Anda di halaman 1dari 41

TUGAS

SINDROM BATANG OTAK

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter


SMF Neurologi
Pembimbing :
Dr. Adre Mayza. Sp.S
Disusun Oleh :
Fitriyati Latif
Lutfi Malefo
M. Taufik H.Mustafa
Rio Oktabyantoro
Richky Nurhakim
Sakina J.H.Saleh
St. Ulfa Fauziah PEI
Umar Gunarsa
Yeni Anggareni

2009730080
2009730028
2009730030
2010730156
2010730092
2010730160
2010730162
2009730168
20097300

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI


RS ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH
SWT atas terselesaikannya laporan tugas Sindrom Batang Otak.
Laporan ini disusun dalam rangka untuk dapat lebih mendalami
dan memahami tentang Sindrom Batang Otak. Tujuan khususnya
adalah sebagai pemenuhan tugas kepaniteraan SMF Neurologi. Pada
kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Adre Mayza. Sp.S selaku pembimbing
dalam laporan tugas ini.
Semoga dengan adanya laporan tugas ini dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun
peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penyusun sangat membutuhkan saran
dan kritik untuk membangun laporan kasus yang lebih baik di masa
yang akan datang.
Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Sukabumi, 21 November
2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf


kranial, fasikula saraf dan traktus asenden dan desenden yang samasama saling berdampingan. Bahkan suatu lesi tunggal relatif kecilpun
hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus atau
jaras.
Batang otak berada di bagian paling kaudal otak dan terletak pada
tulang tengkorak yang memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia seperti
mengatur pernapasan, denyut jantung, pencernaan, insting terhadap
bahaya dan sebagainya.

Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni:

Mesensefalon

: fungsi untuk mengontrol otak besar dan

otak kecil, berfungsi mengatur penglihatan seperti lensa mata, pupil mata
dan kornea.

Pons

: fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang

terjaga atau tertidur.

Medulla oblongata

: fungsi untuk mengatur sirkulasi darah,

denyut jantung, pernapasan dan pencernaan.


Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras
asendens dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer.
Beberapa jaras ini menyilang garis tengah ketika melewati batang otak
dan beberapa di antaranya membentuk sinaps sebelum melanjutkan
perjalanan di sepanjang jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak
yaitu:
Nuklei nervus III nervus XII
Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan
nuklei olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.
Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras
visual dan auditorik
Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang
tersusun padat (formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi
otonomik yang penting untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk
aktivitas

jantung,

sirkulasi

dan

respirasi. Formasio retikularis

juga

mengirimkan impuls pengaktivasi ke korteks serebri yang dibutuhkan


untuk

mempertahankan

kesadaran.

Jaras

desendens

dari

formasio

retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik spinal. Karena batang


otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf pada ruang
yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat

menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti


pada berbagai sindroma vaskular batang-otak).1

BAB II PEMBAHASAN
SINDROM BATANG OTAK

Sindrom Weber (Sindrom Pedunkulus Serebri)

Definisi: Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan


tanda yang meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral,
hemiparesis spastik kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral
(substansia nigra), distaksia kontralateral (traktus kortikopontis) serta
adanya defisit saraf kranialis yang kemungkinan disebabkan adanya
gangguan pada persarafan supranuklear pada nervus VII, IX, X dan XII.3
Etiologi:

Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk


pada

ramus

perforantes

medialis

arteria

basilaris.

Oklusi

ramus

interpendikularis arteri serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.

Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat


invasi dari thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali
memperlihatkan keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma,
glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang
adalah tumor (glioma).

Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.

Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.

Hematoma epiduralis.
Manifestasi Klinis:
Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur
dalam otak tengah.3,4
Tabel 1. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.
KERUSAKAN STRUKTUR
Substansia nigra
Serabut kortikospinalis
Traktus kortikobulbaris

EFEK
Kontralteral parkinsonism
Kontralateral hemiparesis
Kerusakah pada otot-otot

wajah

bagian bawah yang kontralateral dan


Serabut
(N.III)

nervus

fungsi nervus hipoglosus (N.XII)


okulomotorius Kelumpuhan nervus okulomotorius
ipsilateral

yang

menyebabkan

kelopak mata terkulai dan pupil yang


melebar.

Hal

ini

menyebabkan

diplopia.

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak


bangunan-bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus
atau serebelum, maka tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi
neoplasmatik sukar sekalai memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi
unilateral di mesensefalon mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau
hemiparesis kontralateral. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus
serebri akan menimbulkan hemiparesis yang disertai paresis nervus
okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan terfiksasi.
Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis
alternans nervus okulomotorius atau sindroma dari Weber. Lesi pada
daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya
hemiparesis alternans nervus okulomotorius (N.III) yang diiringi juga
dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia internuklearis.3
Diagnosa :
Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan
anmnesis tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan
berapa lama keluhan sudah dirasakan dan apakah keluhan tersebut
terjadi pada satu sisi atau dua sisi. Pemeriksaan saraf biasanya dapat
dilakukan dan sangat membantu untuk menentukan adanya Sindrom
Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus III) biasanya dilakukan
bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis (nervus IV) dan
nervus abdusen (nervus VI).3

Pemeriksaan tersebut terdiri atas:


Pemeriksaan celah kelopak mata
Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai
kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.
Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:

Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point


pupil

Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor

Posisi: apakah sentral atau eksentrik

Refleks pupil
Refleks

cahaya

langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang

tampa adalah kontraksi pupil homolateral

Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang

Refleks

dilihat adalah
akomodasi- Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat

konvergensi

ke tangan pemeriksan yang diletakkan 30cm di


depan hidung pasien. Pada saat melihat tangan
pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak
secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak
pupil

Refles
nyeri)

siliospinal

mengecil.

Refleks

ini

negatif

pada

kerusakan saraf simpatikus leher.


(refleks Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan
dengan

penerangan

yang

samar-samar.

Dengan cara merangsang nyeri pada daerah


leher dan sebagai reaksi pupil akan melebar

pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada


benda asing pada kornea atau intraokuler atau
pada cedera mata/ pelipis.
okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi

Refleks

atau dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons


rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.
Gerakan bola mata
Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral,
medial,

lateral

atas,

medial

atas

dan

medial

bawah

untuk

mengetahui fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata, dengan cara:


pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut
perintah atau mengikuti arah objek di depan pasien.

Sindrom Benedickt

Definisi: Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus


okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini
terjadi disebabkan tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari
arteri basilaris atau serebralis posterior atau keduanya pada otak tengah.
Ini digambarkan sebagai suatu kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral
yang disertai oleh tremor berirama atau ritmik pada tangan kanan atau
kaki

bagian

kontralateral

yang

ditingkatkan

oleh

adanya

gerakan

mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika istirahat. Yang


merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju keluar
dari sisi yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat
hiperestesia kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba,

posisi, getar kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan


lemniskus medialis); hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis)
akibat keterlibatan pada nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia
nigra).

1,2

Patofisiologi
Sindrom Benedickt terjadi bila salah satu cabang dari rami
perforantes para medial arteri basilaris yang tersumbat maka infark akan
ditemukan di daerah yang mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus
serebri dan daerah nucleus ruber. Maka hemiparesis alternans yang
ringan sekali saja disertai oleh hemiparesis ringan nervus III akan tetapi
dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan dan
tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu.
Sindrom Benedict terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber
sesisi yang ikut rusak bersama-sama radiks nervus okulomotorius ialah
neuron-neuron dan serabut-serabut yang tergolong dalam susunan
ekstrapiramidal. Pada sindrom ini, lesi pada area nucleus ruber memotong
saraf fasikuler dari nervus III pada saat mereka melewati otak tengah
bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan kelumpuhan okulomotorius,
dengan hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis). 1,2

Sindrom

Benedict

merupakan

hasil

dari

penggabungan

dan

pelunakan fasikuler dari satu nervus okulomotorius pada region nukleus


ruber ipsilateral. Maka pasien akan mengalami kelumpuhan nervus III tipe
perifer dengan diskinesia (hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan
tremor yang menetap pada lengan. Sindrom Benedickt adalah bila pada

otak tengah tingkat kerusakan sampai di nukleus ruber atau di fasikulus


nervus III akan menyebabkan kelumpuhan pada nervus III yang komplit
atau parsial. Kerusakan sampai pada nukleur ruber (diluar dari sisi lain
hemisfer serebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral.

Etiologi
Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena
oklusi pada ramus interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri
posterior atau keduanya pada otak tengah, trauma atau tumor.

Manifestasi klinis

Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi


(gangguan serabut radiks nervus III)

Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral

Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan


traktus spino talamikus)4

Hiperkinesia

kontralateral

(tremor,

khorea,

atetosis),

akinesia

kontralateral

Rigiditas kontralateral (substansia nigra)

Tabel 4. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi3 :


Struktur yang terlibat
Lemnikus medialis

Efek klinis
Gangguan sensasi
kontralateral.

raba,

posisi

dan

getar

Nukleus ruber
Substansia nigra
Radiks n. okulomotorius

Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)


Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral
Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan
pupil yang berdilatasi dan terfiksasi

Sindrom

Foville-Millard

Gubler

(Sindrom

basis

pontis

kaudalis)
Definisi : hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya
kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang
berada dibawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN
pada otot-otot yang disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.

Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri
basilaris dan arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom
Foville termasuk juga ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans
pons. Sindrom ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler
yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri,
maka lesi vaskular di pons dapat dibagi ke dalam:

Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami


perforantes medialis a.
1.

basilaris
Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang

sirkumferens yang pendek

Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a.


serebeli superior

Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan


kawasan perdarahan sirkumferens yang panjang.
Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes
medialis arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian.
Jika lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras
kortikobulbar atau kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta
serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak
terlibat dalam lesi tersebut.

Manifestasi klinik
Tabel 5. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga
menyebabkan:
Struktur yang terlibat
Lemnikus medialis

Efek klinis
Gangguan sensasi

raba,

posisi

dan

getar

kontralateral.
Lemnikus lateralis
Tuli
Nucleus n. fasialis
Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral
Traktus
spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh
lateralis
Traktus piramidalis
N. abdusens

kontralateral
Hemiplegia spastic kontralateral
Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons
dan menyebabkan:
Struktur yang terlibat
Traktus kortikospinalis

Efek klinis
Hemiplegia kontralateral

N. fasialis
Kelumpuhan wajah ipsilateral
N. abdusens
Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral
Gambar 5: Sindrom Foville- Millard Gubler
Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami
perforantes medialis arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala
berupa hemiplegia yang bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat
lebih berat ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara
bilateral, maka kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi akan terjadi
pada kedua sisi bagian tubuh. Namun jika lesi paramedian terletak pada
bagian kaudal pons, maka akar nervus abdusens juga akan ikut terlibat.
Maka dari itu pada sisi lesi terdapat kelumpuhan LMN musculus rektus
lateralis, yang membangkitkan strabismus konvergens ipsilateral dan
kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh kontralateral, yang
mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan otot-otot yang
disarafi oleh nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus XI dan nervus XII sisi
kontralateral. Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom
hemiplegi alternans nervus abdusens.
Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang
meluas ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui
n.fasialis. Sindrom hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral
terdapat

kelupuhan

LMN,

yang

melanda

otot-otot

yang

disarafi

n.abdusens dan n.fasialis yang disebut sebagai Sindrom Millard Gubler.


Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI ikut terlibat dalam
lesi, maka deviation conjugee mengiringi sindrom Millard Gubler.
Kelumpuhan bola mata yang konjugat itu dikenal juga sebagai Sindrom
Foville, sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et fasialis yang

disertai sindrom Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville Millard


Gubler.

Sindrom Tegmentum Pontis Kaudal

Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris
(ramus sirkumferensialis longus dan brevis).
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear
abdusen

dan

fasialis

ipsilateral,

nistagmus

(fasikulus

longitudinalis

medialis), paresis tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia


ipsilateral (pedunkulus serebralis medialis); analgesia dan termanestesia
kontralateral (traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan
sensasi posisi dan getar sisi kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia
palatum dan faring ipsilateral (traktus tegmentalis sentralis).
Manifestasi klinis

Gambar 6. Sindrom tegmentum pontis kaudal


Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:
Kerusakan struktur

Efek

Lemnikus medialis

Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar

kontralateral
Lemnikus lateralis
Tuli
Nukleus n. fasialis
Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral
Traktus
spinotalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh
lateralis
Traktus piramidalis
N. abdusen

kontralateral
Hemiplagia spastic kontralateral
Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral

Sindrom tegmentum pontis oral

Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus
arteri basilaris dan arteri serebelaris superior.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi
wajah ipsilateral (gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan
paralisis otot-otot pengunyah (nucleus motorius nervus trigeminus),
hemiataksia, intention tremor, adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris
superior); gangguan semua modalitas sensorik kontralateral.

Tabel 8. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:


Kerusakan struktur
Efek
Pedunkulus
serebelaris Hemiataksia
superior

Intention tremor
Adiadokokinesi

Disarteria serebelar
Nukleus prinsipalis sensorik Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral
n. trigeminus
Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral

trigeminus
Nucleus motorik
trigeminus
Traktus

. Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah

ipsislateral
tegmentalis Mioritmia palatum dan faring

sentralis
Traktus tektospinalis
Hilangnya reflex kedip
Traktus
spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh
lateral
Lemnikus lateralis
Lemnikus medialis

kontralateral
Tuli
Gangguan sensasi raba,

getar, dan posisi

separuh tubuh kontralateral

Traktus kortikonuklearis
(serabut yang keluar)

Ataksia
Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n.
vagus, n. hipoglosus

6. Sindrom Basis Pontis Bagian Tengah


Etiologi
Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri
basilaris dan arteri serebelaris superior.

Manifestasi klinis
Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik
ipsilateral,

paralisis

flasid

otot

pengunyah

ipsilateral,

hemiataksia,

intention termor, adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik


kontralateral.

Gambar 8. Sindrom basis pontis bagian tengah


Tabel 9. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:
Struktur yang terlibat
Radiks n. trigeminus

Efek klinis
Hemianestesia

semua

modalitas

sensorik

ipsilateral

Pedunkulus

Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral


serebelaris Hemiataksia dan asinergia ipsilateral

medial
Traktus kortikospinalis
Nuclei pontis

Hemiparesis spastik kontralateral


Diktaksia ipsilateral

7. Sindrom Wallenberg (Sindrom Medularis Dorsolateralis)


Definisi : Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma
medula lateral atau Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA
syndrome) merupakan suatu penyakit dimana pasien memiliki gejala
neurologis

dengan

onset

yang

mendadak

disebabkan

oklusi

atau

embolisme di teritori arteria inferior posterior atau arteria vertebralis.


Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada bagian lateral dari

medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis yang


merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan
trauma kepala leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher
sebelum masuk ke dalam kepala dan bercabang menjadi arteri cerebeli
posterior inferior.

Gambar 9. Bagian medula oblongata yang terkena

Patofisiologi
Penyebab utama kelainan vaskular yang menyerang ke sistem
vertebrobasilar adalah aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding
pembuluh darah yang menyebabkan lumennya menyempit dan dapat
terjadi oklusi. Aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang besar.
Kejadian tersebut berbeda dimana menyerang pembuluh darah kecil yaitu
pada diameter 50 200 m. Pada pembuluh darah kecil prosesnya
bernama

lipohyalinosis

yang

sering

terjadi

berhubungan

dengan

hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan membentuk infark
kecil dan melingkar bernama lakuna dimana dapat muncul soliter ataupun
multiple di daerah subkorteks dan batang otak.

Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada


penderita hipertensi rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan
hemoragik fokal. Hampir seluruh perdarahan intraserebral berasal dari
rupturnya arteri kecil yang merupakan penghubung.
Karena didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri
vertebral dan servikal, maka bentuk-bentuk manipulasi pada leher dapat
mencederai arteri vertebral di leher dan akhirnya membentuk oklusi dari
trauma

yang

ditimbulkan

tersebut.

Oklusi

emboli

dari

sistem

vertebrobasilar tidaklah umum terjadi.


Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial
dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah,
yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumblat arteri
yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam
pembuluh darah juga dapat terjadi akibat kerusakan atau ulserasi endotel,
sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas membentuk emboli.
Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh
darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi
trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan
menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran,
komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada
pola dan kecepatan aliran darah.
Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh
darah di otak) akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan
ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat. Otak yang
hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan 15%

dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh
manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme
tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2
menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan
jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan

untuk

pembentukan

ATP

akan

menurun,

akan

terjadi

penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+


berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel.
Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga
terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih
reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila
perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila
aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml/100 gr.menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya
asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel,
terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena
itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari
tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.

Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada
keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk
mengurangi perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca.
Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral.
Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak
sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera
setelah terjadi iskemia timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari
osmosis sel cairan berpinda dari ruang ekstraseluler bersama dengan
kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K
dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam
ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan
neuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler
edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema
vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat
kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke
jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf
dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalan cairann sehingga
vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler.
Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai
gambaran fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema
sitotoksik serbral ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri
yang terkena. Halini menarik bahwa gangguan sawar darah otak
berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan sekunder setelah
rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy). Edema serbral yang luas
setelah

terjadinya

iskemia

dapat

berupa

space

occupying

lesion.

Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya


kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan
menyebabkan

penekanan

sistem

ventrikel,

sehingga

cairan

serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi


herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus obstruktif.
Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.

Manifestasi klinik
Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung
pada tempat lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg
terbentuk karena adanya trombosis yang membentuk plak ateromatosa di
bagian a. Vertebralis. Hanya sekitar 25 % sindroma ini yang berasal benarbenar oklusi dari arteri cerebeli posterior inferior.

Gambar 10. Sindrom Wallenberg


Tabel 10. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma
Wallenberg
Struktur yang terlibat

Efek klinis
Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi

Nucleus vestibularis inferior


Nucleus dorsalis n. vagus

ipsilateral.
Takikardia dan dyspnea

Pedunkulus

serebelaris
Ataksia dan asinergia ipsilateral

inferior
Nucleus traktus solitaries

Ageusia (kehilangan rasa)


Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral;

Nucleus ambigus
Nucleus n. kokhlearis
Nucleus traktus spinalis

suara serak
Tuli
n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral;

trigeminus

reflex kornea menghilang


Sindrom Horner; hipohidrosis;

vasodilator

Jaras simpatis sentral


wajah ipsilateral
Traktus

spinoserebelaris
Ataksia; hipotonia ipsilateral

anterior
Traktus

spinotalamikus Analgesi

lateralis
Traktus tegmentalis sentralis
Formasio retikularis

dan

teranestesi

setengah

tubuh

kontralateral
Mioritma palatum dan faring
Cegukan (singultus)

Pengobatan
Tidak

ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini

melainkan terapi secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan


melakukan rehabilitasi aktif untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada
mereka yang diserang stroke.

ada pasien yang sulit menelan, sangat

dianjurkan untuk memasang selang makanan yang dimasukkan melalui


mulut atau gastrostomy mengingat risiko aspirasi pneumonia bisa terjadi.
Dalam

beberapa

kasus,

pengobatan

mungkin

digunakan

untuk

mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa dokter melaporkan


bahwa anti-epilepsi yaitu obat gabapentin tampaknya menjadi obat yang
efektif untuk individu dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif dalam
mengobati cegukan persisten.

8. Sindrom Dejerin (Sindrom medularis medialis)


Definisi : Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus
arteria vertebralis atau arteria basilaris, umumnya bilateral.
Manifestasi Klinis

Gambar 11. Sindrom Dejerin


Tabel 11. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi
Struktur yang terlibat
Fasikulus longitudinalis

Efek klinis
Nistagmus
Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi

Lemnikus medialis
Oliva

kontralateral
Mioritmia palatum dan posisi kontralateral
Kelumpuhan
flasid
nervus
XII
dengan

Nervus hipoglosus (nervus XII)


hemiatrofi lidah
Hemiplagia kontralateral

(bukan

spastik)

Traktus piramidalis
tetapi terdapat refleks Babinski

9. Sindrom Horner
Definisi : Sindrom ini juga dikenal dengan istilah Sindrom Bernard-Horner,
Sindrom Claude Bernard-Horner atau Oculosympathetic palsy. Sindrom
Horner adalah suatu sindrom disebabkan oleh kerusakan pada sistem
saraf simpatik yang terdiri dari trias klasik berupa miosis (akibat hilangnya
fungsi m. dilator pupil, sehingga menyebabkan efek konstriksi m. sfingter

pupil menjadi dominan), ptosis parsial, enoftalmus (akibat hilangnya


fungsi m. orbitalis) dan tidak ada keringat pada sisi wajah yang sakit
(anhidrosis). Pada sisi wajah yang sakit juga akan timbul warna
kemerahan akibat vasodilatasi pembuluh darah.
Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab sindrom Horner yang masing-masing
tergantung pada jalurnya (sentral, preganglion atau postganglion) yang
berhubungan dengan bagian tubuh dalam jalurnya. Karena saraf simpatis
mengontrol tiap sisi, tanda dan gejala sindrom Horner biasanya terjadi
hanya pada satu sisi wajah. Lesi sentral dapat disebabkan oleh oklusi atau
penutupan dari arteri cerebellar posteroinferior (PICA) di bagian bawah
batang otak, transient ischemic attack (gangguan singkat suplai darah ke
otak) atau karena tumor otak. Lesi preganglionik pula dapat disebabkan
oleh adanya kanker di apeks paru-paru (Pancoast Tumor), sindrom saraf
frenikus, hipertiroid, osteoarthritis di tulang leher dengan taji tulang
(spurs), cedera tulang belakang dan trauma leher (Whiplash injury). Lesi
postganglionic dapat disebabkan oleh patah cluster headache tulang
tengkorak atau infeksi pada telinga tengah.
Patofisiologi
Pusat

siliospinalis

merupakan

area

nuclear

tempat

munculnya

persarafan simpatis yang terletak di kornu lateralis medulla spinalis C8


hingga T2. Persarafan simpatis pada mata terdiri dari 3 neuron. Serabut
neuron yang pertama turun dari sisi ipsilateral hipotalamus melewati
batang otak dan korda servikal menuju ke T1/T2. Serabut ini bersinaps

pada serabut simpatis sisi ipsilateral preganglionik, lalu keluar dari korda
menuju ke rangkaian simpatis sebagai neuron yang kedua pada ganglion
servikal superior. Neuron ketiga berjalan bersama dengan arteri karotid
interna ke dalam orbita dan mempersarafi mepersarafi m. dilator pupilae,
m. tarsalis superior dan inferior, dan m. orbitalis.. Ada juga serabut
simpatis lain yang mempersarafi kelenjar keringat dan pembuluh darah
setengah sisi wajah ipsilateral.

Diagnosis
Selain menemukan trias sindrom Horner, pemeriksaan laboratorium
dan pencitraan, pengujian secara farmakologis sangat membantu dan
melokalisasi lesi yang menyebabkan sindrom ini. Letak lesi penyebab
sindrom Horner perlu ditentukan karena lesi yang letaknya distal di
ganglion servikale superior biasanya 98% jinak sedangkan lesi yang
terletak proksimal darinya 50% ganas.

Kokain 4% atau 10%


Kokain

menghambat

pengambilan

kembali

norepinefrin.

Dengan meneteskan kokaine 4% atau 10% pada mata, normalnya


akan terjadi dilatasi pada pupil. Pada sindrom Horner, dilatasi yang
terjadi sangat berkurang. Lesi pada jaras simpatik menyebabkan

berkurangnya epinefrin yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil


sisi tersebut tidak akan berdilatasi.

Paredrin 1%
Paredrin

1%

(Hidoksi

amfetamin)

digunakan

untuk

menentukan lokasi lesi. Paredrine akan melepaskan nor-epinephrine


dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi di post ganglion, saraf terminal
mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi pupil
pada pemberian paredrin, sedangkan pada lesi preganglion, jaras
post ganglion masih intak sehingga paredrin mengakibatkan dilatasi
pupil.
Manifestasi klinik
Gejala-gejala

miosis,

ptosis

dan

anhidrosis

merupakan

manifestasi

blokade aktivitas simpatik dikenal sebagai sindroma Horner.

Ptosis
Ptosis adalah menurunnya palpebra superior, akibat pertumbuhan yang
tidak baik atau paralisa dari muskulus levator palpebra. Ada bermacammacam derajat ptosis. Bila hebat dan mengganggu penglihatan oleh
karena palpebra superior menutupi pupil, maka ia mencoba menaikkan
palpebra

tersebut

berkontraksi,

dengan

sehingga

di

memaksa

dahi

timbul

muskulus

occipitofrontalis

berkerut-kerut

dan

alisnya

terangkat. Kalau lebih hebat lagi, untuk dapat mengatasinya, supaya


penglihatan tercapai sebaik-baiknya maka penderita akan menjatuhkan
kepalanya ke belakang. Tanda-tanda ini adalah karakteristik untuk ptosis.

Pada ptosis didapat pula garis lipatan kulit yang berbentuk seperti huruf S
pada palpebranya.

Miosis
Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm.
Dimana ukuran normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 5
mm pada penerangan sedang. Pupil sangat peka terhadap rangsangan
cahaya

dengan

persarafan

afferent

nervus

kranialis

II

sedangkan

efferentnya nervus kranialis III. Sehingga mengecil bila cahaya datang


(miosis) dam membesar bila tidak ada atau sangat sedikit sekali cahaya
(remang-remang), keadaan ini disebut dengan midriasis yaitu diameter
pupil lebih dari 5 mm.

Enoftalmus
Enoftalmus, merupakan keadaan dimana bola mata letaknya lebih ke
dalam, di dalam ruang orbita. Penyebabnya antara lain:

kelainan congenital

lanjut umur, karena berkurangnya jaringan lemak di orbita

fraktur dari salah satu dinding orbita terutama dasar orbita, dimana bola
mata dapat masuk ke dalam sinus maksilaris

Anhidrosis

Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem


persarafan, sehingga produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi
minyak disebabkan oleh proses yang abnormal oleh kuman lues tersebut.
Pada penyakit-penyakit darah dan hipertensi juga terdapat sindrom
Horner yang mencerminkan terputusnya serabut-serabut simpatetik
servikal. Pada lesi vaskuler parsial dapat terjadi bahwa kombinasi
hemiparastesia parsilaris dan hemiataksia ipsilateral saja yang ditemukan.
Bila juga terjadi bahwa sindroma tersebut timbul bersama dengan
sindrom Horner.

Pengobatan
Pengobatan tergantung pada penyebab masalah, tetapi tidak ada
pengobatan murni untuk sindrom Horner yang sebenarnya.

10.

Sindrom Sinus Kavernosus

Definisi : Sindrom Sinus Kavernosus muncul akibat gangguan saraf pada


N. II, III, IV yang menyebabkan terjadi sekumpulan tanda dan gejala yang
terdiri daripada:

Oftalmoplegi (paralisis satu atau lebih otot mata)

Chemosis (edema pada konjungtiva)

Proptosis/eksoftalmus

Sindrom Horner

Hilangnya sensorik dari trigeminal.

Patofisiologi
Sinus kavernosus adalah suatu trabekula sinus vena yang berlokasi
antara selubung dari duramater dan bersebelahan dengan sela tursika.
Sinus ini merupakan muara dari vena orbital superior dan inferior dan
mengalir ke sinus petrosus superior dan inferior. Sinus ini terdiri daripada
arteri karotis, pleksus simpatisnya, saraf kranialis ke III, ke IV dan ke VI.
Cabang menuju ke mata dan maksila dari n. trigeminus melintasi sinus ini
juga. Saraf-saraf ini hanya melewati dinding sinus sedangkan arteri karotis
melewati sinus itu sendiri. 7

Gambar 13: Anatomi sinus kavernosus


Diagnosa
Selain anamnesa yang baik dan teliti, pemeriksaan yang paling baik
bagi menentukan sindrom sinus kavernosus adalah dengan melakukan
MRI dan MRA; sehingga angiografi serebral tidak perlu dilakukan. Perlu
juga dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain seperti foto kepala, foto

orbita dan foto daerah sella-parasella untuk mencari penyebab spesifik


sindrom ini.
Manifestasi klinik
Pemeriksaan penunjang Rntibiot adalah MRI dan MRA. Keduanya cukup
spesifik sehingga angiografi serebral tidak perlu dilakukan kecuali bila
direncanakan balon oklusi. Gambaran klinis lesi pada sinus kavernosus
memiliki karakteristik gejala sebagai berikut:

Kelumpuhan nervus III, IV, VI unilateral dan terisolir

Pola kombinasi oftalmolplgia

Oftalmoplegia disertai nyeri

Proptosis (exophthalmus mengarah ke fistel hubungan langsung


karotis-kavernosus)

Bruit Rntibi dan cranial

Kongesti konjungtiva; arterilisasi dari vena konjungtiva

Hipertensi okuler

Edema optic disc atau kabur; perdarahan retina

Hilangnya sensasi cabang pertama atau kedua saraf trigeminus.

Pupil Rnti terganggu atau tidak atau tampak tidak terganggu


dengan

keterlibatan

okulosimpatis

dan

parasimpatis

konkomitan/bersamaan.

Pengobatan
Pengobatan tergantung pada lokasi dan penyebab lesi.

Tumor metastase: radioterapi.

Tumor Rntibioti: agonis dopamine, reseksi tumor.

Meningioma: radioterapi, gamma knife treatment.

Aneurisma sinus kavernosus: balon oklusi.

Thrombosis sinus kavernosus: Rantibiotic dosis tinggi.

Tabel. Perbandingan Sindrom Batang Otak


Sindrom
Sindrom Weber

Letak lesi Penyebab


Mesensefalo Oklusi
n

Gejala
ramus Kelumpuhan

interpedukularis arteri

posterior

khoroidalis

III

ipsilateral

serebri posterior dan Hemiparesis


arteri

N.

spastik

kontralateral
Rigiditas
parkinsonisme
kontralateral
Distaksia kontralateral
Defisit saraf kranialis
kemungkinan akibat

gangguan
persarafan
supranuklear

pada

n. VII, IX, X dan XII


Kelumpuhan
n.
III
ipsilateral

dengan

midrasis
Oklusi

ramus

Sindrom

Mesensefalo interpedukularis arteri

Benedikt

Gangguan
raba,

basilaris

dan

sensasi
posisi,

dan

arteri
getar kontralateral

serebri posterior
Gangguan diskriminasi
dua titik
Rigiditas kontralateral
Kelumpuhan nervus VI
(perifer) dan n. VII
(nuklear) ipsilateral
Hemiplagia
Oklusi
Sindrom

Foville
Pons

ramus

kontralateral

sirkumferensialis arteri Analgesia

Millard-Gubler
basilaris, tumor, abses Termanestesia
Gangguan

sensasi

raba, posisi, serta


getar
Sindrom
tegmentum

Pons

Oklusi

cabang

basilaris

sisi

kontralateral
arteri Kelumpuhan nuklear N.
(ramus

VI

dan

n.

VII

ipsilateral
Nistagmus
Paresis

melirik

ke

lateral ipsilateral
Hemiataksia
sirkumferensialis

dan

asinergia ipsilateral

pontis kaudale
longus dan brevis)

Hipestesia

dan

gangguan

sensasi

posisi dan getar sisi


kontralateral
Mioritmia palatum dan
faring ipsilateral
Hilangnya
sensasi
wajah ipsilateral
Paralisis
Oklusi
Sindrom

ramus

sirkumferensialis

tegmentum

Pons

pontis orale

pengunyah
Hemiataksia

longus arteri basilaris


dan arteri serebelaris

Intention tremor
Adiadokokinesia

superior

Gangguan
modalitas
Sindrom
pontis
tengah

basis Pons
bagian

otot-otot

semua
sensorik

Oklusi

kontralateral
ramus Paresis flasid otot-otot

sirkuferensialis

brevis

pengunyah

dan

ramus

ipsilateral

Hipestesia,
dan

analgesia,

termanestesia

wajah
paramedianus

arteri
Hemiataksia

basilaris

dan

asinergia ipsilateral
Hemiparesis

spastic

kontralateral
Vertigo
Nistagmus
Oklusia atau emboli di
Sindrom

Medulla

teritori arteri serebeli

Wallenberg

oblongata

inferior posterior atau

Nausea
Muntah
Disartria

arteri vertebralis

Disfonia
Singultus (cegukan)
Kelumpuhan flasid N.
XII ipsilateral
Hemiplagia
Oklusia

ramus
kontralateral

Sindrom

Medulla

paramedianus

dan

arteri
tanda babinski

Dejerine

oblogata

vertebralis atau arteri


basilaris

Hipestesia

kolumna

posterior
kontralateral
Nistagmus
Sindrom Horner Sistem saraf Kerusakan dari sistem Miosis
simpatis

saraf simpatis

Ptosis

Anhidrosis
Enoftalmus
Oftalmoplegia
Eksoftalmus
Sindrom
Kavernosus

Sinus Sinus

Gangguan pada N III, Sindrom Horner

karvenosus IV, VI

Chemosis
Hilang

sensori

dari

trigeminal
Paralisis satu sisi wajah
menyebabkan
Nervus

Kerusakan

fasialis

fasialis

Bells palsy

saraf

simetri wajah serta


gangguan

fungsi

menutup mata dan


makan.

BAB III
KESIMPULAN

Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla


oblongata, pons dan mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk
struktur yang kompleks dengan fungsi yang beragam dan penting secara
klinis, sehingga jika terdapat lesi, tunggal dan sekecil apapun, lesi itu
hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus ataupun
jaras yang terletak di batang otak. Lesi tersebut seringkali bersifat
vascular degeneratif atau demielinasi dapat juga merusak batang otak.
Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans pada batang
otak tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian dikenal dengan
sebutan sindrom batang otak.
Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai
dengan terganggunya satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial
maupun jejas saraf simpatis baik melalui proses mekanik berupa invasi
maupun trauma ataupun akibat adanya suatu gangguan vaskularisasi.
Sindroma ini ditandai gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans.
Dengan mengetahui berbagai sindrom tersebut diharapkan bagi seorang
klinisi untuk membantu menentukan letak lesi yang terjadi berdasarkan
gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis dari berbagai sindrom tersebut
sangat tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan tersebut
sehingga dalam penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau
lesi primer yang menyebabkan fungsi sebagian atau beberapa saraf
kranial tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in Neurology:


Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4 th. EGC, Jakarta. 2005;
p198 212.

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian


Rakyat. Jakarta; 2008. h31 156.

Sindroma

Weber,

diunduh

dari

http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/syndrome-weber/, 2009.
4

Joyce L, Anisa B, Katia C. Crash Course: Neurology. United Kingdom.

Sindroma

Horner

diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/279394-overview, 2009.
6

Etiologi

Sindroma

Horner,

diunduh

dari:

hhtp://emedicine.medscape.com/article/1220091-overview, 2009.
7

Adriani D. Sindroma Sinus Kavernosus. Departemen Neurologi FKUI.


Jakarta; 2008. h110.

Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B et all. Diagnosis & Tatalaksana


Penyakit Saraf : Bells Palsy. Cetakan I. EGC, Jakarta. 2009 : h13741.

Anda mungkin juga menyukai