Anda di halaman 1dari 10

Gangguan Saraf Pusat pada Ekstremitas Atas

Kelly
102012078
E3
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
kelly.kresentia@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat vital dalam sistem kinerja tubuh
manusia. Walaupun jaringan saraf dilindungi oleh tengkorak dan tulang yang keras, tetap ada
saja gangguan yang bisa terjadi. Gangguan pada sistem saraf manusia sangat beragam
macamnya, tergantung jenis penyebabnya. Secara umum, penyebab gangguan pada sistem
saraf bisa dikarenakan paparan bahan kimia, benturan (trauma) benda-benda keras, toksikasi
virus atau bakteri atau adanya radang yang disebabkan oleh regenerasi sel saraf itu sendiri.
Macam-macam gangguan pada sel-sel saraf seperti meningitis, hidrosefalus, nefritis,
parkinson, dan lain sebagainya.
Gangguan yang terjadi pada saraf akan menimbulkan kelainan seperti lumpuh atau
lemah (bila mengenai saraf motorik) atau perasaan sensasi yang terganggu seperti merasa
kesemutan, ditusuk-tusuk, atau panas yang sangat tidak nyaman sampai nyeri hebat (bila
yang terkena adalah saraf sensorik). Semua keluhan ini dapat terjadi karena gangguan
hantaran saraf pada saraf tepi tersebut tidak berfungsi dengan benar. Penyebab gangguan
tersebut antara lain karena kerusakan akson atau kerusakan mielin yang membungkus akson.

Pembahasan
1.1

Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui


Tremor adalah gerakan bergetar involunter dan ritmis yang disebabkan oleh
kontraksi otot berlawanan secara bergantian yang sinkron dan irregular.1
Ekstremitas atas adalah tulang anggota gerak atas.2
Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf yang ditandai
dengan adanya gemetaran (tremor) tangan saat istirahat, kesulitan untuk
memulai bergerak (akinesia), dan kekakuan otot-otot (rigitas) muka, mata sulit
mengedip, serta langkah-langkah menjadi kaku.3

1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari skenario yang diperoleh yaitu seorang laki-laki usia 62 tahun
mengeluh tangan gemetar disertai rasa kaku sejak sekitar 1 bulan lalu.

1.3

Analisis Masalah
Struktur Jaringan Otot Lurik

Metabolisme Otot
dan Tulang

TREMOR PADA
EKSTREMITAS ATAS

Anatomi
Tangan

Mekanisme Gerak
pada Tangan

Ganglia Basalis

Neuromuscular Junction

1.4

Hipotesis
Hipotesis dari skenario yang diperoleh adalah gangguan saraf pusat dapat
menyebabkan tangan gemetar disertai rasa kaku.

1.5

Sasaran Pembelajaran
Sasaran pembelajaran dari skenario yang diperoleh antara lain:
1.
2.
3.
4.

1.6

Untuk mengetahui dan memahami tentang anatomi tangan.


Untuk mengetahui dan memahami tentang mekanisme gerak pada tangan.
Untuk mengetahui dan memahami tentang struktur jaringan otot lurik.
Untuk mengetahui dan memahami tentang metabolisme otot dan tulang.

Belajar Mandiri
Dalam membahas skenario yang telah dibahas sebelumnya, ada 4 hal yang akan
dijelaskan secara lebih mendalam antara lain anatomi tangan, mekanisme gerak pada
tangan, struktur jaringan otot lurik, serta metabolisme otot dan tulang.
1) Anatomi Tangan
Anggota gerak manusia terdiri atas anggota gerak atas (ekstremitas atas)
dan anggota gerak bawah (ekstremitas bawah). Ekstremitas atas adalah tangan
dan lengan. Jumlah tulang lengan dan tangan pada manusia yaitu 30 tulang.
Tulang-tulang tersebut bekerja dengan otot yang sangat kecil agar jari-jari dapat
menghasilkan gerakan yang tepat. Misalnya dapat memegang benda yang
berukuran kecil seperti jarum. Ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing
disusun oleh 1 buah tulang lengan atas (os humerus), 1 buah tulang hasta (os
ulna), 1 buah tulang pengumpil (os radius), 8 buah tulang pergelangan tangan
(os carpal), 5 buah tulang telapak tangan (os metacarpal), dan 14 buah tulang
ruas jari tangan (os phalanges) yang masing-masing memiliki 3 ruas, kecuali ibu
jari yang hanya memiliki 2 ruas.4

Gambar 1. Tulang-Tulang Ekstremitas Atas.4


2) Mekanisme Gerak pada Tangan
Gerak merupakan pola koordinasi yang sederhana untuk menjelaskan
penghantaran impuls oleh saraf. Gerak pada umumnya terjadi secara sadar,
artinya gerak yang terjadi pada seseorang disadari oleh orang tersebut. Gerak
yang berlangsung dengan disadari disebut gerak biasa. Pada gerak biasa,
rangsangan diolah dahulu oleh otak. Dengan kata lain, gerak terjadi karena
perintah otak. Impuls pada gerakan yang disadari melalui jalur yang panjang.
Contoh gerak biasa yaitu bila kita ingin menangkap bola yang datang ke arah
kita.
Gerak yang berlangsung tanpa disadari terlebih dahulu disebut gerak
refleks. Gerak ini berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis
terhadap rangsangan. Gerak refleks tidak diolah dahulu oleh otak. Pada
dasarnya gerak refleks merupakan suatu mekanisme respon yang bertujuan
menghindari suatu rangsangan yang dapat membahayakan tubuh. Oleh karena
itu, gerak refleks adalah gerakan yang terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau
tanpa disadari terlebih dahulu oleh kita. Contohnya yaitu bila telapak tangan kita
terkena benda yang tajam secara tidak sengaja.5
a. Neuromuscular Junction

Neuromuscular junction adalah sinaps antara somatic motor neuron


dan serabut otot rangka. Potensial aksi masuk ke serabut otot melalui
sinapsis antara serabut saraf dan otot (neuromuscular junction). Di dalam
synaptic knob terdapat synaptic vesicles yang mengandung asetilkolin
sebagai neurotransmiter. Pada saat ada sinyal dari otak untuk berkontraksi,
vesikel berisi neurotransmiter melebur ke membran sinaptik melepas
asetilkolin. Asetilkolin berdifusi melewati synaptic cleft dan diterima oleh
molekul reseptornya yang berupa channel ion Na+ dalam membran sel
serabut otot. Kombinasi keduanya membuka channel Na+ dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+.
Asetilkolin yang telah mempolarisasi serabut otot dan menghasilkan
potensial aksi kemudian merambatkan potensial aksi tersebut hingga ke
dalam tubula transversal. Di dalam sel otot, potensial aksi menginisiasi
terlepasnya Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik ke dalam sitoplasma. Ca 2+
memulai peluncuran filamen dengan memicu pengikatan miosin ke aktin.
Otot pun berkontraksi. Asetilkolin kemudian dilepas ke synaptic cleft dan
serabut otot dan dihancurkan dengan bantuan enzim asetilcolineterase.
Enzim ini menghancurkan struktur satu aksi potensi dalam sel saraf.6
b. Ganglia Basalis
Ganglia basalis merupakan sistem asesori motorik yang kerjanya tidak
melalui diri sendiri tapi selalu berkaitan erat dengan korteks serebri dan
sistem motorik kortikospinal. Pada kenyataannya, sebenarnya ganglia
basalis menerima semua sinyal inputnya dari korteks itu sendiri dan
kemudian mengembalikan hampir seluruh sinyal outputnya ke korteks juga.
Ganglia basalis termasuk sistem ekstrapiramidalis. Ganglia ini terdiri
dari nukleus kaudatus, putamen, globus palidus, substansia nigra, dan
nukleus subtalamikus. Semuanya ini terletak terutama di sebelah lateral dari
talamus, menempati daerah yang luas dari regio yang lebih dalam pada
kedua hemisfer serebri. Ganglia basalis berfungsi untuk inhibisi otot,
koordinasi gerak lambat dan sustained, koordinasi pola dan irama gerak
serta supresi pola gerak yang tidak bermanfaat.
Apabila otak memerintahkan suatu aktivitas (misalnya mengangkat
lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan membantu
menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh.
Ganglia basalis mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang
5

akan menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks


serebri. Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh neurotransmiter
sebagai impuls listrik di sepanjang jalur saraf dan diantara saraf-saraf.
Neurotransmiter yang utama pada ganglia basalis adalah dopamin.7
Kerusakan ganglia basalis dapat menyebabkan penyakit Parkinson.
Penyakit ini ditandai dengan adanya gemetaran (tremor) dan kekakuan
(spastis). Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis
mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan
hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit.
Hal ini membuktikan bahwa adanya gangguan saraf pusat yang
menyebabkan tangan gemetar disertai rasa kaku.3
3) Struktur Jaringan Otot Lurik
Jaringan otot lurik / skelet merupakan jaringan yang dipengaruhi kemauan
(voluntary). Susunan jaringan otot lurik terdiri dari sel / serat otot lurik dan
jaringan penyambung antar serat. Jaringan ini berfungsi untuk menggerakkan
skelet / rangka tulang. Bentuk serat otot lurik yaitu silindris panjang dan ujung
tumpul. Panjangnya rata-rata 3 cm dan ada yang lebih panjang yaitu 15-30 cm.
Yang paling panjang terdapat pada muskulus sartorius. Selain itu, otot lurik juga
memiliki diameter 10-100 m.

Gambar 2. Jaringan Otot Lurik.8


Otot lurik memiliki inti berbentuk gepeng, banyak dan terdapat di pinggir.
Otot lurik terdiri dari sel-sel serabut otot yang dilindungi oleh membran yang
dapat dirangsang listrik yang disebut sarkolema. Sel serabut otot terdiri dari
miofibril yang terdapat dalam cairan intraseluler / sarkoplasma. Di dalam
6

sarkoplasma terdapat miofibril (aktin dan miosin tersusun rapi) membentuk


garis (terang gelap), organel, glikogen, mioglobin, ATP dan kreatin P serta
enzim-enzim glikolisis. Tiap serat otot lurik diliputi endomisium. Beberapa serat
otot lurik menyusun fasikulus / berkas. Tiap fasikulus diliputi oleh perimisium.
Beberapa fasikulus menyusun muskulus yang diliputi epimisium.
Otot lurik bekerja secara sadar karena dipengaruhi oleh pusat saraf sadar,
reaksi terhadap rangsang cepat dan mudah lelah. Otot lurik dapat bekerja jika
dirangsang. Rangsangannya dapat berupa panas, dingin, arus listrik, dan
sebagainya. Otot lurik bekerja dengan 2 cara yaitu kontraksi (memendek dan
menebal) dan relaksasi (kembali ke keadaan semula). Otot dapat memendek
(kontraksi) maksimal, keadaan ini disebut tonus, kemudian relaksasi. Namun,
seringkali rangsangan tertentu menyebabkan keadaan tonus tidak diikuti oleh
relaksasi, keadaan otot seperti ini disebut tetanus (kejang).8
4) Metabolisme Otot dan Tulang
a. Metabolisme Otot
Siklus biokimia dari kontraksi otot terdiri dari 5 tahap antara lain:
1. Dalam miosin terjadi hidrolisis ATP
ADP + Pi, tetapi tidak dapat
melepaskan produknya (aktivitas ATP ase).
2. Miosin + ADP + Pi mengikat F-aktin.
3. Interaksi tersebut akan melepaskan ADP + Pi + energi.
4. Kompleks miosin F-aktin
Perubahan konformasi miosin
Perubahan pada tempat ikatan miosin-aktin
Pergeseran (sliding) dari filamen tebal dan tipis: kontraksi
5. Oleh ATP terjadi pelepasan aktin dari miosin: relaksasi.
Kontraksi otot terdiri dari pengikatan dan pelepasan bagian kepala globuler
miosin dengan filamen F-aktin. Pengikatan diikuti oleh perubahan interaksi
aktin-miosin sehingga filamen aktin dan miosin saling bergeser. Interaksi
tersebut perlu energi secara tidak langsung dari hidrolisis ATP. Hidrolisis
ATP oleh miosin ATP ase dipercepat oleh ikatan kepala miosin dengan Faktin.9
b. Metabolisme Tulang
Kalsifikasi tulang rawan didahului dengan penimbunan glikogen lalu
pembengkakan sel-sel tulang rawan sehingga terjadi kalsifikasi yang
memerlukan energi dari pemecahan glikogen tersebut. Seperti halnya
dengan jaringan tubuh lain, unsur-unsur tulang selalu bertukar dengan

unsur-unsur dalam plasma. Proses demineralisasi tulang terjadi bila intake


Ca dan P tidak cukup atau hilang dari tubuh.1
Vitamin D berfungsi meningkatkan Ca dan P darah dengan cara
meningkatkan absorbsi di usu sehingga kalsium fosfat dapat mengendap
pada tulang. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan rickets. Selain itu,
vitamin D juga dapat menurunkan fosfatase alkalis. Enzim fosfatase darah
naik sebagai upaya tubuh untuk meningkatkan P. Enzim tersebut akan
membebaskan ion P dari esterfosfat pada pH alkalis. Enzim fosfatase tidak
terdapat pada matriks tulang melainkan terdapat pada osteoblas tulang yang
sedang tumbuh.
Faktor-faktor yang berperan pada metabolisme tulang yaitu:
1. Vitamin D
Meningkatkan absorbsi Ca usus
Membantu mineralisasi normal tulang
Mempercepat reabsorpsi Ca dari tulang
2. Vitamin A
Berperan pada pertumbuhan tulang
3. Vitamin C
Berfungsi untuk pertumbuhan normal tulang (diperlukan
pada sintesis kolagen)
defisiensi
gangguan kalsifikasi
4. Estrogen
Menghambat produksi asam laktat pada glikolisis dalam
tulang
Mineralisasi tulang
5. Hormon paratiroid
Meningkatkan reabsorbsi tulang
Meningkatkan kecepatan produksi asam laktat

pH

berkurang
demineralisasi
Mempengaruhi sel osteosit
depolarisasi mukoprotein
kristal tulang larut
6. Kalsitonin
Mempercepat pemasukan Ca dan P dari darah ke tulang

sehingga deposito Ca bertambah dan akibatnya menghambat


reasorbsi tulang
Mineralisasi tulang
7. Glukokortiroid
Demineralisasi tulang
Mengurangi matriks tulang sehingga dapat mengakibatkan
osteoporosis
8. Growth Hormone
Meningkatkan absorbsi Ca dari usus
8

Meningkatkan sintesis kolagen


Meningkatkan produksi somatomedin oleh hepar sehingga

terjadi pengikatan sulfat dalam tulang rawan


Meningkatkan pertumbuhan tulang panjang pada epifisis.10

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka hipotesis dapat diterima. Gangguan saraf
pusat dapat menyebabkan tangan gemetar disertai rasa kaku. Sistem saraf pusat dapat
mengendalikan sistem saraf perifer dan mempengaruhi sistem saraf perifer ke otot. Hal ini
terbukti dengan rusaknya ganglia basalis yang dapat menyebabkan penyakit Parkinson yang
ditandai dengan adanya gemetaran (tremor) dan kekakuan (spastis). Ganglia basalis
merupakan sistem saraf pusat yang mengatur kegiatan motorik. Pada penyakit Parkinson, selsel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin
berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Hal ini
membuktikan bahwa adanya gangguan saraf pusat yang menyebabkan tangan gemetar
disertai rasa kaku.

Daftar Pustaka
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.h.100.
2. Suhartono BP, Hidayat EP. Teknik radiografi tulang ekstremitas atas. Jakarta: Penerbit
3.
4.
5.
6.
7.

EGC; 2004.h.3.
Ginsberg L. Lecture notes: neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.100-1.
Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta: Penerbit Grasindo; 2006.h.46-7.
Lumbantobing SM. Gangguan gerak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.h.47.
Watson R. Anatomi dan fisiologi. Edisi ke-10. Jakarta: Penerbit EGC; 2003.h.196-8.
Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2005.h.58.
8. Slonane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit EGC; 2004.h.56-7.
9. Thomson H. Oklusi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC; 2007.h.79-80.
10. Yatim F. Penyakit tulang dan persendian. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2006.h.147-8.

10

Anda mungkin juga menyukai