PASIEN TUBERKULOSIS
DI FASILITAS
ELAYANAN KESEHATAN TINGKA
PENDAHULUAN
ERMASALAHA
TATALAKSANA TB
DI PRAKTIK SWASTA
Penanganan TB yang
seharusnya sesuai
dengan pedoman
nasional dan
International Standard
for Tuberculosis Care
(ISTC), dalam praktik
sebagian dokter tidak
mengikutinya tetapi
lebih cenderung
menggunakan
pengalaman dan
pengetahuan semasa
2
Lebih dari 75%
dokter praktik
swasta tidak
terpajan Directcly
Observed
Treatment Short
Course (DOTS) dan
ISTC
3
Data TB nasional tidak
mencerminkan keadaan
sebenarnya karena
sebagian besar dokter
praktik terutama dokter
praktik swasta (DPS)
tidak memberikan
kontribusi kepada data
surveilans nasional
Ancaman TB resisten
obat akibat tata
laksana TB yang
tidak tepat
Belum ada
keseragaman
dalam tata
laksana TB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Ancaman TB resisten
obat akibat tata laksana
TB yang tidak tepat
MTB DETECTED
KRITERIA SUSPEK
RIF SENSITIF RIF RESISTAN
Gagal Kategori 2
4
8
Tidak konversi
Kategori 2
1
Pengobatan non
DOTS
10
7
Gagal Kategori 1
11
8
Tidak konversi
kategori 1
13
Kambuh 1&2
23
3
Pengobatan default
19
2
Kontak erat dg Px
MDR
ANAMNESIS
Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda
penyakit TB paru seperti batuk berdahak 2
minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu
dari gejala berikut:
1. Lokal respiratorik: dapat bercampur darah atau
batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada atau
pleuritic chest pain (bila disertai peradangan
pleura).
2. Sistemik: nafsu makan menurun, berat badan
menurun, berkeringat malam tanpa kegiatan
Riwayat
pengobatan
TB sebelumnya
fisik, demam
meriang,
badan lemah dan
malaise
3. Riwayat Kontak
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya
5. Faktor Resiko HIV dan DM
PEMERIKSAAN FISIK
TANDA VITAL
Tekanan darah 120/70
Suhu 380C
Laju pernapasan 24x
Nadi 108x
THORAX
Cor dan Pulmo dalam batas normal
BB 46Kg
PEMERIKSAAN FISIK
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun
bisa juga tinggi sekali), dapat disertai dengan
respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI
pada umumnya <18,5).
Inspeksi
Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan
kelainan
Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada
yang tidak simetris.
Palpasi
Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan
kelainan
Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan
berupa fremitus mengeras atau melemah
PEMERIKSAAN FISIK
Perkusi
Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan
kelainan
Bila ada kelainan tertentu, dapat terdengar
perubahan suara perkusi seperti hipersonor
pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi
pleura.
Auskultasi
Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan
Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan
berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks
paru, suara napas melemah atau mengeras,
atau stridor. suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas
melemah di apeks paru
EMERIKSAAN PENUNJAN
SPUTUM BTA
I. Pos 3
II. Pos 2
III. Pos 3
FOTO TORAKS
Cor dalam batas normal
Pulmo tampak
fibroinfiltrat dan kavitas di lobus superior ki
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri
Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari
specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu
sebanyak 3 kali minimal satu bahan berasal dari
dahak pagi hari.
Radiologi dengan foto toraks
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat
gambaran bercak-bercak awan dengan batas
yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas
membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang
dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa
cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan
pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus
tumpul).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium klinik Darah rutin, differential
counting
bila ada indikasi : SGOT/SGPT,Ureum/Creatinin,
Asam Urat, Gula Darah, HIV
FOTO
THORAK
Pemeriksaan sputum mikroskopis SPS
HASIL BTA
+ ++
++-
TB
HASIL
BTA
+--
HASIL BTA
---
Ada
Tidak
perbaika
Ada
n
perbaika
n
Pemeriksaan sputum
mikroskopis
--HASIL
BTA
+ ++
+++
BUKAN TB
KRITERIA DIAGNOSIS
1
Semua pasien dengan
batuk produktif yang yang
berlangsung selama 2
minggu yang tidak jelas
penyebabnya, harus
dievaluasi untuk TB.
2
Semua pasien (dewasa,
dewasa muda, dan anak
yang mampu
mengeluarkan dahak)
yang diduga menderita
TB, harus diperiksa
mikroskopis spesimen
sputum/ dahak 3 kali
salah satu diantaranya
adalah spesimen pagi.
3
Semua pasien
dengan
gambaran foto
toraks tersangka
TB, harus
diperiksa
mikrobiologi
dahak.
DEFINISI
Penyakit menular langsung
disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis yang menyerang paru
PASIEN TB PARU berdasarkan konfirmasi hasil
pemeriksaan bakteriologis
Pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan dahaknya
positif dengan cara pemeriksaan mikroskopis
langsung, biakan atau tes diagnostik cepat (yang
direkomendasi WHO)
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia
Tumor/keganasan paru
Jamur paru
Bronkhiektasis
Penyakit paru kerja
KLASIFIKASI
Diagnosis TB dengan konfirmasi
bakteriologis atau klinis dapat
diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Lokasi anatomi penyakit;
2. riwayat pengobatan sebelumnya;
3. hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT
4. status HIV.
KLASIFIKASI BERDASARKAN
RIWAYAT PENGOBATAN
1. KASUS BARU
. Adalah pasien yang belum pernah
diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari 4mgg
2. KASUS KAMBUH
. Adalah pasien TB yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap,didiagnosis kembali
dengan BTA(+)(apusan atau kultur)
KLASIFIKASI BERDASARKAN
PENGOBATAN SEBELUMNYA
3. KASUS PUTUS BEROBAT(DEFAULTER)
.pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau
lebih dan tidak meneruskannya selama lebih
dari 2 bulan berturutturut atau dinyatakan tidak
dapat dilacak pada akhir pengobatan (loss to
follow up)
KLASIFIKASI BERDASARKAN
PENGOBATAN SEBELUMNYA
5. KASUS PINDAH
. Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK
yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya
6. KASUS LAIN
. Adalah semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
TERAPI
TB PARU BARU YANG BELUM PERNAH
MENDAPATKAN OAT
PADUAN KATEGORI 1
2RHZE/4RH atau
2RHZE/4R3H3 (harus disertai pengawasan ketat
secara BARU
langsung
untuk setiap
dosis obat) OAT
TB PARU
PERNAH
MENDAPATKAN
PADUAN KATEGORI 2
2RHZES/RHZE/5RHE atau
2RHZES/RHZE/5R3H3E3(harus disertai pengawasan
ketat secara langsung untuk setiap dosis obat)
Sebelum pengobatan pada pasien dengan
riwayat pernah mendapatkan OAT harus
dilakukan Uji resistensi cepat,bila R sensitif
Paduan Kategori 2 boleh diberikan,bila R
resistan dikelola sebagai kasus TB MDR
DIANJURKAN MENGGUNAKAN KOMBINASI DOSIS
TETAP
DOSIS SESUAI DENGAN BERAT BADAN
TERAPI
TERAPI
TB PARU BARU YANG BELUM PERNAH
MENDAPATKAN OAT
PADUAN KATEGORI 1
2RHZE/4RH atau
2RHZE/4R3H3 (harus
disertai pengawasan ketat
secara langsung untuk
setiap dosis obat)
TERAPI
TB PARU BARU PERNAH MENDAPATKAN OAT
GENEXPERT MTB/RIF
1. Pasien TB kronik
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
setelah 3 bulan pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB
yang tidak standar serta
4. menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua
minimal selama 1 bulan
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
6. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif
setelah 3 bulan pengobatan.
7. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan
kategori 2
8. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai
berobat/default)
9. Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat
dengan pasien TB MDR
10.Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap
pemberian OAT
TB MDR
TERAPI
TB PARU BARU PERNAH MENDAPATKAN OAT
PADUAN KATEGORI 2
2RHZES/RHZE/5RHE atau
2RHZES/RHZE/5R3H3E3(h
arus disertai pengawasan
ketat secara langsung
untuk setiap dosis obat)
DIANJURKAN
MENGGUNAKAN
KOMBINASI
DOSIS TETAP
DOSIS SESUAI BB
TERAPI
JENIS,SIFAT DAN DOSIS OAT
JENIS OBAT
SIFAT
3x seminggu
IZONIAZID(H)
Bakterisid
5(4-6)
10(8-12)
RIFAMPICIN(R)
Bakterizid
10(8-12)
10(8-12)
PYRAZINAMIDE(
Z)
Bakterizid
25(20-30)
35(30-40)
STREPTOMYCIN( Bakterizid
S)
15(12-18)
15(12-18)
ETHAMBUTOL(E
)
15(15-20)
30(20-35)
Bakteriostatik
TERAPI
TAHAPAN
TERAPI
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang
lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
TERAPI
KOMBINASI DOSIS TETAP(KDT)
KATEGORI 1
Berat
Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56
hari
RHZE
(150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
selama 16
minggu
RH (150/150)
30 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
TERAPI
KOMBINASI DOSIS TETAP(KDT)
KATEGORI 2
Berat badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) +
S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E(400)
Selama 56 hari
Selama
28 hari
selama 20 minggu
30-37 kg
2 tab 4KDT
+ 500 mg
Streptomisin inj.
2 tab
4KDT
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 kg
3 tab 4KDT
+ 750 mg
Streptomisin inj.
3tab
4KDT
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 kg
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
71 kg
5 tab 4KDT
+ 1000mg
Streptomisin inj.
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
5 tab
4KDT
PEMANTAUAN RESPON
TERAPI
KLINIS:
Anamnesis keluhan
Pemeriksaan Fisik,BB
BAKTERIOLOGIS MIKROSKOPIS
RADIOLOGIS
Akhir pengobatan
PEMANTAUAN RESPON
TERAPI
OAT KAT-1
1
SPS
SP
SP
SP
OAT KAT-2
1
SPS
SP
SP
SP
48
KRITERIA HASIL
Sembuh: pasienPENGOBATAN
telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (pemantauan
pengobatan), hasilnya negatif
EDUKASI
1. Penjelasan tentang penyakit .
2. Cara batuk yang benar
3. Cara minum obat yang benar
4. Prognosis penyakit
5. Komplikasi penyakit dan ESO
6. Memakai masker
7. Ventilasi di rumah
8. Tindakan yang akan dilakukan
9. Contact tracing pasien serumah
PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
PENYEBAB
PENATALAKSANAAN
Rifampicin
Nyeri Sendi
Pirazinamide
Beri Aspirin
INH
Rifampicin
PENYEBAB
PENATALAKSANAAN
Tuli
Streptomisin
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
RHZ
Hentikan RHZ
Gangguan penglihatan
Ethambutol
Hentikan Ethambutol
Rifampicin
Hentikan Rifampicin
PENYEBAB
PENATALAKSANAAN
Tuli
Streptomisin
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
RHZ
Hentikan RHZ
Gangguan penglihatan
Ethambutol
Hentikan Ethambutol
Rifampicin
Hentikan Rifampicin
KEPUSTAKAAN
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis:
pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia
2. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et
al.Mycobacterial disease: Tuberculosis. Harrissons:
Principle of Internal Medicine. 17th Ed. New York:
McGraw Hill Companies. 2009: hal. 1006 - 1020.
3. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2011.
4. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
International Standards for TuberculosisCare (ISTC).
3ndEd 2014
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. 2013.
TERIMA KASIH