PENDAHULUAN
1/3
dari
penduduk
dunia
tanpa
diketahui
terinfeksi
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dinas Kesehatan
mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh puskesmas dalam
melaksanakan pelayanan penyakit menular khususnya TB paru dan
mampu memberi dukungan dan sarana untuk meningkatkan
efektivitas program tersebut
1.4.3
Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya tentang penyakit
TB paru
1.4.4
Masyarakat
Mendapatkan pelayanan secara terpadu pada program pelayanan
penyakit menular
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah infeksi paru yang menyerang jaringan
parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis.5
2.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB
sebagai Global Health Emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia
yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.5
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta kasus dengan hasil BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan
menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu
33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk
dunia maka terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali
lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 kasus per 100.000 penduduk. Demikian
juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian kerana
kehamilan, persalinan dan nifas.6
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.7
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan terutama pada negara-negara yang
tuberculosis
disebabkan
oleh
bakteri
Mycobacterium
Tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Ukuran panjang sekitar 1 4 m dan lebar 0,3 0,6
m. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun
utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, complex waxes, trehalosa
dimicolat dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain
yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam. Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama
selama beberapa tahun.6
2.4. Patogenesis
Kuman Myccobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas
akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni,
yang disebut dengan sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari
sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah beningdi hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami nasib
salah satu dari yang berikut ini: 6
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus
Sesak nafas
Nyeri dada
Gejala gejala diatas sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi
Malaise
Anoreksia
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
P (pagi)
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paru BTA positif
Tersangka
penderita TBC
(suspek TBC)
Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu
Hasil BTA
+ - -
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Hasil BTA
- - -
Tidak ada
perbaikan
Hasil
mendukung
TBC
Hasil tidak
mendukung
TBC
Ulang pemeriksaan
dahak mikroskopik
Hasil BTA
+++
+++--
Hasil BTA
---
2.6. Klasifikasi
Hasil
mendukung
TBC
Hasil
Rontgen
negatif
TBC BTA
negative
Bukan TBC,
penyakit
10
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukan gambaran tuberkulosis
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
Ditentukan
(dipertimbangkan)
oleh
dokter
untuk
diberi
pengobatan
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur)
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK
yang
memiliki
register
TB
lain
untuk
melanjutkan
pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kasus ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. 7
2.7. Penemuan Penderita TB pada Orang Dewasa
Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit
pelayanan kesehatan.7
Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan
penemuan tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive
promotive case finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang
aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala
sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan
menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah
penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangkas
12
2.8 Pengobatan
2.8.1. Tujuan
Pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.
2.8.2. Prinsip pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan
ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan
obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan),
kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk
menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOTS=Direcly Observed Treatment Shortcourse) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).7
2.8.3. Jenis dan dosis OAT
a) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang, Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg
BB.7
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semidormant (persister)
yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kgBB diberikan
sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.7
13
c) Pirazinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB
,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg BB.7
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis
yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari
sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.7
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis 30 mg/kg/BB.7
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan;7
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu sebagian
besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif.7
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namum
dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat dalam tahap intensif
sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.7
2.8.4. Panduan OAT Di Indonesia
14
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE / 4 HR
2HrZE / 6 HE
Kategori 2:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan
paduan
OAT
untuk
kategori
1:
2HRZE/4H3R3,
untuk
kategori
2:
15
Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat
dan
16
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.7
Persyaratan PMO
17
X 100.000
Jumlah Penduduk
Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar
suspek (TB.06) UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk,
misalnya rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak
dapat dihitung.
b.
X 100%
18
19
BAB III
20
KOORDINATOR KESEHATAN
MASYARAKAT
KOORDINATOR KESEHATAN
PERORANGAN
PROMKES
H. Jumani AMKep
KESEHATAN
SEKOLAH
UNIT
PENDAFTARAN
POLI UMUM
Dr. Hj. Haniah
KESLING
Rita Rizalina,
Desmiati
KIA/KB
Siti Holijah
POLI GIGI
drg. Dwi Kartika
POLI MTBS
Dewi Isyati AMKeb
USILA
Hj. Deyeri,
AMKeb
POLI KESGA
Siti Holijah
POLI KB
Yunita Wisandra
AMKeb
GIZI
MASYARAKAT
Niken Santika
P2TM
Romayana
UNIT OBAT
Ellyana AMF
UNIT
LABORATORIUM
KESEHATAN
INDRA
PENGOBATAN
H. Jumani AMKep
21
3.2.1.
22
Luas Wilayah
Wilayah kerja puskesmas 4 Ulu Palembag terdiri dari kelurahan dengan
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
2260
2594
2605
2388
2449
2375
3139
2200
1676
1832
1313
1574
887
1296
525
29113
2452
2658
2584
2509
2519
2140
2779
2537
2073
1762
1451
1550
894
696
557
29161
58274
3.4. Visi, Misi, Kebijakan Mutu, Motto dan Nilai Puskesmas 4 Ulu
Visi
: Terwujudnya masyarakat wilayak kerja Puskesmas 4 Ulu bersih dan
sehat yang optimal tahun 2010, bertumpu pada pelayanan prima dan
Misi
pemberdayaan masyarakat
: 1. Meningkatkan Kemitraan pada semua pihak.
2. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk berprilaku hidup
bersih dan sehat.
3. Meningkatkan pelayanan yang bermutu prima
4. Meningkatkan sarana dan prasarana yang optimal
5. Meingkatkan profesionalisme, Provider
24
Budaya
:
1.
2.
Bari Prima
Kekeluargaan, Kemitraan, Keterbukaan
Jumlah
(orang)
2
1
1
2
8
8
1
2
1
2
5
33
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Cakupan CDR TB Paru di Puskesmas 4 Ulu pada Tahun 2013
Tabel 4. Cakupan CDR TB Paru di Puskesmas 4 Ulu pada Tahun 2013
No
1
Program
Upaya Kesehatan Wajib
1. Pencegahan Penyakit Menular
CDR TB Paru
Penemuan
pasien TB paru
Target
Pencapaian
92%
62,86%
merupakan
langkah
pertama
dalam
26
melakukan identifikasi
dengan cara storming mana yang termasuk faktor internal dan eksternal sebagai
berikut :
a.Faktor Kekuatan ( Strenghts) yaitu:
1. Adanya Terdapat Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu) dan
Posyandu sebagai pusat kesehatan masyarakat dalam membantu
mendeteksi suspek TB paru.
2. Adanya undang-undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, memberi peluang yang besar bagi Puskesmas untuk
memperbaiki sistem, rencana strategik, dan rencana operasional,
mengembangkan program dan kegiatan Puskesmas secara mandiri
sesuai kebutuhan masyarakat dan potensi yang tersedia.
3. Adanya dukungan sarana transportasi dan komunikasi dari Puskesmas 4
Ulu.
b. Faktor Kelamahan ( weakness);
1. Pelayanan Sumber daya manusia untuk program TB pada Puskesmas 4
Ulu hanya memiliki 2 orang tenaga kesehatan terlatih.
2. Duplikasi pekerjaan petugas di bidang P2M khususnya yang menangani
masalah TB sehingga kurang proaktif dalam penemuan penderita TB.
3. Sarana penyuluhan yang minim.
c. Faktor Peluang (Opportunities);
1. Tingginya Dinas Kesehatan turut aktif dalam mengevaluasi program TB
paru di Puskesmas 4 Ulu
2. Banyak instansi-instansi pelayanan kesehatan swasta/non-pemerintah
yang telah dipercaya masyarakat memberikan pelayanan kesehatan.
3. Pendanaan dari pemerintah untuk progam P2ML dan terjaminnya
ketersediaan
obat-obatan
TB
oleh
pemerintah.yang
mencukupi
program.
27
28
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Terdapat
Puskesmas,
Pustu
Sumber
untuk
dan
daya
manusia
program
TB
pada
(Puskesmas
Pembantu)
Posyandu
sebagai
pusat
kesehatan
masyarakat
dalam
kesehatan terlatih.
Duplikasi
pekerjaan
TB paru.
Puskesmas
petugas
di
khususnya
32
menangani
Tahun
2004
tentang
Ulu
hanya
bidang
P2M
yang
masalah
TB
sehingga
peluang
yang
besar
Puskesmas
bagi
untuk
Puskesmas
secara
dukungan
sarana
TB.
Sarana
kurang
proaktif
penyuluhan
yang
minim.
mandiri.
Adanya
transportasi
dan
komunikasi
OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T)
Rendahnya
pengetahuan
TB paru.
Banyak
instansi-instansi
pelayanan
telah
dipercaya
memberikan
masyarakat
untuk
TB
pemerintah.yang
program.
oleh
mencukupi
dan
di Indonesia.
pemerintah
P2ML
Hidup
progam
Perilaku
rendah.
pelayanan
dari
Penerapan
yang
kesehatan.
Pendanaan
kesehatan
swasta/non-pemerintah
Ulu
untuk
penjaringan
29
Faktor Internal
BF (%)
20
18,52%
20
18,52%
18
16,67%
19
16
14,81%
15
13,89%
108
100%
Adanya undang-undang RI
No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
TOTAL
NF
17,59%
30
Faktor Internal
1
2
3
4
5
19
19,00%
16
16,00%
15
15,00%
19
19,00%
16
16,00%
15
15,00%
100
100%
4
4
Dropping
logistik 4
kebutuhan vaksin yang
tidak tepat waktu
Masih banyak jemaah yg 4
KBIH
BF (%)
menyerahkan
ke
mengambil BKJH
TOTAL
NF
metode
Penerapan
PHBS masih
rendah
Kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang
penyakit TB Paru
Sarana penyuluhan
kurang
Penyuluhan/Promkes
Cakupan CDR TB
Paru rendah
Petugas belum
proaktif
Kesadaran
masyarakat
tentang TB
Paru kurang
31
sarana
dana
lingkungan
Dari diagram fishbone di atas, didapatkan bahwa berbagai masalah yang
penyakit TB paru masih rendah kami jadikan sebagai akar masalah. Langkah awal
untuk meningkatkan cakupan CDR TB Paru dapat dimulai dari diri sendiri.
Kebanyakan suspek TB paru tidak mau memeriksakan dirinya karena
ketidaktahuannya akan penyakit TB paru dan cara penularannya.
Pengetahuan yang merupakan hasil tahu pada obyek melalui indera yang
dimilikinya merupakan faktor dominan dalam hal membentuk perilaku seseorang.
Selain itu pengetahuan juga merupakan salah satu faktor untuk mempermudah
timbulnya perilaku pada seseorang. Penderita yang mempunyai pengetahuan
rendah akan berisiko berperilaku tidak berobat ke tenaga kesehatan 2,3 kali
dibanding dengan penderita yang berpengetahuan tinggi.10
Variabel pengetahuan tentang penyakit merupakan variabel yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu penyakit yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk mengurangi ancaman dari suatu
penyakit. Pengetahuan juga sangat dibutuhkan dalam perubahan pola pikir dan
perilaku. Salah satu alasan pokok seseorang berperilaku kesehatan karena adanya
pemikiran dan perasaan (Though and feeling), yang meliputi antara lain
pengetahuan.2
Dalam strategi perubahan perilaku, WHO menyarankan melakukan
perubahan perilaku melalui pendidikan/pengetahuan yang diawali dengan
memberikan informasi/pengetahuan tentang kesehatan, sehingga diharapkan
32
33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Masalah utama yang mempengaruhi cakupan CDR TB paru di Puskesmas
4 Ulu pada tahun 2013 Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB paru
masih rendah. Penderita yang mempunyai pengetahuan rendah akan berisiko
berperilaku tidak berobat ke tenaga kesehatan 2,3 kali dibanding dengan penderita
yang berpengetahuan tinggi. Dengan arti lain, semakin banyak suspek TB paru
yang memiliki pengetahuan tentang TB paru akan sadar dan memeriksakan
dirinya ke petugas kesehatan terdekat. Diharapkan dengan begitu angka penemuan
kasus akan semakin tinggi sehingga penularan kasus TB paru dapat berkurang.
5.2 Saran
1. Agar lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan, khususnya pengetahuan
tentang penyebab penyakit TB dan adanya pengobatan gratis, terutama
kepada penderita suspek TB Paru yang tidak bekerja.
2. Lebih meningkatkan kemitraan dengan berbagai sektor, baik pemerintah
maupun swasta, antara lain dengan :
Mendorong
perusahaan
untuk
berperan
aktif
dalam
program
DAFTAR PUSTAKA
1. Enarson DA, Chen YC, Murray JF. Global epidemiology of tuberculosis.
In: Rom WN, Garay SM, Blomm BR, editors. Tuberculosis. Philadelphia:
Lippincott william & wilkins; 2004. p. 13-27.
2. WHO ( 2011). Global Tuberculosis Control; WHO report 2011, WHO,
Geneva.
3. Dinkes Palembang. Profil Dinas Kesehatan Kota Palembang. Palembang:
Dinas Kesehatan Kota Palembang; 2013.
4. Notoatmojo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan Jakarta: Rineka cipta;
2009.
5. Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta
6. Sudoyo, W. Aru. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI
7. Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI 2008. lembar Fakta TB.
Jakarta: Depkes RI Diakses dari www.depkes.go.id tanggal 25 Juni 2012
8. WHO.2008. Indonesia Profil dalam WHO Report 2008 in Global
Tuberkulosis control. Deakses dari www.WHO.org tanggal 25 Juni 2012.
9. Puskesmas 4 Ulu Palembang. Profil Puskesmas 4 Ulu Palembang, 2014.
10. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta.
11. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi.
PT. Rineka Cipta, Jakarta.