Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40% dari pasien yang
mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai lesi jinak. Perhatian yang lebih
sering diberikan pada lesi maligna karena kanker payudara merupakan lesi maligna yang paling sering
terjadi pada wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah lebih
tinggi berbanding lesi maligna. Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging
dan juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas
dari pasien.
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi kanker, maka
prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari. Pada masa lalu, kebanyakkan dari lesi benigna ini
dieksisi dan hasilnya terdapat peningkatan dari jumlah pembedahan yang tidak diperlukan. Faktor utama
adalah karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini adalah sebuah keganasan. Oleh karena
itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli onkologi untuk mendeteksi lesi benigna dan
membedakannya dengan kanker payudara in situ dan invasif serta mencari faktor risiko terjadinya
kanker

supaya

penatalaksanaan

yang

sesuai

dapat

diberikan

kepada

pasien.

Menurut kepustakaan dikatakan bahwa penyebab tersering massa pada mammae adalah kista,
Fibroadenoma mammae dan karsinoma. Kista dan Fibroadenoma mammae terbentuk di dalam lobus
manakala karsinoma pula terbentuk di duktus terminalis. Keluhan lain yang sering timbul adalah nipple
discharge dan menurut kepustakaan dikatakan penyebab tersering dari gejala ini adalah papilloma dan
duct estasia.
Dalam tulisan kali ini akan di uraikan dan dibahas kelainan payudara yang jinak maupun kelainan
payudara yang ganas dan diuraikan pula penatalaksanannya.

TUMOR MAMMAE

Page 1

PEMBAHASAN
I.EMBRIOLOGI
Dalam embrio manusia, payudara pertama dikenal sebagai milk streak dalam sekitar minggu
keenam perkembanangan fetus. Suatu area penebalan ektodermis yang dikenal dengan tunas susu,
berkembang dalam bagian pektoralis badan embrio. Peninggian linier tegas ini terbentang bilateral dari
axilla ke vulva dan dikenal dengan garis susu atau mammary ridge. Dengan mencapai minggu ke 9
perkembangan dalam rahim, garis susu menjadi atropi, kecuali dalam daerah pektoralis dan pengenalan
pertama primodrium payudara (tunas putting susu) jelas. Dengan mencapai minggu 12 embriogenesis,
tunas putting susu diinvasi oleh epitel skuamousa ektodermis. Pada 5 bulan, jaringan ikat mesenkimal
meninfiltrasi primordium payudara dan berdiferensiasi ke 15 sampai 20 filamen padat yang terdistribusi
simetris di bawah kulit tunas putting susu. Ductulus mamma berkembang sebagai pertumbuhan kedalam
ventral dari sisa embriologi ini, yang terbagi dalam duktus susu primer dan berakhir dalam tunas
lobules. Kemudian tunas ini berproliferasi kea sinus setelah dimulainya rangsangan estrogen ovarium.
Selama pertumbuhan dala rahim, duktus susu primerbercabang dan membelah luas. Pada bulan ke 7
sampai bulan ke 8 dalam rahim duktus berkanulasi membentuk lumen yang berhubungan dengan ductus
lactifer tak matang . saat lahir tunas putting susu mempunyai cekungan sentral yang sesuai dengan
daerah yang di penetrasi oleh lumen duktus susu primer. Segera setelah lahir penetrasi tunas putting susu
lengkap ia bereversi dan lebih invasi oleh sel basaloid yang menjadi pigmentasi gelap untuk membentuk
areola.

II. ANATOMI
II.a Gambaran Umum
Mammae adalah kelenjar kulit yang
dimodifikasi, terletak di bagian anterior dan
termasuk bagian dari lateral thoraks. Kelenjar
susu yang bentuknya bulat ini terletak di fasia
pektoralis. Mammae melebar ke arah superior
dari iga dua, inferior dari kartilago kosta enam
dan medial dari sternum serta lateral linea midaksilaris. Kompleks nipple-areola terletak
TUMOR MAMMAE

Page 2

diantara kosta empat dan lima. Terdapat Langer lines pada kompleks nipple-areola yang melebar ke luar
secara sirkumfranse (melingkar). Langer lines ini signifikan secara klinis kepada ahli bedah dalam
menentukan area insisi pada biopsi mammae.Pada bagian lateral atasnya jaringan kelenjar ini keluar dari
lingkarannya ke arah aksila, disebut penonjolan Spence atau ekor payudara.
Setiap mammae terdiri dari 15-20 lobus kelenjar yang setiap lobus terdiri dari beberapa lobulus. Setiap
lobulus kelenjar masing-masing mempunyai saluran ke papila mamma yang disebut duktus laktiferus
(diameter 2-4 mm). Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara kulit dan kelenjar tersebut
mungkin terdapat jaringan lemak. Diantara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum
Cooper yang memberi bentuk untuk mammae.

TUMOR MAMMAE

Page 3

II.b Vaskularisasi
Vaskularisasi mammae terutama
berasal dari (1) cabang arteri
mammaria interna; (2) cabang lateral
dari arteri interkostalis posterior; dan
(3) cabang dari arteri aksillaris
termasuk arteri torakalis lateralis, dan
cabang pectoral dari arteri
torakoakromial.
II.c Aliran Limfa
Aliran limfe dari mammae kurang lebih
75% ke aksila, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari
bagian yang sentral dan medial dan ada
pula penyaliran yang ke kelenjar
interpektoralis. Di aksila terdapat ratarata 50 (berkisar dari 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena
brakialis. Enam kelompok kelenjar limf pada aksila yang diakui oleh ahli bedah adalah (1) kelompok
vena aksila (lateral); (2) kelompok mammaria eksternal (anterior atau pectoral); (3) kelompok skapular
(posterior atau subskapular); (4) kelompok sentral; (5) kelompok subklavikal (apical); dan (6) kelompok
interpektoral (Rotters node).
Kelenjar limfe regional dibagi atas :
1. Aksila (ipsilateral) : kelenjar interpektoral (Rotters) dan kelenjar disepanjang vena aksila dan dibagi
menjadi 3 tahapan berdasarkan hubungannya dengan muskulus pektoralis minor :
a. Tahap I (low-axilla) : kelenjar limf terletak lateral dari muskulus pektoralis minor, terdiri dari
kelompok kelenjar limf vena aksila, mammaria eksterna dan scapular.
b. Tahap II (mid-axilla): kelenjar limf terletak superficial atau profunda dari muskulus pektoralis minor,
terdiri dari kelompok lelenjar limf sentral dan interpektoral.
TUMOR MAMMAE

Page 4

c. Tahap III (apical axilla) : kelenjar limf terletak medial atau batasan atas dari muskulus pektoralis
minor, terdiri dari kelompok lelenjar limf subklavikular.
2. Mammaria interna (ipsilateral) : kelenjar limf pada sela iga sepanjang sternum pada fasia
endothorasik.
3. Supraklavikular : kelenjar limf pada fossa supraklavikular, segitiga yang dibentuk dari muskulus
omohyoid dan tendon (batas lateral dan superior), vena jugularis interna (batas medial) dan klavikula
serta vena subklavia (batas bawah).
II.d Innervasi
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan
kelenjar mammae sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat
sehubung dengan penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni nervus interkostobrakialis, nervus
kutaneus brakialis medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas.
Pada diseksi aksila, saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa pada daerah tersebut.4
Saraf nervus pektoralis yang menginervasi muskulus pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis
yang menginervasi muskulus latissimus dorsi, dan nervus torakalis longus yang menginervasi muskulus
serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.

III. FISIOLOGIS
Perkembangan dan fungsi payudara dimulai oleh berbagai hormon. Estrogen diketahui merangsang
perkembangan duktus mamilaris. Progesterone memulai perkembangan lobules-lobulus payudara juga
deferensiasi sel epitel. Prolaktin merangsang laktogenesis.
1.

Perubahan siklik : volume meningkat hampir 50% setelah hari kedelapan dari silklus
mensruasi.Kongesti vaskuler dan proliferasi lobular berkurang saat menstruasi

2.

Kehamilan dan laktasi :duktus alveolaris dan lobularis berploriferasi dengan regresi setelah masa
menyusui. Putting dan areola bertyambah gelap dan kelenjar mantgomery menjadi menonjol,
strie tampak.

3.

Monopouse : Lobulus beinvolusi. Lemak menggantikan parenkim.

TUMOR MAMMAE

Page 5

4.

Penyimpangan: Perkembangan asimetrik atau hipertropi virginal pada anak perempuan dapat
dikoreksi dengan pembedahan setelah dewasa. Ginekomasti pada anak laki-laki pubertas dapat
diperbaiki jika tidak ada regresi atau kelainanan hormonal.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Anamnesa penderita kelainan payudara harus meliputi riwayat kehamilan dan ginekologi. Untuk
inspeksi, pasien dapat diminta duduk tegak atau berbaring, atau kedua-duanya. Kemudian diperhatikan
bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi, adanya kulit berbintik, seperti kulit
jeruk, ulkus dan benjolan. Dengan lengan terangkat lurus keatas, kelainan terlihat lebih jelas.
Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal tipis dipunggung sehingga
payudara itu terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan telapak tangan kanan yang digerakkan perlahan
lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara. Pada sikap duduk, benjolan yang tak terabaketika
penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Perabaan axial pun lebih mudah pada posisi duduk.
Dengan memijat halus putting susu dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, darah, atau nanah.
Cairan yang keluar dari kedua putting selalu harus dibandingkan. Pengeluaran cairan dari putting
susudiluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma, papiloma di salah
satu duktusdan kelainan yang disertai ektasi duktus.
Lesi jinak condong lebih lunak, berbatas tegas, dan mobil di antara jaringan sekitarnya. Sangat
sering ia mempunyai bentuk elips atau bundar yang regular. Sayangnya, kanker payudara yang dini,
kecil, pula mempunyai sifat-sifat seperti ini pula. Tanda-tanda klasik kanker payudara seperti
pembesaran massa tak regular, edema pada kulit diatasnya, fiksasi pada kulit atau jaringan dibawahnya,
pelebaran vena-vena superficial, atau ulserasi, secara ekstrim mencerminkan penyakit yang telah lanjut.

TUMOR MAMMAE

Page 6

Meskipun pemeriksaan fisik yang terbaik, tetapi tidak dapat menenntukansecara pasti setiap
gumpalan pada payudara. Pemeriksaan fisik dapat menentukan ada atau tidaknya gumpalan dan
konsistensi, pergerakan kekerasan dan perkiraan ukuran. Akan tetapi, satu-satunya jalan untuk
mendapatkan diagnose patologik adalan dengan teknik sampel yang memakai jaringan untuk
pemeriksaan patologik.

Gambar:
Pemeriksaan fisik
payudara

V.TUMOR JINAK PAYUDARA


V.1. KELAINAN FIBROKISTIK
V.1.1. Definisi

TUMOR MAMMAE

Page 7

Kista adalah massa berisi cairan berbentuk bulat atau ovoid. Sebagian besar merupakan microcyst
namun pada 20%-25% kasus ditemukan kista yang dapat terlihat dan dapat dipalpasi. Kista tidak dapat
dibedakan dengan massa lain pada mammae dengan mammografi atau pemeriksaan fisis. Pemeriksaan
ultrasonografi dan sitologi fine needle aspiration (FNA) diperlukan untuk mendeteksi penyakit ini.

V.1.2 Insiden
Menurut kepustakaan dikatakan kista terjadi pada
hampir 7% dari wanita pada suatu waktu dalam
kehidupan mereka. Dikatakan bahwa kista
ditemukan pada 1/3 dari wanita berusia antara 35
sampai 50 tahun. Secara klasik, kista dialami
wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52
tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu yang
menggunakan terapi pengganti hormone. Menurut beberapa studi autopsi, ditemukan bahwa hampir
20% mempunyai kista subklinik dan kebanyakkan berukuran antara 2 atau 3 cm.
V.1.3 Etiopatogenesis
Kista mammae merupakan suatu kelainan dari fisiologi normal lobular. Penyebab utama terjadinya
kelainan ini masih belum diketahui pasti walaupun terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan kista
ini dengan hiperestrogenism akibat penggunaan terapi pengganti hormon. Patogenesis dari kista
mammae ini masih belum jelas.
Penelitian awal menyatakan bahwa kista mammae terjadi karena distensi duktus atau involusi lobus.
Sewaktu proses ini terjadi, lobus membentuk mikrokista yang akan bergabung menjadi kista yang lebih
besar; perubahan ini terjadi karena adanya obstruksi dari aliran lobus dan jaringan fibrous yang
menggantikan stroma. Penelitian terakhir menyatakan bahwa etiologi terjadinya kista mammae adalah
lebih kompleks dari pemahaman sebelumnya. Terdapat dua populasi makrokista yang dapat dibedakan
berdasarkan gambaran mikroskopik, profil biokimia dan gambaran klinik.
Aspirasi cairan dari simple cyst, menunjukkan rasio Na+:K+ agak tinggi (>3) sama seperti yang
ditemukan didalam plasma. pH cairan dari simple cyst ini pula kurang dari 7.4 dan dikatakan epitelium
gepeng pada kista ini berperan sebagai membran dimana terjadi penyebaran cairan interstitial secara
pasif. Simple cyst ini biasanya tunggal, tidak berulang dan tidak terkait dengan risiko terjadinya kanker.
TUMOR MAMMAE

Page 8

Kista apokrin dilapisi epithelium apokrin yang terdiri dari sel kolumnar seperti yang terdapat pada
kelenjar keringat apokrin. Rasio Na+:K+ kurang dari 3, dan sama dengan cairan interstitial. pH kista
apokrin ini lebih tinggi dan membran yang melapisinya mensekresikan bahan seperti konjugat androgen.
Hal ini menunjukkan bahwa epitelium apokrin mensekresikan potassium secara aktif ke dalam cairan
kista. Kista apokrin sering berulang karena keseimbangan antara sekresi cairan dan reabsorpsi
membolehkan terjadinya reakumulasi. Kista ini juga terkait dengan risiko terjadinya kanker, walaupun
buktinya masih belum kukuh.
Penelitian lain menunjukkan bahwa, pada tahapan awal pembentukan kista, mikrokokista yang terbentuk
adalah tipe apokrin dan apabila berkembang menjadi makrokista, kista ini akan berdiferensiasi menjadi
simple cyst.
V.1.4. Morfologi
Kista bisa terbentuk pada satu mammae saja tetapi biasanya kista ditemukan multifokal dan bilateral.
Area yang terlibat menunjukkan peningkatan densitas menyeluruh dan nodul-nodul yang terpisah. Kista
ini berukuran antara kurang dari 1 cm sehingga mencapai 5 cm. Kista berwarna coklat kebiruan (blue
dome cyst) dan dipenuhi dengan serous dan cairan keruh. Produk sekretori di dalam kista ini bisa
mengalami kalsifikasi dan terlihat sebagai mikrokalsifikasi pada pemeriksaan mammogram. Secara
histologi, epitelium pada kista berukuran kecil biasanya kuboidal dan berlapis-lapis. Kista berukuran
besar dapat rata atau mengalami atrofi secara menyeluruh. Proliferasi epitel membentuk massa piled-up
atau papilla. Kista sering dilapisi dengan sel poligonal yang terdiri dari glandular , sitoplasma eosinofilik
serta nuklei kromatik yang kecil dan bulat sehingga digelar metaplasia apokrin yang biasanya tergolong
jinak.

V.1.5. Gejala Klinik


Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun, walaupun terdapat juga
insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu yang menggunakan terapi pengganti
hormon. Kebiasaannya kista ini soliter tetapi tidak jarang ditemukan kista yang multiple. Pada kasus
yang ekstrim, keseluruhan mammae dapat dipenuhi dengan kista. Kista dapat memberikan rasa tidak
nyaman dan nyeri. Dikatakan bahwa terdapat hubungan antara ketidak nyamanan dan nyeri ini dengan
siklus menstruasi dimana perasaan tidak nyaman dan nyeri ini meningkat sebelum menstruasi.
Kista ini biasanya dapat dilihat. Karekteristiknya adalah licin dan teraba kenyal pada palpasi. Kista ini
TUMOR MAMMAE

Page 9

dapat juga mobil namun tidak seperti fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa menghilang jika
kista terletak pada bagian dalam mammae. Jaringan normal dari nodular mammae yang meliputi kista
bisa menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa dipalpasi.
V.1.6 .Diagnosis
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang diaspirasi biasanya
antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda warnanya, mulai dari kuning pudar sampai hitam,
kadang terlihat translusen dan bisa juga kelihatan tebal dan bengkak.
Mammografi dan ultrasonografi membantu dalam penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini tidak
begitu penting bagi pasien yang simptomatik.
Massa soliter dengan dilatasi dari duktus retroareolar merupakan gambaran yang bisa terlihat pada
mammografi atau ultrasonografi sekiranya massa yang terbentuk agak besar. Massa yang kecil tidak
memberikan gambaran khas pada mammografi dan ultrasonografi. Gambaran kalsifikasi jarang terlihat
pada penyakit ini namun bisa terjadi pada massa yang kecil maupun besar.
Pemeriksaan galaktografi memberikan gambaran filling defect atau complete obstruction bagi aliran
retrograd dari kontras. Pada pemeriksaan MRI pula terlihat lesi berbatas tegas dengan duktus berisi
cairan.
Pemeriksaan FNA tidak begitu bermakna pada penyakit ini. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan
adalah eksisi massa dan diperiksa dengan teknik histopatologi konvensional.

V.1.7. Diagnosa Banding


i- Ductus Ectasia : Lesi benigna yang dicirikan dengan dilatasi dari duktus berserta akumulasi fatty
detritus di dalam lumen dan terdapat penebalan fibrous dari dinding dengan atau tanpa inflamasi.18
ii- Flat Epithelial Atipika : Merupakan tipe atypical ductal hyperplasia yang dicirikan dengan pergantian
dari sel epitel mature dengan lapisan tunggal atau stratified dari sel atipikal disertai dengan distensi dari
TDLUs (terminal ductal lobular unit) yang terkait.

V.1.8. Penatalaksanaan
Sebelum ini, eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini sudah tidak dilakukan
TUMOR MAMMAE

Page 10

karena simple aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista akan menjadi lembek dan tidak teraba
tetapi masih bisa dideteksi dengan mammografi. Walaubagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa tidak
terdapat massa setelah dilakukan aspirasi. Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista
berhasil yakni (1) massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi dan (2) cairan yang diaspirasi
tidak mengandungi darah. Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan eksisi
direkomendasikan.Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista. Indikasi pertama adalah
sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah ( selagi tidak disebabkan oleh trauma dari jarum ),
kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang sangat jarang ditemukan. Indikasi kedua adalah
rekurensi dari kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi yang tidak adekuat dan terapi lanjut perlu
diberikan sebelum dilakukan eksisi. Walaubagaimanapun, sekiranya kista ini masih terus membesar,
eksisi direkomendasikan.
Pasien dengan kista yang berulang sukar ditangani. Rekurensi sering terjadi pada daerah yang berbeda
dari kista yang pertama. Hampir 15% pasien mengalami rekurensi kista dalam waktu 5 sampai 10 tahun
dengan mayoritasnya mengalami satu atau dua kali rekurensi. Terdapat sebagian kecil wanita dengan
kista berulang yang regular mengunjungi dokter setiap dua sampai tiga bulan sekali untuk drainase kista.
Dahulu, sebagian pasien dengan kondisi seperti ini diterapi dengan mastektomi subkutan. Sekarang
pengobatan dengan danazol dan tamoxifen dianjurkan walaupun bukti keberkesanannya masih belum
jelas dan terdapat efek samping serta limitasi dengan pemakaian obat ini.
Walaupun tidak membantu dalam penegakan diagnosis, mammografi harus dikerjakan sebagai prosuder
skrining rutin pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang mempunyai kista dengan penampakan dari
kanker yang rendah . Menurut kepustakaan, terdapat bukti yang menyatakan bahwa terjadinya
peningkatan risiko terhadap kanker pada pasien dengan kista. Oleh karena itu, pemeriksaan mammografi
secara berkala ini bisa membantu dalam deteksi awal dari kanker. Pasien dengan kista soliter biasanya
tidak memerlukan pemeriksaan mammografi regular.
Teknik yang digunakan untuk aspirasi kista mammae yang dapat dipalpasi sama dengan teknik yang
digunakan untuk pemeriksaan sitologi FNA. Permukaan kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya
digunakan jarum 21-gauge dan juga syringe 20ml. Kista di fiksasi menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk atau jari telunjuk dan jari tengah. Syringe dipegang oleh tangan yang lain dan kista dipalpasi
sehingga sudah tidak teraba. Volume dari cairan kista biasanya 5 ml sampai 10 ml tetapi dapat mencapai
75 ml atau lebih. Cairan dari kista biasanya berwarna coklat, kuning atau kehijauan. Sekiranya
didapatkan cairan sedemikian, pemeriksaan sitologi tidak diperlukan. Apabila ditemukan cairan kista
TUMOR MAMMAE

Page 11

bercampur darah, 2 ml dari cairan diambil untuk pemeriksaan sitologi.


Sekiranya kista ditemukan pada ultrasound tetapi tidak bisa dipalpasi, aspirasi dengan ultrasound-guided
needle bisa dilakukan. Kulit dibersihkan dengan alkohol. Probe ultrasound dipegang dengan satu tangan
untuk mengidentifikasi kista. Syringe dipegang dengan tangan lain dan kista diaspirasi.
V.1.9. Prognosa
Pada umumnya, lesi akan mengalami involusi dan simptom mulai menghilang apabila mencapai usia
menopause.
V.2. FIBROADENOMA
V.2.1. Definisi
Fibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat pada wanita muda berusia 15-25
tahun. Setelah menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan. Fibroadenoma sering membesar
mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma tumbuh multiple (lebih 5 lesi pada satu mammae),
tetapi sangat jarang. Pada masa adolesens, fibroadenoma tumbuh dalam ukuran yang besar.
Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan
dan laktasi atau menjelang menopause, saat
ransangan estrogen meningkat.
V.2.2. Insidens
Fibroadenoma adalah lesi yang sering terjadi pada
mammae; fibroadenoma terjadi secara asimptomatik
pada 25% wanita. Fibroadenoma sering terjadi pada
usia awal reproduktif dan waktu puncaknya adalah
antara usia 15 dan 35 tahun. Dikatakan juga bahwa
fibroadenoma ini lebih sering dan terjadi lebih awal pada wanita kulit hitam berbanding wanita kulit
putih.. Insidens fibroadenoma menurun apabila usia menghampiri menopause yakni ketika involusi
terjadi. Tumor multiple pada satu atau kedua mammae ditemukan pada 10-15% pasien.

V.2.3 Etiopatogenesis
Dalam suatu penelitian, ditemukan bahwa insidens fibroadenoma adalah 7% sampai 13% pada wanita
TUMOR MAMMAE

Page 12

yang diperiksa klinik manakala hampir 9% ditemukan melalui autopsi. Fibroadenoma menempati
hampir 50% dari biopsi mamae yang dikerjakan dan angka ini meningkat kepada 75% bagi biopsi yang
dilakukan untuk wanita dibawah usia 20 tahun.
Etiologi dari fibroadenoma masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa hipersensitivitas terhadap
estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Usia menarche, usia menopause dan terapi
hormonal termasuklah kontrasepsi oral tidak merubah risiko terjadinya lesi ini. Faktor genetik juga
dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat keluarga (first-degree) dengan karsinoma mammae
dikatakan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.
Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari mammae yang dikenal
sebagai kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi. Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu
menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam sistem duktus pada
mammae. Lobul hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap merupakan bagian dari
perkembangan mammae. Gambaran histologi dari lobul hiperplastik ini identik dengan fibroadenoma.
Analisa dari komponen seluler fibroadenoma dengan Polymerase Chain Reaction (PRC) menunjukkan
bahwa stromal dan sel epitel adalah poliklonal. Hal ini mendukung teori yang menyatakan bahwa
fibroadenoma merupakan lesi hiperplastik yang terkait dengan kelainan dari maturitas normal mammae.
Lesi ini merupakan hormone-dependent neoplasma distimulasi oleh laksasi sewaktu hamil dan
mengalami involusi sewaktu perimenopause. Terdapat kaitan langsung antara penggunaan kontrasepsi
oral sebelum usia 20 tahun dengan risiko terjadinya fibroadenoma. Pada pasien immunosupresi, virus
Epstein-Barr memainkan peranan dalam pertumbuhan tumor ini.
V.2.4. Morfologi
Nodul Fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan diameter 1 hingga 10 cm. Jarang
terjadinya tumor yang multiple dan diameternya melebihi 10 cm (giant fibroadenoma). Walau apa pun
ukurannya, fibroadenoma ini sering shelled out. Gambaran makroskopik dari fibroadenoma yang telah
dipotong adalah padat dengan warna uniform tank-white disertai dengan tanda softer yellow-pink yang
menunjukkan area glandular. Gambaran histologi menunjukkan stroma fibroblastik longgar yang terdiri
dari ruang seperti saluran (ductlike) dilapisi epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk.
Ductlike atau ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel tunggal atau multiple yang regular dan
berbatas tegas serta membran basalis yang intak. Walaupun pada sebagian lesi, ruang duktal ini terbuka,
bulat sampai oval dan regular (pericanaliculi fibroadenoma), sebagian yang lain dikompresi dengan
TUMOR MAMMAE

Page 13

proliferasi ekstensif dari stroma dan oleh karena itu, pada cross section Fibroadenoma terlihat seperti
irregular dengan struktur berbentuk bintang (intracanaluculi fibroadenoma)
V.2.5.Gejala Klinik
Sebagian besar fibroadenoma terjadi pada wanita muda berusia antara 16 sampai 24 tahun. Namun
dengan pemeriksaan patologi untuk mendiagnosa fibroadenoma, disimpulkan bahwa usia median
terjadinya fibroadenoma adalah menghampiri 30 tahun. Insidens fibroadenoma menurun apabila usia
menghampiri menopause yakni ketika involusi terjadi. Pada waktu ini, fibroadenoma bisa mengalami
kalsifikasi dan terlihat pada mammografi. Oleh karena itu, kebiasaannya fibroadenoma ini diidentifikasi
menggunakan mammografi pada screening program. Fibroadenoma juga sering terdeteksi melalui
pemeriksaan klinik dan pemeriksaan payudara sendiri.
Fibroadenoma biasanya licin, berbentuk bulat atau lobulated dengan diameter 2 sampai 3 cm.
Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan simpai licin dan konsistensi
kenyal padat. Tumor ini tidak melekat pada jaringan sekitarnya dan amat mudah digerakkan. Tumor ini
biasanya mobil kecuali yang terletak berdekatan nipple. Mayoritas dari tumor ini terdapat pada kuadran
lateral superior dari mammae. Pada wanita muda, istilah breast mouse digunakan untuk tumor ini.
Pertambahan usia membuatkan mobilitas dari tumor berkurang karena restraining effects dari jaringan
fibrotik. Pada wanita yang berusia, fibroadenoma memberi gambaran massa kecil, keras dan masih bisa
mobil. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri apabila ditekan.
Hampir 10% pasien mempunyai presentasi fibroadenoma yang multiple dan sering terlihat pada wanita
muda yang jaringan fibrotik sudah memenuhi mamaenya. Terdapat juga pasien dengan recurrent
fibroadenoma dan hal ini sering terjadi pada wanita berkulit gelap dan individu oriental.

V.2.6. Diagnosis
Pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun, diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan klinik
walaupun dianjurkan untuk dilakukan aspirasi sitologi. Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk
menyingkirkan karsinoma seperti kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini. Fineneedle aspiration (FNA) sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat walaupun gambaran sel epitel
yang hiperplastik bisa dikelirukan dengan neoplasia.
TUMOR MAMMAE

Page 14

Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien usia muda dan karena itu,
mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien yang berusia, fibroadenoma memberikan gambaran
soliter, lesi yang licin dengan densitas yang sama atau hampir menyerupai jaringan sekitar pada
mammografi. Dengan pertambahan usia, gambaran stippled calcification terlihat lebih jelas.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit ini. Ultrasonografi dengan
core-needle biopsy dapat memberikan diagnosa yang akurat. Kriteria fibroadenoma yang dapat terlihat
pada pemeriksaan ultrasonografi adalah massa solid berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas dengan
internal echoes yang lemah, distribusinya secara uniform dan dengan intermediate acoustic attenuation.
Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini adalah antara 1 20 cm.5,
V.2.7. Diagnosa banding
i- Tumor Phylloides Benigna : Neoplasma yang dicirikan dengan dua lapisan epitel yang terletak di
dalam celah yang dikelilingi dengan komponen hiperseluler mesenkima. Sebagian besar dari kasus
adalah benigna.18
ii- Tubular Adenoma : Lesi proliferasi benigna yang terdiri dari tubulus kecil yang uniform serta dilapisi
sel epitel dan lapisan tipis dari sel mioepitel.
V.2.8. Penatalaksanaan
Pengetahuan yang semakin meluas mengenai natural dari penyakit ini menyebabkan prosedur untuk
mengangkat semua fibroadenoma ditinggalkan. Kebanyakkan dari fibroadenoma dapat sembuh sendiri
(self-limiting) dan tidak terdiagnosa dan karena itu, terapi konservatif dianjurkan. Sekiranya
fibroadenoma ini tidak diterapi, kebanyakkannya akan berkembang secara perlahan dari 1 cm menjadi 3
cm dalam jangka waktu 5 tahun. Fase aktif perkembangannya adalah antara 6 sampai 12 bulan dimana
ukurannya bisa berganda dari asal. Setelah itu, massa ini akan menjadi statik dan pada hampir 1/3 kasus,
massa ini akan menjadi semakin kecil.
Pada wanita di bawah usia 25 tahun, pengangkatan rutin tidak diperlukan. Terapi konservatif ini
direkomendasikan untuk wanita di bawah usia 35 tahun dan harus dilakukan pemeriksaan sitologi
setelah 3 bulan untuk menyingkirkan keganasan. Aturan ini membuatkan sebagian kecil dari kasus
kanker tidak terdeteksi dan beberapa menyarankan pengangkatan fibroadenoma pada wanita yang
berusia lebih dari 25 tahun. Eksisi ini bisa dilakukan dibawah pengaruh anestesi lokal atau general.
Fibroadenoma residif setelah pengangkatan jarang terjadi. Sekiranya berlaku rekurensi, terdapat
TUMOR MAMMAE

Page 15

beberapa faktor yang diduga berpengaruh. Pertama, pembentukan dari truly metachronous
fibroadenoma. Kedua, asal dari tumor tidak diangkat secara menyeluruh sewaktu operasi dan mungkin
karena presentasi dari tumor phyllodes yang tidak terdiagnosa.
V.2.9. Prognosa
Melalui satu penelitian retrospektif, risiko terjadinya karsinoma mammae pada wanita dengan
fibroadenoma meningkat 1.3 sampai 2.1 kali berbanding populasi umum. Peningkatan risiko ini
persisten dan tidak berkurang dengan pertambahan masa.

V.3. PAPILLOMA INTRADUKTUS


V.3.1. Definisi
Papilloma Intraduktus merupakan tumor benigna pada epithelium duktus mamae dimana terjadinya
hipertrofi pada epithelium dan mioepithelial. Tumor ini bisa terjadi di sepanjang sistem duktus dan
predileksinya adalah pada ujung dari sistem duktus yakni sinus lactiferous dan duktus terminalis.
Papilloma Intraduktus soliter sering terjadi di bagian sentral manakala Papilloma Intraduktus multiple
pula jarang terjadi dan secara tipikalnya melibatkan duktus yang berdekatan dengan bagian perifer dari
mammae. Dikatakan bahwa Papilloma Intraduktus bilateral jarang terjadi.
V.3.2. Insidens
Papilloma Intraduktus soliter sering terjadi pada wanita paramenopausal atau postmenopausal dengan
insidens tertinggi pada dekade ke enam .

V.3.3. Etiopatogenesis
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Dari kepustakaan dikatakan bahwa,
Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia. Ukurannya
adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa
mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait. Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang
mengalami obstruksi.
TUMOR MAMMAE

Page 16

V.3.4.Morfologi
Tumor ini biasanya soliter
dengan diameternya kurang dari
1 cm. Secara histologi, tumor ini
terdiri dari papilla multiple yang
setiap satunya terdiri dari
jaringan ikat dan dilapisi sel
epitel kuboidal atau silinder
yang biasanya terdiri dari dua
lapisan dengan lapisan terluar
epitel menutupi lapisan
mioepitel.

V.3.5. Gejala Klinis


Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe soliter.Papilloma Intraduktus soliter sering
timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang serous
dan bercampur darah. Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola
walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya
adalah duktus yang berdilatasi. Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala
nipple discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma
Intraduktus multiple adalah bilateral. Papilloma Intraduktus ini bisa terjadi pada laki-laki. Kasus terbaru
menunjukkan bahwa pada laki-laki penyakit ini terkait dengan penggunaan phenothiazine.
V.3.6. Diagnosa
Massa soliter dengan dilatasi dari duktus retroareolar merupakan gambaran yang bisa terlihat pada
mammografi atau ultrasonografi sekiranya massa yang terbentuk agak besar. Massa yang kecil tidak
memberikan gambaran khas pada mammografi dan ultrasonografi. Gambaran kalsifikasi jarang terlihat
pada penyakit ini namun bisa terjadi pada massa yang kecil maupun besar.
Pemeriksaan galaktografi memberikan gambaran filling defect atau complete obstruction bagi aliran

TUMOR MAMMAE

Page 17

retrograd dari kontras. Pada pemeriksaan MRI pula terlihat lesi berbatas tegas dengan duktus berisi
cairan.
V.3.7.Diagnosa Banding
i- Invasif Duktal Carcinoma : Karsinoma invasif dengan beberapa ciri gambaran histologi tetapi sering
membentuk struktur duktal dan sering dikaitkan dengan intraduktal karsinoma.18
ii-Adenomioepitelioma : Tumor benigna berbatas tegas yang terdiri dari proliferasi sel mioepitel
disekeliling lapisan epitel dan merupakan massa yang dapat dipalpasi. Secara morfologi terdiri dari tipe
spindle cell, tubular dan lobulated.

V.3.8.Penatalaksanaan
Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan papilloma serta nipple discharge dapat menghilang
secara spontan dalam waktu beberapa minggu. Apabila hal ini tidak berlaku, eksisi lokal duktus yang
terkait bisa dilakukan. Eksisi duktus terminal merupakan prosedur bedah pilihan sebagai penatalaksanan
nipple discharge. Pada prosedur ini, digunakan anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi. Tujuannnya
adalah untuk eksisi dari duktus yang terkait dengan nipple discharge dengan pengangkatan jaringan
sekitar seminimal mungkin. Apabila lesi benigna ini dicurigai mengalami perubahan kea rah maligna,
terapi yang diberikan adalah eksisi luas disertai radiasi.
V.3.9. Prognosa
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna. Namun, telah terjadi
pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi karsinoma papillary atau merupakan
predisposisi untuk meningkatkan resiko terjadinya karsinoma. Menurut komuniti dari College of
American Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.

VI. TUMOR GANAS PAYUDARA

TUMOR MAMMAE

Page 18

VI.1. Insidens
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan
kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap
tahun lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang
lebih 175,000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2
juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan
lebih dari 700,000 meninggal karenanya.
Belum ada data statistik yang akurat di
Indonesia, namun data yang terkumpul dari
rumah sakit menunjukkan bahwa kanker
payudara menduduki ranking pertama
diantara kanker lainnya pada wanita.
Kanker payudara merupakan penyebab utama
kematian pada wanita akibat kanker.
Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 44,000
pasien meninggal karena penyakit ini
sedangkan di Eropa lebih dari 165,000.
Setelah menjalani perawatan, sekitar 50%
pasien mengalami kanker payudara stadium
akhir dan hanya bertahan hidup 18 30
bulan.

VI. 2 Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya,
sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.

TUMOR MAMMAE

Page 19

Selain itu, kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang
ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh Word Health Organization dimasukkan ke dalam
International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17.
VI.3 Patofisiologi
Transformasi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang
terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
Fase inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas.
Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut yang bisa berupa bahan
kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang
sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor,
menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa
membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
VI.4. Klasifikasi
Berdasarkan WHO Histological Classification of breast tumor, kanker payudara diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Non-invasif karsinoma
o

Non-invasif duktal karsinoma

Lobular karsinoma in situ

2. Invasif karsinoma
o

Invasif duktal karsinoma

Papilobular karsinoma

Solid-tubular karsinoma

Scirrhous karsinoma

Special types

Mucinous karsinoma

TUMOR MAMMAE

Page 20

Medulare karsinoma

Invasif lobular karsinoma

Adenoid cystic karsinoma

karsinoma sel squamos

karsinoma sel spindel

Apocrin karsinoma

Karsinoma dengan metaplasia kartilago atau osseus metaplasia

Tubular karsinoma

Sekretori karsinoma

3. Paget's Disease
Pembahasan
Penyakit pagets dari puting susu (mammary pagets) adalah suatu lesi eritematosa
berbatas tegas disertai skuama yang menunjukkan adanya karsinoma saluran kelenjar
lapisan dalam payudara. Dasar biasanya merupakan karsinoma duktal infiltrasi dan
berdiferensiasi baik. Gejala awal yang sering adalah gatal atau rasa terbakar pada puting
disertai erosi pada permukaan atau ulkus. Diagnosa ditegakkan dengan biopsi pada
daerah erosi. Sering lesi didiagnosis dan ditangani sebagai dermatitis atau infeksi bakteri.
Sir James Paget melaporkan 15 kasus ulkus puting susu kronik pada tahun 1874. Ia
menemukan adanya warna muda terang pada permukaan ulkus yang terlihat seperti
eksim kulit difus yang akut. Ia mengemukakan bahwa adanya iritasi kronik merupakan
salah satu diagnosis keganasan pada wanita dengan 2 tahun menderita tumor payudara.
Keadaan pada kasus yang jarang ini kemudian dinamakan pagets disease. Kejadian
Pagets disease dilaporkan sekitar 1%-3% dari keganasan payudara. Gambaran klasik
histologi ditemukan pada epidermis puting susu dan areola mamma. Asal sel ini masih
kontroversi dan telah diajukan dua teori histogenesis yang mungkin yaitu teori
epidermotropik dimana sel-sel dari duktus terminalis bermigrasi ke putting dan teori
transformasi dimana sel epidermal putting berubah menjadi sel pagets.

VI. 5. Stadium

TUMOR MAMMAE

Page 21

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian saat mendiagnosis suatu penyakit
kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ
atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau
kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan
klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontge , USG,
dan bila memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium,
namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM
yang direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari World Health
Organization)/AJCC (American Joint Committee On cancer yang disponsori oleh American Cancer
Society dan American College of Surgeons).

STADIUM 0 :
Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Non-invasive
Cancer. Yaitu kanker tidak menyebar keluar dari
pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar
(lobules) susu pada payudara.

STADIUM I
Tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar
serta tidak ada titik pada pembuluh getah bening

TUMOR MAMMAE

Page 22

STADIUM II a :
Pasien pada kondisi ini :
Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada titik-titik pada saluran
getah bening di ketiak (axillary limph nodes )
Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm. Belum menyebar ke titik-titik
pembuluh getah bening pada ketiak.
Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada titik-titik di pembuluh getah bening
ketiak.

STADIUM IIB :
Pasien pada kondisi ini :
1. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak melebihi 5 cm.
2. Telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak.
3. Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.

STADIUM III A :
Pasien pada kondisi ini :
Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening
ketiak.
Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening
ketiak.
TUMOR MAMMAE

Page 23

STADIUM III B :
Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di
payudara. Atau didiagnosis sebagai Inflammatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum
menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke
bagian lain dari organ tubuh.

STADIUM IIIC :
Sebagaimana stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening dalam group
N3 ( Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran getah bening dibawah tulang selangka ).

TUMOR MAMMAE

Page 24

STADIUM IV :
Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh, yaitu :
Tulang, paru-paru,liver atau tulang rusuk.

Pada sistem TNM


TNM merupakan singkatan dari "T" yaitu tumor size atau ukuran tumor, "N" yaitu node atau kelenjar
getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai
baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan
histopatologi (PA). Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut:

T (tumor size), ukuran tumor:


o

T 0: tidak ditemukan tumor primer

T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang

T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm

T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm

T 4: ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada
atau pada keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan
atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama

N (node), kelenjar getah bening regional (kgb):


o

N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla

N 1: ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan

N 2: ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan

N 3: ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di
mammary interna di dekat tulang sternum

M (metastasis), penyebaran jauh:

TUMOR MAMMAE

Page 25

M x: metastasis jauh belum dapat dinilai

M 0: tidak terdapat metastasis jauh

M 1: terdapat metastasis jauh

Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan
akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

Stadium 0: T0 N0 M0

Stadium 1: T1 N0 M0

Stadium II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0

Stadium II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0

Stadium III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T2 N2 M0

Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0

Stadium III C: Tiap T N3 M0

Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1

Menurut American joint committee dalam kaitanya stadium klinik karsinoma mamma kaitan dengan
daya hidup yaitu :
Stadium klinik
Stadium. I :Garis tengah tumor < 2cm nodus (-), tidak metastase
Stadium II : garis tengah tumor < 5cm nodus (+), tidak melekat,
metastase (-)
Stadium III : Tumor > 5cm , tumor dengan ukuran tertentu disertai

Daya hidup
85 %
66 %
41 %

dengan invasi kulit atau melekat pada dinding dada., nodus pada
supraclvikular (+)
Stadium IV : Metastase jauh

10%

VI. 6. Gejala klinis

TUMOR MAMMAE

Page 26

Gejala klinis kanker payudara dapat berupa:


1.

Benjolan pada payudara

Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama
akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada
putting susu
.
2.

Erosi atau eksema puting susu

Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklatcoklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d'orange), mengkerut,
atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu semakin lama akan semakin besar dan mendalam
sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri
lainnya antara lain:

Pendarahan pada puting susu.

Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah timbul borok,
atau bila sudah muncul metastase ke tulang tulang.

Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening d ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan
penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990).

Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen
sebagai berikut:

terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);

adanya nodul satelit pada kulit payudara;

kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;

terdapat model parasternal;

terdapat nodul supraklavikula;

adanya edema lengan;

adanya metastase jauh;

TUMOR MAMMAE

Page 27

serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit
terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan
kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain

VI. 7. Faktor-faktor penyebab


Faktor risiko
Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi
terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara
diantaranya:
1. Faktor reproduksi : Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya

kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua,
dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya
umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama
merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional,
payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara
terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh
sebelum terjadinya perubahan klinis.
2. Penggunaan hormon : Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara.

Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker
payudara yang signifikan pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis
menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi
oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitive terhadap rangsangan
hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas.
TUMOR MAMMAE

Page 28

3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada

peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit
meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.
4. Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara

pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan
bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
diet terhadap terjadinya keganasan ini.
5. Konsumsi lemak : Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker

payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan
serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.
6. Radiasi : Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan

terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa
risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting

dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat
peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada
studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila
terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk
terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.
Faktor Usia sangat berpengaruh -> sekitar 60% kanker payudara terjadi di usia 60 tahun. Resiko
terbesar usia 75 tahun.
VI.8. Pengobatan
Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik
penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu:

TUMOR MAMMAE

Page 29

Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut & Pressman,
1992):

Modified Radical Mastectomy,


yaitu operasi pengangkatan
seluruh payudara, jaringan
payudara di tulang dada, tulang
selangka dan tulang iga, serta
benjolan di sekitar ketiak.

Total (Simple) Mastectomy, yaitu

operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi


bukan kelenjar di ketiak.

Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut
lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan
seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan
pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy
direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang
dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.

TUMOR MAMMAE

Page 30

Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan
sinar X dan sinar Gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di payudara setelah
operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit
di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau
melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di
seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta
rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
Strategi pencegahan
Pada prinsipnya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu pencegahan pada
lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang
paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu
pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:

Pencegahan primer
Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena
dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai
faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat. Pencagahan primer ini juga bisa berupa pemeriksaan
SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) yang dilakukan secara rutin sehingga bisa memperkecil faktor
resiko terkena kanker payudara ini
TUMOR MAMMAE

Page 31

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara.
Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker
payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi
dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari
semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita
yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan
mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:

Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement
survey.

Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi setiap tahun.

Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.

Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang
melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun
sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan
mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%.
Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara.
Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi
kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan
pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap
ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan
sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan yang diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan
untuk mencari pengobatan alternatif.

TUMOR MAMMAE

Page 32

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, Buku Ajar Bedah. Essential of Surgery bagian 2, Jakarta, penerbit buku kedokteran
EGC, 1994
2. David.C.Sabiston, JR, MD. IN THE Biological Basis of Modern Surgical Practice. Fifteenth
Edition. Wb Saunders Company, 1997
3. Michael.M.Henry. In Clinical Surgery Second Edition. Elsevier Saunders, 2005
4. Syam Suhidayat.R & Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta, penerbit buku
kedokteran EGC, 1997
5. Aksara Medisina, kumpulan kuliah Ilmu Bedah Khusus, Salemba, Jakarta, 1990
6. Charlene J Reeves, Gayle Roux, Robin Lockhart (Mc.Graw.Hill Nursing Core Series)
International Edition
7. Schwartz Shires. Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, EGC
8. MD, Sharock R. Theodore, Ilmu Bedah edisi 7, EGC
9. http://www.irwanashari.com/2009/12/tumor-jinak-payudara.html
10. http://legasi.blogspot.com/2007/01/fibroadenoma-mammae.html
11. http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker_payudara"

12. http://rahasiapayudara.net/blog/tag/non-invasive-cancer/
13.

TUMOR MAMMAE

Page 33

TUMOR MAMMAE

Page 34

Anda mungkin juga menyukai