Matematika Diskrit
Matematika Diskrit
Sugi Guritman
Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
BOGOR
2004
1 Diktat
Contents
1 Prinsip Dasar Mencacah
1.1 Aturan Jumlah dan Kali . . . .
1.2 Permutasi . . . . . . . . . . . .
1.3 Kombinasi . . . . . . . . . . . .
1.4 Kombinasi dengan pengulangan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1
1
4
7
17
.
.
.
.
.
.
.
25
25
32
39
42
46
49
57
.
.
.
.
.
61
61
64
71
81
89
CONTENTS
ii
.
.
.
.
.
.
.
.
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
Kedua den. . . . . . .
. . . . . . .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
104
107
107
112
113
113
. 116
. 120
122
. 122
. 131
. 139
. 142
. 142
. 143
. 145
. 145
Chapter 1
Prinsip Dasar Mencacah
Enumerasi atau pencacahan merupakan bahasan awal dari matematika diskret
yang digunakan sebagai alat dasar untuk mempelajari materi-materi lainnya
yang umumnya bersifat kombinatorik. Disamping itu ia juga mempunyai aplikasi di banyak area seperti: teori peluang, statistika, teori graf, teori koding,
kriptogra dan analisis algoritme. Materi1 pembahasannya akan ditekankan
pada:
Aturan Jumlah dan Kali,
Permutasi,
Kombinasi, dan
Kombinasi dengan Pengulangan.
1.1
Denisi 1.1 (Aturan Jumlah) Jika tugas jenis pertama dapat dilakukan
dengan m cara, tugas jenis kedua dapat dilakukan dengan n cara, dan kedua
jenis tugas itu tidak dapat dilakukan secara simultan, maka banyaknya cara
untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut adalah m + n cara.
Contoh 1.1 Di dalam suatu laboratorium komputer ada 4 printer (merk)
jenis laserjet dan 6 printer jenis deskjet. Jika seorang praktikan diperbolehkan
menggunakan kedua jenis printer tersebut, maka ada 4 + 6 = 10 printer yang
bisa dipilih untuk dipakai.
1
Beberapa bahasan disampaikan hanya sebagai review karena telah diberikan pada
matakuliah Matematika Dasar (MAT 212).
Contoh 1.2 Aturan jumlah dapat diperluas untuk lebih dari dua tugas. Misalnya, seorang instruktur laboratorium komputer memiliki 4 jenis buku bahasa
pemrograman: 5 buku (judul) tentang C++, 4 buku tentang FORTRAN, 3
buku tentang Java, dan 5 buku tentang Pascal: Jika seorang praktikan dianjurkan untuk meminjam satu buku bahasa pemrograman dari sang instruktur,
maka ada 5 + 4 + 3 + 5 = 17 buku yang bisa dia pinjam.
Denisi 1.2 (Aturan Kali) Jika suatu prosedur dapat dipecah menjadi
dua tahap, dan jika tahap pertama menghasilkan m keluaran yang mungkin
dan masing-masing keluaran dilanjutkan ke tahap kedua dengan n keluaran
yang mungkin, maka prosedur tersebut akan menghasilkan mn keluaran yang
mungkin.
Contoh 1.3 Pada Contoh 1.2, jika seorang praktikan diwajibkan menguasai
keempat jenis bahasa pemrograman yang masing-masing diberi waktu satu
bulan untuk mempelajarinya, maka ada 5 4 3 5 = 120 cara belajar yang
mungkin.
Dengan aturan kali, denisi berikut dengan mudah dapat dipahami.
Denisi 1.3 Jika dalam suatu kotak berisi n obyek (benda) yang berbeda,
maka banyaknya cara memilih (mengambil) r obyek dari kotak itu dengan
urutan diperhatikan dan pengulangan (pengembalian) dibolehkan adalah
nr
Ungkapan dari denisi di atas bisa diganti dengan: banyaknya cara menempatkan n obyek yang berbeda ke dalam r posisi yang berbeda pula dengan
pengulangan dibolehkan adalah nr cara.
Contoh 1.4 Untuk penyimpanan data, suatu memori utama komputer memuat sejumlah besar sirkuit, masing-masing mampu menyimpan suatu bit (0
atau 1). Sirkuit simpanan ini disusun berdasarkan satuan-satuan yang disebut dengan sel. Untuk mengidentikasi sel di dalam memori utama, masingmasing diberikan satu dan hanya satu nama yang disebut dengan adres.
Pada beberapa jenis mesin komputer, adres direpresentasikan sebagai daftar
terurut terdiri atas 8 bit yang secara kolektif disebut dengan byte. Dengan
aturan kali, maka ada 28 adres yang bisa digunakan untuk mengidentikasi
sel dimana informasi akan disimpan.
Aturan jumlah dan kali merupakan pengertian dasar untuk memahami
bahasan-bahasan selanjutnya yang berkenaan dengan kombinatorika.
Soal 1.1.1 Seorang turis asing akan melakukan perjalanan dari Jakarta ke
Bandung menggunakan mobil. Pemandu Wisata menjelaskan bahwa ada 2 alternatif yang bisa dipilih, yaitu lewat Purwakarta atau Cianjur. Jika memilih
jalur Cianjur, ada 2 alternatif yang bisa dipilih, yaitu lewat Jonggol atau Bogor. Jika memilih jalur Bogor, ada 3 alternatif yang bisa dipilih, yaitu lewat
Parung, Cibinong, atau Tol, kemudian dari Bogor dilanjutkan dengan 2 alternatif, yaitu lewat Puncak atau Sukabumi. Ada berapa cara perjalanan yang
bisa ditempuh turis tersebut dari Jakarta ke Bandung, apabila:
1. tanpa batasan apapun.
2. Turis tidak memilih jalur Purwakarta karena tujuannya melancong.
3. Turis ingin mengujungi Kebun Raya Bogor.
4. Turis tidak memilih jalur Puncak karena sering terjadi kemacetan.
Soal 1.1.2 Aminah mempunyai 20 buku yang berberda akan ditempakan di
3 rak berbeda. Tentukan banyaknya cara penempatan jika:
1. tidak ada batasan apapun.
2. tidak ada rak yang kosong.
Soal 1.1.3 Syarat penulisan plat nomor mobil untuk wilayah Bogor dan sekitarnya adalah:
a. dijit petama harus huruf F,
b. dijit terakhir harus dipilih dari huruf A, B, D, atau E;
c. dijit kedua harus angka yang bukan 0;
d. dijit sisanya harus angka (bebas), dan maksimum ada 3 dijit.
Dengan menggunakan aturan jumlah dan kali, tentukan banyaknya nomor
mobil yang tersedia di wilayah Bogor dan sekitarnya.
1.2 Permutasi
1.2
Permutasi
(n 1)
pos-2
(n 2)
pos-3
:::
(n r + 1)
pos-r
n!
(n r)!
1.2 Permutasi
8!
:
(8 5)!
3. jika kata terdiri atas 12 huruf dengan syarat pengulangan huruf dibolehkan adalah 812 :
z
Teorema 1.1 Diberikan n obyek, n1 diantaranya berjenis sama (tidak dapat
dibedakan) dan disebut jenis pertama; n2 berjenis kedua; :::; dan nr berjenis
ke r dengan
n1 + n2 + ::: + nr = n;
maka banyaknya susunan berukuran n dari n obyek tersebut adalah
n1 !
n!
n2 ! :::
nr !
n1 !
n!
n2 ! :::
nr !
:
z
Contoh 1.7 Tentukan banyaknya kata yang mungkin dibentuk dengan mengambil semua huruf di dalam kata MATEMATIKA.
Jawab. Berdasarkan Teorema 1.1, banyaknya kata yang mungkin dibentuk dengan mengambil semua huruf di dalam kata MATEMATIKA (2M; 3A;
10!
2T; 1E; 1I; dan 1K) adalah (2!)(3!)(2!)(1!)(1!)(1!)
:
z
Contoh 1.8 Buktikan bahwa jika n dan k adalah intejer positif dengan n =
2k; maka 2n!k adalah intejer.
Bukti. 2 n = 2k diartikan sebagai kumpulan n obyek yang mempunyai k
jenis dengan masing-masing jenis beranggota 2 obyek yang sama. Banyaknya
n!
n!
n!
permutasi berukuran n dari n obyek tersebut adalah (2!)
k = 2k : Jadi 2k adalah
intejer.
z
2
1.2 Permutasi
1 = 5!
1 = (5!)(4!):
z
1.3 Kombinasi
Soal 1.2.4 Dalam bahasa pemrograman Celebes, identier dituliskan dengan satu huruf yang diikuti oleh 7 simbol yang berupa huruf atau angka.
(Diasumsikan komputer tidak mampu membedakan huruf besar dan kecil,
jadi jumlah huruf ada 26). Seperti layaknya bahasa pemrogrman yang lain,
Celebes mempunyai keyword yang tidak bisa digunakan sebagai identier.
Jika ada 36 keyword di dalam Celebes, ada berapa identier bisa dituliskan?
Soal 1.2.5 Ada berapa susunan dari huruf-huruf di dalam kata SOCIOLOGICAL? Kemudian, ada berapa susunan agar A dan G bersebelahan? Ada
berapa susunan agar semua vokal bersebelahan?
Soal 1.2.6 Ada berapa intejer positif n yang bisa dibentuk dengan menggunakan angka 3; 4; 4; 5; 5; 6; dan 7 sehingga n 5000000:
Soal 1.2.7 Tunjukkan bahwa untuk setiap intejer n; r
maka
n+1
P (n; r):
P (n + 1; r) =
n+1 r
0; jika n + 1 > r;
1.3
Kombinasi
1.3 Kombinasi
berbeda. Banyaknya kombinasi berukuran r dari n obyek, dinotasikan dengan C(n; r) atau nr dan dibaca n memilih r, adalah
C(n; r) =
n!
P (n; r)
=
:
(n r)!r!
r!
Rumus ini dijelaskan dengan argumen berikut. Setiap satu kombinasi berukuran r dari n obyek akan menentukan r! permutasi berukuran r dari n obyek,
sehingga untuk C(n; r) kombinasi akan menghasikan
C(n; r)
(r!) = P (n; r)
= 1,
n
1
= n, dan
n
r
n
n
= 1:
= 0 jika:
12
8
12!
:
4!8!
5
;
3
7
:
5
7
5
1.3 Kombinasi
7
5
+
5
4
7
5
+
4
5
7
3
6!
2!2!1!1!
T
"
T
"
R
"
N
"
B
"
"
1.3 Kombinasi
10
10 8
10 6
10 4
10 2
2 +
2 +
2 +
2 +1
2
4
6
8
5
X
10 10
=
2
2i
i=0
2i
Bukti. Dari denisi jelas bahwa suatu string yang panjangnya 10 dan
berbobot genap jika dan hanya jika banyaknya simbol 1 dalam string tersebut juga genap. Dengan demikian banyaknya simbol 1 dalam string yang
mungkin adalah 0; 2; 4; ..., 10: Misalkan banyaknya simbol 1 dalam string
adalah j; maka banyaknya string yang mungkin adalah
10 10
2
j
1.3 Kombinasi
11
10 8
10 6
10 4
10 2
2 +
2 +
2 +
2 + 1:
2
4
6
8
z
Teorema 1.2 (Teorema Binomial) Jika x dan y adalah variabel dan n adalah
intejer positif, maka
n
X
n i n i
(x + y) =
xy :
i
i=0
n
(1.1)
(x + y):
n
P
i=0
2.
n
P
i=0
n
i
1;
= 2n :
( 1)i
n
i
= 0:
1.3 Kombinasi
12
1. x = 1 dan y = 1;
2. x =
1 dan y = 1;
z
Contoh 1.14 Himpunan kuasa (power set) dari suatu himpunan A; dinotasikan dengan P(A); adalah koleksi (himpunan) semua subhimpunan dari
A: Jika jAj = n; dengan n intejer positif, jelaskan bahwa banyaknya subhimpunan berkardinal k; dengan 0 k n; adalah nk ; dan
jP(A)j =
n
X
n
k
k=0
= 2n :
= 2n :
z
3y)7 :
7
X
i=0
7
(2)i ( 3)7 i ]xi y 7
i
1.3 Kombinasi
13
1;
n
n
+
r
r 1
Bukti. Walaupun teorema ini bisa dibuktikan secara aljabar, yaitu dengan menggunakan denisi nr = r!(nn! r)! ; namun disini pembuktian akan dilakukan secara kombinatorik. Misalkan
A = fx; a1 ; a2 ; :::; an g;
banyaknya subhimpunan berkardinal r dari A adalah n+1
: Setiap subhimr
punan tersebut hanya ada dua kemungkinan: memuat x atau tidak memuat
x: Banyaknya subhimpunan yang memuat x adalah r n 1 , sedangkan yang
tidak memuat x adalah nr : Dengan aturan jumlah, kita dapatkan rumusan
yang dimaksud.
z
Teorema 1.4 (Teorema Multinomial) Untuk intejer positif n dan t; koesien
dari
xn1 1 xn2 2 xn3 3 :::xnt t
dalam ekspansi (x1 + x2 + ::: + xt )n adalah
n!
n1 !n2 !:::nt !
dan dinotasikan dengan
n
:
n1 ; n2 ; :::; nt
nt
n3
n
Bukti. Banyaknya suku x1n1 xn2
2 x3 :::xt dalam ekspansi (x1 +x2 +:::+xt )
adalah banyaknya cara memilih secara berurutan n1 faktor, n2 faktor,:::, dan
nt faktor dari n faktor (x1 + x2 + ::: + xt ); yaitu
n
n1
n1
n2
n1
n3
n2
:::
(n1 + n2 + :::nt 1 ) = nt
nt
n!
;
n1 !n2 !:::nt !
nt
n3
dan merupakan koesien dari suku xn1 1 xn2
2 x3 :::xt dalam ekspansi (x1 + x2 +
::: + xn )n .
z
1.3 Kombinasi
14
3c + 2d + 5)16 :
Jawab. Karena
(a + 2b
n
2
Soal 1.3.3 Suatu panitia terdiri dari 12 orang yang dipilih dari 10 pria dan
10 wanita. Tentukan banyaknya cara pemilihan, jika:
1. tidak ada batasan apapun.
2. ada 6 pria dan 6 wanita.
3. jumlah wanita harus genap.
4. jumlah wanita harus lebih besar dari pria.
5. ada sedikitnya 8 pria.
Soal 1.3.4 Tentukan banyaknya byte yang memuat banyaknya simbol 1
sedikitnya 5:
Soal 1.3.5 Tentukan banyaknya cara jika 12 buku yang berbeda didistribusikan ke 4 anak sehingga:
1.3 Kombinasi
15
3. (2x
di dalam (x
z)4 :
2y + 3z 1 )4 :
4. w2 x2 yz 2 di dalam (2w
x + 3y
2z)8 :
1.3 Kombinasi
16
3t + 5u + 6v
11w + 3x + 2y)10 :
n
P
i=0
2.
n
P
i=0
1
:
i!(n 1)!
( 1)i
:
i!(n 1)!
Soal 1.3.13 Tunjukkan bahwa untuk sembarang intejer positif m dan n berlaku
m+n
m+n
n
= (m + 1)
:
m
m+1
Soal 1.3.14 Misalkan n adalah intejer positif, evaluasi (sederhanakan) jumlahan
n
n
n
n
n
+2
+ 22
+
+ 2k
+
+ 2n
:
0
1
2
k
n
Soal 1.3.15 Untuk x suatu bilangan nyata dan n intejer positif, tunjukkan
bahwa:
1. 1 = (1 + x)n
2. 2n = (2 + x)n
n
1
n
1
x1 (1 + x)n
x1 (2 + x)n
n
2
n
2
x2 (1 + x)n
x2 (2 + x)n
2
2
+ ( 1)n
n
n
xn :
+ ( 1)n
n
n
xn :
1.4
17
n+r
r
n+r 1
n 1
(1.2)
Untuk memperoleh dari mana bilangan dalam teorema tersebut diperoleh, berikut ini diberikan contoh sebagai ilustrasi untuk menuju ke suatu
generalisasi.
Contoh 1.17 Untuk memenuhi syarat kelulusan, 7 orang mahasiwa Departemen Matematika IPB yang terancam DO (drop out) diwajibkan mengambil 1 mata kuliah pilihan yang dipilih dari 4 mata kuliah pilihan yang ditawarkan: Kriptologi, Teori Pengkodean, Matematika Finansial, dan Optimisasi
Kombinatorial. Ada berapa cara pemilihan 4 mata kuliah oleh ketujuh mahasiswa yang bersangkutan?
Jawab. Misalkan K, T, M, dan O menyatakan Kriptologi, Teori Pengkodean, Matematika Finansial, dan Optimisasi Kombinatorial. Sebagai gambaran, suatu contoh cara pemilihan yang mungkin adalah K dipilih oleh 2
mahasiswa, T oleh 2 mahasiswa, M oleh 2 mahasiswa, dan O oleh 1 mahasiswa, kemudian dinotasikan dengan K,K,T,T,M,M,O dan ditulis sebagai
xxjxxjxxjx. Agar lebih jelas beberapa cara pemilihan yang mungkin lainnya
diberikan dalam tabel berikut ini.
Cara pemilihan yang mungkin Ditulis sebagai
K,K,K,K,T,M,O
xxxxjxjxjx
K,K,K,K,O,O,O
xxxxjjjxxx
T,T,M,M,M,M,O
jxxjxxxxjx
K,T,T,T,T,T,T
xjxxxxxxjj
O,O,O,O,O,O,O
jjjxxxxxxx
K,K,K,T,M,O,O
xxxjxjxjxx
M,M,M,M,M,M,M
jjxxxxxxxj
Beberapa contoh dalam tabel di atas mengarahkan kita pada suatu kesimpulan bahwa masalah menentukan jumlah semua cara pemilihan yang mungkin
18
dapat dibawa ke masalah mencari banyaknya permutasi berukuran 10 dengan 2 jenis, yaitu 7 obyek berjenis x dan tiga obyek berjenis j . Dengan
demikian ada
10!
10
=
3!7!
7
cara ketujuh mahasiswa tersebut memilih 4 mata kuliah yang ditawarkan. z
Bentuk umum dari Contoh 1.17 adalah banyaknya kombinasi dengan pengulangan berukuran r dari n obyek yaitu Persamaan 1.2.
Contoh 1.18 Ada berapa cara apabila 13 kelereng yang identik didistribusikan
ke dalam 5 lubang yang berbeda?
Jawab. Dengan argumen yang sama dengan jawaban Contoh 1.17 diperoleh jawaban
17
17!
=
:
13
4!13!
z
Contoh 1.19 Tentukan banyaknya semua penyelesaian intejer dari persamaan
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 = 20;
dimana xi
0 untuk setiap 1
6:
Jawab. Dengan argumen yang sama dengan jawaban Contoh 1.17 diperoleh jawaban
25!
25
=
:
5!20!
20
z
Catatan 1.1 Dari ketiga contoh terakhir di atas, kita sampai pada kesimpulan bahwa ketiga pernyataan berikut adalah ekuivalen:
1. Banyaknya pemilihan berukuran r dari koleksi beranggota n obyek dengan urutan tidak diperhatikan dan pengulang dibolehkan.
2. Banyaknya solusi intejer dari persamaan
x1 + x2 + ::: + xn = r;
dimana xi
0 untuk setiap 1
n:
19
3. Banyaknya cara pendistribusian apabila r obyek yang identik didistribusikan ke dalam n wadah yang berbeda.
Contoh 1.20 Ada berapa cara apabila kita ingin memberikan 7 apel dan 6
jeruk kepada 4 orang anak apabila masing-masing anak sedikitnya menerima
1 apel?
Jawab. Tetapkan dulu bahwa masing-masing anak telah menerima 1
apel, sehingga ada 4+33 1 cara pendistribusian 3 apel sisanya. Setiap cara
ini kemudian diikuti dengan pendistribusian 6 jeruk yaitu 4+66 1 . Dengan
aturan kali diperoleh jawab
1
6
3
9
:
6
z
0 dengan 1
(1.3)
Jawab. 3 Misalkan
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 = k;
(1.4)
maka banyaknya solusi yang dimaksud adalah semua solusi Persamaan 1.4,
untuk 0 k 199: Dengan aturan jumlah diperoleh jawaban
199
X
6+k
k
k=0
Jawaban ini kalau dicari nilainya cukup melelahkan; apalagi kalau ruas kanan
Pertidaksamaan 1.3 jauh lebih besar dari 200; katakanlah 2000: Berikut ini
diberikan penyelesaian dengan pendekatan identitas kombinatorial. Mencari banyaknya solusi intejer dari Pertidaksamaan 1.3 setara dengan mencari
banyaknya semua solusi persamaan
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 + x7 = 200;
3
Ini merupakan suatu contoh solusi yang berhubungan dengan analisis komputasi.
20
205
205
=
199
6
205 204 203 202 201
=
1 2 3 4 5 6
= 68:937:810:984:000:
200
z
Contoh 1.22 Setiap intejer positif m dapat dinyatakan sebagai jumlahan
intejer-intejer positif lainnya yang tidak lebih dari m dengan urutan diperhatikan. Jumlahan yang demikian disebut komposisi dari m: Misalnya, semua komposisi dari 4 ada 8; yaitu: 4; 3 + 1; 1 + 3; 2 + 2; 2 + 1 + 1; 1 + 2 + 1;
1 + 1 + 2; dan 1 + 1 + 1 + 1: Secara umum, berapa banyaknya komposisi dari
m?
Jawab. Problem menentukan banyaknya semua komposisi dari m setara
dengan problem menentukan banyaknya solusi intejer dari persamaan:
x1 + x2 + ::: + xk = m;
dimana xi
1 untuk setiap 1
i
k; dan k adalah intejer dengan 1
k
m: Dengan mengambil yi = xi 1 untuk setiap 1
i
k; kemudian
persamaan itu ditransformasikan menjadi
y1 + y2 + ::: + yk = m
k;
dimana yi
0 untuk setiap 1
i
k dan 1
intejer dari persamaan terakhir ini adalah
m
X
k + (m
m
k=1
k)
k
m
X
k + (m
k
k=1
m
X
m
=
k
k=1
m: Banyaknya solusi
m
X1
i=0
m 1
= 2
1
1
1
i
k)
1
21
z
Contoh 1.23 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; dan k adalah
peubah-peubah intejer.
for i := 1 to 20 do
for j := 1 to i do
for k := 1 to j do
print (i j + k)
Berapa kali perintah print dieksekusi?
Jawab. Sebagai gambaran, beberapa contoh pilihan i; j; dan k (dalam
urutan: i pertama, j kedua, dan k ketiga) adalah: (1; 1; 1); (2; 1; 1);
(2; 2; 1); (3; 2; 1); (17; 12; 5); (16; 16; 2); dan (13; 6; 6): Catatan bahwa (1; 2; 1)
dan (1; 1; 2) tidak mungkin; demikian juga (17; 5; 12); (12; 17; 5); (12; 5; 17);
(5; 12; 17); dan (5; 17; 12): Gambaran ini membawa kita pada suatu kesimpulan bahwa banyaknya kali perintah print dieksekusi setara dengan pemilihan berukuran 3 dari kumpulan obyek f1; 2; :::; 20g dengan pengurutan tidak
diperhatikan dan pengulangan dibolehkan, yaitu
20 + 3
3
Jawaban ini juga dapat diperoleh dengan cara lain, misalnya menggunakan
diagram pohon.
z
Contoh 1.24 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; n dan CO
U N T ER adalah peubah-peubah intejer dengan COU N T ER di berikan nilai
awal 0:
COU N T ER := 0
for i := 1 to n do
for j := 1 to i do
COU N T ER := COU N T ER + 1
Pertanyaannya, berapa nilai COU N T ER setelah segmen tersebut dieksekusi?
Jawab. Nilai COU N T ER tersebut setara dengan banyaknya pemilihan
nilai-nilai i dan j yang mungkin, yaitu
n+2
2
n(n + 1)
:
2
Nilai yang sama juga diperoleh apabila kita pakai diagram pohon.
22
Ringkasan
Ringkasan bahasan dalam bab ini adalah membandingkan pengertian pemilihan berukuran r dari kumpulan beranggota n obyek, yang diberikan dalam
tabel berikut.
Ulangan (YA)
Ulangan (TIDAK)
Urutan (YA)
Urutan (TIDAK)
nr
P (n; r) =
(n+r 1)!
r!(n 1)!
n!
(n r)!
C(n; r) =
n!
r!(n r)!
Soal 1.4.1 Tentukan ada berapa cara pendistribusian 10 koin kepada 5 orang
anak jika:
1. tidak ada batasan apapun,
2. setiap anak sedikitnya mendapatkan 1 koin, dan
3. anak yang tertua sedikitnya mendapatkan 2 koin.
Soal 1.4.2 Tentukan banyaknya semua solusi intejer dari persamaan
x1 + x2 + x3 + x4 = 32;
apabila:
1. xi
0; 1
4;
2. xi > 0; 1
4;
3. x1 ; x2
4. xi
5. xi
5;
8; 1
2; 1
x3 ; x4
i
7;
4;
i
4; dan
6. x1 ; x2 ; x3 > 0; 0 < x4
25:
23
2. Jika dijit 1; 3; dan 7 harus muncul paling banyak satu kali, tentukan
banyaknya semua intejer berdijit-5 yang saling tidak ekuivalen.
Soal 1.4.4 Tentukan jumlah solusi intejer dari persamaan
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 < 500;
jika:
1. xi
2. xi
0; 1
2; 1
5:
i
5:
24
xi ;
2. x1 + x2 + x3 + x4 = 4;
1
xi ;
3:
1
4:
Chapter 2
Sifat Dasar Intejer
Di dalam bab ini, pembicaraan banyak terkait dengan sifat-sifat dasar intejer (bilangan bulat). Materinya ditekankan pada bahasan tentang: induksi
matematik, denisi rekursif, dan algoritme pembagian.
2.1
Topik bahasan intejer tidak terlepas dari notasi himpunan bilangan. Beberapa notasi himpunan bilangan yang umum dipakai diantaranya: Z menotasikan himpunan semua bilangan bulat yang anggotanya disebut intejer, Z+
menotasikan himpunan semua intejer positif, N menotasikan himpunan semua intejer tak-negatif, R menotasikan himpunan semua bilangan nyata, dan
Q menotasikan himpunan semua bilangan rasional. Secara sama, penotasian
R+ dan Q+ adalah untuk himpunan bilangan nyata dan rasional positif.
Pada setiap himpunan bilangan di atas dapat dikenai relasi urutan: " =
"; " < ", atau " > ". Artinya untuk setiap dua bilangan a dan b; satu dan
hanya satu berlaku:
"a = b"; "a < b"; atau "a > b":
Sifat dasar intejer yang melandasi induksi matematik dinyatakan pada prinsip berikut ini.
Prinsip Pengurutan Baik (well-ordering principle): Setiap subhimpunan
tak-kosong dari Z+ mempunyai unsur terkecil.
Teorema 2.1 (Prinsip induksi matematik) Misalkan S(n) menotasikan
suatu pernyataan matematik terbuka yang melibatkan peubah intejer positif
n: Jika:
25
26
n
P
i=
i=1
2.
n
P
i2 =
(n)(n+1)(2n+1)
:
6
i3 =
(n2 )(n+1)2
:
4
i=1
3.
n
P
i=1
4. 1 + 4 + 7 + ::: + (3n
2) =
(n)(n+1)
:
2
n
P
(3i
2) =
i=1
5.
6.
1
1:2
n
P
i=1
1
2:3
2i+1
i2 (i+1)2
1
3:4
+ ::: +
n(n+2)
:
(n+1)2
1
n(n+1)
n
P
i=1
1
i(i+1)
(n)(3n 1)
:
2
n
:
n+1
27
1
P
i=1
i=
(1)(1+1)
2
,1=
2
2
k
P
adalah benar.
i =
i=1
(k)(k+1)
2
benar
(k + 1)(k + 2)
:
2
i=
i=1
k
P
i=
i=1
k
X
i + (k + 1) =
i=1
k+1
X
i=1
k+1
X
(k)(k+1)
;
2
maka
(k)(k + 1)
+ (k + 1) ,
2
i =
(k)(k + 1) + 2 (k + 1)
,
2
i =
(k + 1)(k + 2)
:
2
i=1
z
Contoh 2.2 Buktikan bahwa 8n 2 Z+ berlaku:
1. Jika n
3; maka 2n
2. 12 + 22 + ::: + (n
3. Jika n
2n + 1:
1)2 <
n3
:
3
28
3; maka 2k
2k+1
2(k + 1) + 1:
2k + 1; maka
(2k + 1):2 ,
(2k + 1) + (2k + 1) ,
(2k + 2) + 2k ,
2(k + 1) + 2k:
1: Jadi
2(k + 1) + 2k
2(k + 1) + 1:
z
29
Contoh 2.3 Kita amati jumlah intejer positif ganjil berurutan berikut.
1) 1
= 1 (= 12 )
2) 1 + 3
= 4 (= 22 )
3) 1 + 3 + 5
= 9 (= 32 )
4) 1 + 3 + 5 + 7 = 16 (= 42 )
Dari 4 intejer positif pertama ini, kita dapatkan pola untuk membuat suatu
konjektur (suatu proposisi yang belum diketahui benar dan salahnya) yang
berbunyi: Jumlah n intejer positif ganjil pertama yang berurutan
adalah n2 ; dengan kata lain, 8n 2 Z+ ;
S (n) :
n
X
(2i
1) = n2 :
i=1
(2i
1) =
i=1
k
X
(2i
1) + [2(k + 1)
i=1
2
= k + [2(k + 1)
= k 2 + 2k + 1
= (k + 1)2 :
1]
1]
z
Contoh 2.4 Diantara banyak barisan bilangan yang cukup menarik di dalam
matematika diskret dan kombinatorika adalah barisan bilangan harmonik:
H1 ; H2 ; H3 ; :::, dimana
H1 = 1
1
2
1 1
= 1+ +
2 3
..
.
H2 = 1 +
H3
dan secara umum Hn = 1 + 12 + 31 + ::: + n1 untuk setiap n 2 Z+ : Dengan prinsip induksi matematik, buktikan bahwa jumlah n bilangan harmonik pertama
30
8n 2 Z ;
Hi = (n + 1)Hn
n:
i=1
Bukti. Untuk n = 1;
1
X
1,
Hi = (1 + 1)H1
i=1
H1 = 2:H1 1 ,
1 = 2:1 1 ,
1 = 1; benar.
P
Misalkan ki=1 Hi = (k + 1)Hk
asumsi ini, maka
k+1
X
Hi =
i=1
k
X
Hi + Hk+1
i=1
=
=
=
=
Teorema 2.2 (Bentuk Alternatif - Prinsip Induksi Berhingga) Misalkan S(n) menotasikan suatu pernyataan matematik terbuka yang melibatkan satu atau lebih variabel intejer positif n; dan misalkan n0 ; n1 2 Z+
dengan n0 n1 : Jika:
(a) S(n0 ); S(n0 + 1); S(n0 + 2); :::; S(n1
(b) untuk sembarang pilihan k 2 Z+ ; k
Jika S(n0 ); S(n0 + 1); :::; S(n1 ); :::; S(k) benar, maka S(k + 1)benar
kesimpulannya S(n) benar untuk semua n
n0 :
31
3:
3n :
3k
=
=
=
=
1
1+8
8 + 27
27 + 64
(1)
(2)
(3)
(4)
Buatlah konjektur rumus umum dari keempat persamaan di atas, dan buktikan kebenaran konjektur yang anda buat.
Soal 2.1.2
32
1 1 1
1
1
1
1
+ + +
+
+
+
=
1 2 3 1:2 1:3 2:3 1:2:3
6=A X3
1
;
PA
H2 :
2.2
jHj =
(n + 1)n
2
Hn+1
(n + 1)n
4
Denisi Rekursif
33
contoh tersebut: a0 = 1; a1 = 2; dan a2 = 3: Proses rekursi memberikan nilai suku berikutnya secara rekursif didasarkan pada nilai basis rekursi, pada
contoh tersebut ak = ak 1 + ak 2 + ak 3 :
Denisi rekursif merupakan suatu jawaban ketika untuk menentukan rumus eksplisit suatu barisan sangat rumit atau bahkan mustahil. Hal ini
terjadi tidak hanya pada barisan bilangan, tetapi juga paling sering terjadi
pada beberapa konsep matematika yang lain, seperti: operasi himpunan,
proposisi dalam logika, relasi, fungsi, bahasa mesin, dll.
Contoh 2.6 Misalkan p1 ; p2 ; p3 ; ..., pn adalah n proposisi. Untuk menentukan nilai kebenaran
p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pn ;
dimana n 2; diperlukan konsep rekursif atas dasar hukum asosiatif konjungsi.
Basis Rekursi: p1 ^ p2 :
Proses Rekursi: Untuk n 2;
p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pn
^ pn , (p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pn 1 ) ^ pn
(p1 ^ p2 ^ p3 ) ^ p4
[(p1 ^ p2 ) ^ p3 ] ^ p4
(p1 ^ p2 ) ^ (p3 ^ p4 )
p1 ^ [p2 ^ (p3 ^ p4 )]
p1 ^ (p2 ^ p3 ^ p4 ):
Dari fakta ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa berdasarkan sifat asosiatif tanda kurung bisa diletakkan secara bebas. Hasil ini dimantabkan secara
lebih umum pada penyataan di dalam contoh berikut ini.
Contoh 2.7 Misalkan n 2 Z+ dengan n 3; dan misalkan r 2 Z+ dengan
1 r < n: Maka, untuk sembarang proposisi p1 ; p2 ; :::; pr ; pr+1; ...; pn berlaku
(p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ) ^ (pr+1 ^ ::: ^ pn )
, p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ^ pr+1 ^ ::: ^ pn :
Bukti. Akan dibuktikan dengan induksi matematik. Sebagai basis induksi, untuk n = 3; kebenaran jelas diterima mengikuti hukum asosiatif
34
r < k;
r < k; maka
,
,
,
,
+ Fn
35
n
n
+
;
r
r 1
untuk 0
n;
= 1;
= 0;
= 0;
untuk r < 0:
4 dan
1
1
1
1
1
2
1
3
1
4
k) am
1;k 1
+ (k + 1) am
1;k ;
untuk 0
m;
untuk k m; dan
untuk k < 0:
36
m
X
m
X
am+1;k =
k=0
k)am;k
+ (k + 1)am;k ] =
Karena am;
m
X
[(m + 1
k=0
1)am;1 ] + :::
k=0
am;k = m!
k=0
k=0
1:
37
a) b1 = 3; dan
b) bn+1 = bn + 2n + 3; untuk n
1:
( 1)n :
Soal 2.2.2
1. Buatlah denisi rekursif untuk dijungsi dari proposisi p1 ; p2 ; p3 ; :::pn+1 ;
n 1:
2. Buktikan bahwa jika n; r 2 Z+ ; dengan n
3 dan 1
r < n; maka
38
2;
3; an = an
+ an 3 :
untuk setiap n
0:
0; buktikan bahwa
n
P
Fi = Fn+2
1:
i=0
2. untuk n
1; buktikan bahwa
n
P
i=1
Fi 1
2i
=1
Fn+2
:
2n
Soal 2.2.7
1. Untuk i 2 Z+ ; periksalah bahwa
i2 =
i
i+1
+
:
2
2
n (n + 1) (2n + 1)
:
6
39
i
i+1
i+2
+4
+
:
3
3
3
2.3
n2 (n + 1)2
:
4
Algoritma Pembagian
Walaupun Z tidak tertutup terhadap pembagian, namun ada beberapa intejer yang dapat dibagi oleh intejer yang lain.
Denisi 2.1 Misalkan a; b 2 Z; dan b 6= 0: Kita sebut b membagi a; ditulis
b j a; jika ada intejer n sehingga a = bn: Dalam hal ini b disebut juga
pembagi/faktor dari a atau a disebut kelipatan dari b: Dalam hal b tidak
membagi a dinotasikan dengan b - a:
Sebagai ilustrasi, 7 j 42 karena 42 = 7:6; sedangkan 7 - 18 karena tidak
ada n 2 Z sehingga 18 = 7n: Terkait dengan pengertian pembagian, suatu
sifat yang cukup penting yang dimiliki oleh Z adalah bahwa Z tidak memuat
pembagi nol, artinya
(8a; b 2 Z) ab = 0 ) a = 0 _ b = 0;
atau lebih mudah dimegerti kotraposisinya
(8a; b 2 Z) a 6= 0 ^ b 6= 0 ) ab 6= 0;
Teorema 2.3 (Sifat-sifat Dasar Pembagian) Untuk semua a; b; c 2 Z;
berlaku:
1. 1 j a dan a j 0:
2. [(a j b) ^ (b j a)] ) a =
b:
3. [(a j b) ^ (b j c)] ) a j c:
4. [(a j b) ^ (a j c)] ) [(8x; y 2 Z) a j (bx + cy)] :
40
5. (x = y + z) ^ ((a j x) ^ (a j y)) ) a j z:
6. (8a; b 2 Z+ ) (a j b) ) a
7. Untuk 1
b:
n:
41
r < b:
Dalam hal ini a disebut yang dibagi, b adalah yang membagi, q adalah
hasil bagi, dan r adalah sisa pembagian. Selanjutnya sisa pembagian
dinotasikan dengan r = a mod b dan hasil bagi dinotasikan q = a div b:
Fakta bahwa misalkan a; b 2 Z; b 6= 0; maka
a
a div b = b c; dan
b
a
a mod b = a b:b c;
b
notasi bxc mengartikan bilangan bulat terbesar yang
x:
Contoh 2.15 Berdasarkan algoritma pembagian, berikut ini diberikan beberapa ilustrasi.
1. Misalkan a = 67 dan b = 7; maka
q=b
67
c = 9 dan r = 67
7
7:9 = 4:
48
c = 8 dan r = 48
6
6:8 = 0:
q=b
72
c=
11
7 dan r = ( 72)
(11)( 7) = 5:
4. Misalkan a; b 2 Z+ :
(a) Jika a = qb untuk suatu q 2 Z+ ; maka a = ( q)b: Dalam hal
ini, a(< 0) dibagi oleh b(> 0) diperoleh hasil bagi q(< 0) dan
sisanya r = 0:
42
2.3.1
Representasi Basis
43
Sistem lain yang cukup populer adalah sistem biner atau representasi basis
2 yang dipakai dalam kerja mesin komputasi. Misalnya a = 110101 basis 2;
ini berarti
a = 1:25 + 1:24 + 0:23 + 1:22 + 0:21 + 1:20 :
Tabel berikut ini mengilutrasikan hubungan antara sistem representasi desimal, biner, oktal (basis 8), dan heksadesimal (basis 16) untuk intejer dari 0
sampai 15: Faktanya keempat sistem inilah yang paling sering dipakai dalam
bidang terapan, khususnya ilmu komputer.
Basis 10 Basis 2 Basis 8 Basis 16
0
0000
0
0
1
0001
1
1
2
0010
2
2
3
0011
3
3
4
0100
4
4
5
0101
5
5
6
0110
6
6
7
0111
7
7
8
1000
10
8
9
1001
11
9
10
1010
12
A
11
1011
13
B
12
1100
14
C
13
1101
15
D
14
1110
16
E
15
1111
17
F
Secara umum representasi basis dari suatu intejer dinyatakan dalam denisi
berikut ini.
Denisi 2.2 Jika b 2 adalah suatu intejer, maka sembarang intejer positf
a dapat diekspresikan secara tunggal sebagai
a = an bn + an 1 bn
+ ::: + a1 b + a0 ;
(2.1)
44
+ an 1 b n
+ ::: + a2 b + a1 )b + a0 :
Ini berarti a0 merupakan sisa dari a dibagi oleh b: Dalam hal ini hasil
baginya adalah
q 1 = an b n
+ an 1 b n
+ ::: + a2 b + a1
(2.2)
45
+ an 1 b n
+ ::: + a3 b + a2 )b + a1 :
Ini berarti a1 merupakan sisa dari q1 dibagi oleh b: Dalam hal ini hasil
baginya adalah
q 2 = an b n
+ an 1 b n
+ ::: + a3 b + a2
(2.3)
+ an 1 b n
+ ::: + a4 b + a3 )b + a2 :
Ini berarti a2 merupakan sisa dari q2 dibagi oleh b: Dalam hal ini hasil
baginya adalah
q 3 = an b n
+ an 1 b n
+ ::: + a4 b + a3
Hasil Bagi
q1 = 117
q2 = 14
q3 = 1
q4 = 0
Sisa
a0 = 2
a1 = 5 . Jadi 938 = (1652)8 :
a2 = 6
a3 = 1
Bagi 2
a
= 938
2
2
q1
469
=
2
2
q2
234
=
2
2
q3
= 117
2
2
2. q24 = 58
2
q5
29
=
2
2
q6
= 14
2
2
q7
7
=
2
2
q8
= 32
2
q9
= 12
2
Hasil Bagi
q1 = 469
q2 = 234
q3 = 117
q4 = 58
q5 = 29
q6 = 14
q7 = 7
q8 = 3
q9 = 1
q10 = 0
Sisa
a0 = 0
a1 = 1
a2 = 0
a3 = 1
a4 = 0 . Jadi 938 = (1110101010)2 :
a5 = 1
a6 = 0
a7 = 1
a8 = 1
a9 = 1
Bagi 16
a
= 938
16
16
q1
3. 16
= 117
16
q2
14
=
8
8
q3
= 18
8
Hasil Bagi
q1 = 117
q2 = 14
q3 = 1
q4 = 0
46
Sisa
a0 = 2
a1 = 5 . Jadi 938 = (1652)8 :
a2 = 6
a3 = 1
z
Algoritme representasi basis b dinyatakan dalam prosedur berikut dengan
input intejer a 0 dan b 2:
PROSEDUR 5
procedure Basis-bRepresetation(a, b : intejer positif )
begin
i := 0
x := a
q := b xb c
ai := x q b
while q > 0 do
begin
i := i + 1
x := q
q := b xb c
ai := x q b
end
return((an an 1 :::a1 a0 )b )
end
2.3.2
47
48
1) :
4n ):
Soal 2.3.2 Tentukan hasil bagi q dan sisa r dari pembagian a oleh b yang
diketahui berikut ini.
1. a = 23 dan b = 7:
2. a =
3. a = 0 dan b = 42:
4. a = 434 dan b = 31:
Soal 2.3.3 Tuliskan intejer berbasis-10 berikut ini ke dalam basis-2, basis-4;
dan basis-8:
a) 137
b) 6243
c) 12:345.
Soal 2.3.4 Tuliskan intejer berbasis-10 berikut ini ke dalam basis-2 dan basis16:
a) 22
b) 527
c) 1234
d) 6923.
Soal 2.3.5 Konversikan masing-masing dari bilangan heksadesimal berikut
ini ke dalam bilangan basis-10 dan basis-2:
a) A7
b) 4C2
c) 1C2B
d) A2DF E.
b) 00110001
c) 11110000
d) 01011110.
Soal 2.3.7 Tuliskan masing-masing dari bilangan biner berikut ini ke dalam
representasi komplemen dua, hasilnya mengikuti pola 8-bit.
a) 15
b)
15
c) 100
d)
65
e) 127
f ) 128.
49
Soal 2.3.8 Jika suatu mesin menyimpan intejer dengan metode komplemen
dua, berapa intejer terbesar dan terkecil yang dapat disimpan apabila menggunakan pola 8-bit.
a) 4-bit
b) 8-bit
c) 16-bit
d) 32-bit
e) 2n -bit, n 2 Z+
a) 3 2 X; dan
b) jika a; b 2 X; maka a + b 2 X:
Buktikan bahwa X = f3k k 2 Z+ g; himpunan semua intejer positif yang
habis dibagi 3:
Soal 2.3.10 Misalkan n 2 Z+ dengan
n = rk :10k + ::: + r2 :102 + r1 :10 + r0 :
Buktikan bahwa
1. 2 j n jika dan hanya jika 2 j r0 :
2. 4 j n jika dan hanya jika (r1 :10 + r0 ):
3. 8 j n jika dan hanya jika (r2 :102 + r1 :10 + r0 ):
Buatlah generalisasi dari hasil tersebut.
2.4
Algoritme Euclid
Bahasan yang diberikan pada bagian ini dan pada bagian berikutnya merupakan landasan dasar dari teori bilangan. Berapa teorema dan sifat-sifat
diberikan tanpa disertai bukti dengan alasan bahwa seluruh materinya akan
dibahas lebih rinci di matakuliah Pengantar Teori Bilangan.
Denisi 2.3 Untuk a; b 2 Z, suatu intejer positif x dikatakan pembagi
bersama dari a dan b jika x j a dan x j b: Selanjutnya, untuk a dan b
tidak keduanya nol, c 2 Z+ disebut pembagi bersama terbesar dari a dan
b; dinotasikan dengan c = gcd (a; b) ; jika c adalah yang terbesar diantara
semua pembagi bersama dari a dan b, atau dengan kata lain
c = maxfx 2 Z+ (x j a) ^ (x j b)g:
50
Teorema 2.5 Misalkan c = gcd (a; b) : Jika pembagi bersama d dari a dan
b; maka d j c:
Teorema 2.6 Untuk setiap a; b 2 Z+ ; ada tepat satu c 2 Z+ sehingga c =
gcd (a; b) : Selanjutnya ada x; y 2 Z sehingga c = xa + yb (c adalah suatu
kombinasi linear dari a dan b):
Sifat-sifat dasar dari pembagi bersama terbersar dapat dirinci sebagai
berikut. Misalnya c = gcd (a; b) ; maka:
1. c adalah intejer positif terkecil dari himpunan fxa + yb=x; y 2 Zg:
2. Jika d = sa + tb untuk suatu s; t 2 Z; maka c j d:
3. gcd (a; b) = gcd ( a; b) = gcd (a; b) = gcd ( a; b) = gcd (b; a) :
4. gcd (a; 0) = jaj dan gcd (0; 0) tak terdenisikan.
5. c = gcd (a; b) ) gcd
a b
;
c c
= 1:
Intejer a dan bdisebut prima relatif jika gcd (a; b) = 1; selanjutnya ada
x; y 2 Z sehingga xa + yb = 1:
Contoh 2.18 Karena gcd (42; 70) = 14; maka ada x; y 2 Z; sehingga
42x + 70y = 14 , 3x + 5y = 1:
3k) = 1;
juga
42(2
2
1
= qk r k 1 + r k
= qk+1 rk :
0 < rk < rk
51
ke-1
ke-2
ke-3
ke-4
250 = 2(111) + 28
111 = 3 (28) + 27
28 = 1(27) + 1
27 = 27(1) + 0
28 1 (27)
28 1 (111 3 (28))
( 1) (111) + (4) (28)
( 1) (111) + (4) (250
(4) 250 + ( 9) (111) :
2 (111))
z
Terkait dengan implementasi, algoritme Euclid dapat dirinci dalam Prosedur 6 untuk mencari gcd (a; b) dimana a; b 2 Z+ :
52
PROSEDUR 6
procedure gcd(a; b: intejer positif, a
begin
r := a mod b
d := b
while r > 0 do
begin
c := d
d := r
r := c mod d
end
return(d)
end
b)
lcm(1; n) = lcm(n; 1) = n:
lcm(a; na) = na:
3. Jika a; m; n 2 Z+ dengan m
n; maka
53
(168)(456)
= 3192:
24
z
Algoritme Euclid dapat diperluas sehingga tidak hanya mengasilkan pembagi bersama terbesar dari dua intejer a dan b; tetapi juga menghasilkan
intejer x dan y yang memenuhi ax + by = d; diberikan dalam Prosedur 7.
PROSEDUR 7
procedure gcd(a; b: intejer positif, positif, a b)
begin
if b = 0 then
begin
d := a; x := 1; y := 0
return(d; x; y)
end
x2 := 1; x1 := 0; y2 := 0; y1 := 1
while b > 0 do
begin
q := b ab c; r := a qb; x := x2 qx1 ; y := y2 qy1
a := b; b := r; x2 := x1 ; x1 := x; y2 := y1 ; y1 := y
end
d := a; x := x2 ; y := y2
return(d; x; y)
end
Contoh 2.21 Gunakan Prosedur 7 untuk untuk menentukan gcd(a; b), x,
dan y, sehingga gcd(a; b) = ax + by jika diketahui a = 4864 dan b = 3458:
Jawab. Tabel berikut menunjukkan langkah-langkah Prosedur 7 dengan
input a = 4864 dan b = 3458; diperoleh gcd(4864; 3458) = 38 sehingga
54
1
2
2
5
1
2
1406
646
114
76
38
0
1
2
5
27
32
91
a
b
4864 3458
1 3458 1406
3
1406 646
7 646 114
38
114
76
45 76
38
28
38
0
x2
1
0
1
3
5
27
32
x1
0
1
2
5
27
32
91
y2
0
1
1
3
7
38
45
y1
1
1
3
7
38
45
128
z
Catatan bahwa jawaban dengan tabel pada contoh di atas dapat disederhanakan sebagai berikut, demi perhitungan menggunakan pensil dan kertas.
i qi+1
0
1
1
2
2
3
2
4
5
5
1
6
2
7
ri
4864
3458
1406
646
114
76
38
0
xi
1
0
1
2
5
27
32
yi
0
1
1
3
7
38
45
qi = b
xi
yi
2; dan
2:
55
2 dapat di-
56
57
2.5
9 = 3:5; dan
11
17(mod 7)
2. Reeksif.: a
a(mod n):
3. Simetrik: jika a
4. Transitif: jika a
b(mod n) dan b
a(mod n):
c(mod n); maka a
c(mod n):
5. Jika a
dan ab
a1 (mod n) dan b
a1 b1 (mod n):
58
a1 + b1 (mod n)
1=
ny , ax
1 (mod n):
59
Ini berarti x adalah invers dari a modulo n dan untuk menghitung x dapat
digunakan Prosedur 7, dengan input a dan n:
327
: (263
mod 500
a (mod p)
(n)
1 (mod n):
Teorema 2.15 Jika p dan q adalah dua intejer positif dengan gcd(p; q) = 1;
maka
(pq) = (p): (q):
Khususnya, jika p dan q keduanya prima, maka
(pq) = (p
1)(q
1)
90123
13579
1(mod 10):
3(mod 25):
60
r(mod m);
2: Apabila x dibagi m,
r<m
dan sering kali disebut residu tak-negatif terkecil dari x (mod m): Tentukan residu tak-negatif terkecil dari
315 (mod 17) dan 1581 (mod 13):
Soal 2.5.3 Misalkan (xn xn 1 :::x0 )10 adalah representasi basis 10 dari intejer
positif x: Tunjukkan bahwa
x
x0
x1 + x2
dan gunakan hasil ini untuk memeriksa apakah 1213141516171819 habis dibagi
11:
Soal 2.5.4 Tentukan invers dari
a) 2 di dalam Z11 ;
c) 7 di dalam Z16 ;
b) 7 di dalam Z15 ;
d) 5 di dalam Z13 :
ap + bp (mod p)
1)!
1(mod p):
Chapter 3
Relasi dan Fungsi
Konsep relasi dan fungsi adalah salah satu landasan terpenting yang digunakan untuk memahami banyak konsep lain di dalam matematika seperti:
aljabar, kalkulus, teori graf, dsb. Namun demikian, sesuai dengan tema
matematika diskret, bahasan relasi dan fungsi disini akan digunakan pendekatan teori himpunan yang kebanyakan melibatkan konsep kombinatorial.
3.1
Denisi 3.1 Produk Cartesian atau produk silang dari dua himpunan
A dan B, notasi A B; adalah himpunan
A
A2
:::
ng:
62
Sembarang anggota (a1 ; a2 ; :::; an ) 2 A1 A2 ::: An disebut rangkain terurut (ordered n-tuple). Kesamaan dua anggota A1 A2 ::: An
didenisikan sebagai
(a1 ; a2 ; :::; an ) = (b1 ; b2 ; :::; bn ) , ai = bi ; 1
n:
A A dinotasikan dengan A2 ; dan secara umum produk lipat-n dari A dinotasikan dengan An ; juga
jAn j = jAjn :
Contoh 3.1 Misalkan A = fa; bg dan B = f1; 2; 3g; tentukan A
A2 ; B 2 ; dan A3 :
B; B
A;
B
A
A2
B2
=
=
=
=
f(a; 1); (a; 2); (a; 3); (b; 1); (b; 2); (b; 3)g;
f(1; a); (1; b); (2; a); (2; b); (3; a); (3; b)g;
f(a; a); (a; b); (b; a); (b; b)g
f(1; 1); (1; 2); (1; 3); (2; 1); (2; 2); (2; 3); (3; 1); (3; 2); (3; 3)g
A3 = f(a; a; a); (a; a; b); (a; b; a); (a; b; b); (b; a; a); (b; a; b); (b; b; a); (b; b; b)g
z
Dari contoh di atas terlihat bahwa secara umum A B tidak sama dengan
B A; namun aturan kali menjamin bahwa jA Bj = jB Aj :
R R = R2 dikenal sebagai bidang (bilangan nyata) dari koordinat geometri
atau kalkulus berdimensi dua. R+ R+ adalah interior dari kuadran pertama
dari bidang yang bersangkutan. Secara sama, R3 merupakan ruang-3 Euclidean.
Denisi 3.2 Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah sembarang
subhimpunan dari A B: Sembarang subhimpunan dari A A disebut
relasi biner pada A:
Dari Contoh 3.1, beberapa contoh relasi dari A ke B adalah:
R1 = f(a; 1); (b; 3)g; R2 = f(a; 1); (a; 3); (b; 2); (b; 3)g;
R3 = f(b; 2)g; R4 = ?; R5 = A B:
Karena jA Bj = 6; berdasarkan Contoh 1.14, maka banyaknya semua subhimpunan dari A B adalah 26 : Ini berarti banyaknya semua relasi yang
bisa didenisikan dari A ke B adalah 26 : Secara umum, fakta ini dinyatakan
konklusi berikut ini.
63
A x
yg; atau
R = f(0; 0); (0; 1); (0; 2); (0; 3); (0; 4); (1; 1); (1; 2); (1; 3); (1; 4);
(2; 2); (2; 3); (2; 4); (3; 3); (3; 4); (4; 4)g:
z
1g
z
(B \ C) = (A
B) \ (A
C) :
2. A
(B [ C) = (A
B) [ (A
C) :
3. (A \ B)
C = (A
C) \ (B
C) :
4. (A [ B)
C = (A
C) [ (B
C) :
Soal 3.1.1 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g; B = f2; 5g; dan C = f3; 4; 7g; tentukan A B; B A; A (B [ C); (A [ B) C; dan (A C) [ (B C):
3.2 Fungsi
64
Bj :
3.2
Fungsi
Denisi 3.3 Fungsi (pemetaan) f dari himpunan A ke himpunan B; dinotasikan f : A ! B; adalah suatu relasi dari A ke B yang setiap anggota dari
A muncul hanya sekali sebagai komponen pertama dari pasangan terurut
keanggotaan relasi yang bersangkutan.
Dari denisi di atas, jika (a; b) 2 f; maka dapat ditulis b = f (a): Dalam
hal ini b disebut imej dari a dibawa oleh f; sedangkan a disebut preimej dari
b oleh f: Penulisan ringkas dengan menerapkan lambang logika dari denisi
di atas dapat dinyatakan sebagai berikut.
f : A ! B jhj (8a 2 A)(9!b 2 B) b = f (a); atau
f : A ! B jhj (8a 2 A) [b = f (a) ^ c = f (a)] ) b = c
Denisi 3.4 Dalam hal fungsi f : A ! B; A disebut domain dan B disebut
kodomain dari f: Subhimpunan dari B yang anggotanya adalah imej dari
semua anggota A disebut range dari f; dinotasikan dengan f (A):
Contoh 3.4 Misalkan A = f1; 2; 3g dan B = fw; x; y; zg; perhatikan bahwa
f = f(1; w); (2; x); (3; x)g adalah fungsi dari A ke B; sedangkan
g = f(1; w); (2; x)g dan h = f(1; w); (2; w); (2; x); (3; z)g
bukan merupakan fungsi (hanya relasi) dari A ke B:
3.2 Fungsi
65
Contoh 3.5 Beberapa contoh fungsi yang muncul di bidang ilmu komputer:
1. Fungsi oor, adalah fungsi f : R ! Z yang didenisikan sebagai
f (x) = bxc
dimana bxc adalah intejer terbesar yang
(a) b3; 8c = 3; b3c = 3; b 3; 8c =
x: Sebagai ilustrasi:
4; b 3c =
3:
x: Sebagai ilustrasi:
3 = d 3; 8e = d 3; 0001e.
2 = d 2; 74e 6= b 2; 74c =
3:
Berikut ini merupakan sisi kombinatorik yang terkait dengan pendenisian fungsi.
Konklusi 2 Diberikan himpunan berhingga tak-kosong A dan B dengan
jAj = m dan jBj = n:
Jika A dan B dituliskan sebagai
A = fa1 ; a2 ; :::; am g dan B = fb1 ; b2 ; :::; bn g;
Mendenisikan fungsi f : A ! B, berarti mendenisikan himpunan bertipe
f = f(a1 ; x1 ); (a2 ; x2 ); :::; (am ; xm )g:
dimana x1 ; x2 ; :::; xm dipilih dari anggota B dengan pengulangan dibolehkan.
Dengan demikian, ada sebanyak nm cara mendenisikan fungsi dari A ke B:
3.2 Fungsi
66
=
=
=
=
=
=
=
=
3.2 Fungsi
67
3!
1!
A; didenisikan
3.2 Fungsi
68
A; maka
f (A1 ) \ f (A2 )
f (A1 ) \ f (A2 ):
z
3.2 Fungsi
69
3.2 Fungsi
70
1 untuk semua a 2 R r Z:
Soal 3.2.5
1. Tentukan semua bilangan nyata yang memenuhi d3xe = 3dxe:
2. Misalkan n 2 N+ dimana n > 1; tentukan semua x 2 R yang memenuhi
dnxe = ndxe:
Soal 3.2.6 Misalkan a1 ; a2 ; a3 ; ::: adalah barisan intejer yang didenisikan
secara rekursif dengan
a) a1 = 1; dan
71
3.3
72
1
3
y 1
= 3((
)+1
3
= y:
Kesimpulannya, g adalah surjektif.
73
p
Ambil sembarang y 2 R; maka y = x3 , x = 3 y dan jelas bahwa x 2 R:
p
Dengan demikian, (8y 2 R)(9x = 3 y 2 R) sehingga berlaku
p
h(x) = h( 3 y)
p
= ( 3 y)3
= y:
Kesimpulannya, h adalah surjektif.
z
Dari denisi di atas jelas bahwa untuk A dan B himpunan berhingga, jika
f : A ! B adalah surjektif, maka jAj
jBj : Dua contoh berikut ini akan
mengarah ke konklusi tentang banyaknya cara pendenisian fungsi surjektif.
Contoh 3.15 Jika A = fx; y; zg dan B = f1; 2g; jelaskan bahwa semua
fungsi f : A ! B adalah surjektif kecuali f merupakan fungsi konstan.
Selanjutnya, simpulkan bahwa ada 6 cara mendenisikan fungsi surjektif dari
A ke B: Kemudian, nyatakan secara umum untuk A sembarang himpunan
dengan jAj = m 2; sedangkan ditetapkan B = f1; 2g; maka ada
2m
3 m
3 m
2 +
1
2
1
74
3 4
1
1
3 4
2
2
3 4
1 =
1
3 4
3
3
3 4
3 4
2 +
1 = 36
2
1
z
Dua contoh terakhir di atas mengarah ke suatu pola (generalisasi) yang
di berikan berikut ini, tanpa pembuktian.
Konklusi 4 Untuk sembarang himpunan berhingga tak-kosong A dan B dengan jAj = m dan jBj = n; maka ada sebanyak
n m
n
n
+( 1)n
=
n 1
X
n
2
( 1)k
k=0
n
X
k=0
( 1)k
(n
1)m +
n 1
n m
2 + ( 1)n
2
n
n
k
n
(n
k)m
(n
k)m
n
n
n m
1
1
(n
2)m
:::
75
( 1)k
4
4
(4
k)7 =
4 7
4
4
4 7
4 7
3 +
2
3
2
4 7
1
1
= 8400:
z
76
( 1)k
4
4
(4
z
Contoh berikut ini akan mengarah generalisasi bilangan Stirling jenis kedua.
Contoh 3.21 Jika A = fa; b; c; dg dan B = f1; 2; 3g; maka ada 36 fungsi
surjektif dari A ke B: Bentuk verbal dari pernyataan ini adalah ada 36
cara mendistribusikan 4 obyek yang berbeda ke dalam 3 wadah yang dapat dibedakan (urutan wadah diperhatikan), dengan syarat tidak ada wadah
yang kosong. Dari 36 cara tersebut, perhatikan 6 contoh berikut ini:
1) fa; bg1 fcg2 fdg3
3) fcg1 fa; bg2 fdg3
5) fdg1 fa; bg2 fcg3
dimana, misalnya, notasi fcg2 diartikan sebagai c ada di dalam wadah kedua.
Sekarang, jika wadah tidak lagi dapat dibedakan(urutan wadah tidak diperhatikan), maka keenam (3!) contoh tersebut dianggap identik (tidak dibedakan).
77
k)m :
Bilangan ini dinotasikan dengan S(m; n); dan disebut bilangan Stirling
jenis kedua. Perhatikan bahwa jika jAj = m n = jBj ; maka banyaknya
fungsi surjektif dari A ke B adalah n!:S(m; n):
Teorema 3.3 Bilangan Stirling jenis kedua S(m; n) dapat dirumuskan secara rekursif dengan
S(m; 1) = 1; S(m; m) = 1;
S(m; n) = S(m 1; n 1) + n:S(m
1; n);
untuk 2
1:
Bukti. Dari Konklusi 5, jelas bahwa S(m; 1) = 1 dan S(m; m) = 1: Misalkan A = fa1 ; a2 ; ::; am g; banyaknya cara mendistribusikan anggota-anggota
A ke dalam n wadah yang identik adalah S(m; n): Dari S(m; n) cara pendistribusian ini hanya ada dua kemungkinan, yaitu:
1. am berada di dalam suatu wadah sedirian, atau
2. am berada di dalam suatu wadah tidak sedirian.
Pencacahan kasus yang pertama. Tempatkan am pada salah satu wadah,
kemudian anggota A yang tersisa didistribusikan ke dalam wadah yang tersisa, dengan tidak ada wadah yang kosong, sehingga ada S(m 1; n 1) cara
pendistribusian.
Pencacahan kasus yang kedua. Distribusikan anggota A yang tersisa
(tanpa am ) ke dalam ke dalam n wadah tanpa ada yang kosong, sehingga ada
S(m 1; n) cara pendistribusian. Pada setiap cara ini, kemudian diikuti penempatan am pada n wadah, sehingga ada n cara penempatan. Bedasarkan
Aturan Kali, secara keseluruhan n:S(m 1; n) cara pendistribusian.
Akhirnya, berdasarkan Aturan Jumlah,
S(m; n) = S(m
1; n
1) + n:S(m
1; n):
78
z
Dari teorema di atas, sebagaimana bilangan binomial, kalkulasi bilangan
Stirling dapat disusun berdasarkan segitiga Pascal.
m
1
1
2
1
1
3
1
3
1
1
7
6
1
4
5
1
15
25
10
1
1
31
90
65
15
1
6
7 1
63
301
350
140
21
1
Dari tabel di atas, perhatikan perhitungan berikut.
S(5; 3) = S(4; 2) + 3:S(4; 3) = 7 + 3:6 = 25:
S(7; 5) = S(6; 4) + 5:S(6; 5) = 65 + 5:15 = 140:
S(8; 4) = S(7; 3) + 4:S(7; 4) = 101 + 4:350 = 1501:
Contoh 3.22 Untuk m
n;
n
P
i=1
untuk mendistribusikan m obyek yang berbeda ke dalam n wadah yang identik dengan ada wadah yang kosong diperbolehkan. Perhatikan dari baris ke-4
dalam tabel bilangan Stirling di atas, bahwa ada 1 + 6 + 7 = 14 cara mendistribusikan 4 obyek yang berbeda ke dalam 3 wadah yang identik, dengan ada
wadah yang kosong diperbolehkan.
Soal 3.3.1 Berikan suatu contoh himpunan berhingga A dan B dengan jAj ;
jBj 4 dan fungsi f : A ! B sedemikian sehingga
1. f bukan fungsi injektif maupun surjektif.
2. f fungsi injektif tetapi tidak surjektif.
3. f surjektif tetapi tidak injektif.
4. f surjektif maupun injektif.
Soal 3.3.2 Untuk setiap fungsi f : Z ! Z berikut ini, tentukan apakah f
merupakan fungsi injektif dan apakah surjektif. Jika f bukan fungsi surjektif,
tentukan imejnya.
a) f (x) = x + 7
d) f (x) = x2
b) f (x) = 2x 3
e) f (x) = x2 + x
c) f (x) = x + 5
f ) f (x) = x3
79
( 1)k
k=0
n
n
(n
k)m = 0
untuk n = 5 dan m = 2; 3; 4:
2. Periksalah bahwa 57 =
5
P
i=1
m
i
(i!)S(7; i):
8m; n 2 Z+ :
Soal 3.3.5
1. Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5; 6g dan B = fv; w; x; y; zg: Tentukan banyaknya
fungsi f : A ! B dimana
(a) f (A) = fv; xg;
(b) jf (A)j = 2;
(d) jf (A)j = 3;
80
81
1)!
2; buktikan bahwa
m
X1
i=1
3.4
1
:
i
Denisi 3.10 Suatu fungsi f : A ! B disebut bijektif (korespondensi satusatu), jika f injektif dan sekaligus bijektif.
Contoh 3.23 Jika A = f1; 2; 3; 4g dan B = fw; x; y; zg; perhatikan bahwa
f = f(1; z); (2; y); (3; w); (4; x)g
adalah dua fungsi bijektif dari A ke B; sedangkan
g = f(w; 3); (x; 4); (y; 2); (z; 1)g
adalah dua fungsi bijektif dari B ke A:
Dari denisi di atas jelas bahwa jika f : A ! B adalah bijektif, maka
jAj = jBj: Terkait dengan konsep pencacahan, sisi kombinatorik dari denisi
fungsi bijektif diberikan dalam konklusi berikut.
Konklusi 6 Untuk sembarang himpunan berhingga tak-kosong A dan B dengan jAj = n dan jBj = n; maka ada sebanyak
n! = n(n
1)(n
2):::1
p(2) = 5;
p(3) = 4;
p(4) = 2;
p(5) = 1:
Permutasi dapat dinyatakan dalam berbagai macam cara. Salah satu cara
penulisan yang cukup sering dipakai adalah sebagai berikut:
p=
1 2 3 4 5
3 5 4 2 1
dimana baris yang atas adalah larik (array) sebagai domain dari p; sedangkan
baris yang bawah adalah larik sebagai imej dari p:
82
f (x) =
Jadi
g f = f(1; x); (2; x); (3; y); (4; z)g:
Dengan mudah dapat dilihat bahwa secara umum fungsi komposit tidak
komutatif. Dalam hal ini, ada pasangan fungsi f dan g sehingga g f 6= f g:
Teorema 3.4 Jika fungsi f : A ! B dan g : B ! C keduanya bijektif,
maka g f juga bijektif.
83
84
f c = 1B :
g = 1B :
5);
maka
1
(g f )(x) = g(f (x)) = g(2x + 5) = ((2x + 5) 5) = x = 1R (x)
2
1
1
(f g)(x) = f (g(x)) = f ( (x 5)) = 2( (x 5)) + 5 = x = 1R (x):
2
2
Kesimpulannya, f dan g adalah dua fungsi yang saling invertibel.
Teorema 3.6 Jika f : A ! B adalah invertibel dan g : B ! A memenuhi
g f = 1A dan f
g = 1B ;
maka g adalah tunggal (unik). Dalam hal ini g disebut invers dari f; dinotasikan g = f 1 ; selanjutnya
f
= f c dan (f
= f:
h = 1B ;
maka
h = h 1B = h (f
g) = (h f ) g = 1A g = g
z
85
f = 1A dan f
sehingga
= 1B :
f (x) = f (y) ) f
(f (x)) = f
(y) = 1B (y) = y:
g) (y) = y , 1B (y) = y
sehingga f invertibel.
=f
g 1:
f
g
1
1
f = 1A dan f f
g = 1B dan g g
1
1
= 1B :
= 1C
: B ! A dan
86
dan
(g f ) = 1A
Di lain pihak,
1
(f
g 1 ) (g f ) = f
= f
1
Jadi, (g f )
=f
1
1
g 1 g
f = 1A
f= f
1B
f
z
g 1:
Contoh 3.31 Untuk m; b 2 R; m 6= 0; fungsi f : R ! R didenisikan dengan f = f(x; y) y = mx + bg merupakan fungsi invertibel, karena jelas f
bijektif. Untuk mendapatkan f 1 ; perhatikan bahwa
f
Jadi, f
: R ! R didenisikan dengan f
(x) =
1
(x
m
bg:
B; maka
(B1 ) = fx 2 A f (x) 2 B1 g
87
B; maka
1. f
(B1 \ B2 ) = f
(B1 ) \ f
(B2 ) ;
2. f
(B1 [ B2 ) = f
(B1 ) [ f
(B2 ) ; dan
3. f
B1 = f
(B1 ):
f (x) = 2x
4 dan
g (x) =
2x2 8
:
x+2
Periksalah bahwa f = g:
2. Dari Pertanyaan 1 apakah masih tetap f = g apabila g; f : A ! B
dimana B = f 7; 2g:
88
1;
Tentukan:
1. f
g; g f; g h; h g; f
(g h) ; dan (f
g) h:
2. f 2 ; f 3 ; g 2 ; g 3 ; h2 ; h3 ; dan h500 :
Soal 3.4.4 Misalkan f : A ! B dan g : B ! C. Buktikan bahwa:
1. Jika g f surjektif, maka g surjektif.
2. Jika g f injektif, maka f injektif.
Soal 3.4.5 Pada masing-masing fungsi f : R ! R yang didenisikan berikut
ini, tentukan apakah f invertibel, jika ya, tentukan f 1 :
1. f = f(x; y) 2x + 3y = 7g:
2. f = f(x; y) ax + by = c; b 6= 0g:
3. f = f(x; y) y = x3 g:
4. f = f(x; y) y = x4 + xg:
Soal 3.4.6 Jika A; B Z+ dengan A = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7g, B = f2; 4; 6; 8; 10; 12g;
dan f : A ! B dimana
f = f(1; 2) ; (2; 6) ; (3; 6) ; (4; 8) ; (5; 6) ; (6; 8) ; (7; 12)g;
tentukan preimej B1 oleh f yang diketahui berikut ini.
a) B1 = f2g
b) B1 = f6g
c) B1 = f6; 8g
d) B1 = f6; 8; 10g e) B1 = f6; 8; 10; 12g f ) B1 = f10; 12g
Soal 3.4.7 Misalkan f : R ! R didenisikan dengan
8
x 0
< x + 7;
2x + 5; 0 < x 3 :
f (x) =
:
x 1;
3 x
Tentukan:
1. f
( 10); f
89
(0); f
(4); f
(6); f
(7); dan f
(8):
3.5
Relasi Ekuivalensi
A x
yg
adalah reeksif.
Jawab. Perhatikan bahwa, karena (3; 3) 2
= R1 sedangkan 3 2 A; maka R1
tidak reeksif. Karena untuk setiap x 2 A berlaku x x; maka (x; x) 2 R2
untuk setiap x 2 A; akibatnya setiap x 2 A reeksif.
z
90
ai 6= aj g;
n2 +n
)
2
n2 n
)
2
91
i ng dan
i; j n; i 6= jg:
Aj
jA1 j = n2
n2 n
2
=2
n2 +n
2
n2 n
2
=2
n2 n
2
:
z
92
Denisi 3.22 Suatu relasi R pada himpunan A disebut antisimetrik apabila berlaku
(x; y) dan (y; x) 2 R ) x = y; 8x; y 2 A:
Contoh 3.36 Diberikan himpunan semesta U; dan misalkan P(U ) adalah
himpunan kuasa dari U: Suatu R pada P(U ) yang didenisikan dengan (A; B) 2
R , A B merupakan relasi antisimetrik. Selain itu, perhatikan bahwa R
juga merupakan relasi reeksif dan transitif. Tetapi, R tidak simetrik karena
A B tidak selalu berakibat B A (ambil kasus A B; maka B * A).
Contoh 3.37 Misalkan A = f1; 2; 3g: Jika relasi R pada A didenisikan
dengan R = f(1; 2); (2; 1); (2; 3)g; maka R tidak simetrik karena (3; 2) 2
=
R; dan R juga bukan antisimetrik karena 1 6= 2: Jika didenisikan relasi
R1 = f(1; 1); (2; 2)g; maka R1 adalah simetrik dan juga antisimetrik. Jika
didenisikan relasi R2 = f(1; 1); (2; 2); (1; 2)g; maka R2 adalah antisimetrik,
tetapi tidak simetrik.
Sebagai latihan, buktikan konklusi berikut ini.
Konklusi 9 Jika jAj = n > 0; maka ada sebanyak
(2n )(3
n2 n
2
1.
k
S
93
Xi = X; dan
i=1
2. untuk setiap i 6= j; Xi \ Xj = ?:
Masing-masing subhimpunan Xi disebut part dari partisi P: Berdasarkan
denisi tersebut, untuk sembarang x 2 X; maka ada tepat satu part dari P
(dengan kata lain ada tepat satu s 2 I) sehingga x 2 Xs :
Contoh 3.39 Misalkan X = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 14; 15; 16g:
Keluarga subhimpunan fX1 ; X2 ; X3 ; X4 ; X5 g dengan
X1 = f1; 5; 9g; X2 = f2; 3; 4; 6; 7g; X3 = f8g;
X4 = f10; 11; 13; 14g; X5 = f12; 15; 16g
merupakan suatu partisi pada X:
Teorema 3.11 Misalkan S(n; k) menotasikan banyaknya partisi dari himpunan X berangota n obyek ke dalam k part merupakan bilangan stirling
jenis kedua, yaitu
S(n; k); untuk 1 k n:
Teorema 3.12 Setiap relasi ekuivalensi R pada X menentukan suatu partisi pada X: Dalam hal demikian, untuk sembarang x 2 X; suatu part yang
memuat x; yaitu
Cx = fy 2 X yRxg
disebut kelas ekuivalensi dari x:
Konvers dari teorema di atas juga benar, yaitu: setiap partisi dari X akan
menentukan suatu relasi ekuivalensi R pada X: Dalam hal ini, xRy jika dan
hanya jika x dan y berada di dalam suatu part yang sama.
Contoh 3.40 Misalkan X = f1; 2; 5; 6; 7; 9; 11g: Relasi R pada X didenisikan: xRy jika dan hanya jika (x y) habis dibagi 5: Dengan mudah dapat
diperiksa bahwa R adalah relasi ekuivalensi. Selanjutnya, partisi P pada X
yang ditentukan oleh R adalah
P = ff1; 6; 11g; f2; 7g; f5g; f9gg:
Chapter 4
Tiga Topik Pilihan
Pada bab ini dibahas tiga yang terkait dengan masalah komputasi:
Kompleksitas Komputasi.
Bahasa: Mesin Status Berhingga.
Relasi Rekurensi.
4.1
Kompleksitas Komputasi
Apabila syarat-syarat kebenaran suatu algoritme telah dipenuhi, maka pertanyaan yang muncul adalah berapa lama algoritme tersebut mampu menyelesaikan suatu problem. Kemudian, apabila satu problem dapat diselesaikan
oleh lebih dari satu algoritme, maka algoritma mana yang terbaik. Untuk menjawab bertanyaan-pertanyaan ini diperlukan suatu parameter untuk
mengukur baik tidaknya suatu algoritma.
Faktanya, banyak hal yang mempengaruhi lama tidaknya suatu algoritma
menyelesaikan suatu problem, diantaranya: compiler, kecepatan eksekusi,
atau karakteristik komputer yang digunakan. Terlepas dari ukuran-ukuran
sik ini, ada suatu ukuran matematis yang akan kita kedepankan dalam bahasan ini, yaitu fungsi kompleksitas waktu (time-complexity function).
Fungsi kompleksitas waktu f (n) adalah yang mengambil nilai input intejer
positif n dan mepunyai sifat f (n) akan membesar jika n membesar. Sifat
inilah yang akan membawa kita pada masalah analisis algoritme yang terkait
dengan masalah nilai n besar. Untuk mempelajari fungsi kompleksitas waktu
diperlukan suatu pengertian atau konsep yang disebut dominasi fungsi.
94
4.1.1
95
Dominasi Fungsi
m jg (n)j ;
k; 8n 2 Z+ :
dimana n
Dari denisi di atas terlihat bahwa pembatasan nilai fungsi f oleh kelipatan m nilai fungsi g berlaku untuk nilai n
k; sedangkan untuk k < n
tidak menjadi perhatian. Ini menunjukkan bahwa dominansi fungsi hanya
berkaitan dengan batasan-batasan fungsi untuk nilai n besar.
Apabila f didominasi oleh g; maka f dikatakan berorder (paling banyak)
g dan ditulis dengan f 2 O (g) ; dimana O (g) dibaca dengan order gatau
Oh-besar dari g. O (g) merepresentasikan himpunan semua fungsi dengan
domain Z+ dan kodomain R+ yang didominansi oleh g:
Contoh 4.1 Misalkan f; g : Z+ ! R+ dengan f (n) = 5n dan g (n) = n2 :
Dengan mudah dapat diperiksa bahwa f (n) > g (n) untuk 1 n 4: Akan
tetapi, jika 5 n; maka 5n n2 ; sehingga
jf (n)j = 5n
n2 = jg (n)j ;
untuk n
5:
jg (n)j = n2 = n2
untuk semua n
1: Kesimpulannya, g 2 O (f ) : Jadi
O (f ) = O (g) = O(n2 ):
96
Dari contoh di atas ini, secara umum bisa dibuktikan bahwa fungsi kuadrat
saling mendominasi satu sama lain. Jadi, untuk sembarang fungsi kuadrat
adalah anggota dari O (n2 ) :
Contoh 4.3 Misalkan f; g : Z+ ! R+ dengan f (n) = 3n3 + 7n2
dan g (n) = n3 : Maka
4n + 2
3n3 + (7n
4) n + 2 = 3n3 + (7n
4) n + 2 = jf (n)j
n (n + 1) (2n + 1)
n (n + 1)
; dan g (n) =
:
2
6
97
5n2 + 25n
2. f (n) = 3 + sin
1
n
165: Buktikan!
: Buktikan!
1) : Buktikan!
1)4 : Buktikan!
98
1) : Buktikan!
2) : Buktikan!
9. f (n) = 7n + 5n log2 n
10. f (n) = 3n + (n
20:
2)! + 7n
12:
10:
n2 log2 n + 3n:
13. f (n) = n3
n2 log2 n + 4n2 + 1:
14. f (n) = n!
4.1.2
Analisis Algoritme
Tibalah saatnya sekarang kita akan menerapkan konsep dominansi fungsi untuk mengukur berapa lama algoritme mampu menyelesaikan suatu problem,
dan pada gilirannya dapat juga digunakan untuk memilih algoritme mana
yang terbaik apabila ada lebih dari satu algoritme yang digunakan untuk
menyelesaikan satu problem.
Dalam hal ini kita denisikan fungsi komplesitas waktu f (n) sebagai
fungsi yang mengukur banyaknya operasi dalam suatu algoritme yang mempunyai variabel input n: Yang dimaksud dengan banyaknya operasi adalah
banyaknya operasi dasar (jumlah, kurang, kali, dan bagi), ditambahkan dengan assignment, dan perbandingan (ekspresi logika). Setelah kita mendenisikan f (n) untuk suatu algoritme, kemudian dengan Tabel O-Besar kita
tentukan order dari f atau bentuk Oh-besar dari f sebagai ukuran esiensi
algoritme yang bersangkutan.
Contoh 4.6 Misalkan diketahui Prosedur 8. Denisikan fungsi f (n) yang
menyatakan banyaknya operasinya. Kemudian tentukan oder dari f:
Jawab. Berikut ini rincian untuk menghitung jumlah operasi dalam
prosedur 8:
1. Ada 4 operasi assignment sebagai statemen nilai awal untuk variabelvariabel: sld, s, b, dan i.
2. Dalam blok statemen while yang diulang sebanyak n kali terdapat 6
operasi, yaitu: 2 assignmen, 3 jumlah, dan 1 kali.
99
untuk n
1 dan n 2 Z+ :
100
Nilai ini berasal dari: 1 assignment untuk nilai awal variabel y; n assignment
untuk variabel i; dan 2 operasi pada blok statemen for yang diulang sebanyak
n kali. Sedangkan denisi f (n) untuk Prosedur 10 adalah
f (n) = 5n + 3:
Nilai ini berasal dari: 2 assignment untuk nilai awal variabel y dan i; 4 operasi
pada blok statemen while yang diulang sebanyak n kali, dan ada (n + 1)
perbandingan pada statemen while. Jadi, Prosedur 9 dan Prosedur 10
sama-sama mempunyai ukuran waktu eksekusi yang linear:
z
PROSEDUR 10
procedure Sum(n 2 Z+ )
PROSEDUR 9
begin
procedure Sum(n 2 Z+ )
y := 0
begin
i := 1
y := 0
while (i < n) _ (i = n) do
for i := 1 to n do
begin
y := y + i
y := y + i
return(y)
i := i + 1
end
end
return(y)
end
Dapat kita simpulkan bahwa penggunaan statemen berulang untuk for
dan while adalah sama jika ditinjau pada ukuran waktu eksekusimya untuk
suatu problem yang sama. Sekarang kita perhatikan bahwa jumlah n intejer
positif pertama mepunyai rumus
n
X
i=1
i=
n (n + 1)
2
101
dalam Prosedur 11 jauh lebih baik dari pada Prosedur 9 atau Prosedur
10.
Contoh 4.8 Misalkan diketahui Prosedur 12 untuk menghitung an . Denisikan fungsi f (n) yang menyatakan jumlah operasinya, kemudian tentukan
order dari f (n):
PROSEDUR 12
procedure Power(a : real; n : intejer positif)
begin
y := 1:0
for i := 1 to n do
y := y a
return(y)
end
Jawab. Dengan rincian perhitungan yang sama dengan jawaban pada
contoh-contoh sebelumnya diperoleh bahwa
f (n) = 3n + 1:
Nilai ini berasal dari: 1 assignment untuk nilai awal variabel y; n assignment
untuk variabel i; dan 2 operasi pada blok statemen for yang diulang sebanyak
n kali. Jadi, f 2 O (n) ; sehingga lamanya waktu Prosedur 12 menghitung
an adalah linear.
z
Pertanyaan yang timbul menyusul jawaban Contoh 1.17 adalah adakah
algoritme yang lain untuk menghitung an yang mempunyai fungsi kompleksitas waktu lebih baik. Untuk itu perhatikan analisis perhitungan berikut.
Berdasarkan denisi
an := aa:::a
| {z }
n kali
dan dengan sifat asosiatif perkalian diperoleh bahwa, untuk n genap:
an
:=
:=
(aa)(aa)::: (aa) =
|
{z
}
n
kali
2
(aa)(aa)::: (aa) a
|
{z
}
n
b 2 c kali
(a2 ) 2
bn
c
2
(a2 )
102
PROSEDUR 13
procedure Power(a : real, n : intejer positif)
begin
y := 1:0
i := n
while i > 0 do
begin
if i 6= 2 b 2i c then
y := y a
i := b 2i c
if i > 0 then
a := a a
end
return(y)
end
Contoh 4.9 Berdasarkan Prosedur 13, apabila diketahui sembarang bilangan a : real; tentukan langkah-langkah untuk menghitung:
(a) a7 dan
(b) a8 :
Jawab.
1. Nilai awal: y := 1:0; i := n = 7: Karena i = 7 > 0; maka dilakukan
langkah-langkah pengulangan:
(a) i = 7; berarti ganjil, maka:
y := y a = 1:0 a = a
i := b 72 c = 3: Karena i = 3 > 0; maka
a := a a = a2 dan pengulangan berlanjut.
(b) i = 3; berarti i ganjil, maka:
y := y a = a a2 = a3
i := b 23 c = 1: Karena i = 1 > 0; maka
a := a2 a2 = a4 dan pengulangan berlanjut.
(c) i = 1; berarti i ganjil, maka:
y := y a = a3 a4 = a7
i := b 21 c = 0: Karena i = 0; maka proses BERHENTI.
Outputnya adalah y = a7 :
103
n
9
15
16
17 31
32
33 63
..
.
2i
(2i + 1) (2i+1
..
.
104
4.1.3
Sebelum kita akhiri subbab ini, berikut ini diberikan algoritme untuk problem yang disebut pelacakan linear (linear search).
Misalkan diberikan barisan n bilangan: a1 ; a2 ; :::; an dan suatu bilangan
k yang disebut kunci. Problemnya adalah mencari k dalam barisan yang
bersangkutan. Artinya, apabila k sama dengan salah satu bilangan dalam
barisan, sebut saja k = ai ; maka output yang diberikan adalah nilai indeks
dari ai ; yaitu i. Apabila tidak ada satupun bilangan dalam barisan yang sama
dengan k; maka output yang diberikan adalah 0: Algoritme untuk problem
ini diberikan dalam prosedur berikut.
PROSEDUR 14
procedure LinearSearch(k : real, a1 ; a2 ; :::; an : real)
begin
i := 1
while ((i < n _ i = n) ^ k 6= ai ) do
i := i + 1
if (i < n _ i = n) then
lokasi := i
else
lokasi := 0
return(lokasi)
end
Untuk menentukan kompleksitan komputasi Prosedur 14, perhatikan
statemen pengulangan while. Kita amati bahwa selesainya proses pengu-
105
langan bisa sangat cepat, rata-rata, atau bisa jadi lebih lama. Apabila k = a1
atau k = ai untuk suatu nilai konstan i yang kecil, maka proses cepat selesai.
Inilah yang disebut dengan kasus terbaik (best case). Dalam problem ini
komplesitas komputasi untuk kasus terbaiknya berorder konstan O (1) : Apabila k = an atau k = ai untuk suatu nilai i yang cukup besar atau bahkan
k 6= ai untuk setiap nilai i, maka proses pengulangan berlangsung lama. Inilah yang disebut dengan kasus terburuk (worst case). Dalam problem ini
komplesitas komputasi untuk kasus terburuknya berorder linear O (n) : Disamping kasus terbaik dan terburuk adalah kasus rata-rata (average case).
Penentuan ordernya diperlukan pengertian teori peluang yang pembahasannya diluar jangkauan diktat ini.
Sebagai rangkuman subbab ini, sekali lagi kita tekankan bahwa apa yang
kita pelajari dalam kompleksitas komputasi adalah berkenaan dengan nilai
n yang besar. Sedangkan untuk nilai n yang kecil, bisa diselesaikan dalam
kasus per kasus (case by case). Ini dapat kita perhatikan dalam ilustrasi
berikut.
Misalkan ada dua algoritme, yaitu A dan B; untuk menyelesaikan suatu
problem yang sama. Misalkan pula f adalah fungsi kompleksitas komputasi
untuk A dengan f (n) = 1000n, dan g adalah fungsi kompleksitas komputasi
untuk B dengan g (n) = n2 : Jelas bahwa karena f linear dan g kuadratik,
berdasarkan urutan pada Tabel O-Besar, algoritme A lebih baik dari B: Jelas pernyataan ini mengacu untuk nilai n yang besar. Namun yang menjadi
pernyataan berikutnya adalah sejauh mana n dianggap besardan n dianggap kecil. Untuk itu diperlukan informasi tambahan yang intinya adalah
menentukan nilai k sehingga
jf (n)j
m:jg (n) j;
untuk setiap n
k:
n2 = jg (n) j;
untuk setiap n
1000:
Problem
Berukuran n
2
16
64
log2 n
1
4
6
n n log2 n
2
2
16
64
64
384
106
Order
n2
2n
4
4
256
6; 5 104
4096 1; 84 1019
n!
2
2; 1 1013
> 1089
107
begin
sum := 0
for i := 1 to n do
(c)
for j := i to n do
sum := sum + 1
end
begin
sum := 0
i := n
while i > 0 do
begin
(d)
sum := sum + 1
i := b 2i c
end
end
4.2
Dengan menggunakan konsep himpunan dan fungsi, pada bab ini akan dibahas suatu model abstrak yang disebut dengan mesin status berhingga (nite state machine) atau disebut juga sirkuit sekuensial (sequential circuit).
Sirkuit yang dimaksud adalah satu dari dua tipe dasar kontrol sirkuit yang
terdapat di dalam komputer dijitel. Sesuai dengan namanya, mesin status berhingga mempunyai sejumlah berhingga status internal dimana mesin
mampu mengingat informasi tertentu ketika berada di dalam status khusus.
4.2.1
Barisan simbol, atau karakter, merupakan peranan kunci di dalam pemrosesan informasi oleh komputer. Sebagai gambaran, program komputer dapat
direpresentasikan sebagai barisan karakter yang berhingga. Suatu cara aljabar diperlukan untuk menangani barisan berhingga tersebut atau menangani string.
Pada bagian ini kita gunakan untuk menotasikan himpunan berhingga
tak-kosong dari simbol-simbol, himpunan ini disebut alfabet. Sebagai misal,
= f0; 1g atau = fa; b; c; dg: Agar tidak rancu dengan pengertian string
nantinya, perlu disepakati bahwa keanggotaan
tidak dibolehkan jajaran
lebih dari satu simbol. Misalnya, pendenisian
= f0; 1; 2; 11; 13g atau
= fa; b; c; ab; bbcg tidak diperkenankan.
108
2.
n+1
; dan
= fxy=x 2
3
4
Misalkan
;y 2
= faa; ab; ac; ba; bb; bc; ca; cb; ccg; dan
= faaa; aab; ::; acc; baa; bab; ::; bcc; caa; cab; ::; cccg:
Suatu anggota dari n disebut string n-simbol atau string dengan panjang n: Secara umum, jika j j = m; maka j n j = mn :
Denisi 4.3 Untuk alfabet ; didenisikan 0 = f g; dimana
menotasikan string kosong, yaitu string yang tidak memuat simbol apapun yang
diambil dari :
Dari denisi di atas perlu dicatat bahwa:
1.
2
=
2. Karena
2
=
; maka f g
1
S
n=1
n2Z+
; dan
2.
1
S
109
n=0
1=3(:
untuk m; n 2 Z+ ;
m:
110
dengan
untuk m; n 2 Z+ ; dan
adalah
x = x1 x2 :::xm = x1 x2 :::xm = x:
Rangkaian dari
dan
adalah
= :
111
; rangkaian dari A
AB = fab=a 2 A; b 2 Bg:
Teorema 4.1 Untuk alfabet
dan bahasa A; B; C
; maka:
1. Af g = f gA = A
2. (AB)C = A(BC)
3. A(B [ C) = AB [ AC
4. (B [ C)A = BA [ CA
5. A(B \ C)
AB \ AC
6. (B \ C)A
BA \ CA
n2Z+
4.2.2
112
t1
t2
t3
t4
Status (1) s0
(4) s1 (5c/) (7) s2 (10c/) (10) s3 (20c/) (10) s0
Input
(2) 5c/
(5) 5c/
(8) 10c/
(11) W
Output (3) K(Kosong) (6) K
(9) K
(12) F
Jika seseorang ingin membeli Cola dengan menggunakan 1 Kuarter, cara
kerja mesin tersebut digambarkan dalam tabel berikut ini.
t0
t1
t2
Status (1) s0
(4) s1 (20c/) (7) s0
Input
(2) 25c/
(5) B
Output (3) 5c/ (kembalian) (6) C
Ilustrasi pada vending machine di atas merupakan gambaran yang umumnya terjadi pada cara kerja komputer dijitel atau sistem komunikasi telefon.
Hal ini dapat diabstraksikan sebagai berikut:
1. Pada setiap waktu, mesin berada dalam keadaan salah satu dari sejumlah berhingga status. Status-status ini disebut dengan status internal,
dinyatakan: s0; s1; s2; ...,sk :
2. Mesin siap menerima input sejumlah berhingga simbol. Himpunan
simbol-simbol input yang mungkin disebut alfabet input, dinotasikan
I: Dalam ilustrasi di atas,
I = f5c/; 10c/; 25c/; W; Bg:
3. Output dan status berikutnya ditentukan oleh kombinasi input dan status internal. Himpunan semua simbol output yang mungkin disebut
alfabet output, dinotasikan O:
O = f5c/; 10c/; 15c/; 20c/; F; C; K (kosong)g:
113
4.3
Relasi Rekurensi
4.3.1
114
dimana pembagian setiap suku (kecuali suku pertama) dengan tepat satu
suku sebelumnya adalah konstan, disebut rasio bersama. Pada contoh kita
rasio bersamanya adalah 3; karena 3 = 15
= 45
= 135
= :::: Jika a0 ; a1 ; a2 ;
5
15
45
=r
... adalah progresi geometrik dengan rasio bersama adalah r; maka an+1
an
untuk n = 0; 1; 2; 3; :::Jika r = 3; kita dapatkan an+1 = 3an ; dengan n 0:
Relasi rekurensi an+1 = 3an ; n 0 tidak mendenisikan progresi geometrik
yang tunggal, karena barisan 3; 9; 27; 81, ... juga memenuhi relasi yang
bersangkutan. Jadi untuk mendenisikan suatu progresi geometrik dari suatu relasi rekurensi diperlukan nilai satu suku dari relasi itu.
Hubungan suku an+1 dengan suku sebelumnya dalam relasi rekurensi
menentukan jenis relasi rekurensi yang bersangkutan. Jika nilai an+1 hanya
bergantung pada nilai an (tepat satu suku sebelumnya), maka relasi yang
demikian dikatakan mempunyai order pertama. Selanjutnya, jika tipe hubungannya juga linear dengan koesien konstan, maka disebut relasi rekurensi
homogen linear order pertama dengan koesien kontan.
Nilai a0 atau a1 yang diketahui pada suatu relasi rekurensi disebut nilai
syarat batas. Ekspresi a0 = A, dimana A konstan, juga disebut sebagai syarat
awal. Syarat batas menentukan ketunggalan solusi.
an+1 = 3an ;
0;
(4.1)
a0 = 5:
=
=
=
=
=
5;
3a0
3a1
3a2
3a3
= 3 (5) ;
= 3 (3 (5)) = 32 (5) ;
= 3 32 (5) = 33 (5) ;
= 3 33 (5) = 34 (5) :
0;
d konstan, dan
0:
a0 = A
0; an = 5(3n )
115
116
+ (n
1);
2;
a1 = 0:
Relasi ini adalah linear order pertama dan tak-homogen. Karena tidak ada
teknik umum untuk menyelesaikannya, kita harus mencari polanya:
a1
a2
a3
a4
a5
=
=
=
=
=
0
a1 + (2
a2 + (3
a3 + (4
a4 + (5
1) = 1
1) = 1 + 2
1) = 1 + 2 + 3
1) = 1 + 2 + 3 + 4:
1) =
n2
n
2
4.3.2
+ ::: + Cn k an
= f (n) ;
k;
117
Pada bagian ini kita akan membahas relasi homogen berorder dua:
Cn an + Cn 1 an
+ Cn 2 an
= 0;
2:
(4.2)
Pada dasarnya kita akan mencari solusi dalam bentuk an = crn ; dimana
c 6= 0 dan r 6= 0:
Substitusikan an = crn ke Persamaan (4.2), kita dapatkan
Cn crn + Cn 1 crn
+ Cn 2 crn
(4.3)
= 0:
=0
merupakan persamaan kuadrat yang disebut persamaan karakteristik. Misalkan r1 dan r2 adalah akar dari persamaan itu, maka ada tiga kemungkinan:
A. r1 dan r2 adalah dua real berbeda.
B. r1 dan r2 adalah dua kompleks saling konjugate.
C. r1 dan r2 adalah dua real yang sama.
KASUS-A (Dua Akar Real Berbeda)
Contoh 4.16 Selesaikan relasi rekurensi
an + an
6an
= 0;
2;
dan a0 =
1; a1 = 8:
(4.4)
6 = (r
2) (r + 3) ) r = 2; 3
2 ( 3)n :
118
2 ( 3)100
a3 = 2100
z
KASUS-B (Dua Akar Kompleks Saling Konjuget)
Sebelum masuk ke pembahasan inti, kita ingat kembali Teorema DeMoivre:
(cos + i sin )n = cos n + i sin n ;
0:
Jika
z = x + iy 2 C;
z 6= 0;
r=
z = yi = yi sin
x2 + y 2 ; dan
= y cos
y
= tan untuk x 6= 0:
x
+ i sin
3
3
3
= jyj cos
+ i sin
2
2
2
10
3i
3i
10
0:
3i; maka x = 1; y =
3, r = 2; dan
= 3:
10
10
+ i sin
3
3
4
4
= 210 cos
+ i sin
3
3
p ! !
1
3
= 210
i
2
2
p
=
29 1 + 3i :
= 210 cos
119
an 2 ) ; dimana n
2r + 2 = 0 ) r = 1
0:
p
200
200
( 2)200 cos
+ sin
4
4
z
: 1267 650 600 228 229 401 496 703 205 376
KASUS-C (Dua Akar Real Sama)
Contoh 4.19 Selesaikan relasi rekurensi an+2 = 4an+1
dan a0 = 1; a1 = 3:
4an ; dimana n
4r + 4 = (r
2)2 ) r = 2
120
adalah dua akar real sama. Berarti solusinya an = 2n . Oleh karena itu, kita
harus mencari satu solusi yang lagi bebas linear, ambil saja an = f (n) 2n ,
dimana f (n) tidak konstan..Untuk mencari f (n), digunakan substitusi
f (n + 2) 2n+2 = 4f (n + 1) 2n+1 4f (n) 2n ,
f (n + 2) = 2f (n + 1) f (n) :
(4.5)
an = (2)n +
0:
z
+ ::: + Cn k an
Cn (6= 0) ; Cn 1 ; :::; Cn
= 0; dengan
4.3.3
rn
an
= f (n);
1;
n
X
f (i) :
(4.6)
i=1
Kita dapat
Pn menyelesaikan Persamaan (4.6) dalam n; jika kita dapat merumuskan i=1 f (i) :
121
an
= 3n2 ;
1; dan a0 = 7:
n
X
f (i)
i=1
= 7+
n
X
3i2
i=1
= 7+
1
(n) (n + 1) (2n + 1)
2
z
Chapter 5
Pengantar Teori Graf
5.1
122
123
Gambar 5.1
Untuk sembarang edge, misalkan e = (x; y), maka e disebut insiden (incident) dengan verteks x dan y; x disebut adjacent ke y; dan y disebut adjacent
dari x: Suatu verteks yang adjacent ke dirinya sendiri disebut loop. Suatu
verteks yang tidak adjacent dengan verteks apapun termasuk dirinya sendiri
disebut verteks terisolasi. Pada Gambar 5.1, edge (a; a) adalah loop dan
verteks e adalah verteks yang terisolasi.
Contoh 5.2 Didenisikan suatu graf takberarah G = (V; E) dengan
V = fa; b; c; dg dan E = ffa; bg; fa; dg; fb; cgg
Graf ini direpresenratasikan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2
124
Jika tidak ada edge yang diulang di dalam barisan x y; maka walk
disebut trail x y: Trail yang tertutup (verteks awal dan akhir sama)
disebut sirkuit (circuit). Catatan bahwa di dalam trail, verteks boleh
berulang.
Jika setiap verteks hanya muncul sekali (tidak boleh berulang) di dalam
barisan x y; maka walk disebut path x y: Path yang tertutup (verteks
awal dan akhir sama) disebut cycle.
Pengertian pada denisi di atas juga berlaku untuk graph berarah. Hanya
saja peristilahannya menjadi: trail berarah, sirkuit berarah, path berarah, dan
cycle berarah.
125
Gambar 5.3
c dengan panjang 5:
2. trail a
d dengan panjang 5:
3. sirkuit a
a dengan panjang 6:
4. path a
c dengan panjang 4:
5. cycle a
a dengan panjang 5:
c dengan panjang 5 :
fa; bg; fb; dg; fd; ag; fa; bg; fb; cg:
2. trail a
d dengan panjang 5 :
fa; bg; fb; eg; fe; cg; fc; bg; fb; dg:
3. sirkuit a
a dengan panjang 6 :
fa; bg; fb; eg; fe; cg; fc; bg; fb; dg; fd; ag:
4. path a
126
c dengan panjang 4 :
fa; bg; fb; dg; fd; eg; fe; cg:
5. cycle a
a dengan panjang 5 :
fa; bg; fb; dg; fd; eg; fe; cg; fc; ag:
z
(5.1)
Jika trail ini tidak mempunyai path, maka ia pasti mempunyai bentuk
fa; x1 g; fx1 ; x2 g; :::; fxk 1 ; xk g; fxk ; xk+1 g; fxk+1 ; xk+2 g; :::;
fxm 1 ; xm g; fxm ; xm+1 g; fxm+1 ; xm+2 g; :::; fxn ; bg;
dimana k < m dan xk = xm ; bisa terjadi k = 0 dan a(= x0 ) = xm ; atau,
m = n + 1 dan xk = b(= xn+1 ): Ini adalah suatu kontradiksi, karena barisan
fa; x1 g; fx1 ; x2 g; :::; fxk 1 ; xk g; fxm ; xm+1 g; :::; fxn ; bg
merupakan trail yang lebih pendek dari trail (5.1).
127
f
Gambar 5.4
Contoh 5.4 Gambar 5.2 dan Gambar 5.3 merupakan contoh graf terhubung.
Sedangkan Gambar 5.4 merupakan contoh graf takterhubung.
Gambar 5.4 merepresentasikan graf takterhubung G = (V; E); dimana V
dapat dipartisikan dalam dua subhimpunan V1 = fa; b; c; dg dan V2 = fe; f g
sedemikian sehingga tidak ada edge fx; yg 2 E dengan x 2 V1 dan y 2
V2 . Dalam hal ini Graf G terpartisikan menjadi 2 graf yaitu G1 = (V1 ; E1 )
dan G2 = (V2 ; E2 ), dimana E1 = ffa; bg; fa; dg; fb; cgg dan E2 = ffe; f gg:
Anggota partisi dari suatu graf takterhubung disebut dengan komponen.
Secara umum, suatu graf dikatakan takterhubung jika ia terpartisikan
menjadi lebih dari satu komponen, sedangkan suatu graf dikatakan terhubung
jika ia terdiri dari hanya satu komponen. Banyaknya komponen dari suatu
graf G dinotasikan dengan K(G): Misalnya, untuk graf G pada Gambar 5.4,
K(G) = 2:
Denisi 5.5 Misalkan V himpunan takkosong dan berhingga. Pasangan
(V; E) menentukan multigraf G dengan himpunan verteks V dan himpunan
edge E, jika untuk suatu x; y 2 V , ada dua atau lebih edge dalam E berbentuk:
(x; y) untuk multigraph berarah, atau
fx; yg untuk multigrapah takberarah.
128
e
a
c
Gambar 5.5
d
Gambar 5.6
Soal 5.1.1 Untuk suatu graf G = (V; E) yang direpresentasikan pada Gambar 5.6, tentukan:
1. contoh suatu walk b
d di dalam G.
129
d di dalam G.
f:
m
j
Gambar 5.7
Soal 5.1.2 Misalkan a dan b adalah dua verteks yang berbeda di dalam suatu graf takberarah dan terhubung. Jarak dari a ke b didenisikan sebagai
panjang path terpendek dari a ke b (jika a = b; jaraknya didenisikan sebagai
0). Untuk suatu graf G yang direpresentasikan pada Gambar 5.7, tentukan
jarak dari verteks d ke verteks yang lain di dalam G:
Soal 5.1.3 Untuk n 2; misalkan G = (V; E) adalah graf tak berarah tanpa
loop dimana V adalah himpunan semua bitstring dengan panjang n; dan
E = ffu; vg u; v 2 V dan u; v berbeda di tepat 2 posisig:
Ilustrasi, misalkan n = 4; u = 1011; v = 0010; dan w = 1010; maka fu; vg 2
E; fu; wg 2
= E; dan fv; wg 2
= E: Tentukan K(G):
Soal 5.1.4 Tujuh kota a; b; c; d; e; f; dan g dihubungkan oleh suatu sistem
jalan bebas hambatan sebagai berikut:
I-22 menghubungkan dari a ke c melalui b:
I-33 menghubungkan dari c ke d melalui b dan dilanjutkan ke f:
130
v2
v:
131
5.1.1
Gambar 5.8
Contoh 5.5 Misalkan Gambar 5.6 merepresentasikan graf G = (V; E), maka
V = fa; b; c; d; e; f; gg dan
E = ffa; bg; fa; cg; fb; cg; fb; eg; fc; dg; fd; eg; fe; f g; fe; gg; ff; ggg:
Berdasarkan denisinya, graf G1 = (V1 ; E1 ) yang direpresentasikan pada
Gambar 5.8 merupakan subgraf dari G: Dalam hal ini
V1 = fa; b; c; d; e; f g V dan
E1 = ffa; cg; fb; eg; fc; dg; fd; eg; fe; f g
E:
132
Perhatikan bahwa subgraf taktrivial dari graf G = (V; E) diperoleh dengan cara menghapus beberapa verteks atau edge dari G: Yang dimaksud menghapus edge, misalnya fx; yg; adalah menghilangkan fx; yg dari keanggotaan
E; sedangkan verteks x dan y tidak terhapus dari keanggotaan V: Sedangkan
yang dimaksud dengan menghapus verteks, misalkan a; adalah menghapus
a dari keanggotaan V dan menghapus semua edge yang inseden dengan a
dari keanggotaan E: Pada Contoh 5.5, subgraf G1 diperoleh dari menghapus
verteks g (otomatis fe; gg dan ff; gg terhapus), edge fa; bg dan fb; cg:
Denisi 5.7 Misalkan G = (V; E) graph berarah maupun tidak. Misalkan
pula G1 = (V1 ; E1 ) subgraph dari G. Jika V1 = V , maka G1 disebut subgraph
spanning dari G.
Dari denisi ini, perhatikan bahwa subgraf spanning G1 diperoleh dari
hanya menghapus beberapa edge (tanpa verteks) di dalam G: Graf pada Gambar 5.9 merupakan subgraf spanning dari graf pada Gambar 5.7.
m
j
h
Gambar 5.9
Denisi 5.8 Misalkan G = (V; E) adalah graf berarah atau tidak. Jika ? 6=
U
V , subgraf dari G yang dibangkitkan oleh U; dinotasikan hU i; adalah
subgraf dengan himpunan verteks U dimana jika x; y 2 U dan (x; y) (atau
fx; yg) 2 E, maka (x; y) (atau fx; yg) merupakan edge dari hU i:
Subgraf G0 dari graf G = (V; E) disebut subgraf induced jika ada ? 6=
U V sehingga G0 = hU i:
133
d
Gambar 5.10
n
2
: Gam-
K1
K2
134
K3
K4
Gambar 5.11
Denisi 5.10 Misalkan G adalah graf takberarah bebas loop dengan n verteks.
Komplemen dari G, dinotasikan G, adalah subgraph dari Kn yang memuat
semua verteks dari G dan semua edge dari Kn yang tidak termuat dalam G.
Jika G = Kn , maka G hanya mempunyai n verteks tetapi tidak mempunyai
edge sama sekali. Graph seperti ini disebut graf null.
Contoh 5.7 Misalkan G = (V; E) dengan V = fa; b; c; dg dan
E = ffa; bg; fa; cg; fc; dgg:
Tentukan G:
Jawab. Nyatakan G = (V; E): Karena himpunan semua edge dari K4
adalah
ffa; bg; fa; cg; fa; dg; fb; cg; fb; dg; fc; dgg;
maka
E = ffa; dg; fb; cg; fb; dgg:
Gambarkan representasi dari G dan G:
135
G1
G2
t
w
Gambar 5.12
2
2
2
2
V1
V1
V1
V1
136
bijektif yang belum tentu memenuhi syarat yang kedua. Perhatikan contoh
berikut ini.
G1
G2
Gambar 5.13
137
(G1)
(G2)
f
x
Gambar 5.14
(G )
(G 1 )
(G2)
b
c
c
d
f
g
f
i
g
j
Gambar 5.15
138
139
Soal 5.1.15 Misalkan G1 dan G2 adalah graf takberarah tanpa loop. Buktikan bahwa G1 dan G2 isomork jika dan hanya jika G1 dan G2 isomork.
G1
G2
1
5
Gambar 5.16
Soal 5.1.16 Perluaslah Denisi 5.11 untuk graf berarah. Kemudian, periksalah apakah graf G1 dan G2 yang direpresentasikan pada Gambar 5.15 adalah
isomork.
5.1.2
Derajat Verteks
140
jV j =
2 jEj
:
k
(5.2)
Contoh 5.10 Misalkan graf G = (V; E) adalah reguler-k. Jelaskan hubungan antara jumlah verteks dan edge yang mungkin, yang terkait dengan pendenisian dan struktur G, untuk nilai 1 k 3:
Jawab. Kita gunakan Persamaan (5.2) untuk menjawab pertanyaan ini.
Untuk k = 1; berarti jV j = 2 jEj. Graf reguler-1 mempunyai jumlah
komponen (untuk jvj > 2; graf ini
verteks genap, terpartisikan menjadi jvj
2
takterhubung), dan masing-masing komponen berupa graf reguler-1 dengan
2 verteks.
Untuk k = 2; berarti jV j = jEj. Graf reguler-2 mempunyai jumlah verteks
dan edge yang sama. Untuk jvj = 1; graf reguler-2 mempunyai 1 loop. Untuk
jvj = 2; graf reguler-2 merupakan multigraf dengan 2 edge paralel. Untuk
jvj > 2, graf reguler-2 merupakan cycle dengan panjang jvj :
141
dari 3 dan jvj harus genap. Untuk jvj = 2; graf reguler-3 merupakan multigraf
(dengan 3 edge paralel, atau 2 loop dan 1 edge). Untuk jvj = 4; graf reguler-3
bisa berupa K4 , atau merupakan multigraf (merupakan cycle dengan panjang
4 dan masing-masing verteks mempunyai 1 loop). Terangkan lebih jauh
untuk jvj > 6 (cukup banyak kemunkinan).
z
Soal 5.1.17 Tentukan jV j untuk graf atau multigraf berikut.
1. G mempunyai 9 edge dan semua verteks berderajat 3:
2. G adalah reguler dengan 15 edge.
3. G mempunyai 10 edge dengan 2 verteks berderajat 4 dan verteks lainnya
berderajat 3:
Soal 5.1.18 Jika G = (V; E) adalah graf terhubung dengan jEj = 17 dan
deg(v) 3 untuk setiap v 2 V; tentukan nilai maksimum dari jV j :
Soal 5.1.19 Misalkan G = (V; E) adalah garf takberarah dan terhubung.
1. Tentukan nilai terbesar dari jV j jika jEj = 19 dan deg(v)
setiap v 2 V:
4 untuk
5.2
142
Pada bagian ini akan diperkenalkan pengertian dan beberapa sifatnya tentang: graf Euler, Graf graf planar, dan graf Hamilton. Sifat-sifat diberikan
dalam bentuk teorema tanpa disertai pembuktian.
5.2.1
Graf Euler
143
5.2.2
Graf Planar
Denisi 5.16 Suatu grapah atau multigraph disebut planar jika G dapat
digambarkan pada bidang datar sedemikian sehingga setiap interseksi dari
edge hanya terjadi pada verteks dari G.
144
(K4)
a
(K5)
b
a
b
Gambar 5.17
Contoh 5.12 Dengan mudah dapat kita gambarkan bahwa K1 ; K2 ; dan K3
adalah graf planar. Jelaskan bahwa K4 planar, sedangkan K5 tidak planar.
Jawab. Gambar 5.17 cukup menunjukkan bahwa K4 adalah planar. Usaha untuk menggambarkan bahwa K5 adalah planar hanya sampai pada 9
edge pertama, sedangkan edge yang ke-10 tidaklah mungkin digambarkan
tanpa memotong edge salah satu dari 9 edge yang pertama.
z
Denisi 5.17 Suatu graph G = (V; E) disebut bipartisi (bipartite) jika V =
V1 \ V2 dengan V1 [ V2 = ?, dan setiap edge dari G berbentuk fa; bg dengan
a 2 V1 dan b 2 V2 . Jika setiap verteks dalam V1 berkawan dengan semua
verteks dalam V2 , disebut graf bipartisi lengkap. Dalam hal ini, jika jV1 j =
m dan jV2 j = n, grafnya dinotasikan dengan Km;n .
Contoh 5.13 Contoh utk bipartisi
Denisi 5.18 Misalkan G = (V; E) adalah graph takberarah tanpa loop, dengan E 6= ?. Subdivisi elementer dari G adalah suatu graf yang diperoleh
dari penghapusan edge e = fu; wg dalam G, dan kemudian edge fu; vg dan
fv; wg ditambahkan pada G e, dimana v 2
= V.
Graf tak berarah tanpa loop G1 = (V1 ; E1 ) dan G2 = (V2 ; E2 ) disebut
homeomork (homeomorc) jika keduanya isomors, atau jika keduanya dapat diperoleh dari graph suatu takberarah tanpa loop yang sama, sebut saja
H; melalui serangkaian subdivisi elementer.
5.3 Tree
145
5.2.3
Graf Hamilton
5.3
Tree
5.3 Tree
146
1.
Bibliography
[1] N. L. Biggs, Discrete (i-Mathematics,Revised Edition, Oxford University Press, 1989, ISBN: 0-19-853426-4.
[2] R. P. Grimaldi, Discrete and Combinatorial Mathematics,4th Edition,
North-Holland Mathematical Library, Vol. 16. Addison Wesley Longman
Inc., 1999, ISBN: 0-201-30424-4.
[3] A. J. Menezes, P. C. van Oorschot, and S. Vanstone, Handbook of Applied Cryptography,CRC Press, Inc., 1997.
147