PENDAHULUAN
Papiloma hidung dan sinus paranasal merupakan neoplasma jinak epitel
yang timbul dari mukosa Schneiderian, yang mempunyai kecenderungan tinggi
berubah menjadi ganas. Hampir keseluruhan kasus papiloma hidung merupakan
papiloma inverted dan fungiform. Para ahli belum mempunyai kesepakatan untuk
menentukan penyebab pasti munculnya papiloma hidung dan sinus para nasalis,
namun Human Papilloma Virus tipe 6 dan 11 diduga memiliki peran utama
sebagai penyebab papiloma tersebut. 1
Jumlah kasus papiloma hidung sangat jarang, hanya berkisar 0,5-4% dari
seluruh tumor hidung dan sinus paranasal. Insiden lebih banyak pada laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 3:1. Tumbuhnya hampir menyerupai
polip tetapi lebih padat dari polip nasi, biasanya bersifat unilateral. Sifat dari
neoplasma ini tumbuhnya sangat cepat, mudah mendestruksi daerah sekitarnya
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang luas pada hidung dan sinus
paranasal, untuk itu diperlukan deteksi dini dan komprehensif dalam penanganan
papiloma hidung dan sinus paranasal. 2
Referat ini bertujuan untuk mengkaji papiloma hidung dan sinus paranasal
berdasarkan literatur yang ada untuk menambah wawasan dalam mendiagnosis
dan penatalaksanaan papiloma hidung dan sinus paranasal. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi hidung dan sinus paranasal
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau
lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior. Dinding medial dibentuk oleh septum nasi. Septum
nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada
bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya
dilapisi juga dengan mukosa nasal. 4
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan
tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga yang disebut
meatus, yang terdiri dari meatus inferior, medius dan superior.4
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga didalam tulang. Ada empat sinus paranasal, mulai dari
2
yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sphenoid
kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid. Sinus frontal berdrenase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid. Sinus etmoid anterior bermuara di meatus medius dan sinus
etmoid posterior bermuara dimeatus superior.
a. Fungsi respirasi
Udara masuk ke hidung menuju nares anterior, lalu naik keatas setinggi
konka media kemudian turun kebawah kearah nasofaring. Udara yang
dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang
melalui hidung diatur sehingga berkisar 37C oleh banyaknya pembuluh
darah dibawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup akan disaring dihidung
oleh: rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir yang
kemudian akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
b. Fungsi penghidu
Hidung bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Fungsi pencecap adalah untuk mambedakan rasa manis
yang berasal dari berbagai macam bahan seperti jeruk, pisang dan cokelat.
Juga membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.
c. Fungsi fonetik
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses
pembentukan kata-kata. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng)
rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran
udara.
d. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan napas terhenti. Refleks bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelanjar liur, lambung dan pankreas.
4. Papiloma nasal
a. Definisi
Papiloma nasal merupakan suatu tumor jinak layaknya suatu adenoma, yang
secara makroskopis mirip dengan polip namun lebih vaskuler, padat dan tidak
mengkilap. Tumor ini berasal dari epitel mukosa saluran pernafasan bersilia yang
merupakan derivat dari ektoderm yang melapisi rongga hidung dan sinus
paranasal disebut dengan membran Schneiderian. Meskipun merupakan suatu
tumor jinak, namun beberapa dari tumor jinak nasal bersifat mudah kambuh atau
secara klinis bersifat ganas karena tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya
papiloma inverted. 4
b. Epidemiologi
Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik
yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan luar negeri, keganasan pada
nasal hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh
keganasan di kepala dan leher. Data DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus merupakan urutan ke 25 dari 50 pola penyakit utama
atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. 4
c. Etiologi
Penyebab papiloma sinonasal hingga sekarang masih kontroversi dan belum
sepenuhnya dipahami. Beberapa pendapat mengatakan lesi ini merupakan suatu
neoplasma, namun beberapa pendapat juga mengatakan bahwa papiloma ini
merupakan suatu hiperplasia reaktif akibat adanya stimulasi dari alergi, infeksi
kronik bakteri dan virus terutama Human Papilloma Virus tipe 11, dan rokok.
Panelitian genetik menunjukkan papiloma tipe inverted melibatkan cell
monoclonal yang mana adanya kemungkinan lesi ini dapat merupakan neoplasma
dan merupakan hasil pertumbuhan sel transformasi residual. 5
d. Klasifikasi papiloma nasal
Ada tiga jenis papilloma yang timbul dari membran Schneiderian yaitu:
a). Papiloma fungiform (exophytic); b). Papiloma inverted, c). Papiloma
cylindrical (oncocytic).
mikrositik. Jaringan ikat pokok terdiri dari jaringan fibrous halus dengan
komponen inflamasi yang minimal. 6
inverted
merupakan
tumor
jinak
yang
berasal
dari
10
orang dewasa umur 40-70 tahun. Pada laki-laki cenderung lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 4 : 1. 7,8
Sampai saat ini penyebab yang pasti dari papiloma ini belum diketahui.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh seperti alergi, sinusitis kronis, terpapar zat
karsinogen dan infeksi virus. Sinusitis paranasal banyak ditemukan pada pasien
dengan papiloma inverted, dan beberapa peneliti menyimpulkan bahwa sinusitis
tersebut disebabkan oleh tumor yang mengobtruksi sinus dan bukan sebaliknya.
Keberadaan human papiloma virus (HPV) telah dibuktikan pada beberapa laporan
dengan frekuensi yang berbeda. Respler et al, menemukan DNA HPV 11 pada 2
orang pasien mereka. Weber et al, menemukan DNA HPV pada 16 dari 21 pasien
mereka.Weiner et al, menemukan DNA HPV 6 dan HPV 11 sebanyak 6,8 % dari
69 kasus. 8,9
Lesi ini umumnya muncul dari dinding lateral kavum nasal atau sinus para
nasal, kadang dari antrum. Gejala klinis yang dapat timbul yaitu obstruksi nasal
unilateral disertai keluhan nyeri, epistaksis, cairan hidung yang purulen atau
ditemukannya deformitas lokal. Sedangkan lesi papiloma menunjukkan gambaran
berwarna merah muda atau merah tua, kenyal, polipoid atau pertumbuhan
bernodul. Multipel lesi dapat juga ditemukan. Inverted papiloma berbentuk
irregular, biasanya berdarah jika disentuh, mengisi penuh kavum nasi, berlanjut
dari vestibulum ke nasofaring. Septum nasi biasanya terdorong kontralateral. 5
11
Gambaran makroskopis papiloma inverted mirip seperti polip tetapi lebih padat
dan permukaan bergerombol, dengan warna bervariasi dari merah muda sampai
agak pucat, lebih banyak jaringan vaskularnya dari polip.
Papiloma inverted merupakan bentuk kelainan yang ditandai dengan epitel
yang hiperplastik terlihat membalik (inverted) dan terdapat pertumbuhan yang
endofitik ke stroma di bawahnya. Sel epitel ini berlapis-lapis (5-30 lapis) dan
bervariasi, terdiri dari sel skuamosa, sel transisional, dan sel kolumnar (mungkin
12
ketiganya ada dalam satu lesi), bercampur dengan mucocytes (sel goblet) dan kista
musin intraepitel. 10
sehingga
memudahkan
pengawasan
pada
kavitas
pasca
operasi,
13
pemeriksaan
mikroskopik
menunjukkan
adanya
dua
jenis
14
terdiagnosis, termasuk:
a. Membantu mencari tahu seberapa jauh tumor ataupun kanker menyebar
b. Mambantu menentukan apakah pengobatan telah efektif
c. Untuk mencari tahu tanda-tanda kekambuhan setelah pengobatan
sebelumnya.
15
CT-Scan
Gambaran CT sebagian besar adalah non-spesifik, menunjukkan massa
16
Rinotomi Lateral
Myers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping
hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya
yang ada pada ipsilateral sinus paranasal. Sessions, Larson dan Pope
menganjurkan cara rinotomi lateral yang dilanjutkan dengan etmoidektomi
dan maksilekstomi medial untuk mengangkat tumor-tumor yang terlokalisir
di hidung, baik jinak maupun ganas. Teknik rinotomi lateral telah
mengalami beberapa modifikasi. Moore, membuat insisi di samping hidung
setinggi kantus medial sampai ke ala nasi, diteruskan sampai ke dasar
kolumela, bila insisi Moure dilanjutkan ke bawah melalui sulkus infranasal
dan mendorong bibir atas disebut insisi Weber. Bila insisi Weber ini
diperluas sampai dibawah kelopak mata disebut insisi Weber-Ferguson.
Insisi dapat diteruskan sampai bersambung dengan insisi gingivobukal.14,15
18
19
Degloving
20
21
II.
Gambar 11. Daerah kuning menunjukkan daerah reseksi tulang pada masilektomi
medial
-
Endoskopi 10
22
23
Apabila tumor telah meluas ke sinus etmoid dan spenoid, dapat dilakukan
etmoidektomi total dan spenoidektomi. Hal yang sama dilakukan pada sinus
frontal jika mukosanya juga ikut terlibat. Prosedur Caldwell-Luc kadang
dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke seluruh antrum maksila pada kasus yang
melibatkan seluruh mukosa sinus maksila. Apabila pada CT Scan terlihat adanya
area hyperostosis, operator disarankan untuk menggunakan bor diamond untuk
menipiskan tulang di area ini. Daerah hyperostosis ini berhubungan dengan
tempat berasal tumor.
Pada endoskopi maksilektomi medial, reseksi dilakukan pada seluruh
dinding lateral hidung. Campuran lidokain dan epinefrin disuntikkan pada daerah
konka media, dinding meatus inferior dan dinding meatus media dan garis
nasomaksila untuk hemostasis. Batas superior ditentukan setelah reseksi anterior
dan posterior etmoid ke batas sphenoid dan perlengketan konka media ke dinding
lateral hidung dipisahkan. Arteri etmoid di ekspos untuk landmark reseksi yang
meluas ke superior. Pada kasus tumor yang meluas ke fovea atau ke orbita, arteri
etmoid dipotong dan dipisahkan. Konka media dieksisi dari perlengketannya di
superior untuk menghindari cedera lamina kribriformis. Insisi dibuat dari bagian
anterior meatus inferior ke dinding posterior sinus maksila. Batas anterior
diperluas dari perlengketan konka media ke batas anterior dari bagian anterior
meatus media termasuk konka media, prosesus unsinatus dan kanalis
nasolakrimalis. Dinding lateral dipisahkan ke medial dan diseksi diangkat dari
sinus maksila sampai ke arteri spenopalatina yang telah diligasi. Tumor kemudian
24
di buang secara en bloc. Mukosa etmoid posterior yang tersisa di buang untuk
batas kontrol. Reseksi dapat dimodifikasi tergantung dari perluasan tumor.
2. Medikamentosa
Beberapa penelitian mengemukakan selain dengan terapi pembedahan,
papiloma hidung dapat pula ditangani secara medikamentosa dan radio terapi.
Pemberian serbuk 5 aminolevulinic acid HCL photodynamic yang dilarutkan
dalam air steril dan diaplikasikan secara topikal. Terapi photodynamic
mensensitifkan lesi tumor. Setelah senyawa fotosensitiser menumpuk di lesi atau
target jaringan dan mencapai konsentrasi yang tinggi dalam 3-4 jam, kemudian
dilakukan penyinaran cahaya pada lesi dengan panjang gelombang tertentu maka
senyawa ini akan menjadi sitotoksik bagi jaringan lesi yang menyebabkan
nekrosis dan mencapai efek terapautik. Beberapa penelitian menunjukkan
sebagian besar pasien mengalami kekambuhan 3 bulan pasca operasi, namun
menunjukkan tidak adanya angka rekurensi pada pasien yang diterapi selama 6-8
bulan dengan metode photodynamic.17
3. Radioterapi
Penggunaan radioterapi ditujukan pada pasien yang telah menjalani
pembedahan pengangkatan tumor sebelumnya untuk menurunkan angka
kekambuhan. Radioterapi menggunakan sejenis sinar-x dengan panjang
gelombang tertentu. Radioterapi dengan dosis sinar dibawah 60 Gy secara selektif
dapat mencegah kekambuhan setelah dilakukan reseksi total sedangkan reseksi
subtotal disarankan menggunakan dosis sinar 70 Gy. Penilaian kekambuhan tumor
dapat dilakukan pada bulan ke-3 sampai 6 bulan setelah proses radioterapi.
25
h. Prognosis
26
BAB III
27
KESIMPULAN
Papiloma nasal merupakan suatu tumor jinak layaknya suatu adenoma,
yang secara makroskopis mirip dengan polip namun lebih vaskuler, padat dan
tidak mengkilap. Di Indonesia dan luar negeri, keganasan pada nasal hanya sekitar
1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan
leher. Penyebab papiloma sinonasal hingga sekarang masih kontroversi dan belum
sepenuhnya dipahami. Beberapa pendapat mengatakan lesi ini merupakan suatu
neoplasma, namun beberapa pendapat juga mengatakan bahwa pailoma ini
merupakan suatu hiperplasia reaktif akibat adanya stimulasi dari alergi, infeksi
kronik bakteri dan virus terutama Human Papilloma Virus tipe 11, dan rokok.
Papiloma kavum nasalis dibagi dalam tiga kategori dasar berdasarkan lokasi
dan karakterisik tumor tersebut. Papiloma fungiform (exophytic) dan papiloma
inverted, dan yang ketiga adalah papiloma cylindrical (oncocytic) yang kasusnya
sangat jarang. Pertumbuhan tipe papiloma fungiform melibatkan kavum nasalis
anterior dan septum. Kebanyakan papiloma inverted muncul dari arah dinding
lateral kavum nasal dan menunjukkan angka kekambuhan yang tinggi. Tumor ini
dapat berubah menjadi ganas, oleh karena itu penatalaksanaan tumor ini adalah
dengan mereseksi seluruh jaringan tumor.
DAFTAR PUSTAKA
28
Nader.
2015.
Sinonasal
Papillomas.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/862677-overview#showall.
29
Rhinotomy
Lateral.
Available
at
http://www.drtbalu.com/lateral_rhino.html.
15. Osborne JE, Clayton M, Fenwick D. The Leeds Modified Weber-Fergusson
Incision. The Journal of Laryngology and Otology. USA: National Institutes
of Health. 2011: 101 (5): 465-466.
16. Conley J, Sachs ME, Rabuzzi DD, et all. Degloving Approach for Total
Excision of Inverted Papilloma. Laryngoscope. USA: National Institutes of
Health. 1984: 94 (12): 1595-1598.
17. Zhang Y, Yang Y, Zou X. Efficacy of 5-Aminolevulinic Acid Photodynamic
Therapy in treatment of Nasal Inverted Papilloma. Elsevier. China:
Department of Dermatology. 2013: 10, 549-551.
18. Strojan P, Jereb S, Borsos I et.all. Radiotherapy for Inverted Papilloma: A
Case Report and Review of the Literature. Radiol Oncol. Department of
Radiation Oncology. Slovenia: Institute of Oncology Ljubljana. 2012: 47(1):
71-76.
30
Algoritma
Anamnesis:
1. Hidung tersumbat
unilateral
2. Epistaksis
3. Rhinorea
4. Benjolan dihidung
Anamnesis:
1. Hidung tersumbat
unilateral
2. Epistaksis
3. Rhinorea purulen
4. Benjolan dihidung
5. Nyeri
Pemeriksaan Fisik:
1. Massa seperti kutil
bernodul-nodul
2. Massa tumbuh di
septum nasal
3. Bewarna merah muda
merah tua
Pemeriksaan Fisik:
1. Massa polipoid,
bernodul
2. Massa tumbuh di
meatus (media)
3. Bewarna merah muda
merah tua
4. Massa kenyal
Pemeriksaan
5.
DeformitasPenunjang:
tulang +
1. Histo patologi
2. Foto polos
3. CT-scan
4. MRI
Anamnesis:
1. Hidung tersumbat
unilateral
2. Epistaksis
3. Rhinorea
4. Benjolan dihidung
Pemeriksaan Fisik:
1. Massa papilari/polipoid
2. Massa tumbuh di antrum
media, dinding lateral
kavum nasal, sinus
etmoidalis
3. Bewarna merah beefyred atau kecoklatan
31
Papilloma Nasalis
Klasifikasi:
Papilloma inverted
Cylindrical
(oncocytic)
Fungiform
(exophytic)
Penanganan
1. Medikamentosa
2. Pembedahan
3. Radioterapi
32