaskular, gangguan fungsi hati, keganasan pada payudara dan
alat reproduksi, kehamilan dan varises berat. Kontraindikasi relatif
ialah hipertensi, perdarahan abnormal pervaginam yang tidak jelas
sebabnya, laktasi, fibromioma uterus, penyakit jantung atau ginjal, dan
lain-lain.
Efek samping dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu efek samping
yang ringan dan efek samping yang berat. Efek samping ringan dapat
berupa penambahan berat badan, perdarahan diluar daur menstruasi,
enek, depresi, alopesia, melasma, kandidiasis, amenorea pascapil,
retensi cairan, dan keluhan gastrointestinal. Efek samping ini akan
hilang dan berkurang dengan sendirinya. Efek samping yang berat
adalah tromboemboli, yang mungkin terjadi karena peningkatan
aktivitas faktor-faktor pembekuan, atau mungkin juga pengaruh
vaskuler secara langsung.
b. Pil sekuenseal

12

Pil ini dibuat mirip dengan urutan hormon yang dikeluarkan


ovarium pada tiap siklus. Maka berdasarkan urutan hormon tersebut,
estrogen hanya diberikan selama 14-16 hari pertama di ikuti oleh
kombinasi progesteron dan estrogen selama 5-7 hari terakhir. Manfaat
pemakaian pil ini adalah untuk menghambat ovulasi. Cara pemakaian,
efek samping dan kontraindikasi sama dengan pil kombinasi.
c. Pil mini
Pil mini merupakan pil hormon yang hanya mengandung
progesteron dalam dosis mini (kurang dari 0,5 mg) yang harus
diminum setiap hari termasuk pada saat menstruasi. Pil mini
mengandung progestin saja, tanpa estrogen. Progestin yang terdapat di
dalam pil mini terdiri dari dua golongan, yaitu analog progesteron
berupa chlormadinone acetat dan megestrol acetat yang saat ini tidak
dipakai lagi, lalu kedua derivat testosteron yang diketemukan 1970-an
dan dipakai sampai saat ini, meliputi norethindrone, norgestrel,
ethynodiol, dan lynestrenol.9
Pencegahan kehamilan mungkin karena pengaruh terhadap
motilitas tuba, korpus luteum, endometrium dan lendir serviks serta
pencegahan ovulasi. Keuntungan pil mini adalah dapat diberikan
untuk wanita yang menderita keadaan tromboemboli, laktasi dan
mungkin cocok untuk wanita dengan keluhan efek samping yang
disebabkan oleh estrogen (sakit kepala, hipertensi, nyeri tungkai
bawah, berat badan bertambah, dan rasa mual). Kekurangannya yaitu
kurang efektif dalam mencegah kehamilan dibandingkan pil oral
kombinasi, menambah insidens perdarahan bercak (spotting), variasi
dalam panjang siklus menstruasi, dan bila lupa minum 1 atau 2 tablet
pil mini atau kegagalan dalam absorpsi pil mini oleh sebab muntah
atau diare, sudah cukup untuk meniadakan proteksi kontraseptifnya.8,9
Umumnya kontraindikasi absolut pil mini adalah sama dengan
kontraindikasi absolut pil oral kombinasi. Efek samping dari
penggunaan pil mini adalah perdarahan tidak teratur dan spotting.
Mekanisme aksinya:
1) Menekan ovulasi (tak seragam pada seluruh siklus)

13

2) Variabel menurunkan efek siklus puncak dari LH dan FSH.


3) Meningkatkan viskositas mukus dengan mengurangi volume dan
alterasi strukturnya.
4) Mengurangi jumlah

dan

ukuran

kelenjar

endometrium,

menjadikannya atrofi sehingga tak cocok untuk implantasi ovum.


5) Mengurangi motilitas silia pada tuba fallopi, sehingga
mengurangi laju transpor ovum
2. Kontrasepsi Suntikan
Kontrasepsi suntik adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. Terdapat dua macam yaitu
suntikan kombinasi yang mengandung hormon sintetik estrogen dan
progesteron, kemudian suntikan progestin yang berisi progesteron. Cara
penyuntikan pada umumnya dilakukan pada otot (intra muskular) yaitu
pada otot pantat (gluteus) yang dalam dan pada otot pangkal lengan
(deltoid).10-12
Kontrasepsi suntikan yang sekarang banyak digunakan adalah longacting progestin yaitu Depomedroxy Progesterone Acetate (DMPA) atau
depo provera yang diberikan sekali setiap tiga bulan atau 13 minggu
dengan dosis 150 mg, dan Norethindrone Enanthate (NET-EN) atau
noristerat yang diberikan dengan dosis 200 mg sekali setiap delapan
minggu untuk enam bulan pertama kemudian selanjutnya sekali setiap 12
minggu. Suntikan juga bisa diberikan pada hari ke 3-5 pasca persalinan,
segera setelah keguguran. Contoh preparat lainnya adalah Cyclofem,
mengandung 25 mg depo medroxyprogesteron acetate dan 5 mg estradiol
sipionat, yang diberikan sebulan sekali.8-12
Keuntungan dari pemakaian kontrasepsi suntik yaitu DMPA
diberikan sekali dalam 12 minggu dengan dosis 150 mg, tingkat
efektifitasnya tinggi, efek samping sangat kecil, dapat diberikan pasca
persalinan, pasca keguguran, atau pasca menstruasi, tidak mengganggu
pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi, suntikan tidak ada
hubungannya dengan saat bersenggama, tidak perlu menyimpan atau
membeli persediaan, dan kontrasepsi suntikan dapat dihentikan setelah 3
bulan dengan cara tidak disuntik ulang. Sedangkan kerugian pemakaian

14

kontrasepsi suntik yaitu perdarahan yang tidak menentu, amenorhea yang


berkepanjangan, berat badan yang bertambah, sakit kepala, kembalinya
kesuburan agak terlambat beberapa bulan, masih mungkin terjadi
kehamilan, karena mempunyai angka kegagalan 0,7%, pemberiannya
harus dilakukan oleh orang yang profesional, dan menimbulkan rasa sakit
akibat suntikan 10,11
Kontraindikasi penggunaan meliputi hamil atau diduga hamil,
perdarahan vagina tanpa diketahui penyebabnya, hipertensi, pernah
mengalami stroke, mengalami kanker payudara, menderita tumor hati
(hepatoma), dan menderita diabetes. Efek samping yang ditimbulkan
adalah gangguan pola menstruasi, perubahan berat badan dan sebagian
besar wanita belum kembali fertilitasnya selama 4-5 bulan setelah
menghentikan suntikannya.8,9
3. Kontrasepsi Implant (Susuk)
Efektifitas progestin sebagai kontrasepsi dapat diperpanjang dengan
cara memasukkan progestin tersebut ke suatu delivery system. Ada
beberapa cara delivery system antara lain cincin vagina, implant dan
mikrokapsul.

Implant

adalah

salah

satu

jenis

kontrasepsi

yang

pemakaiannya dengan cara memasukkan tabung kecil di bawah kulit pada


bagian tangan yang dapat dilkukan oleh petugas kesehatan. Tabung kecil
tersebut berisi hormon akan terlepas sedikit-sedikit, sehingga mencegah
kehamilan. Implant yang beredar di pasaran adalah norplant yang terdiri
dari enam kapsul dan masing-masing mengandung 36 mg levonorgestrel
serta efektif mencegah kehamilan untuk lima tahun. Mekanisme kerja
kontrasepsi implant yaitu menekan ovulasi (lebih dari 80% pemakai
norplant pada tahun-tahun pertama tidak mengalami ovulasi), membuat
getah serviks menjadi kental, dan membuat endometrium tidak siap
menerima kehamilan.
Kontrasepsi ini memiliki keuntungan, yaitu akseptor tidak harus
minum pil KB ataupun suntik KB berkala, proses pemasangan susuk KB
cukup satu kali untuk jangka pemakaian 2-5 tahun, bila berencana untuk
hamil maka cukup dengan melepaskan implant ini kembali. Kontraindikasi

15

implant meliputi kehamilan atau disangka hamil, penderita penyakit hati


akut, kanker payudara, penyakit jantung, hipertensi, tromboemboli, dan
diabetes melitus. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi implant yaitu
gangguan siklus menstruasi berupa perdarahan tidak teratur, perubahan
metabolisme karbohidrat, pembekuan darah, tekanan darah dan berat
badan, perdarahan bercak, dan amenorhea. Sebagian besar penghentian
pemakaian kontrasepsi progestin disebabkan gangguan pola perdarahan.9,12
4. Kontrasepsi Transdermal
Ortho Evra patch (Ortho-McNeil Pharmaceutical, Raritan, NJ)
memiliki lapisan dalam yang mengandung perekat dan matriks hormon,
dan lapisan luar yang kedap air. Akibatnya, perempuan bisa mengenakan
patch pada saat di bak mandi, kolam renang, dan sauna tanpa menurunkan
kemanjurannya. Patch dapat ditempelkan pada pantat, lengan atas bagian
luar, perut bagian bawah, atau tubuh bagian atas, tetapi hindari
penggunaan pada payudara (seperti tampak pada gambar 4). Karena
hormon digabungkan dengan perekat, kerekatan kulit yang berkurang akan
menurunkan penyerapan dan kemanjuran hormon. Oleh karena itu, jika
daya lekat patch sudah jelek yaitu seperti diperlukannya penguatan dengan
menggunakan selotip, maka patch harus diganti.13

16

Gambar 4. Patch: kontrasepsi transdermal OrthoEvra


Penggunaan patch awal adalah sama caranya seperti pada pil oral
kombinasi, dan patch yang berisi hormon ditempelkan selama 3 minggu,
dengan mengganti patch 1 minggu 1 kali, diikuti oleh 1 minggu patch
tanpa isi untuk memungkinkan terjadinya withdrawal penarikan. Meskipun
patch sangat ideal dipakai tidak lebih dari 7 hari, kadar hormon tetap
berada dalam rentang yang efektif sampai 9 hari, dan ini memberikan masa
selang kosong selama 2 hari, ada juga yang mengatakan untuk 10 hari,
untuk keterlambatan perubahan patch.13
Dalam penelitian nonrandomisasi besar terdapat 4 dari enam
kehamilan yang terjadi pada perempuan dengan berat badan lebih dari 90
kg, ini menunjukkan menurunnya angka keberhasilan pada perempuan
yang memiliki berat badan besar. Setelah penggunaan selama beberapa
siklus menstruasi pertama, pola perdarahan dan efek samping yang terjadi
ialah hampir sama dengan akseptor yang menggunakan pil oral
kombinasi.13
Secara khusus, studi oleh Jick dan rekan kerja (2006a, b, 2007) tidak
menunjukkan peningkatan angka kejadian kasus tromboemboli, stroke
iskemik, atau infark miokard. Namun sebaliknya, Cole dan rekan (2007)
melaporkan peningkatan kejadian kasus tromboemboli, stroke iskemik,
atau infark miokard dua kali lipat lebih tinggi.13
5. Kontrasepsi Transvaginal
17

NuvaRing (Organon USA, Roseland, NJ) adalah sebuah kontrasepsi


hormonal intravaginal berbentuk cincin yang fleksibel. Terdiri dari ethinyl
vinil asetat, cincin berukuran 54 mm dan tebal 4 mm (gambar 5).
Utamanya berisi ethinyl estradiol dan progestin, etonogestrel. Zat ini
dilepaskan dengan jumlah sekitar 15 g dan 120 g per hari, masing-masing
dan diserap pada epitel vagina. Meskipun hasil pelepasan ini dalam kadar
hormon sistemik lebih rendah daripada dosis rendah pil kontrasepsi oral
dan formulasi kontrasepsi patch, namun inhibisi ovulasi tetap terjadi secara
lengkap.8
Cincin ini dipakai selama 3 minggu per bulan, meskipun reservoir
cincin cukup mengandung kontrasepsi steroid untuk sekitar 14 hari lebih.
Cincin tersebut dirancang untuk harus disimpan intravaginal bahkan
selama berhubungan. Namun cincin tersebut dapat mempertahankan
kemanjurannya bahkan jika cincin tersebut dilepaskan sampai waktu 3
jam. Pengguna diminta untuk memasukkan cincin tinggi-tinggi ke vagina,
pemasangan ini tidak memerlukan tenaga kesehatan. Tingkat kehamilan
keseluruhan lebih dari 1 tahun penggunaan ialah 0,65 kehamilan per 100
wanita per tahun.8

18

Gambar 5. NuvaRing: kontrasepsi cincin vagina estrogen-progestinreleasing


Cincin ini mempunyai kelebihan dapat dengan mudah dimasukkan,
diperiksa, dilepaskan, dan diganti oleh pengguna. Keuntungan lain dari
cincin ini adalah sebagai berikut:
a. Penggunaannya dapat dilepaskan saat koitus.
b. Ini memberikan jumlah pelepasan obat yang konstan, sehingga tingkat
plasma lebih stabil dari dosis minimum yang diperlukan untuk
kontrasepsi.
c. Efek samping metabolik dikurangi dengan menghindari first-pass
effect di hati.
d. Pada kasus kehamilan yang disengaja atau jika proteksi tidak lagi
diperlukan, kadar dalam plasma dengan cepat jatuh ke nol.

6. Kontrasepsi IUD Hormonal

19

IUD (Intra Uterine Device) hormonal atau IUD yang mengandung


hormon adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur,
mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon progesteron
dan dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina. Kontrasepsi ini sangat
efektif digunakan bagi ibu yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi
yang mengandung hormonal dan merupakan kontrasepsi jangka panjang 810 tahun. Tetapi efek dari IUD dapat menyebabkan perdarahan yang lama
dan kehamilan ektopik. Angka kegagalan pada tahun petama 2,2%.8,9
Jenis-jenis IUD yang mengandung hormonal terdiri dari:
a. Progestasert-T atau Alza-T
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor
warna hitam.
2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan
65 mcg progesteron per hari.
3) Daya kerja 18 bulan.
b. LNG-20
1) Mengandung 46-60 mg levonorgestrel, melepaskan 20 mcg per
hari.
2) Angka kegagalan atau kehamilan sangat rendah < 0,5 per 100
wanita per tahun.
Keuntungan pemakaian kontrasepsi IUD adalah dapat segera aktif
setelah pemasangan, metode jangka panjang, tidak mempengaruhi
produksi ASI, tidak mengurangi laktasi, kesuburan cepat kembali setelah
IUD dilepas, dapat dipasang segera setelah melahirkan, meningkatkan
kenyamanan hubungan suami istri karena rasa aman terhadap resiko
kehamilan.8,9
Kontraindikasi penggunaan antara lain kehamilan atau disangka
hamil, infeksi pelvis yang aktif, infeksi alat genital (vaginitis, servisitis),
kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak uterus yang dapat
mempengaruhi kavum uteri. Efek samping adalah akibat yang ditimbulkan
atau reaksi yang disebabkan oleh benda asing yang masuk kedalam tubuh
dan tidak diharapkan, sedikit nyeri dan perdarahan terjadi segera setelah

20

pemasangan IUD yang biasanya menghilang dalam 1-2 hari, perubahan


siklus menstruasi, dismenorhea, perdarahan spotting, dan insidensi
kehamilan ektopik lebih tinggi.8,9

Gambar 6. Kontrasepsi IUD


A. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung
preparat estrogen dan progesteron. Adapun cara kerja estrogen dan progesteron
serta kontrasepsi hormonal dalam mencegah kehamilan yaitu:
Mekanisme Kerja Estrogen
Estrogen

mempunyai

khasiat

kontrasepsi

dengan

jalan

mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi. Ovulasi


dihambat melalui pengaruh estrogen terhadap hipotalamus dan selanjutnya
menghambat FSH dan LH. Ovulasi tidak selalu dihambat oleh pil
kombinasi yang mengandung estrogen 50 mikrogram atau kurang.
Kalaupun daya guna preparat ini tinggi (95-98% menghambat ovulasi), hal
itu adalah pengaruh progesteron di samping estrogen.
Implantasi telur yang sudah dibuahi dihambat oleh estrogen dosis
tinggi (dietil stilbestrol, etinil estradiol) yang diberikan pada pertengahan
siklus menstruasi. Jarak waktu antara konsepsi dan implantasi rata-rata 6
hari. Biopsi endometrium yang dilakukan setelah pemberian estrogen dosis
tinggi pasca konsepsi menunjukkan efek antiprogesteron, yang dapat
menghambat implantasi. Perjalanan ovum di percepat dengan pemberian
estrogen pasca konsepsi.
21

1.

Mekanisme Kerja Progesteron


Fungsi progesteron ialah menyiapkan endometrium untuk implantasi
dan mempertahankan kehamilan. Disamping itu progesteron mempunyai
pula khasiat kontrasepsi, sebagai berikut:
a. Lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih pekat, sehingga
penetrasi dan transportasi sperma selanjutnya lebih sulit
b. Kapasitas sperma dihambat oleh progesteron. Kapasitas diperlukan
sperma untuk membuahi sel telur dan menembus rintangan
disekeliling ovum.
c. Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum
dalam tuba akan terhambat.
d. Implantasi dihambat bila progesteron diberikan sebelum ovulasi.
Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari korpus
luteum akan berkurang sehinga implantasi dihambat.

2. Mekanisme Pil Oral Kombinasi


Pil oral kombinasi memiliki beberapa aksi, tetapi pengaruh yang
paling penting adalah untuk mencegah ovulasi dengan menekan
hypothalamic gonadotropin-releasing factors. Hal ini mencegah sekresi
pituitari dari follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH). Progestin mencegah ovulasi dengan menekan LH dan juga membuat
lendir cervix menebal, sehingga memperlambat perjalanan sperma. Selain
itu, obat ini juga membuat endometrium kurang baik untuk implantasi.
Estrogen mencegah ovulasi dengan menekan pelepasan FSH. Hal ini juga
menstabilkan endometrium, yang mencegah pendarahan intermenstrual
juga dikenal sebagai pendarahan terobosan (flek) (Handayani, 2010;
Hartanto, 2010).
Efeknya sangat efektif menekan ovulasi, inhibisi migrasi sperma
melalui lendir serviks, dan menciptakan endometrium yang kurang baik
untuk implantasi. Dengan demikian, obat ini hampir mutlak memberikan
perlindungan terhadap konsepsi.8,9
3. Mekanisme Kerja Implant

22

a. Menekan ovulasi, lebih dari 80% pemakai norplant pada tahun-tahun


pertama tidak mengalami ovulasi.
b. Membuat getah serviks menjadi kental.
c. Membuat endometrium tidak siap menerima kehamilan.
4. Mekanisme Kerja IUD
Mekanisme kerja IUD belum dapat didefinisikan dengan tepat dan
masih menjadi subyek perdebatan sampai saat ini. Pernah dipercaya bahwa
aksi IUD ialah menginterferensi terhadap keberhasilan implantasi ovum
yang telah dibuahi, namun sekarang dianggap menjadi kurang penting
dibandingkan pencegahan pembuahan.13
Dalam rahim, IUD menginduksi adanya respon peradangan setempat
endometrium, terutama oleh perangkat yang mengandung tembaga.
Komponen peradangan selular dan komponen humoral ini terjadi pada
jaringan endometrium dan cairan yang mengisi rongga rahim dan saluran
tuba. Ini menyebabkan menurunnya sperma dan viabilitas telur.
Pembuahan sulit untuk terjadi, disebabkan inflamasi yang sama diarahkan
terhadap blastokista, dan endometrium yang berubah menjadi lokasi yang
buruk untuk terjadinya implantasi. Pada IUD tembaga, tembaga
meningkatkan lendir pengguna IUD dan menurunkan motilitas dan
viabilitas sperma (Glasier, 2002).
Dengan IUD yang mengandung levonergestrel, di samping
terjadinya reaksi peradangan, pelepasan progestin yang lama pada
pengguna menyebabkan atrofi kelenjar dan stroma desidualisasi. Selain
itu, progestin membuat lendir serviks menjadi lebih kental yang dapat
menghalangi motilitas sperma. IUD tipe ini juga mungkin tidak konsisten
melepaskan progestin untuk menghambat ovulasi.

8,9

Mekanisme Kerja

Kontrasepsi Suntik
Mekanisme kerja kontrasepsi DMPA:
a. Primer : mencegah ovulasi
Kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH) menurun serta tidak terjadi lonjakan LH. Respons
kelenjar hipofisis terhadap gonadotropin-releasing hormon eksogenous

23

tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus


daripada di kelenjar hipofisis. Ini berbeda dengan POK, yang
tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar
hipofisis. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan
keadaan hipo-estrogenik.
Pada pemakaian DMPA, endometrium meniadi dangkal dan
atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Dengan pemakaian
jangka lama endometrium bisa menjadi semakin sedikit sehingga
hampir tidak didapatkan jaringan bila dilakukan biopsi, tetapi
perubahan tersebut akan kembali normal dalam waktu 90 hari setelah
suntikan DMPA berakhir.
b. Sekunder
1) Lendir servik menjadi kental dan sedikit sehingga merupakan
barier terhadap spermatozoa.
2) Membuat endometrium menjadi kurang baik untuk implantasi
dari ovum yang telah dibuahi.
3) Mungkin mempengaruhi kecepatan transportasi ovum didalam
tuba falopi.
B. Pengaturan Menstruasi
Pengaturan menstruasi atau manipulasi/supresi menstruasi adalah suatu
usaha

untuk

mengatur

siklus

menstruasi

seorang

wanita

dengan

mempergunakan preparat hormonal, sehingga memungkinkan seorang wanita


lebih jarang mengalami siklus menstruasi atau menghindari menstruasi pada
waktu tertentu. Preparat hormonal tersebut mengandung kombinasi hormon
estrogen dan progesteron atau hanya mengandung progesteron saja.
Pengaturan menstruasi dapat dilakukan cara mengundurkan (penundaan)
atau mempercepat menstruasi. Proses penundaan menstruasi hendaknya hanya
dilakukan bila memang benar-benar dianggap perlu sekali, misalnya pada saat
melakukan ibadah haji, atlit yang akan berkompetisi, wanita yang hendak
berbulan madu.
Preparat hormonal yang sering digunakan dalam pengaturan menstruasi
adalah:
1. Progesteron Tiruan
Berbagai progesteron tiruan dapat digunakan untuk pengaturan
menstruasi seperti turunan progesteron maupun turunan testosteron. Jenis
24

progesteron tiruan yang banyak digunakan adalah medroksiprogesteron


asetat, nomogestrol asetat, noretisteron, linestrenol dan levonorgestrel.
a. Penundaan Menstruasi
Cara menunda menstruasi adalah dengan memberikan tablet
progesteron tiruan jenis apapun, paling lambat 14 hari sebelum
menstruasi yang berikutnya datang dan dihentikan pemakaiannya 3
hari sebelum menstruasi yang diinginkan. Menstruasi biasanya akan
datang 2-3 hari setelah penghentian progesteron tiruan. Progesteron
tiruan dimulai penggunaannya pada hari ke-5 siklus menstruasi.
Progesteron tiruan diminum setiap hari, dengan waktu yang sama.
Progesteron tiruan ini dapat diberikan berbulan-bulan. Efek samping
yang timbul biasanya jarang.
b. Memajukan Menstruasi
Cara ini jarang sekali digunakan karena lazimnya wanita
sebagian besar ingin menunda masa menstruasinya. Tetapi bila
seorang wanita ingin memajukan menstruasinya 6 hari lebih awal dari
menstruasi yang akan datang, maka dapat memulai memakai
progesteron tiruan tablet hari ke-5 sampai hari ke-19 dari siklus
menstruasi.

Gambar 7. Sediaan progesteron tiruan


2. Pil Kombinasi

25

Pil kombinasi dapat juga digunakan untuk pengaturan menstruasi.


Cara penggunaannya sama dengan penggunaan tablet progesteron. Pada
pil kombinasi yang mengandung tablet plasebo, maka plasebo tersebut
harus dibuang. Penggunaan pil kombinasi untuk pengaturan menstruasi
sangat saedikit menimbulkan perdarahan bercak. Bila terjadi perdarahan
bercak, cara penanganannya adalah dengan penambahan 1 tablet pil serupa
pada saat perdarahan bercak itu terjadi. Bla berhenti, maka tidak perlu
ditambah lagi untuk hari berikutnya, bila setelah pemberian 1 tablet masih
mengalami perdarahan bercak, jangan ditambahkan lagi untuk hari
berikutnya.
3. Analog GnRH
GnRH alamiah merupakan hormon peptida pendek yang terdiri dari
rangkaian 10 asam amino. GnRH ini memiliki waktu paruh yang singkat,
ikatan reseptor yang lemah dan sangat mudah di hancurkan oleh enzim
peptidase . Untuk mendapatkan analog GnRH, maka susunan asam amino
pada GnRH alami diganti dengan asam amino lain pada rantai 6 dan 10.
Menurut cara kerjanya analog GnRH di bagi dalam dua bentuk, yaitu
agonis GnRH dan antagonis GnRH.
Analog GnRH pada umumnya

banyak

digunakan

sebagai

pengobatan endometriosis dan perdarahan uterus disfungsional. Pemberian


analog GnRH sangat efektif dalam menghentikan perdarahan. Selama
pemberian, pada umumnya menstruasi seorang wanita akan berhenti total.
Cara pemberian analog GnRH sebaiknya diberikan antara hari pertama
sampai hari ke-5 pada siklus menstruasi. Pemberian dilakukan 1 bulan
sekali. Untuk keperluan ibadah haji cukup diberikan 2 kali saja. Analog
GnRH hanya boleh diberikan sampai 6 kali. Kekurangan dari pemberian
analog GnRH adalah harganya yang mahal.
GnRH dapat diberikan secara intravena atau subkutaneus, sedangkan
GnRH agonis dapat diberikan secara subkutan, intramuskular, atau nasal
spray. Waktu paruh GnRH yang diberikan secara intravena adalah 4 menit,
sedangkan waktu paruh pemberian GnRH agonis secara intramuskular dan
intranasal adalah 3 jam. Degradasi GnRH terjadi di hipotalamus dan
kelenjar hipofisis. GnRH agonis mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

26

reseptor GnRH yang menyebabkan penurunan kemungkinan proses


degradasi GnRH di dalam tubuh.
Pada pemberian agonis GnRH secara kontinyu (nonpulsatil), maka
agonis GnRH tersebut akan menduduki reseptor di hipofisis anterior,
dengan cara mengurangi sensitifitas hipofisis terhadap rangsangan agonis
GnRH sehingga terjadi penurunan sekresi LH dan FSH. Akibatnya
produksi estrogen dan progesteron pun oleh ovarium akan berkurang
(receptor down-regulation). Long-acting GnRH agonis ini (leuprolide,
nafarelin,

goserelin)

mengakibatkan

keadaan

hipogonadal

hipogonadotropik yang disebut pseudomenopause, tetapi stilah itu kurang


tepat karena pada menopause ovarium tidak memproduksi estrogen karena
tidak ada folikel. Pada keadaan tersebut terjadi kenaikan kadar
gonadotropin yang bermakna. Sebaliknya perempuan yang mendapat
terapi agonis GnRH tidak memproduksi estrogen karena kedua ovarium
tidak mendapatkan rangsang gonadotropin yang adekuat, akibatnya kadar
FSH dan LH sangat rendah.
Pada awal pemberian terjadi stimulasi reseptor dan dengan
sendirinya terjadi pengeluaran LH dan FSH dalam jumlah besar, sehingga
terjadi pemicuan sintesis estrogen dan progesteron di ovarium (flare up).
Ikatan reseptor agonis GnRH ini sangat kuat (slow reversibility), sehingga
meskipun pemberiannya telah dihentikan namun efeknya terhadap tubuh
manusia masih ada berbulan-bulan. Karena cara kerjanya yang
menimbulkan flare up, dan mengurangi sensitivitas hipofisis anterior.

27

BAB III
KESIMPULAN

1. Menstruasi atau menstruasi atau datang bulan adalah perdarahan secara


periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium
yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi
2. Kontrasepsi hormonal merupakan alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bahan bakunya mengandung
preparat estrogen dan progesteron.
3. Kontrasepsi hormonal dapat memanipulasi atau mengatur siklus menstruasi,
tetapi harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasinya.
4. Mekanisme kerja kontrasepsi dalam pengaturan siklus menstruasi sesuai
dengan kerja hormon estrogen dan progesteron.
5. Pengaturan menstruasi dapat dilakukan dengan cara memajukan dan
memundurkan siklus menstruasi dengan menggunakan progesteron tiruan, pil
kombinasi, dan analog GnRH.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanafiah, M. J. 1997. Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin


AB, Sumapraja S. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 103-124.
2. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,
Departemen Kesehatan RI dan Macro Internasional. 2008. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta.
3. Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Guyton, A. C. dan Jhon, E. H. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC Medical Publisher, 1065-1078.
5. Wiknjosastro, H. 1984. Fisiologi Haid. Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro
H, Sumapraja S, Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 37-43.
6. Heffner, L. J. dan Schust, D. J. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga, 38-39, 58.
7. Price, S. A. dan Lorraine, M. W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC Medical Publisher, 1277-1289.
8. Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
9. Hartanto, Hanafi. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
10. Saifuddin, A. B, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
11. Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM.
12. Proverawati, A., dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
13. Glasier, Anna. 2002. Historical Perspective Contraception - past and future.
Nature Cell Biology & Nature Medicine.
14. Graziottin, Alessandra. 2006. A Review of Transdermal Hormonal
Contraception. Treat Endrocinol. 5 (6), 359-365.

29

30

Anda mungkin juga menyukai