Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA
A. DEFINISI
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptic yang menyebabkan kerusakan serat
optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan atau atrofi papil nervus opticus yang
khas, adanya ekskavasi glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya
disebabkan oleh efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya.

Sumber :http://www.perdami.or.id/?page=news.detail&id=7
B. FAKTOR RESIKO
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tekanan darah rendah atau tinggi


Fenomena autoimun
Degenerasi primer sel ganglion
Usia di atas 45 tahun
Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
Miopia atau hipermetropia
Pasca bedah dengan hifema atau infeksi

C. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Glaukoma diklasifikasikan sebagai glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Jika
penyebab glaukoma diketahui, disebut sebagai glaukoma sekunder, tapi jika penyebabnya
tidak diketahui disebut sebagai glaukoma primer. Lebih jelasnya glaukoma dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer
i. Glaukoma simpleks (sudut terbuka)
- glaucoma sudut terbuka primer (glaucoma sudut terbuka kronik,
glaucoma sederhana kronik)

- glaucoma tekanan normal (glaucoma tekanan normal)


1. Peningkatan TIO.
2. Perubahan lapangan pandang
3. Mata terasa sakit pada pagi hari
ii. Glaukoma sudut sempit
- akut
- subakut
- kronik
- iris plateau
1.
2.
3.
4.
5.

Peningkatan TIO.
Bilik mata depan dangkal.
Edema kornea
Dilatasi pupil
Kemerahan di badan silier.

Gambar. Glaukoma Sudut Tertutup dan Glaukoma Sudut Terbuka


2. Glaukoma Congenital
i. Primer atau infantile : epifora, fotofobia, mata besar, kornea buram.
ii. Glaukoma yang menyertai perkembangan mata lainnya
- Sindrom Pembelahan Kamera Okuli Anterior (sindrom axenfeld,
sindrom weiger, sindrom peter)
- aniridia
iii. Glaukoma Yang Berkaitan Dengan Kelainan Perkembangan
Ekstraokuler
- Sindrom Sturge-Weber
- Sindrom Marfan
- Neurofibromatosis
- Rubella congenital
- Sindrom Luwe
3. Glaukoma Sekunder

i. Perubahan lensa (dislokasi, intumesensi, fakolitik)


ii. Kelainan uvea (uveitis, sinekia posterior, tumor)
iii. Trauma (hifema, kontusio, sinekia anterior perifer)
iv. Bedah
v. Rubeosis
vi. Steroid, dll
4. Glaukoma Absolut
Glaucoma absolut merupakan stadium akhir glaucoma (sempit atau
terbuka)dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
memerika gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik mata depan
dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit.
D. PATOFISIOLOGI
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai makanan
dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui
anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairan mata
oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma
tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali.
Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan.7
1.

Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera
tidak benar.

2.

Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang rendah
dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papil optik
ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat
mengalami robekan dibawah otot rektus lateral.

3.

Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksiaquoeus humor oleh

badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut
bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan

trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.


Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga
disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg
pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).2,6,7
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.2
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga
disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus ZinnHaller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan
intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat
dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih
kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau
sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata
naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan
mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen.2,6

Sumber : http://www.aafp.org/afp/20030501/1937.html
Keterangan gambar : Normal dan abnormal aliran humor aquos :
a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah
kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati
anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor
aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal).

E. GEJALA DAN TANDA


Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena berkembang tanpa ditandai
dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya diketahui disaat
penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.
Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan penurunan
persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang yang progresif. Yang
pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada akhirnya hanya akan
menyisakan penglihatan yang seperti terowongan (tunnel vision). Penderita biasanya

tidak memperhatikan kehilangan lapang pandang perifer ini karena lapang pandang
sentralnya masih utuh.
Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala, nausea, mata
merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan.
Tanda klinis glaukoma:
1. Pada pemeriksaan penyinaran oblik atau dengan slit-lamp didapatkan bilik mata
depan normal.
2. Peningkatan TIO yang dapat diukur dengan tonometri Schiotz, aplanasiGoldmann
dan Non Contact Tonometry (NCT). Peningkatan TIO padaglaukoma yang
disebabkan kortikosteroid biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
3. Perubahan pada diskus saraf optik, dibagi menjadi early glaucomatous dan advanced
glaucomatous changes.
a. Early glaucomatous changes ditandai dengan :

Perubahan cup menjadi lebih oval dibagian vertikal akibat adanyakerusakan


pada jaringan saraf dibagian kutub inferior dan superior.
Asimetri dari cup (cekungan ) papil saraf optik.
Cup yang besar (normal 0,3-0,4)
Perdarahan disekitar papil saraf optik.
Diskus tampak lebih pucat.
Atrofi dari papil saraf optik.

b. Advanced glaukomatous changes ditandai dengan :

Ekskavasi dari cup sampai ke diskus saraf optik dengan CDR : 0,7 0.9
Penipisan jaringan neuroretinal.
Adanya pergeseran ke nasal dari pembuluh darah retina.
Pulsasi dari arteriol retina mungkin tampak saat TIO sangat tinggidan
patognomonik untuk glaukoma.

Lamellar dot sign

4. Atrofi optik glaukomatous.


Sebagai akibat progresif dari glaukoma dimana semua jaringan retina pada diskus mengalami
kerusakan dan papil saraf optik terlihat putih/pucat. Factor mekanik dan vascular memegang
peranan pentingterhadap terjadinya cupping dari diskus saraf optik. Efek mekanik
daripeningkatan TIO menyebabkan penekanan terhadap nervus optikus padalamina kribrosa
sehingga mengganggu aliran aksoplasmik dari nervus optikus.Selain itu peningkatan TIO
menyebabkan penekanan pada pembuluh darah diretina sehingga terjadi iskemik pada retina.
4. Defek lapangan pandang
F. DIAGNOSIS
Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan kelainan-kelainan
glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang disertai peningkatan TIO, sudut
kamera anterior terbuka dan tampak normal, dantidak terdapat faktor penyebab yang dapat
meningkatkan tekanan intraokuler.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara.
1. Mengukur peningkatan TIO dengan menggunakan tonometri Schiotz,Aplanasi goldman,
dan NCT.Gambar 6. Tonometer di tempatkan pada mata yang sebelumnya ditetesi pantokain.
Gambarkan disebelah kanan memperlihatkan kontak langsung antaratonometer dengan
kornea (dikutip dari kepustakaan 8).2.

Gonioskopi. Sudut pada kamera anterior terbuka seperti pada orang yang tidak menderita
glaukoma.Gambar 7. Gambaran hasil pemeriksaan gonioskopi. Pada glaukoma sudut terbuka
hasil gonioskopi seperti pada orang normal (dikutip dari kepustakaan 8).

3. Funduskopi. Pemeriksaan untuk melihat papil nervus optikus, untuk melihatadanya


cupping dan atropi papil glaukomatosa.

4. Perimetri. Untuk melihat adanya defek lapangan pandang

G. PENATALAKSANAAN
Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler
sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan
lebih lanjut yang berujung pada kebutaan

dengan cara mengontrol tekanan intraokuler

supaya berada dalam batasan normal.


Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari tiga macam, yaitu medikamentosa, pembedahan
dan laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika obat-obatan tidak mampu mengontrol tekanan
intraokuler.
1

Medikamentosa
Berdasarkan tujuan farmakoterapinya, obat anti glaukoma dibedakan menjadi

empat jenis, yaitu: untuk supresi produksi cairan aquos, meningkatkan aliran keluar
cairan aquos, menurunkan volume korpus vitreus.
a

Supresi produksi cairan aquos

Antagonis adrenergik
Obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Efek

samping: pada penggunaan adrenergik sering terjadi reaksi alergi, pandangan


kabur, sakit kepala, rasa terbakar di mata, takikardia dan aritmia.

Agonis adrenergik
Bekerja untuk mengurangi produksi cairan aquos dan meningkatkan

drainase. Efek samping: rasa terbakar di tempat meneteskan obat topikal,


midriasis, hipertensi, malaise, sakit kepala, mulut dan hidung terasa kering.

Inhibitor karbonik anhidrase (CAI)


Bekerja mengurangi produksi cairan aquos sebesar 40-60% dengan

menghambat kerja enzim karbonik anhidrase di korpus siliaris. Obat ini bisa
diberikan per oral ataupun intravenous. Efek samping: paresethesia di lengan dan
tungkai, dispepsia, gangguan ingatan, depresi, batu ginjal, dan polakisuria.
Inhibitor karbonik anhidrase diturunkan dari golongan sulfa, sehingga bisa juga
menyebabkan aplastik anemia walaupun hal ini jarang terjadi.
b

Meningkatkan aliran keluar cairan aquos

Parasimpatomimetik
Obat yang digunakan merupakan golongan agonis kolinergik. Bekerja

pada anyaman trabekular dengan meningkatkan kontraksi otot siliaris sehingga


pupil mengalami miosis. Karena efek inilah maka obat parasimpatomimetik sering
juga disebut obat miotik. Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan
glaukoma sudut tertutup. Efek samping: diare, kram perut, hipersalivasi, enuresis
dan bisa juga reaksi alergi.
c

Meningkatkan aliran keluar cairan aquos


Obat-obat hiperosmotik, seperti gliserin, menyebabkan darah menjadi hipertonik

sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus.
Efek samping: sakit pinggang, sakit kepala, gangguan mental. Pada pasien DM, obat
ini bisa menyebabkan hiperglikemia atau bahkan ketoasidosis.
Penatalaksanaan terbaik untuk glaukoma sudut tertutup adalah pembedahan.
Terapi medikamentosa hanya merupakan pengobatan pendahuluan sebelum penderita
dioperasi. Terapi diberikan sesuai dengan fase penyakit.
Pada fase nonkongestif, penderita

diberi golongan

parasimpatomimetik,

seperti pilokarpin 2-4% tiap 20-30 menit. Dengan demikian diharapkan lensa yang

miosis akan menyebabkan iris tertarik ke belakang sehingga sudut bilik mata depan
terbuka. Selain itu, bisa juga diberikan golongan inhibitor karbonik anhidrase 3X1
tablet/hari. Obat-obat ini diberikan sampai tekanan intraokuler menjadi normal.
Kemudian ada dua pilihan terapi yang dapat dilakukan, yaitu tetap memberikan obat
parasimpatomimetik atau melakukan tindakan operasi.
Pada fase kongestif, pengobatan harus dilakukan secepat mungkin. Tekanan
intraokuler harus sudah turun dalam 2-4 jam. Jika terlambat 24-48 jam, maka akan
terjadi sinekhia anterior perifer sehingga pengobatan dengan parasimpatomimetik
tidak berguna lagi.
Obat yang biasa dipakai untuk glaukoma sudut tertutup adalah:
a

Parasimpatomimetik: pilokarpin 2-4%, setiap menit 1 tetes selama 5 menit.


Kemudian diteruskan setiap jam.

Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 250 mg, 2 tablet. Kemudian disusul


dengan 1 tablet tiap 4 jam.

Hiperosmotik: gliserin 50%, 1-1,5 gr/kg yang diberikan per oral.


Dengan pengobatan seperti di atas, tekanan dapat turun sampai di bawah 25

mmHg dalam waktu 24 jam. Bila tekanan intraokuler sudah turun, operasi harus
dilakukan dalam 2-4 hari kemudian.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan semaksimal mungkin sehingga
tercapai tekanan intraokuler normal, ekstravasasi tidak bertambah dan lapangan
pandang tidak memburuk. Namun, obat yang diberikan haruslah yang mudah
diperoleh dan mempunyai efek samping yang minimal.
Obat yang bisa dipakai untuk glaukoma sudut terbuka adalah :
a

Parasimpatomimetik: pilokarpin 2-4%, 1 tetes, 3-6 kali sehari atau eserin 0,250,5%, 1 tetes, 3-6 kali sehari

Agonis-: epinefrin 0,5-2%, 1 tetes, 2 kali sehari

-blocker: timolol maleat 0,25-0,5%, 1 tetes, 1-2 kali sehari

Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 250 mg, 1 tablet, 4 kali sehari


Obat-obat ini biasanya diberikan secara tunggal atau bila perlu dapat

dikombinasi. Bila dengan pengobatan tersebut tekanan intraokuler terkontrol dengan


baik, maka penderita harus menggunakan obat tersebut seumur hidup. Kalau tidak
berhasil, frekuensi penetesan atau dosis obat dapat ditingkatkan.
2

Tindakan pembedahan

Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di dalam


sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik filtrasi.
Pembedahan dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak
berhasil. Walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah hilang
tidak dapat kembali normal, terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah
dan dosisnya menjadi lebih sedikit.
a

Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering
digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil
trabekula

yang

terganggu

diangkat

kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva


sehingga terbentuk jalur drainase yang
baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran
keluar

cairan

aquos

sehingga

dapat

menurunkan tekanan intraokuler. Tingkat


keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-90%
Sayangnya di kemudian hari lubang drainase tersebut dapat menutup
kembali sebagai akibat sistem penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan
intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu, terkadang diperlukan obat seperti
mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk memperlambat proses penyembuhan. Teknik
ini bisa saja dilakukan beberapa kali pada mata yang sama.
b). Iridektomi perifer
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi
di daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik
keluar. Iris yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya
cairan aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan. Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat
efektif dan aman, namun waktu pulihnya lama.
c). Sklerotomi dari Scheie
Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik mata
depan langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep
konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam
bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan

kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi
ini diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke
subkonjungtiva.
d). Cryotherapy surgery
Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan
akuos, tapi arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain. Sehingga tekanan
intraokular yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan mata
buta yang menyakitkan.
Karena itu, dilakukan dengan cara menghancurkan badan siliar dengan
cyclocryotherapy

mengarah

pada

mengurangi

pembentukan

cairan

akuos,

menurunkan tekanan intraokular dan memperbaiki rasa sakit..


Caranya terlebih dahulu menginjeksikan obat anestesi dibawah permukaan
retrobulbar dan injeksi 2% Xylocain, melingkar dan mencembung dari retina (cryoprobe) dengan diameter 4 mm, dilakukan langsung pada permukaan konjungtiva utuh,
pusat ujung menjadi 4 mm dari limbus, selama 1 menit pada suhu sekitar-60 sampai
-65 , secara langsung di atas tubuh ciliary. Dalam semua kasus, probe diaplikasikan
sedemikian rupa sehingga margin es-kawah menyentuh satu sama lain pada setiap
aplikasi, dan aplikasi yang diberikan di sekeliling limbus, kecuali dalam dua belas
pertama matanya di mana ia diterapkan di bagian atas saja.
Setelah cryosurgery mata yang empuk selama 24 jam, dengan menggunakan
salep mata chloromphenical yang kemudian dilanjutkan 4 kali sehari. Tidak ada obat
anti-inflamasi digunakan baik secara lokal atau sistemik. Hanya analgesik diberikan.
Pasca-operasi tekanan intraokular diperiksa setelah 24 jam, pada hari ke 7,
hari ke 14, 6 minggu

dan 3 bulan setelah operasi. Keunggulan

melakukan

cyclocryotherapy karena memiliki keunggulan cyclodiathermy suhu subfreezing


kurang merusak struktur lain mata, dapat dengan aman diulang beberapa kali, dapat
dilakukan sebagai prosedur rawat jalan
3

Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata kemudian sinar

laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat
terjadi pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi.
Namun hal tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu. Beberapa tindakan
operasi yang lazim dilakukan adalah :

Laser Iridektomy
Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman dan efektif

untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat celah kecil di iris perifer
dan mengangkat sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut bilik mata depan.
Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya laser iridektomy,
diantaranya kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan
jaringan iris yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang pernah
menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada penderita yang tidak bisa
diajak bekerja sama.

Gambar : Laser iridektomi.


Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser iridektomi meliputi
kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina, pendarahan, gangguan visus
dan tekanan intra okular meningkat. Kerusakan lensa dihindari dengan cara
menghentikan prosedur dan segera penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior
iris perifer
b

Laser Peripheral Iridotomy (LPI)


Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini dibuat lubang kecil di

iris perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut bilik mata depan akan
terbuka.

Sumber : http://www.medrounds.org/glaucoma-guide/2006/12/section-9-d-treatmentof-acute-angle.html

Laser Trabeculoplasty
Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka.
Sinar laser (biasanya argon) ditembakkan ke
anyaman trabekula sehingga sebagian anyaman
mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah
aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus,
terapi medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat
keberhasilan dengan Argon laser trabeculoplasty
mencapai

75%.

Karena

adanya

proses

penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan


bertahan selama 2 tahun.
Sumber : http://www.palopticlub.com/vb/showthread.php?t=2911
d

Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)


Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya dengan merusak

sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos berkurang.

Sumber : http://biomed.brown.edu/Courses/ 2006-108websites/group02glaucoma.html


H. KOMPLIKASI
Glaukoma dapat menyebabkan hilang penglihatan sebagian atau seluruhnya terjadi
Glaukoma Absolut. Glaucoma absolut merupakan stadium akhir glaucoma (sempit atau
terbuka)dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memerika
gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik mata depan dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.Apabila
disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan Cycloryco therapy untuk mengurangi

nyeri. Seringkali enukleasi merupakan tindan yang paling efektif. Apabila tidak disertai
nyeri, bola mata dibiarkan.
I.

PROGNOSIS
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata,
tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat
mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi
glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
KATARAK
A. DEFINISI
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh.Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air
terjun. Asalkata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu
seperti tertutupoleh air terjun di depan matanya akibat. Seorang dengan katarak akan
melihat benda seperti ditutupikabut. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau keduanya (Ilyas, 2009).
B. KLASIFIKASI KATARAK
Berdasarkan waktu perkembangannya

katarak

diklasifikasikan

menjadi

katarak kongenital, katarak juvenil dan katarak senilis.


1. Katarak kongenital dapat berkembang dari genetik, trauma atau infeksi prenatal
dimana kelainan utama terjadi di nukleus lensa. Kekeruhan sebagian pada lensa
yang sudah didapatkan pada waktu lahir dan umumnya tidak meluas dan jarang
sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa
2. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah
lahir.Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat
lensa.Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai
soft cataract. Katarak juvenil biasanya merupakan bagian dari satu sediaan
penyakit keturunan lain.
3. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Telah diketahui
bahwa katarak senilis berhubungan dengan bertambahnya usia dan berkaitan
dengan proses penuaan lensa.

Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien, stadium


1.

imatur,stadium matur, dan stadium hipermatur.


Stadium insipien. Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan
visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti
baji (jari-jari roda),terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis relatif masih

2.

jernih. Gambaran ini disebut spokes of a wheel yang nyata bila pupil dilebarkan.
Stadium imatur. Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan
terutama terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak
ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang
dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar oblik yang
mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan,
terlihat di pupil ada daerah yang terang sebagai refleks pemantulan cahaya pada
daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap,akibat bayangan iris pada lensa yang
keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+)

3. Stadium matur . Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya,
sehingga semua sinar yangmelalui pupil dipantulkan kembali di permukaan
anterior lensa. Tak ada bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang
seperti mutiara. Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat
harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika,oleh karena pada katarak polaris
anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil.
Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada
daerah

pupil

saja.

Kadang-kadang,

walaupun

masih

stadium

imatur,

dengankoreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat
lebih buruk lagi1/300 atau satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya,
walaupun lensanya belumkeruh seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.

4.

Stadium hipermatur. Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair,
sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil,
pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian
bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang diatasnya, yaitu kecoklatan.
Pada stadium ini juga terjadikerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel,
sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di
bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang
disebut intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga
lensamenjadi cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi
dangkal. Hal ini tidak selalu terjadi.Pada umumnya terjadi pada stadium II.
Selain itu terdapat jenis katarak lain :
Katarak rubella :

Ditularkan melalui Rubella pada ibu hamil

Katarak Brunesen

Katarak yang berwarna coklat sampai hitam, terutama pada nucleus lensa
Dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi.

Katarak Komplikata :

Katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan proses degenerasi.
Mempunyai tanda khusus yaitu selamanya dimulai di korteks atau dibawah kapsul

menuju ke korteks atau dibawah kapsul menuju sentral


Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular ayng sewaktu-waktu menjadi
katarak lamelar.

Katarak Diabetik :

Akibat adanya penyakit Diabetes Mellitus.


Meningkatkan insidens maturasi katarak
Pada lensa terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsularyang sebagian jernih
dengan pengobatan.

Katarak Sekunder
Adanya cincin Soemmering (akibat kapsul pesterior yang pecah) dan
Mutiara Elsching (epitel subkapsular yang berproliferasi)
Katarak Traumatika
Dapat terjadi akibat trauma mekanik, agen-agen fisik (radiasi, aruslistrik, panas dan
dingin)
(Ilyas, 2009)
C. PATOFISIOLOGI
Lensa mengandung tiga komponen anatomis yaitu :
Nukleus zone sentral
Korteks perifer
Kapsul anterior dan posterior
Sebagian besar katarak terjadi karena suatu perubahan fisik dan perubahan kimia
pada protein lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh.Perubahan
fisik (perubahan pada serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan
silier ke sekitar lensa) menyebabkan hilangnya transparansi lensa.
Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi progresif
sehingga nukleus menjadi kuning atau kecokelatan juga terjadi penurunan konsentrasi
glutation dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium serta peningkatan
hidrasi lensa. Perubahan ini dapat terjadi karena meningkatnya usia sehingga terjadi
penurunan enzim yang menyebabkan proses degenerasi pada lensa.
Penyebab pada katarak senilis belum diketahui pasti, namun diduga terjadi karena:
a. Proses pada nukleus
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke
arah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat
(nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan sklerosis. Pada
nukleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa
menjadi lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya
berwarna putih menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian
menjadi kehitam-hitaman. Karena itulah dinamakan katarak brunesen atau
katarak nigra.
b. Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan
penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan
membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi ke

arah miopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan


kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah (Wijana, 1983).
Perubahan lensa pada usia lanjut :
1. Kapsul
- Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
- Lebih irregular
- Pada korteks kerusakan serat sel jelas
- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah proteinnukleus lensa
4. Korteks tidak berwarna karena :
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
D. GEJALA DAN TANDA
1. Pengurangan ketajaman penglihatan secara bertahap
2. Pandangan seperti ada kabut atau air terjun
3. Silau, sehingga penglihatan di malam hari lebih nyaman dibandingkan siang
hari
4. Miopia
5. Kesulitan membaca bila tidak cukup cahaya
6. Sering berganti kacamata
E. DIAGNOSIS
ANAMNESIS :
Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap (gejala utama katarak)
Mata tidak merasa sakit, gatal , atau merah
Gambaran umum gejala katarak yang lain seperti :
1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
2. Perubahan daya lihat warna
3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
4. Lampu dan matahari sangat mengganggu
5. Sering meminta resep ganti kacamata
6. Penglihatan ganda (diplopia)
PEMERIKSAAN FISIK MATA
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
2. Melihat lensa dengan penlight dan loop
Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai
kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh

(iris shadow).Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,
sedangkan bayangan dekat dan kecil dengan pupil terjadi katarak matur.
3. Slit lamp
4. Pemeriksaan opthalmoskop (sebaiknya pupil dilatasi)
(Wijana, 1983)

F. DIAGNOSA BANDING
1. Glaukoma
2. Retinopati (anemia, DM hipotensi, hipertensi, leukimia, pigmentosa
(Ilyas, 2009)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk katarak adalah pembedahan (operasi).Medikamentosa
diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh penyulit misalnya,
silau maka pasien dapat menggunakan kacamata.Untuk mengurangi inflamasi dapat
diberikan steroid ringan. Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang,
suplementasi vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya dengan dosis yang tepat dapat
membantu memperlambat progresifitas katarak.
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang
katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa dengan isi
kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nucleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek dengan meninggalkan kapsul posterior.
a. Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata
dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi
katarak sekunder.
Tindakan ekstraksi katarak ekstrakapsuler yang terencana dilakukan apabila:

1. Kita ragu apakah nukleus lentis sudah terbentuk atau belum.


2. Kita mengira badan kaca mencair, misalnya pada miopia tinggi, setelah
menderita uveitis.
3. Telah terjadi perlengketan luas antara iris dan lensa.
4. Pada operasi mata yang lainnya, telah terjadi ablasi atau prolaps badan kaca.
5. Setelah operasi mata yang lainnya, timbul penempelan badan kaca pada
kornea yang menyebabkan distrofi kornea.
6. Terkandung maksud untuk memasang lensa intraokuler buatan.
b. Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.Dapat dilakukan
pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi da mudah diputus. Pada tindakan
ini tidak akan terjadi katarak sekunder (Ilyas, 2009).
Indikasi ekstraksi katarak:
1. Pada bayi: kurang dari 1 tahun
Bila fundus tak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja.
2. Pada umur lanjut
a. Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit uveitis atau
glaukoma, meskipun visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi
juga, setelah keadaan menjadi tenang.
b. Indikasi visuil : tergantung dari katarak monokuler atau binokuler
3. Katarak monokuler
a. Bila sudah masuk dalam stadium matur
b. Bila visus pasca bedah sebelum dikoreksi, lebih baik daripada sebelum
operasi
4. Katarak binokuler
a. Bila sudah masuk dalam stadium matur
b. Bila visus meskipun telah dikoreksi tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari.
Macam-macam ekstraksi katarak sesuai konsistensi dari katarak :
1. Katarak cair

: umur kurang dari 1 tahun, dilakukan disisi lensa


2. Katarak lembek
: umur 1-35 tahun, dilakukan ekstraksi
linier/ekstraksi katarak ekstrakapsuler
3. Katarak keras
: umur lebih dari 35 tahun, dilakukan
ekstraksi katarak ekstrakapsuler

H. KOMPLIKASI

Dislokasi

katarak traumatic.
Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti blok pupil,glaukoma sudut
tertutup,

lensa

dan

uveitis,retinal

subluksasi

sering

detachment ,

ditemukan

rupture

koroid,

bersamaan

dengan

hifema,perdarahan

retrobulbar, neuropati optik traumatic.


I. PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis, karena adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina.Prognosis untuk perbaikan
ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital
unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif
lambat.Prognosis penglihatan pasien dikatakan baik apabila:

Fungsi media refrakta baik


Dilakukan dengan melihat kejernihan serta keadaan media refrakta mulai
dari kornea, iris, pupil dan lensa melalui lampu sentolop maupun slit lamp.
Fungsi makula atau retina baik
Dilakukan dengan pemeriksaan retpersepsi warna, dengan cara
menyorotkan cahaya merah dan hijau di depan mata yang kemudian

dengan sentolop cahaya diarahkan ke mata.


Fungsi N. Opticus (N.II) baik
Fungsi serebral baik

DAFTAR PUSTAKA
Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2010.
BEM FK Udip. Dalam : Ilmu Kesehatan Mata. Semarang : Falkutas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2009.
Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.
Ilyas S. Lensa Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran; edisi ke-2. Cetakan I. Jakarta: FKUI, 2002: 143-157.
Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilmu Penyakit Mata; edisi
ke-3. Cetakan I. Jakarta: FKUI, 2006: 200-211.
James, bruce.dkk.2006. lecture notes oftalmologi edisi kesembilan.Jakarta: Erlangga
Khurana, A.K., Comprehensive Opthalmology : Disease Of The Cornea., New Age Int: New
Delhi., 2007.
Kumar K., Childhood cataract : Aetiology and management [serial ordine] 2004; 17: 50.
Available Acessed August 13, 2009.
Lens and cataract. In: Basic and clinical sciences course. Section 11. Chapter 1,3,4.
American Academy of Ophtalmology: Mosby; 2008-2009. p.5-9,19-29Wijana, N.,
1983, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta : 41-42.
Lumbantobing, S.M 2008. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental, Jakarta:fakultas
kedokteran Indonesia
Rahmadani, Siti. Diktat Kuliah Ilmu Penyakit Mata Tingkat IV. Jakarta: 2007.
Shock John.P,MD dan Harper Richard A,MD.Lensa Dalam : Vaughan DanielG,Asbury
Taylor, dan Riordan-Eva Paul. Oftalmologi Umum. Edisi XIV. Jakarta:Widya
medika;2000. p. 175 179.
Tanulfhan M, Asbury T. Anatomi embriologi mata. In : Oftalmologi Umum. Edisi ke 14.
Jakarta: Widya Pustaka-, 2002. p.9-11, 25-9.

Anda mungkin juga menyukai