Anda di halaman 1dari 119

TEORI BILANGAN

Oleh
Drs. Dwi Purnomo, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FPIEK-IKIP BUDI UTOMO MALANG
JANUARI 2006
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman 1
Sampul .............................................................
Daftar 2
Isi .......................................................................
Kata 3
Pengantar ..............................................................
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Notasi dan 5
Simbul .....................................................
1.2 Induksi 9
Matematika ..................................................
1.3 Prinsip 12
Urutan ..........................................................
1.4 Prinsip 17
Proporsi ........................................................
1.5 19
Konjektur ..................................................................
1.6 Soal- 21
soal ..................................................................
Bab II KETERBAGIAN
2.1 23
Keterbagian .............................................................
2.2 Cara lain Menentukan FPB dan Kombinasi 41
Linear ......
2.3 Persamaan Diophantine 47
Linear ...................................
2.4 Ciri-ciri Habis 50
Dibagi .................................................
2.5 Pembagian dengan Metode 69
Pencoretan .....................
2.6 Soal- 73
soal .....................................................................

Teori Bilangan- 2
Bab III KONGRUENSI
3.1 75
Pengertian ...............................................................
3.2 Sistem 89
Residu ..........................................................
Bab IV KONGRUENSI LINEAR
4.1 Kongruensi 92
Linear .....................................................
4.2 Kongruensi 100
Simultan .................................................
4.3 Teorema Sisa 103
China ..................................................
4.4 Soal-soal 107
……………………………………………………
Bab V KEPRIMAAN ................................................................. 109
...
DAFTAR 118
PUSTAKA ..........................................................

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, dengan segala kekurangan dan

kekhilafan penulis dapat menghasilkan sebuah modul sederhana yang

dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari konsep tentang Teori

Bilangan.

Modul sederhana ini dimaksudkan untuk memberikan bekal kepada

para mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan. Di samping itu tentu

isinya masih kurang dari apa yang sebenarnya diharapkan oleh para

mahasiswa.

Teori Bilangan- 3
Terselesaikannya penulisan modul ini tentu tidak terlepas dari bantuan

rekan-rekan seprofesi di IKIP Budi Utomo Malang, lebih-lebih para

mahasiswa yang menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan modul ini.

Semoga apa yang telah dituangkan dalam tulisan sederhana ini, akan

sangat berguna bagi mahasiswa. Kekurangan disana sini Insya Allah akan

diperbaiki dikemudian hari.

Malang, Januari 2006


Penulis

Untuk yang tercinta

Teori Bilangan- 4
Pandu, Prisma, Caesar, dan Mamanya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Notasi dan Simbul

Matematika selalu berkenaan dengan ide-ide dan konsep, oleh karena itu untuk

memudahkan uraian, penjelasan, atau keterangan diperlukan seperangkat

kesepakatan bersama sebagai dasar dalam memahami matematika sehingga apa

yang ingin diketahui menjadi lebih mudah dan sederhana. Disamping itu dalam

matematika diperlukan lambang-lambang tertentu. Lambang-lambang yang telah

Teori Bilangan- 5
disepakati tersebut mempunyai makna tertentu, dan makna tersebut dinamakan

dengan notasi.

Istilah lain dari notasi adalah simbul. Penggunaan notasi haruslah disepakati

bersama oleh pengguna matematika. Notasi-notasi yang ada dalam matematika

dapat berkaitan dengan himpunan misalnya penggunaan huruf kapital latin, operasi

atau pengerjaan misalnya penjumlahan beruntun atau perkalian beruntun, hubungan

antara unsur misalnya kesamaan atau ketidaksamaan, atau pernyataan yang

menunjukkan penunjuk misalnya kelipatan persekutuan terkecil, pembagi

persekutuan terbesar dan sebagainya.

Berikut ini dituliskan beberapa notasi dengan artinya.

Notasi yang berkaitan dengan operasi

1) + : jumlah

2) - : selisih

3) x : perkalian

4) : : pembagian

5) : akar kuadrat

6)  : Penjumlahan beruntun

7)  : Perkalian beruntun

8)  : integral

Notasi yang berkaitan dengan hubungan

1) = : sama dengan

2)  : tidak sama dengan

3) > : lebih besar daripada

Teori Bilangan- 6
4) < : lebih kecil daripada

5)  : lebih kecil atau sama dengan

6)  : lebih besar atau sama dengan

7)  : ekuivalen

8)  : sama dan sebangun

9)  : gabungan

10)  : Irisan

11)  : anggota

12)  : bukan anggota

Notasi yang berkaitan dengan petunjuk atau tujuan

1) KPK : kelipatan persekutuan terkecil (low commond multiple)

2) FPB : pembagi persekutuan terbesar (great commond devisor)

3)  : implikasi ( jika ... maka ... )

4)  : biimplikasi ( ... jika dan hanya jika ... )

5) ┴ : tegak lurus

6) └ : sudut 90o

7) ║ : sejajar

8)  : himpunan kosong

9) ∆ : segitiga

10) : bujur sangkar (persegi)

Notasi yang berkaitan dengan himpunan

1) Himpunan bilangan Nol yaitu {0}

2) N = himpunan bilangan Asli (Natural)

Teori Bilangan- 7
N = { 1,2,3,4,5, ... }

3) W = himpunan bilangan Cacah (Whole)

W = { 0,1,2,3,4, ... }

4) Z = himpunan bilangan Bulat (Zahlen)

Z = {...,-3,-2,-1,0,1,2,3, ... } , sehingga dalam bilangan bulat terdapat bilangan

bulat positip (Z+), bulat negatip (Z-) dan bilangan nol

5) Q = himpunan bilangan rasional (Q = Quotient) yaitu bilangan yang dapat

a
dinyatakan dalam bentuk
b
, dengan a,b  Z, b  0 . Bilangan rasional juga

dinamakan dengan bilangan desimal bentuk berulang.

a
Q ={x:x=
b
, a,b  Z, b 0}

Contoh bilangan desimal berulang

p = 0, 125125125...

q = 1,133333333...

r = 0,092323232323...

sehingga bilangan desimal berulang dapat dinyatakn sebagai

a
Q ={x:x=
b
, a,b  Z, b 0}

6) Q = himpunan bilangan tak rasional yaitu bilangan yang tidak dapat dinyatakan

a
dalam bentuk dengan a,b  Z. b  0 Bilangan tidak rasional juga disebut
b

dengan istilah lain yaitu bilangan desimal tak berulang.

Teori Bilangan- 8
7) R himpunan bilangan nyata (R = Real) yaitu gabungan dari bilangan-bilangan

Asli, Cacah, Bulat, Rasional, dan tidak Rasional. Dengan kata lain:

R={N  W  Z  Q  Q }

8) Himpunan bilangan tidak nyata (i = imajiner ) yaitu bilangan yang dinyatakan

dengan i dimana i = 1 .

9) C = himpunan bilangan komplek yaitu bilangan yang dinyatakan dalam bentuk

C = {x : x = a + bi, a,b  Z, i =  1 }.

Notasi-notasi tersebut dapat digunakan dengan tujuan untuk penyimbulan

konsep dalam matematika yang sudah disepakati bersama.

Contoh:

1. Jika kita ingin menyatakan jumlah 10 suku pertama dari bilangan genap adalah

dengan menggunakan simbul

 2q
10

q 1

2. Diberikan dua bilangan bulat berbeda, misal x dan y. Kita akan menggunakan

simbul > atau < sehingga didapat x > y atau x < y.

3. Untuk menyatakan dua garis lurus L 1 dan L2 yang sejajar cukup menggunakan

simbul L1 ║ L2.

Terlihat dari contoh di atas maka penggunaan simbul dalam matematika memberikan

makna singkat dan lugas.

Teori Bilangan- 9
1.2 Induksi Matematika

Induksi matematika merupakan suatu metode yang penting dalam pembuktian

dan sering digunakan dalam berbagai buku. Induksi matematika merupakan suatu

metode yang digunakan untuk membangun kevalidan pernyataan yang diberikan

dalam istilah-istilah bilangan asli (N). Walaupun kegunaannya agak dibatasi dalam

konteks yang agak khusus, namun keberadaannya merupakan suatu alat yang

sangat diperlukan dalam cabang-cabang matematika.

Dianggap bahwa kita sudah mengenal bilangan asli N = { 1,2,3, ... }, baik

operasi biasa pada penjumlahan dan perkalian dan arti dari suatu bilangan asli yang

satu lebih kecil dari yang lain. Juga dianggap kita sudah mengenal dengan sifat-sifat

dasar dari bilangan asli berikut ini:

Sifat terurut baik dari N menyatakan bahwa setiap subset tidak kosong dari N

mempunyai unsur terkecil. Sifat yang lebih mendetail dari sifat terurut baik bilangan

asli adalah sebagai berikut:

Teorema 1.1

Jika S adalah subset dari N dan jika S   , maka terdapat suatu m  S sedemikian

sehingga m  k, untuk setiap k  S.

Prinsip Induksi Matematika

Misal S subset dari N, maka berlaku sifat-sifat:

(1) 1  S

(2) jika k  S, maka (k+1)  S, dan S = N

Teori Bilangan- 10
Bukti:

Anggaplah berlaku sebaliknya S  N. Maka himpunan N – S tidak kosong dan

selanjutnya dengan sifat terurut dengan baik ia akan memuat suatu unsur terkecil.

Misal m adalah unsur terkecil dari N-S. Karena 1  S, maka menurut hipotesis (1),

kita tahu bahwa m  1. Selanjutnya untuk m > 1 mengakibatkan bahwa m – 1 juga

merupakan bilangan asli, Karena m – 1 < m dan karena m adalah unsur terkecil dari

N sedemikian sehingga m  S, ia mestilah merupakan kasus bahwa m-1  S.

Selanjutnya kita gunakan hipotesis (2) untuk unsur ke ke k = m – 1 dan

menyimpulkan bahwa k+1 = (m-1) + 1 = m  S. Kesimpulan ini bertentangan

dengan pernyataan bahwa m  S. Karena m diperoleh dengan mengasumsikan

bahwa N-S tidak kosong, hal ini juga bertentangan dengan kesimpulan bahwa N-S

kosong. Dengan demikian kita telah menunjukkan bawa S = N.

Bentuk lain dari prinsip Induksi Matematika dinyatakan sebagai berikut:

Untuk setiap n  N, misalkan P(n) merupakan suatu pernyataan tentang n,

anggaplah bahwa:

(1) P(1) benar

(2) P(k) benar maka P(k+1) benar,

Maka P(n) adalah benar untuk setiap n  N.

Contoh

Untuk setiap n  N, buktikan rumus penjumlahan berikut dengan induksi

matematika.

n( n  1)
1. 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + ..... + n =
2

Teori Bilangan- 11
Jawab

1(1  1)
Untuk n = 1  1 = , sehingga 1  S,
2

Andaikan untuk n = k diasumsikan bahwa k  S, sehingga

k (k  1)
1 + 2 + 3 + 4 + 5 + ..... k =
2

Selanjutnya akan dibuktikan bahwa untuk n = k + 1 benar, maka

k ( k  1)
1 + 2 + 3 + 4 + 5 + ..... + k + (k+1) =  (k  1)
2

k (k  1) 2(k  1)
 
2 2

k  k  2k  1
2


2

k  3k  1
2


2

(k  1)(k  2)

2

(k  1)( k  1)  1)
 , karena n = k+1, maka:
2

( n)(n  1)

2

Karena rumus ini terpenuhi untuk n = k+1, kita menyimpulkan bahwa k+1  S. Jadi

dari Induksi matematika terpenuhi. Oleh karena itu dengan prinsip induksi

matematika kita menyimpulkan bahwa S = N dan rumus tersebut adalah benar

untuk semua n  N.

Teori Bilangan- 12
1.3 Prinsip Urutan

Prinsip adalah aturan atau sifat yang digunakan sebagai dasar atau landasan

dalam uraian yang berkaitan dengan bukti sesuatu. Prinsip dapat diambil dari

definisi, aksioma, atau dalil-dalil yang “ dimunculkan” kembali untuk digunakan pada

bagian lain suatu konsep yang memerlukan. Diantara prinsip dalam matematika

adalah prinsip urutan (Well Ordering Principle).

Prinsip urutan berkaitan dengan kepositipan dan ketaksamaan antara bilangan-

bilangan real. Sebagaimana halnya dalam Struktur Aljabar dari sistem bilangan real.

Cara yang dapat dilakukan untuk melakukan sifat urutan adalah mengidentifikasi

suatu subset khusus dari R dengan menggunakan gagasan “kepositipan”.

Definisi 1.1

Misal P subset R dan P   . Untuk selanjutnya P disebut bilangan real positip

kuat, maka berlaku sifat-sifat berikut ini:

(1) Jika a,b  P, maka (a+b)  P

(2) Jika a,b  P, maka (a.b)  P

(3) Jika a  R, maka tepat dari salah satu yang berikut dipenuhi

a  P, a = 0, -a  P

Dua sifat yang pertama menjamin kesesuaian dari urutan dengan operasi

penjumlahan dan perkalian secara berurutan. Sifat (3) biasanya disebut sifat

trikotomi karena membagi R menjadi 3 jenis unsur yang berbeda. Dinyatakan bahwa

himpunan {-a: a  P} dari bilangan real negatip tidak mempunyai unsur persekutuan

Teori Bilangan- 13
dengan P, dan selanjutnya himpunan R merupakan gabungan dari tiga himpunan

yang saling asing.

Definisi 1.2

1. Jika a  P, kita mengatakan bahwa a adalah suatu bilangan real positip kuat

(strictly positip) dan dituliskan dengan a > 0, Jika a  P  {0}, maka a disebut

bilangan real tidak negatip dan dituliskan dalam bentuk a  0.

2. Jika -a  P, kita mengatakan bahwa a adalah suatu bilangan real negatip kuat

(strictly negatip) dan dituliskan dalam bentuk a < 0, Jika -a  P  {0}, maka a

disebut bilangan real tidak positip dan dituliskan dalam bentuk a  0.

3. Jika a, b  R dan jika a – b  P maka dituliskan dalam bentuk a > b atau b <

a.

4. Jika a,b  R dan jika a – b  P  {0}, maka a  b atau b  a

Untuk kesepakatan bersama kita akan menuliskan a < b < c yang berarti a < b

dan b < c

Demikian juga jika a  b dan b  c maka a  b  c. demikian seterusnya.

Berikut ini beberapa teorema yang berkaitan dengan prinsip keterurutan

Teorema 1.2

Misalkan a,b,c  R

Jika a > b dan b > c maka a > c

Tepat dari salah satu pernyataan berikut ini dipenuhi

a > b, a = b , a < b

Jika a  b dan b  a maka a = b

Bukti

Teori Bilangan- 14
a. a > b maka menurut definisi a – b > 0 atau a – b P
b > c maka menurut definisi b – c > 0 atau b – c P
Karena a – b  P dan b – c  P maka menurut definisi diperoleh
(a-b) + (b-c)  P.
Sehingga a – c  P atau a > c
b. Dengan sifat trikotomi dalam definisi, maka tepat salah satu

dari yang berikut mungkin terjadi

a – b > 0, atau a-b = 0, atau –(a-b) = 0 sehingga

a > b atau a = b atau a < b.

Jika a  b, maka a – b  0, sehingga dari bukti (b) kita dapatkan a – b  P atau b-a

 P yakni a > b atau b > a. Dalam kasus lainnya salah satu dari hipotesisi

tersebut kontradiksi. Jadi haruslah a = b.

Teorema 1.3

Jika a  R dan a  0, maka a2 > 0

1>0

Jika n  N, maka n > 0

Bukti

1. Dengan sifat trikotomi jika a  0, maka a  P atau –a  P. Jika a  P maka

dengan definisi kita mempunyai a2 = a, untuk a  P. Dengan cara yang sama

Jika -a  P maka dengan definisi sebelumnya diperoleh bentuk (-a) 2 = (-a)(-a)

 P. Dari teorema sebelumnya berakibat bahwa:

(-a)(-a) = ((-1)a)((-1)a) = (-1)(-1)a 2 = a2. Akibatnya bahwa a2  P. Jadi kita

simpulkan bahwa jika a  0, maka a2 > 0.

Teori Bilangan- 15
2. Karena 1 = (1)2, menurut bukti di atas akan menyebabkan bahwa

1 > 0.

3. Kita dapat menggunakan induksi matematika untuk membuktikan pernyataan ini.

Pernyataan tersebut benar untuk n = 1 yakni 1 > 0. Selanjutnya kita anggap

benar untuk n = k, dengan k bilangan asli.

Karena 1 > 0 dan 1  P, maka k + 1  P, sehingga pernyataan di atas benar

adanya dengan menggunakan definisi sebelumnya.

Teorema 1.4
Misalkan a,b,c R
1. Jika a > b, maka a+c > b+c
2. Jika a > b, dan c > d maka a+c > b+d
3. Jika a > b, c>0 maka ca > cb

4. Jika a > b, c<0 maka ca < cb

5. Jika a >0 maka 1/a > 0

6. Jika a < 0 maka 1/a < 0.

Bukti

1. Karena a > b berarti menurut definisi sebelumnya a – b > 0. Karena a-b > 0

sehingga a – b  P.
(a – b ) = (a-b) + (c-c)

(a – b ) + (c – c ) = (a+c) – (b+c)

Sehingga (a+c) – (b+c)  P. Dengan kata lain (a+c) – (b+c) > 0

Karena (a+c) – (b+c) > 0 berarti (a+c) > (b+c)

2. Karena a > b, dan c > d berarti a – b > 0 dan c – d > 0.

Teori Bilangan- 16
Hal ini berarti a - b  P dan c – d  P.
Menurut definisi bilangan real positip kuat (1) diperoleh

(a-b) + (c-d)  P. Dengan kata lain (a-c) + (c-d) > 0, atau

(a+c) – (b+d) > 0 sehingga berlaku (a+c) > (b+d)

3. Karena a > b, dan c > 0 berarti a – b > 0 dan c > 0.

Hal ini berarti a - b  P dan c  P.


Menurut definisi bilangan real positip kuat (2) diperoleh

(a-b) c  P. Dengan kata lain (ac – bc)  P, atau


(ac) – (bc) > 0 sehingga berlaku ac > bd

4. Karena a > b, dan c < 0 berarti a – b > 0 dan c < 0 atau –(c) > 0.

Hal ini berarti a - b  P dan -c  P.


Menurut definisi bilangan real positip kuat (2) diperoleh

(a-b)(-c)  P. Dengan kata lain (bc – ac)  P, atau


(bc) – (ac) > 0 sehingga berlaku bc > ac

5. Jika a > 0, maka a  0 (berdasarkan sifat trikotomi). Karena a > 0, berdasarkan

sifat sebelumnya maka berlaku 1/a  0. Jika 1/a < 0, berdasarkan teorema

sebelumnya diperoleh 1 = a(1/a) < 0.

Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa 1 < 0. Jadi haruslah

1/a > 0.

6. Jika a < 0, maka a  0 (berdasarkan sifat trikotomi). Karena a < 0, berdasarkan

sifat sebelumnya maka maka berlaku 1/a  0. Jika

1/a < 0, berdasarkan teorema sebelumnya diperoleh 1 = a(1/a) < 0.

Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa 1 < 0. Jadi haruslah

Teori Bilangan- 17
1/a < 0.

Teorema 1.5

1
Jika a, b  R, maka a > (a+b) > b.
2

Bukti.

Karena a > b, maka dapat diperoleh a + a > a + b atau 2a > a + b. Demikian pula

a > b maka dapat diperoleh a + b > b + b atau a + b > 2b

Dari ketaksamaan 2a > a + b dan a + b > 2b didapatkan

2a > a+b > 2b

 a=1/2(2a) > ½(a+b) > ½(2b)=b

 a > ½(a+b) > b.

Akibat dari teorema di atas adalah:

jika a  R dan a > 0 maka a > 1/2a > 0.

1.4 Prinsip Proporsi

Dalam setiap komunikasi, setiap orang penting untuk mempunyai pikiran yang

tepat dalam benaknya. Pernyataan “Setiap mahasiswa IKIP Budi Utomo mempunyaii

cita-cita menjadi guru” belumlah merupakan informasi yang khusus jika ternyata

teman yang diajak berkomunikasi melihat beberapa mahasiswa IKIP Budi Utomo

ternyata setelah lulus tidak menjadi guru.

Dalam matematika, terutama di kelas kita dapat menyampaikan konsep x 2 = 1 di

papan tulis, hal ini dimaksudkan apa yang dimaksudkan oleh penulis dengan huruf x

Teori Bilangan- 18
dan angka 1. Apakah x bilangan bulat? Apakah bukan bilangan? Apakah angka 1

merupakan bilangan asli? atau 1 merupakan konsep yang lain. Dalam matematika

seringkali juga muncul istilah “untuk setiap”, “untuk semua”, “untuk sesuatu”, “ada”,

dan seterusnya.

Misalnya:

Untuk setiap bilangan bulat x, x2 = 1.

Terdapat suatu bilangan bulat x sedemikian sehingga x 2 = 1.

Dari contoh di atas, jelaslah bahwa contoh 1 salah, akan tetapi contoh 2

adalah benar karena kita dapat memilih a = 1 atau x = -1.

Berdasarkan contoh di atas, jika konteks yang dibicarakan adalah bilangan bulat,

maka pernyataan di atas akan menjadi lebih aman jika disingkat dengan:

Untuk setiap x, x2 = 1 dan terdapat suatu x sedemikian sehingga x 2 = 1.

Pernyataan pertama merupakan Universal Quantifier “untuk setiap”, dan yang

membuat pernyataan ini salah adalah pernyataan “ setiap bilangan bulat”.

Pernyataan kedua merupakan Existential Quantifier “terdapat suatu”, dan yang

membuat pernyataan ini benar adalah “ palingb sedikit satu bilangan bulat”. Kedua

quantifier ini sering terjadi sehingg para pengguna matematika menggunakan simbul

 untuk menyatakan pernyataan untuk setiap dan simbul  untuk menyatakan

terdapat atau ada.

1.5 Konjektur

Teori bilangan penuh dengan masalah-masalah yang belum terselesaikan atau

belum ditemukan jawabnya. Masalah yang belum terselesaikan tersebut dinamakan

Teori Bilangan- 19
konjektur yang diambil dari kata “conjecture” yang berarti dugaan atau perkiraan.

Dalam tulisan ini diperkenalkan beberapa konjektur, antara lain:

1. Terdapat definisi suatu bilangan perfek, yaitu suatu bilangan bulat positip yang

jumlah pembaginya yang positip adalah dua kali bilangan dimaksud.

Contoh.

Pembagi positip 6 adalah 1, 2, 3, 6

Jumlah pembagi positip bilangan 6 adalah 1 + 2 + 3+ 6 = 12 = 2 x 6.

Pembagi positip bilangan 28 adalah 1, 2, 4, 7, 14, 28

Jumlah pembagi positip bilangan 28 adalah 1 + 2 + 4 + 7 + 14 + 28 = 56 = 2 x

28

Selain 6 dan 28 bilangan perfek yang lain adalah 496, 8.128, dan 33.500.336.

Berkaitan dengan bilangan perfek terdapat konjektur

Banyaknya bilangan perfek adalah tak hingga.

Semua bilangan perfek adalah genap.

Jika (2n – 1) bilangan prima maka 2n-1(2n -1) adalah bilangan perfek.

2. Terdapat definisi suatu pasangan dua bilangan yang sekawan (amicable), yaitu

pasangan dua bilangan bulat positip yang masing-masing jumlah pembaginya

positip (tidak termasuk bilangannya) sama dengan bilangan yang lain.

220 dan 284 adalah bilangan sekawan, karena:

Jumlah pembagi positip 220 adalah

1 + 2 + 4 + 5 + 10 + 11 + 20 + 22 + 44 + 55 + 110 = 284

Jumlah pembagi positip 284 adalah

1 + 2 + 4 + 71 + 142 = 220

Teori Bilangan- 20
Pasangan bilangan sekawan yang lain adalah 1184 dan 1210, 17296 dan

18416.

Suatu konjektur yang berkaitan dengan pasangan dua bilangan sekawan adalah

terdapat tak hingga banyaknya pasangan bilangan bersekawan.

3. Terdapat definisi tentang pasangan bilangan prima (twine prime), yaitu dua

bilangan prima berurutan yang berselisih dua. Beberapa pasangan pasangan

bilangan prima adalah 3 dan 5, 5 dan 7, 17 dan 19, 29 dan 31, 41 dan 43.

Konjektur tentang pasangan bilangan prima menyatakan bahwa banyaknya

pasangan prima adalah tak hingga.

4. Berdasarkan pasangan bilangan prima Goldbach mempunyai 2 konjektur yaitu:

Setiap bilangan bulat positip genap lebih dari 4 merupakan jumlah dua bilangan

prima ganjil.

Contoh

6=3+3 14 = 3 + 11

8=3+5 12 = 5 + 7

10 = 3 + 7 30 = 23 + 7

Setiap bilangan bulat positip ganjil lebih dari 8 merupakan jumlah tiga bilangan

prima ganjil.

Contoh

9 =3+3+3 13 = 5 + 5 + 3

101 = 11 + 43 + 47 19 = 5 + 7 + 7

11 = 3 + 3 + 5 37 = 11 + 13 + 13

5. Selain Goldbach, Pierre Fermat juga mempunyai dua konjektur terkenal yaitu:

Teori Bilangan- 21
2n
a. 2 + 1 adalah bilangan prima

Untuk n = 0, diperoleh 2 + 1 = 3

Untuk n = 1, diperoleh 4 + 1 = 5

Untuk n = 2 , diperoleh 17

Untuk n = 3, diperoleh 257

Untuk n = 4, diperoleh 65.537

Untuk n = 5, diperoleh 4.294.967.297

b. Untuk n  3, tidak ada bilangan-bilangan bulat positip x,y,z yang memenuhi

hubungan xn + yn = zn

Meskipun masih merupakan konjektur, pernyataan ini sering disebut sebagai

teorema terakhir Fermat. (Fermat’s last theorem)

1.6 Soal-soal

1. Tunjukkan formula berikut ini benar.

1 + 3 + 5 + 7 + ..... + (2n-1) = n2.

n(n  1)( n  2)
1.2 + 2.3 + 3.4 + 4.5 + ..... + n(n+1) =
3

n(4n  1) 2

1 + 3 + 5 + 7 + ..... + (2n-1) =
2 2 2 2 2
3

 n(n  1) 
2

1 + 2 + 3 + 4 + ..... + n = 
3 3 3 3 3

 2 

2. Jika r  1, tunjukkan bahwa:

Teori Bilangan- 22
a ( a  1)
n 1

a + ar + ar3 + ar4 + ..... + arn-1 = , untuk sebarang bilangan bulat


r 1

positip n.

3. Misalkan a,b.c. d  R, buktikan pernyataan berikut:


Jika a < b, b < c maka ad+bc < ac+bd

Jika a  b dan c < d, maka a+c < b+d

a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a=0 atau b=0

4. Carilah bilangan a,b,c,d R yang memenuhi 0 < a < b dan a < d < 0 dan

berlaku

(a) ac < bd (b) ac > bd.

5. Tentukan bilangan real x, sedemikian sehingga:

x2 > 3x +4

1 < x2 < 4

1
<x
x

Teori Bilangan- 23
BAB II
KETERBAGIAN

2.1 Keterbagian Dalam Bilangan Bulat

Sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbagian telah dipelajari oleh Euclid 350

SM (Niven, 1999:4). Pengembangan selanjutnya telah banyak dikembangkan oleh

beberapa ahli matematika yang lain, misalnya yang berkaitan dengan bilangan

komposit, perkalian dalam usaha untuk mengembangkan teori bilangan. Karena

pentingnya sifat keterbagian maka akibatnya konsep tersebut sering muncul dalam

Aljabar Modern dan Struktur Aljabar (Muhsetyo, 1994:18)

Definisi 2.1

Suatu bilangan bulat x dikatakan habis dibagi oleh suatu bilangan bulat y ≠ 0,

jika terdapat satu bilangan bulat p sedemikian sehingga x = py. Jika hal ini dipenuhi

maka y dikatakan membagi x dan dinotasikan dengan y │ x yang dapat diartikan

sebagai y adalah faktor (pembagi) x, atau x adalah kelipatan y. Jika y tidak membagi

x dinotasikan dengan y ┼ x.

Contoh :

1) 3 │12, sebab ada bilangan bulat 4 sedemikian sehingga 12 = (4) 3.

2) 3 │-30, sebab ada bilangan bulat -10 sedemikian sehingga

–30 = (-10)3.

3) –6 │ 42, karena ada bilangan bulat 7 sedemikian sehingga

42 = (7)-6

4) –5 │-25, karena ada bilangan bulat 5 sedemikian sehingga

Teori Bilangan- 24
–25 = (5)-5

5) 3 ┼ 5 karena tidak ada bilangan bulat x sedemikian sehingga

5 = (x) 3

6) 4 ┼ 9 karena tidak ada bilangan bulat y sedemikian sehingga

9 = (y) 4

7) –2 ┼ 11 karena tidak ada bilangan bulat z sedemikian sehingga

11 = (z)-2.

8) 7 │7 karena ada bilangan bulat 1 sedemikian sehingga 7 = (1) 7.

Jika y │ x dan 0 < y < x, maka y disebut pembagi murni dari x. Notas a k ║ x

tetapi ak+1 ┼ x. Berdasarkan definisi 1 diatas selanjutnya pembagian dalam Z dapat

dilakukan tanpa memperluas Z menjadi Q. Kemudian jika x,y  Z dan yx = 0, maka

x= 0 atau y = 0 dan dikatakan bahwa Z tidak mempunyai pembagi nol. Akibatnya

dengan sifat ini dapat dilakukan suatu penghapusan (Kanselasi).

Jika x,y  Z dan 5x = 5y, maka 5x – 5y = 0

5(x-y) = 0, diperoleh 5 = 0 atau x-y = 0, → x = y

Jadi persamaan 5x = 5y menjadi x = y tidak diperoleh dengan perkalian 1/5 , karena

1/5 bukan bilangan bulat.

Untuk selanjutnya pernyataan y x sudah dianggap bahwa y ≠ 0. Sehingga dari

definisi 2.1 dapat ditentukan bahwa:

1) 1 │ x, untuk setiap x  Z, karena ada p  Z sedemikian sehingga

x = (p)1, sehingga 1 │ 3, 1│6, 1 │ 11, 1 │-21, 1 │16, 1 │ -10, semuanya

bernilai benar.

2) y │ 0, untuk setiap y  Z dan y ≠ 0 karena ada 0  Z sehingga

Teori Bilangan- 25
0 =(y)0, sehingga 3 │ 0, 1│0, -1│ 0, 12 │0, -191 │0, 4│ 0, semuanya bernilai

benar.

3) x │x untuk setiap x  Z dan x ≠ 0, karena ada 0  Z, sehingga

x = (1)x, sehingga pernyataan-pernyataan 2│2, -2│-2, 42│42, 12│12, -20│-

20, 21│21, semuanya bernilai benar.

4) Jika y │x, maka kemungkinan hubungan antara y dan x adalah y < x, y = x,

y>x. Misalnya 2 │ 2 dengan 2 = 2, 2 │4 dengan 2 < 4, dan

2 │ -4 dengan 2 > -4.

Dalil 2.1

Jika a,b,c  Z maka berlaku:

1) a│ b → a │bc, untuk setiap c  Z.

2) (a │ b, b │c) → a │ c.

3) (a │ b, b │a) → a = ± b.

4) (a │ b, a │c) → a │ (b ± c).

5) (a │ b, a │c) → a │ (ax + by) untuk setiap x,y  Z.

Untuk selanjutnya ax + by disebut kombinasi linear dari b dan c

6) ( a>0, b > 0 dan a │b) → a ≤ b.

7) a │b ↔ ma │ mb untuk setiap m  Z dan m ≠ 0

8) ( a│b dan a │ b+c ) → a │c.

Pernyataan-pernyataan pada dalil 2.1 di atas dapat dibuktikan sebagai berikut:

Teori Bilangan- 26
1. Karena diketahui a│ b , maka menurut definisi 1 ada suatu bilangan bulat p

sedemikian sehingga b = (p)a. b = pa berarti bc = (pa)c. Hal ini berarti terdapat

bilangan bulat q = pc sedemikian sehingga bc = qa.

Jadi a │bc.

2. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

b │c → c = qb, untuk suatu q  Z.

( b = pa, c = qb) → c = q(pa) atau c = (qp)a. atau c = wa, untuk suatu w  Z.

Jadi a │c.

3. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

b │a → a = qb, untuk suatu q  Z.

( b = pa, a = qb) → a = q(pa) atau a = (qp)a. Karena a │b, berarati

a ≠ 0, sehingga a = (qp)a atau a(1-qp) = 0 dan dapat disederhanakan menjadi

a=0 atau qp = 1.

qp = 1 → ( q = 1 dan p =1) atau ( p = -1 dan q = -1)

p = q = 1 maka a = pb = b ....(1)

p = q = -1, maka a = pb = -b ...(2)

Dari (1) dan (2) didapat a = ± b

4. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

a │c → c = qa, untuk suatu q  Z.

( b = pa, c = qa) → b ± c = pa ± qa atau b ± c = a ( p ± q)

b ± c = at dengan t  Z.

Jadi a │b ± c.

5. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

Teori Bilangan- 27
a │c → c = qa, untuk suatu q  Z.

bx + cy = ( pa)x + (qa)y

bx + cy = a (px+qy) dengan (px + qy)  Z.


Jadi a │(bx+cy).

6. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

karena a > 0, b > 0 dan b = pa maka p > 0.

karena p  Z maka p bukan suatu pecahan.

Sehingga nilai kemungkinan x adalah 1,2,3, ..., yaitu x = 1 atau x >1

b = pa dan p =1 → b = a atau a = b

b = pa dan p > 1 → b > a atau a < b.

a = b atau a < b → a = b

7. (a) a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

→ mb = map → mb = (ma)p → ma │mb

(b) ma │mb → mb = (ma)p untuk suatu p  Z→ ma │mb

mb = m (ap) dan m ≠ 0 → b = ap → a │b

b │c → c = q b, untuk suatu q  Z.

8. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z

a │b + c → b + c = qa, untuk suatu q  Z.

b + c = qa → c = qa – b.

c = qa – b dan b = pa → c = qa - pa atau c = a( q-p)

c = a ( q-p) dengan (q-p)  Z → a │c.

Teori Bilangan- 28
Dalil 2.2 (Dalil Algoritma Pembagian)

Jika a > 0, dan a,b  Z, maka ada bilangan-bilangan q, r  Z yang masing-masing

tunggal (unique) sehingga b = qa + r dengan 0 ≤ r < a.

Jika a ┼ b maka r memenuhi ketidaksamaan 0 < r < a.

Bukti.

Misal a, b  Z, maka dapat dibentuk suatu barisan aritmatika b – na, n  Z, yaitu:

..., b –3a, b – 2a, b-a, b, b + a, b + 2a, ....

Barisan di atas mempunyai bentuk umum b – na.

Selanjutnya, misal S adalah suatu himpunan yang unsur-unsurnya suku yang bernilai

positip dari barisan b – na, sehingga:

S = { (b – na) │n  Z, dan b – na > 0 }

Menurut prinsip urutan, maka S mempunyai unsur terkecil, sebut saja r.

Karena r  S, maka r dapat dinyatakan sebagai r = b – qa, dengan q  Z.

Dari r = b – qa dapat diperoleh b = qa + r.

Jadi jika a > 0 dan a,b  Z maka ada q,r  Z sedemikian sehingga b = qa + r.

Untuk menunjukkan bahwa 0  r < a, maka digunakan bukti tidak langsung

sebagai berikut:

Anggaplah bahwa 0  r < a tidakbenar, maka r  a dan dalam hal ini r tidak

mungkin negatip karena r  S.

Jika r  a maka r – a  0.

r = b – qa  r – a = b – qa – a

= b – ( q +1) a.

r – a  0 dan r-a = b – ( q + 1 ) a  0.

Teori Bilangan- 29
r – a  0 dan r – a mempunyai bentuk b – na, maka r – a  S.

Karena a > 0 maka r – a < r sehingga r – a merupakan unsur terkecil dari S dan

lebih kecil dari r. Hal ini bertentangan dengan pengambilan r sebagai unsur terkecil

S. Jadi haruslah 0  r < a.

Untuk menunjukkan ketunggal q dan r, dimisalkan q dan r tidak tunggal yaitu q 1, q2,

r1, r2  Z dan memenuhi hunbungan persamaan

b = q1a + r1

b = q2a + r2

Sehingga berlaku q1a+ r1 = q2a+ r2

 ( q1 - q2 ) a + ( r1 - r2 ) = 0 .

 ( r1 - r2 ) = ( q2 – q1 )a

a│ ( r1 - r 2 )

a│ ( r1 - r 2 )  r1 - r2 = 0 atau r1 - r2  a ( a  r1 - r2 )

r1 - r2 = 0  r1 = r2  (q1 - q2 ) a = 0  q1 = q2

r1 - r2  a > 0, r1 > 0 , r2 > 0  r1  a = 0.

Jadi r1 = r2 dan q1 = q2 yaitu q dan r masing-masing adalah tunggal.

Selanjutnya jika a ┼ b, maka tidak ada q  Z sehingga b = qa. Hal ini berarti b  qa

atau b = qa + r dengan 0 < r < a. ( r  0, sebab jika r = 0 diperoleh b = qa).

Dalil 2.3

Jika b = qa + r dengan 0 ≤ r < a, maka

b disebut bilangan yang dibagi (devidend)

a disebut bilangan pembagi (devisor/faktor)

q disebut bilangan hasil bagi (quotient), dan

Teori Bilangan- 30
r disebut bilangan sisa (remainder/residu)

Dalil 2.3 di atas disebut pula dengan dalil algoritma pembagian. Algoaritma

adalah prosedur atau metode matematis untuk memperoleh hasil tertentu yang

dilakukan menurut sejumlah langkah berurutan yang berhingga. Dalil 2 ini

sebenarnya lebih bersifat dalil eksistensi (keujudan) dari adanya bilangan-bilangan

bulat q dan r dari suatu algortima. Namun demikian uraian tentang pembuktiannya

dapat memberikan gambaran adanya suatu metode, cara , atau prosedur matematis

untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat q dan r sehingga b = qa + r.

Jika a = 2 dan b adalah sebarang bilangan bulat, maka menurut dalil sebelumnya b

dapat dinyatakan dengan b = 2q + r, dengan 0 ≤ r < a. Hal ini berarti bahwa nilai-

nilai b yang mungkin dapat ditentukan oleh nilai-nilai r yang mungkin yaitu r = 0 dan

r = 1.

Untuk r = 0 maka b = 2q + r = 2q + 0.

b = 2q, dengan q  Z.

b yang dapat dinyatakan dengan 2q ( q  Z ) disebut bilangan bulat genap (even

integer).

Untuk r = 1, b = 2q + r = 2q + 1 ( q  Z ) disebut bilangan bulat ganjil. (odd

intereger, gasal).

Ternyata berdasarkan dalil algoritma pembagian, setiap bilangan bulat dapat

dinyatakan sebagai bilangan bulat genap (2q) atau bilangan bulat ganjil ( 2q + 1).

Selanjutnya jika diambil a = 3, maka menurut dalil Algoritma Pembagian, dengan

mengambil r= 0, r=l dan r=2. Sehingga sebarang bilangan bulat b dapat dinyatakan

sebagai bentuk dari salah satu persamaan berikut:

Teori Bilangan- 31
b = 3q

b = 3q + 1

b = 3q + 2

Dengan alasan yang sama, setiap bilangan bulat selalu dapat dinyatakan antara lain:

1. Salah satu dari 4q, 4q+1, 4q+2, 4q+3 (q  Z)

2. Salah satu dari 5q, 5q+1, 5q+2, 5q+3, 5q+4 (q  Z)

3. Salah satu dari 6q, 6q+1, 6q+2, 6q+3, 6q+4, 6q+5 (q  Z)

Disinilah sebenarnya letak dari konsep algoritma pembagian, suatu konsep mendasar

yang dapat digunakan untuk membantu pembuktian sifat-sifat tertentu.

Contoh:

1. Diketahui n adalah bilangan bulat, buktikan bahwa 2 │n3 – n .

Bukti:

Menurut dalil Algoritma pembagian, terdapat bilangan bulat q sedemikian

sehingga n = 2q atau n = 2q + 1,

Untuk n = 2q maka

n3 – n = n (n2 – 1)

= n(n-1)(n+1)

= 2q(2q-1)(2q+1)

= 2{q(2q-1)(2q+1)

n3 – n = 2{q(2q-1)(2q+1)

Sehingga 2 │2{q(2q-1)(2q+1) atau 2 │ n3 – n

Untuk n = 2q+1 maka

n3 – n = n (n2 – 1)

Teori Bilangan- 32
= n(n-1)(n+1)

= (2q+1)(2q+1-1)(2q+1+1)

= (2q+1)(2q)(2q+2)

n3 – n = (2q+1)(2q)(2q+2)

Sehingga 2 │(2q+1)(2q)(2q+2) atau 2 │ n3 – n

2. Tunjukkan bahwa 4 ┼ n2 + 2 untuk sebarang n  Z

Jawab

Dengan bukti tidak langsung, anggaplah 4 │ n2 + 2.

Sesuai dengan dalil algoritma pembagian, untuk n  Z dapat dinyatakan sebagai

n = 2q atau n = 2q + 1, q  Z.

Untuk n = 2q, maka n2 + 2 = (2q)2 + 2 = 4q2 + 2

4 │n2 + 2

n2 + 2 = 4q2 + 2

 4 │4q2 + 2

 4 │4q2 , maka 4 │2, hal ini terjadi kontradiksi karena 4 ┼ 2.

Jadi anggapan bahwa 4 │ n2 + 2. adalah salah sehingga 4 ┼ n2 + 2.

Untuk n = 2q + 1, maka n2 + 2 = (2q+1)2 + 2 = 4q2 + 4q + 3

= 4(q2+q) + 3

4 │n2 + 2

n2 + 2 = 4(q2 +q) + 3

 4 │4(q2 + q) + 3

 4 │4(q2 + q), maka 4 │3, hal ini terjadi kontradiksi karena 4 ┼ 3.

Teori Bilangan- 33
Definisi 2.2

Ditentukan x,y  Z yang keduanya tidak bersama-sama bernilai 0, a  Z disebut

pembagi persekutuan dari x dan y jika a │x dan a │y.

a  Z disebut pembagi persekutuan terbesar (FPB) dari x dan y jika a adalah

bilangan bulat positip terbesar sehingga a│x dan a│y.

Untuk selanjutnya jika a adalah pembagi persekutuan terbesar dari x dan y

dinyatakan dengan (x,y) = a.

Perlu diperhatikan bahwa (x,y) = a didefinisikan untuk setiap pasangan bilangan

bulat x,y  Z kecuali untuk x = 0 dan y = 0. Demikian pula perlu dipahami bahwa

(x,y) selalu bernilai positip yaitu (x,y) > 0, atau (x,y) ≥ 1.

Contoh:

1. Faktor dari 8 adalah -8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8.

2. Faktor dari 20 adalah –20, -10, -5, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 5, 10, 20

3. Faktor Persekutuan 8 dan 20 adalah –4,-2,-1, 1, 2, 4

4. Faktor Persekutuan terbesar 8 dan 20 adalah 4 atau (8,20) = 4

Selanjutnya perhatikan bahwa

(12,16) = 4, (60,105) = 15, (3,5) = 1, (17,19)= 1. dan seterusnya.

Dalil 2.4

1. Jika d = (x,y) maka d adalah bilangan bulat positip terkecil yang mempunyai

bentuk umum aox + boy dengan ao, bo  Z

Bukti.

Teori Bilangan- 34
Dibentuk kombinasi linear (ax + by) dengan a,b  Z. Barisan bilangan ax + by

memuat bilangan-bilangan negatip, bilangan nol (untuk a = 0 dan b = 0), dan

bilangan-bilangan yang bernilai positip.

Ambil S = {ax + by │ ax + by > 0 }, maka dapat ditentukan bahwa S  N.

Karena N adalah himpunan terurut dan S  N, maka S mempunyai unsur terkecil

dan sebutlah dengan t, dan t  S, maka tentu ada a = ao dan b = bo sehingga t

= aox + boy dan selanjutnya dapat dibuktikan bahwa t │ x dan t │ y.

Untuk membuktikan apakah t │ x, digunakan bukti tidak langsung .

Misal t ┼ x, maka menurut dalil sebelumnya ada q, r  Z sehingga


x = qt + r dengan 0 < r < t

r = x – qt

= x – q(aox + boy)

r = ( 1-aoq)x + (-boq)y

r = a1x + b1y dengan a1 = 1-aoq  Z, dan

b1 = -boq  Z.

Jadi r = a1x + b1y  Z dengan r, t  S, t merupakan unsur terkecil S ran r < t.

Hal ini bertentangan dengan dengan pemisalan t ┼ x. Dengan demikian

anggapan t ┼ x tidaklah benar. Jadi haruslah t │ x.

Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa t │ y.

Dari t │ x dan t │ y berarti t adalah pembagi persekutuan dari x dan y.

d = (x,y) berarti d │ x sehingga  p  S sehingga x = dp.

d = (x,y) berarti d │ y sehingga  p  S sehingga y = dp.

t = aox + boy

Teori Bilangan- 35
= ao (dp) + bo (dp)

d │ t, d  0, t > 0 maka sesuai dengan dalil sebelumnya d  t dan d tidak lebih

kecil dari t, sedangkan d adalah pembagi persekutuan dari x dan y.

Jadi d = t = aox + boy

Berdasarkan urian di atas jelaslah bahwa d = (x,y) merupakan bilangan bulat

positip terkecil yang mempunyai bentuk (ax + by) dengan a,b  Z.

Dengan demikian terlihat bahwa tidak ada bilangan positip selain d yang

membagi x dan y dan mempunyai bentuk (ax + by)

2. Jika t  Z dan t > 0, maka (tx,ty) = t (x,y)

Bukti

Sesuai dengan bukti dalil 1 di atas, maka:

(tx,ty) = bilangan bulat positip terkecil yang mempunyai bentuk(atx + bty)

dengan bilangan a,b  Z

= atx + bty

= t (ax + by)

= t merupakan bilangan bulat positip terkecil yang mempunyai bentuk

(ax+by)

= t (ax +by)

x y
3. Jika x,y  Z dan d = (x,y) maka ( , )=1
d d

Bukti

x y
d = (x,y) berarti d │x dan d │y dan ,
d d
 Z

Teori Bilangan- 36
x y x y
(x,y) = (d. , d. ) = d ( , )
d d d d

x y x y
Karena d > 0 maka d ( , ) atau 1 = ( , )
d d d d

x y
Dengan demikian ( , )=1
d d

4. Jika x,y,w  Z, w │xy, dan (y,w) = 1 maka w │ x.

Bukti

(y,w) = 1 maka menurut definisi FPB 1 adalah bilangan bulat positip terkecil

yang mempunyai bentuk ay + bw dengan a,b  Z

ay + bw = 1 berarti ayx + bwx = x

w │ xy → w │ axy

w │ axy dan w │ bxw → w │ axy + bxw

w │ axy + bwx dan axy + bxw = x → w │ x.

5. Jika (x,t) = 1 dan (y,t) = 1, maka (xy,t) = 1

Bukti:

(x,t) = 1 → terdapat ao dan bo  Z sedemikian sehingga aox+bot=1

(y,t) = 1 → terdapat ao dan bo  Z sedemikian sehingga a1y+b1t=1

aox+bot=1 → aox = 1 - bot

a1y+b1t=1 → a1y = 1 - b1t

a1x = 1 - bot dan a1y = 1 - b1t maka:

(aox)(a1y) = (1 - bot)(1 - b1t)

= 1- (bo - b1 + bob1t)t

(aoa1)(xy) = (1- b2)t atau (xy) a2 +b2t=1 dengan

Teori Bilangan- 37
a2 = aoa1 dan b2 = bo - b1 + bob1t

Karena (xy,t) = 1 adalah bilangan bulat positip tekecil yang mempunyai bentuk

(xy) a2 +b2t=1 maka (xy,t) haruslah 1 sehingga (xy,t) = 1

6. Ditentukan x,y  Z , (x,y) = d. Ekuivalen dengan d > 0, d │x, d│y dan f │d

untuk setiap f pembagi persekutuan x dan y.

Bukti

d = (x,y) maka menurut definisi d adalah bilangan bulat positip terbesar

sehingga d │x, d│y, hal ini berarti bahwa d > 0. Demikian pula d = (x,y) berarti

d adalah bilangan bulat positip terkecil dan berbentuk (ax + by), dengan a,b  Z.

Jadi d = ax + by.

Misal f adalah sebarang pembagi persekutuan dari x dan y, maka berlaku f │x

dan f │y, sehingga f │ax dan f │ay dan menurut sifat keterbagian berlaku f │ ax

+ by.

f │ ax + by dan d = ax + by → f │d.

Sebaliknya, jika d > 0 dan d │ x d│ y serta f │ d, dengan f adalah sebarang

pembagi persekutuan x dan y maka d  f ( karena d = kf, k Z ) untuk

sebarang f pembagi persekutuan x dan y.

Jadi d adalah pembagi persekutuan terbesar dari x dan y. Atau d = (x,y)

7. Untuk setiap a, x, y  Z, berlaku:

( x,y ) = ( y,x ) = ( x,-y) = ( x, y + ax ).

Bukti

d = (x,y) maka menurut definisi d adalah bilangan bulat positip terbesar

sehingga d │x, d│y, hal ini berarti bahwa d > 0.

Teori Bilangan- 38
Jadi d = (x,y) atau d = (y,x).

Karena d merupakan bilangan bulat positip terbesar yang membagi x dan y, dan

y membagi (-y), maka d juga merupakan bilangan bulat positip terbesar yang

membagi x dan (-y), sehingga d = (x,-y).

Selanjutnya (x,y) │x berarti (x,y) │ax.

(x,y) │ax dan (x,y) │y → (x,y) │ax + y.

(x,y) │ax dan (x,y) │ax + y →(x,y) adalah pembagi persekutuan dari x dan y+ax,

sehinggga menurut dalil sebelumnya berarti (x,y) │(x,y+ax)

(x,y+ax) adalah pembagi persekutuan dari x dan (y+ax), hal ini berarti

(x,y+ax) │x dan (x,y+ax) │ (y+ax)

(x,y+ax) │x  (x,y+ax) │ax

(x,y+ax) │x dan (x,y+ax) │y+ax  (x,y+ax) │y

Karena (x,y+ax) adalah suatu pembagi persekutuan dari x dan y,

maka (x,y+ax) │ (x,y) . Jadi (x,y+ax) = (x,y)

Perhatikan bahwa:

1. (6,15) = (15,6) = (6, -15) = (-6,15) = 3.

2. (4,6) = ( 4, 3.4 + 6) = ( 4,18) = 2

3. (3,5) = ( 3, 5.2 + 1) = ( 3, 11) = 1

4. (15, 81) = ( 15, 6 + 75) = ( 15, 6 + 5.15) = ( 6, 15) = 3.

Dalil Algoritma Euclides

Jika r1, r2  Z, dan r1 > r2 dan dengan proses algoritma pembagian dibentuk Suatu

barisan menurun bilangan bulat r1, r2, r3, ... , rk-1, rk, rk+1=0

Teori Bilangan- 39
Yaitu:

r1 = q1r2 + r3 , 0 ≤ r3 < r2.

r2 = q2r3 + r4 , 0 ≤ r4 < r2.

r3 = q3r4 + r5 , 0 ≤ r5 < r2.

r4 = q4r5 + r6 , 0 ≤ r6 < r2.

.............................................

rk-2 = qk-2rk-1 + rk , 0 ≤ rk < r2.

rk-1 = qk-1rk + rk+1 , rk+1 = 0

Maka (r1,r2) = rk.

Bukti.

(r1,r2) = (q1r2 + r3 , r2) ....................... (substitusi r1)

= (r3,r2) ........................ (teorema)

= (r3, q2r3 + r4 ) ........................ (substitusi r2)

= (r3,r4)

.......

.......

.......

= (rk,rk+1)

= (rk,0) .......................... (rk+1 = 0)

(r1,r2) = rk

Contoh

1. Tentukan (105,60) dan nyatakan hasilnya sebagai bentuk kombinasi linear

ax + by = c, dimana c = (a,b).

Teori Bilangan- 40
Dengan Algoritma Euclides diperoleh:

105 = (1) 60 + 45

60 = (1) 45 + 15

45 = (3) 15 + 0, sehingga diperoleh (105,60) = 15.

Selanjutnya dengan jalan mundur diperoleh:

15 = 60 – 45 (1)]

= 60 – [105 – 60(1)]

= 60 – 105 + 60 (1)

= (-1) 105 + (2) 60.

Akhirnya diperoleh (105,60) = (-1)105 + (2) 60.

5. Dengan cara yang sama diperoleh

(570, 1938) = 114

114 = 570 – 2 (228)

= 570 – 2 [1938 – 3.570]

= 570 – 2 (1938) + 6(570)

= 7 (570) – 2 (1938)

= -2(1938) – 7(570).

2.2 Cara Lain Menentukan FPB dan Kombinasi Linear

Marilah kita ingat kembali dalil Algoritma Pembagian Euclides

Jika r1, r2  Z, dan r1 > r2 dan dengan proses algoritma pembagian dibentuk

Suatu barisan menurun bilangan-bilangan bulat r1, r2, r3, ... , rk-1, rk, rk+1=0

Teori Bilangan- 41
Yaitu:

r1 = q1r2 + r3 , 0 ≤ r3 < r2.

r2 = q2r3 + r4 , 0 ≤ r4 < r2.

r3 = q3r4 + r5 , 0 ≤ r5 < r2.

r4 = q4r5 + r6 , 0 ≤ r6 < r2.

.............................................

rk-2 = qk-2rk-1 + rk , 0 ≤ rk < r2.

rk-1 = qk-1rk + rk+1 , rk+1 = 0

Maka (r1,r2) = rk.

Sehingga diperoleh :

r3 = r1 - q1r2

r4 = r2 - q2r3

r5 = r3 - q3r4

r6 = r4 - q4r5

.............................

………………….

ri = ri-2 - qi-2ri-1

Berdasarkan persamaan tersebut di atas dapat diketahui bahwa bilangan bulat r i

ditentukan oleh r1-1 dan ri-2

Andaikata Algoritma pembagian Euclid di atas dinyatakan dalam bentuk x dan y,

yaitu:

x1 = q1x2 + x3 , 0 ≤ x3 < x2.

y1 = q1y2 + y3 , 0 ≤ y3 < y2.

Teori Bilangan- 42
maka dengan cara yang sama (analog) diperoleh bentuk persamaan dalam x dan y

yang secara umum dinyatakan oleh xi = xi-2 - qi-2xi-1 dan yi = yi-2 - qi-2yi-1 .

Sehingga terdapat 3 persamaan dalam bentuk ri, xi, dan yi dan selanjutnya masing-

masing konstanta tersebut dapat dimulai dengan syarat awal yang berbeda.

r-1 = r1, ro = r2

x-1 = 1, xo = 0

y-1 = 0, ro = 1

Secara lengkap langkah untuk menentukan masing-masing konstanta dapat dilihat pada table

berikut ini:

i qi+1 ri xi yi
-1 * r1 (b) 1 0
0 ... r2 (a) 0 1
1 ... ….. …. …..
2 ….. ….. …. …..
3 ….. ….. …. …..
dstnya. ….. ….. …. …..
Titik-titik pada kolom diisi dengan menyesuaikan bentuk persamaan

ri = ri-2 - qi-2ri-1

xi = xi-2 - qi-2xi-1

yi = yi-2 - qi-2yi-1

Contoh.

1. Tentukan (42823,6409) dan tentukan selesaian kombinasi linearnya.

42823 x + 6409 y = 17

Jawab

Tabel untuk masing-masing konstanta adalah

Teori Bilangan- 43
i qi+1 ri xi yi
-1 - 42823 1 0
0 6 6409 0 1
1 1 4369 1 -6
2 2 2040 -1 7
3 7 289 3 -6-2(7)=-20
4 17 17 -1-7(3)=-22 7-7(-20)=147
5 - 0 - -
Diperoleh (42823,6409) = 17 dan 17 = 42823(-22) + 6409(147)

i qi+1 ri xi yi
-1 - 123 1 0
0 2 56 0 1
1 5 11 1-2(0) =1 0 – 2(1) = -2
2 11 1 0 – 5(1) = -5 1 -5(-2)=11
3 0
(123,56) = 1 (relatif prima)

2. Tentukan (7469,2464), dan buatlah kombinasi linearnya dari masing-masing soal

dalam bentuk ax + by = d dimana d = (a,b)

Jawab

Tabel untuk masing-masing konstanta adalah sebagai berikut:

i qi+1 ri xi yi
-1 - 7469 1 0
0 3 2464 0 1
1 32 77 1 -3
2 - 0 - -
Diperoleh (7469,2464) = 77 dan 77 = 7469 (1) + 2464 (-3)

3. Tentukan (1109,4999) dan buatlah kombinasi linearnya dari masing-masing soal

dalam bentuk ax + by = d dimana d = (a,b)

Jawab

Tabel untuk masing-masing konstanta adalah

i qi+1 ri xi yi
-1 - 4999 1 0

Teori Bilangan- 44
0 4 1109 0 1
1 1 563 1 -4
2 1 546 -1 5
3 32 17 2 -9
4 8 2 -65 293
5 2 1 522 -2353
6 - 0 - -
Diperoleh (1109,4999) = 1 dan 1 = 1109 (-2353) + 4999 (522)

4. Dengan cara yang sama tentukan (5033464705,3137640337)

Tabel untuk masing-masing konstanta adalah:

i qi+1 ri xi yi
-1 - 5033464705 1 0
0 1 3137640337 0 1
1 1 1895824368 1 -1
2 1 124115969 -1 2
3 1 654008399 2 -3
4 1 587807570 -3 5
5 8 66200829 5 -8
6 1 58200938 -43 69
7 7 7999891 48 -77
8 3 2201701 -379 608
9 1 1394788 1185 -1091
10 1 806913 -1564 2509
11 1 587875 2749 -4410
12 2 219038 -4313 6919
13 1 149799 11375 -18248
14 2 69239 -15688 25167
15 6 11321 42751 -68582
16 8 1313 -272194 436659
17 1 817 2220303 -3561854
18 1 496 -2492497 3998513
19 1 321 4712800 -7560367
20 1 175 -7205297 11558880
21 1 146 11918097 -19119247
22 5 29 -19123394 30678127
23 29 1 107535067 -172509882
24 - 0 - -

Diperoleh (5033464705,3137640337) = 1 dan

Teori Bilangan- 45
1 = 5033464705 (107535067) + 3137640337 (-172509882)

Soal.

1. Dengan cara yang sama tentukan kombinasi linearnya dan tentukan:

a. (2947,3997)= d maka d = 2947x + 3997y

b. (2689,4001) = d maka d = 2689x + 4001y

c. (1109,4999) = d maka d = 1109x + 4999y

d. (24332221,67777170)

e. (404040404040,98989898989)

2. Untuk latihan anda, cobalah tentukan (7469,2464), (2947,3997), (2689,4001),

(1109,4999) dan nyatakan hasilnya dalam bentuk kombinasi linear.

3. Tentukan nilai x dan y yang memenuhi persamaan

423x + 198y = 9

71x – 50y = 1

43x + 64y = 1

Definisi 2.3

Jika x,y  Z, x ≠ 0, dan y ≠ 0, maka:

a. M disebut kelipatan persekutuan dari x dan y jika y │m dan x │m.

b. M disebut kelipatan persekutuan terkecil dari x dan y jika m adalah bilangan bulat

positip terkecil sehingga x │m dan y │m. Jika m kelipatan pesekutuan terkecil x

dan y dinotasikan dengan [x,y] = m.

Dalil 2.5

1. Jika x,y  Z, x ≠ 0, dan y ≠ 0, maka [x,y] = m ↔ x │m , y │m, m > 0 dan

sebarang kelipatan persekutuan n dari x dan y berlaku m │n.

Teori Bilangan- 46
2. Untuk m > 0 berlaku [mx,my] = m [x,y]

3. Jika a dan b adalah sebarang dua bilangan bulat positip dan (a,b) = 1 maka (a,b)

[a,b] = a.b

4. Jika a,b sebarang dua bilangan bulat positip, maka (a,b)[a,b] = ab.

2.3 Persamaan Diophantine Linear

Persamaan Diophantine linear secara umum ditulis sebagai ax + by = c. Nama

Diophantine digunakan untuk menghormati jasa-jasa dari ahli matematika bangsa

Alexanderia, Mesir bernama Diophantus yang hidup pada abad ke-3 (tahun 250 M).

Misal, diberikan persamaan Diophantine 3x + 6y = 18, maka dengan cara

sederhana akan diperoleh bentuk kesamaan-kesamaan:

3.4 + 6.1 = 18

3(-6) + 6(6) = 18

3.10 + 6(-2) = 18, dan seterusnya.

Bentuk kesamaan tersebut jika diteruskan akan diperoleh sebanyak tak hingga

bentuk. Oleh karena itu dalam persamaan Diophantine ax + by = c dikatakan

mempunyai selesaian jika d │c dan d = (a,b). Karena d = (a,b) maka kita tahu

bahwa ada bilangan bulat r dan s sehingga sehingga a = dr dan b = ds. Jika

selesaian ax + by = c ada , sehingga bentuk ax o+byo = c akan sesuai dengan

bentuk:

c = axo+byo = drxo + dsyo = d (rxo + syo).

Teori Bilangan- 47
Teorema 2.1

Persamaan Diophantine Linear ax + by = c dikatakan mempunyai selesaian jika dan

hanya jika d │c dimana d = (a,b), Jika x o dan yo adalah sebarang selesaian khusus

dari ax + by = c

Maka seluruh selesaian yang lain diberikan oleh x = x o + (b/d)t dan y = yo – (a/d)t,

untuk sebarang bilangan bulat t.

Bukti.

Misal xo dan yo adalah selesaian persamaan yang diketahui, jika x’ dan y’ selesaian

yang lain maka axo + byo = c = ax’ + by’

 a(x’ – xo) = b(yo – y’)

Dengan menggunakan teorema sebelumnya pada Algoritma Pembagian, dimana ada

bilangan bulat relatif prima r dan s sehingga a = dr dan b = ds. Sehingga diperoleh

r(x’-xo) = s(yo-y’). Bentuk ini memberikan fakta bahwa r │ s(yo-y’). Dengan (r,s) = 1.

dengan menggunakan Lemma Euclid diperoleh r │ (yo-y’) atau dengan kata lain

(yo-y’) = rt, untuk suatu bilangan bulat t.

 x’-xo = st.

 x’ = xo + st

 x’ = xo + (b/d)t .....................(1)

Dengan cara yang sama diperoleh

 yo – y’ = rt.

 y’ = yo - rt

 y’ = yo - (a/d)t ..................... (2)

Teori Bilangan- 48
dari (1) dan (2) dapat dilihat bahwa:

ax’ + by’ = a[xo + (b/d)t] + b [yo - (a/d)t]

= (axo + byo) + (ab/d – ab/d)t

= c+0

=c

Dengan demikian terdapat tak hingga selesaian dari persamaan Diophantine yang

diberikan, sebut saja selesaian tersebut adalah t.

Contoh:

Tentukan selesaian persamaan Diophantine 172x + 20y = 1000.

Jawab

Dengan menggunakan Algoritma Euclid diperoleh (172,20) diperoleh

172 = (8) 20 + 12

20 = (1) 12 + 8

12 = (1) 8 + 4

8 = (2) 4

Sehingga (172,20) = 4.

Karena 4 │1000 maka 172x + 20y = 1000 mempunyai selesaian.

Dengan menggunakan jalan mundur pada langkah di atas diperoleh

4 = 12 – (1) 8

= 12 – (1) [20 – (1) 12]

= (2) 12 – (1) 20

= 2 [172 – (8)20] – 20

= (2) 172 + (-17) 20 atau

Teori Bilangan- 49
4 = (2) 172 + (-17) 20.

Kalikan kedua ruas dengan 250 diperoleh

1000 = 250.4 = 250 {(2) 172 + (-17) 20}

= 500.172 + (-4250) 20

didapat x = 500 dan y = -4250.

Semua selesaian dari persamaan 172x + 20y = 1000 adalah

x = 500 + (20/4)t = 500 + 5t

y = -4250 - (172/4)t = -4250 - 43t, untuk suatu bilangan bulat t.

Untuk memilih t, gunakan ketentuan 500 + 5t >0 dan –4250 –43t > 0 (mengapa?).

Akibat dari teorema di atas adalah, Jika (a,b) = 1 dan jika x o dan yo adalah selesaian

khusus dari persamaan Diophantine linear ax + by = c, maka seluruh selesaian dari

persamaan yang diberikan adalah x = xo + bt dan y = yo - at

2.4 Ciri-ciri Habis Dibagi

Banyak definisi dan dalil yang telah dipaparkan di atas yang berkaitan dengan

keterbagian. Dalam banyak hal lain sering diperlukan suatu jawaban apakah suatu

bilangan habis atau tidak jika dibagi oleh bilangan tertentu. Jawaban yang dimaksud

menyangkut ciri-ciri suatu bilangan habis dibagi oleh bilangan yang lain. Ciri-ciri

habis dibagi dikembangkan dan dijabarkan dari definisi dan dalil yang telah

dibicarakan. Sebelum ciri-ciri habis dibagi dibahas, perlu dipaparkan beberapa sifat

dasar keterbagian, hal ini dilakukan karena sangat diperlukan.

1. k │ 0, untuk semua k  Z. dan k ≠ 0.

Karena 0 = 0 dan 0  Z, maka jelaslah bahwa k │0.

Teori Bilangan- 50
Jadi 2 │0, 10 │0, -2 │0, 122│0 adalah semua pernyataan yang bernilai benar

2. 1 │ k, untuk semua k  Z.

Karena k = k.1 dan k  Z, maka jelaslah bahwa 1│k.

Jadi 1 │2, 1│20, 1│-10, 1 │22 0 adalah semua pernyataan yang bernilai benar

3. k │ m → k │x.m untuk semua x  Z.

Karena 0 = 0 dan 0  Z, maka jelaslah bahwa k │0.

Jadi 3 │6 → 3 │3.6, 3│10.6 , 3 │22 6 adalah pernyataan yang bernilai benar

4. k │ m1, k │m2 → k │(m1 ± m2)

k │ m1, k │m2, ....... k │mi → k │(m1 ± m2 ± ... ± mi )

Jadi 3 │9, 3 │3 → 3 │(9+3) 3 │(9-3) adalah pernyataan yang bernilai benar

5. k │ k, untuk semua k  Z. dan k ≠ 0.

Karena k = 1.k dan 1  Z, maka jelaslah bahwa k │k.

Jadi 2 │2, -4│-4 , 1│1, 22 │22 adalah pernyataan yang bernilai benar

6. (k,m) = 1 dan k │ mn → k │n.

Jadi (3,5) =1 dan 3 │5.9 → 3 │9.

(4,7) =1 dan 4 │7.4 → 4 │4.

(3,4) =1 dan 3 │4.12 → 3 │12.

7. k │m, k │m + n → k │n

k │ m1, k │m2, ....... k │(m1 + m2 + ... + mi ), → k │n

Jadi 3 │6, 3 │12, 3 │15, 3 │6 + 12 + 15 + 21 → 3 │21

Selanjutnya suatu bilangan asli

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao

Ditulis dalam bentuk sederhana

Teori Bilangan- 51
N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao)

Ciri-ciri habis dibagi 2.

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Dimana

2 │10 → 2 │a1.10

2 │10 → 2 │10.10 → 2 │102 → 2 │a2.102.

2 │10 → 2 │100.10 → 2 │103 → 2 │a3.103.

2 │10 → 2 │1000.10 → 2 │104 → 2 │a4.104.

...............................................................................

...............................................................................

2 │10 → ............................................................... 2 │ak.10k.

maka:

2 │ak.10k , 2 │ak-110k-1 , 2 │ak-210k-2 , 2 │ak-310k-3 , 2│ak-410k-4 , ...,

2 │a1.10

2 │(ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10)

2 │N → 2 │ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10 + ao.

2 │ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10

Jadi 2 │ ao

Kesimpulan suatu bilangan asli N habis dibagi 2 jika angka terakhir lambang bilangan

N (yaitu ao) habis dibagi 2. Jadi haruslah ao bilangan genap.

Contoh

1. Selidiki apakah 6831078103 habis dibagi 2?

Teori Bilangan- 52
Jawab

Misal N = 6831078103, dan angka terakhir dari N adalah 3 (ganjil) dan 2 ┼ 3 ,

maka

2 ┼ 6831078103

2. Selidiki apakah 435655433216 habis dibagi 2

Jawab

Karena angka terakhir dari N = 435655433216 adalah bilangan 6 (genap) dan

2 │6, maka 2 │435655433216.

Ciri-ciri habis dibagi 4.

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Dimana

4│100 → 4 │102 → 4 │a2.102

4│100 → 4 │10.100 → 4 │103 → 4│a3.103

4 │100 → 4 │100.100 → 4 │104 → 4 │a4.104.

4 │100 → 4 │1000.100 → 4 │105 → 4 │a5.105.

...............................................................................

...............................................................................

4 │100 → ............................................................... 4 │ak.10k.

maka:

4 │ak.10k , 4 │ak-110k-1, 4│ak-210k-2 , 4│ak-310k-3 , 4 │ak-410k-4 , ... ,

4 │a2.102

Teori Bilangan- 53
4 │(ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a2.102)

4 │N → 4 │( ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a 2.102 +

a1.10 + ao.

4 │ (ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a2.102

Jadi 4 │ a1.10 + ao atau 4│ a1ao

Kesimpulan suatu bilangan asli N habis dibagi 4 jika bilangan yang dibentuk oleh dua

angka terakhir dari lambang bilangan N habis dibagi 4.

Contoh

1. Selidiki apakah 6831078103 habis dibagi 4

Jawab

Misal N = 6831078103 = (a9a8a7a6a5a4a3a2a1a0) ,

dan Dua angka terakhir dari N a 1 = 3 dan ao = 0, sehingga diperoleh bilangan 30

dan dan 4 ┼ 30 , maka 4 ┼ 6831078103

2. Selidiki apakah 435655433216 habis dibagi 4

Jawab

Misal N = 435655433216 = (a11a10a9a8a7a6a5a4a3a2a1ao ) , dan

Dua angka terakhir dari N a 1 = 1 dan ao = 6, sehingga diperoleh bilangan 16 dan

4 │16 , maka 4│435655433216

Ciri-ciri habis dibagi 8.

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Dimana

Teori Bilangan- 54
8 │1000 → 8 │103 → 8 │ a3.103.

8 │1000 → 8 │10.1000 → 8 │104 → 8 │ a4.104.

8 │1000 → 8 │100.1000 → 8 │105 → 8 │ a5.105.

...............................................................................

...............................................................................

8 │1000 → ............................................................... 8 │ak.10k.

maka:

8 │ak.10k , 8 │ak-110k-1 , 8│ak-210k-2 , 8 │ak-310k-3 , 2 │ak-410k-4 , ...,

8 │a3.103

8 │( ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 + ak-410k-4 + ....+ a3.103

8 │N → 8 │ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10 + ao.

8 │ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a3.103

Jadi 8 │ a2.102 +a1.101 + + a0 atau 8 │ a2a1a0

Kesimpulan : suatu bilangan asli N habis dibagi 8 jika bilangan yang dibentuk oleh

tiga angka terakhir dari lambang bilangan N habis dibagi 8.

Contoh

1. Selidiki apakah 435655433242 habis dibagi 8

Jawab

Misal N = 435655433242 = (a11a10a9a8a7a6a5a4a3a2a1ao ) , dan

Tiga angka terakhir dari N adalah a 2 = 2 , a1 = 4 dan ao = 2, sehingga diperoleh

bilangan 242 dan dan 8 ┼ 242.

Jadi 8 ┼ 435655433242

Teori Bilangan- 55
Ciri-ciri habis dibagi 16.

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Karena

16 │10000 → 16 │104 → 16 │a4.104

16 │10000 → 16 │10.10000 → 16 │105 → 16 │a5.105.

16 │10000 → 16 │100.10000 → 16│106 → 16 │a6.106.

...............................................................................

...............................................................................

16 │10000 → ............................................................... 16 │ak.10k.

maka:

16│ak.10k ,16│ak-110k-1 , 16│ak-210k-2 , 16│ak-310k-3 ,

16│ak-410k-4,.....,16│a4.104

16│(ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a4.104 )

16 │N → 16 │ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10 + ao.

16 │ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a4.104

Jadi 16 │ a3.103 +a2.102 + a1.10 + ao atau 16 │ a3a2a1ao

Kesimpulan : suatu bilangan asli N habis dibagi 16 jika bilangan yang dibentuk oleh

empat angka terakhir dari lambang bilangan N habis dibagi 16.

Contoh

1. Selidiki apakah bilangan 1212646 habis dibagi 2, 4, 8, dan 16

1212646 = (a4a3a2a1a0)

Karena (ao) = 6 dan 2│6 maka 2 │1212646

Teori Bilangan- 56
Karena (a1a0) = 46 dan 4 ┼ 46 maka 4 ┼ 1212646

Karena (a2a1a0) = 646 dan 8 ┼ 646 maka 4 ┼ 1212646

Karena (a3a2a1a0) = 2646 dan 16 ┼ 2646 maka 16 ┼ 1212646

2. Selidiki apakah 44768 habis dibagi 2, 4, 8, dan 16

44768 = (a4a3a2a1a0)

Karena (ao) = 8 dan 2 │8 maka 2 │44768

Karena (a1a0) = 68 dan 4 │68 maka 4 │44768

Karena (a2a1a0) = 768 dan 8 ┼ 768 maka 8 │44768

Karena (a3a2a1a0) = 4768 dan 16 │4768 maka 16 ┼ 4476

Ciri-ciri habis dibagi 3.

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Karena

a1.10 = a1 ( 9 + 1 ) = a1. 9 + a1

a2.102 = a1 ( 99 + 1 ) = a1.99 + a2

a3.103 = a3 ( 999 + 1 ) = a3.999 + a3

...............................................................................

...............................................................................

ak.10k = ..... = ak ( 999...9 + 1 ) = ak.999...9 + ak

maka:

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

= (a3.999...9 + ak ) + ... + (a3.999 + a3 ) + (a2.99 + a2 ) + (a1. 9 + a1 ) + ao

Teori Bilangan- 57
= (a3.999...9 + ... + a3.999 + a2.99 + a1. 9 ) + (ak + ... + a3 + a2 + a1 + ao )

Dari hasil ini dapat ditentukan bahwa

3│9 → 3│a1.9

3│9 → 3 │11.9 → 3│99 → 3│a2.99

3│9 → 3 │111.9 → 3│999 → 3│a3.999

...............................................................................

...............................................................................

3│9 → ............................................................... 3│ak.999 ... 9

sehingga

3│ak.999 ... 9, ... , 3│a3.999, 3│a2.99, 3│a1.9

atau 3│(ak.999 ... 9) + ... + (a3.999) + (a2.99) + (a1.9)

3│N → 3│(ak.999...9 + ... + a3.999 + a2.99 + a1. 9 ) + (ak + ... + a2 + a1 + ao )

maka 3 │(ak + ... + a2 + a1 + ao )

Kesimpulan suatu bilangan bulat N habis dibagi3 jika jumlah angka-angka dari

lambang bilangan N habis dibagi 3.

Contoh

1. Selidiki apakah 3462 habis dibagi 3 ?

Jawab:

Misal N = 3462 = (a3a2a1a0)

Dan a3 + a2 + a1 + ao = 3 + 4 + 6 + 2 = 15

Karena 3 │15 maka 3 │3462

2. Selidiki apakah 564350098 habis dibagi 3?

Jawab:

Teori Bilangan- 58
Misal N = 564350098 = (a8a7a6a5a4a3a2a1a0), diperoleh

a8 + a 7 + a 6 + a 5 + a 4 + a 3 + a 2 + a 1 + a o = 5 + 6 + 4 + 3 + 5 + 0 + 0 + 9 + 8

= 40

Karena 3 ┼ 40 maka 3 ┼ 564350098

Ciri-ciri habis dibagi 9.

Dari uraian pembagian dengan bilangan 3 diketahui bahwa:

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

= (a3.999...9 + ... + a3.999 + a2.99 + a1. 9 ) + (ak + ... + a3 + a2 + a1 + ao )

Karena

9│9 → 9│a1.9

9│9 → 9 │11.9 → 9│99 → 9│a2.99

9│9 → 9 │111.9 → 9│999 → 9│a3.999

...............................................................................

...............................................................................

9│9 → ............................................................... 9│ak.999 ... 9

sehingga

9│ak.999 ... 9, ... , 9│a3.999, 9│a2.99, 9│a1.9

atau 9│(ak.999 ... 9) + ... + (a3.999) + (a2.99) + (a1.9)

9│N → 9│(ak.999...9 + ... + a3.999 + a2.99 + a1. 9 ) + (ak + ... + a2 + a1 + ao )

maka 9 │(ak + ...+ a2 + a1 + ao )

Kesimpulan suatu bilangan bulat N habis dibagi 9 jika jumlah angka-angka dari

lambang bilangan N habis dibagi 9.

Teori Bilangan- 59
Contoh :

Selidiki apakah 142323331011 habis dibagi 3 dan 9

N = 142323331011→ (a11a10a9a8a7a6a5a4a3a2a1ao)

a11+ a10+ a9+ a8 + a7 + a6 + a5 + a4+ a3 + a2 + a1+ ao = 1 + 4 + 2 + 3 + 2 + 3 + 3 +

3 + 1 + 0 + 1 + 1 = 24

Karena 3 │24 maka 3 │142323331011

Karena 9 ┼ 24 maka 3 ┼142323331011

Ciri-ciri habis dibagi 5

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Karena :

5 │10 → 5 │a1.10

5 │10 → 5 │10.10 → 5 │102 → 5 │a2.102.

5 │10 → 5 │100.10 → 5 │103 → 5 │a3.103.

5 │10 → 5 │1000.10 → 5 │104 → 5 │a43.104.

...............................................................................

...............................................................................

5 │10 → ............................................................... 5 │ak.10k.

5 │ak.10k , 5│ak-110k-1 , 5│ak-210k-2 , 5│ak-310k-3 , 5 │ak-410k-4 , .... , 5│a1.10

5 │(ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10)

5 │N → 5 │ (ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10) + ao.

5│ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10

Jadi 5│ ao. Kemungkinannya ao = 0 atau ao = 5

Teori Bilangan- 60
Kesimpulan suatu bilangan asli N habis dibagi 5 jika angka terakhir lambang bilangan

N adalah 0 atau 5.

Contoh:

1. Bilangan 2456 tidak habis dibagi 5 karena angka terakhir dari 2456 yaitu 6 tidak

habis dibagi 5. atau 5 ┼ 6. sehingga 5 ┼ 2456.

2. Bilangan 450980 habis dibagi 5 karena angka terakhir dari 450980 adalah 0 dan

5 │0, sehingga 5 │450980

Ciri-ciri habis dibagi 6.

Jika diketahui 6│N, maka 6 merupakan pembagi (faktor) dari N, sehingga:

N = 6k untuk k  Z.

N = 6k dan 6 = 2.3, maka N = (2.3)k

N = 2(3.k) → 2 │N

N = 3(2.k) → 3 │N

Jadi suatu bilangan bulat N habis dibagi 6 jika N habis dibagi oleh 2 dan 3.Dengan

kata lain suatu bilangan N habis dibagi 6 jika angka terakhir adalah genap dan

jumlah angka-angka dari lambang bilangan N habis dibagi 3.

Contoh :

1. Selidiki apakah 4356 habis dibagi 6

4356 habis dibagi 2, karena angka terakhir dari bilangan 4356 yaitu 6 habis

dibagi 2, sehingga 2 │4356. 4 + 3 + 5 + 6 = 18, dan 3 │18, maka 3│4356.

Karena 2 │4356 dan 3│4356 maka 6 │4356.

2. Selidiki apakah 9854098 habis dibagi 6!

Teori Bilangan- 61
9854098 habis dibagi 2 karena 2 │8, dan 9 + 8 + 5 + 4 + 0 + 9 + 8 = 43,

sehingga

3 ┼ 43. Karena 2 │9854098, akan tetapi 3 ┼ 9854098, maka 6 ┼ 9854098.

Ciri-ciri habis dibagi 7.

Perhatikan

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Karena

a1.10 = a1( 7 + 3 ) = 7a1 + 3a1

a2.102 = a2. 100 = a2( 98 + 2 ) = 98 a2 + 2a2

a3.103 = a3. 1000 = a3( 1001 –1 ) = 1001 a3 - a3

a4.104 = a4. 10000 = a4( 10003 - 3 ) = 10003a4 - 3a4

a5.105 = a5. 100000 = a5( 100002 – 2 ) = 100002 - 2a5

dan seterusnya

sehingga:

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

= ak.10k + .... + a5105 + a4.104 + a3.103 + a-2 .102 + a1.10 + ao.

= ak.10k + ..... + (100002 a5 - 2a5) + (10003a4 - 3a4 ) + (1001 a3 - a3 ) +

( 98 a2 + 2a2 ) + ( 7a1 + 3a1) + a0.

= (7a1 + 98a2 + 1001a3 - 10003a4 - 100002a5 + ... 7.t.10k ) + (a0 +3a1 + 2a2 )

- (a3 + 3a4 + 2a5) + ...

= 7m + (a0 +3a1 + 2a2 ) - (a3 + 3a4 + 2a5) + ...

Teori Bilangan- 62
7 │N dan 7 │m , maka 7 │(a0 +3a1 + 2a2 ) - (a3 + 3a4 + 2a5) + ...

Kesimpulan bilangan N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao) habis dibagi jika

7 │(a0 +3a1 + 2a2 ) - (a3 + 3a4 + 2a5) + ...

Contoh

1. Selidiki apakah 1234 habis dibagi 7.

Misal 1234 = (a3a2a1a0) , maka diperoleh

a3 = 1, a2 = 2, a1= 3, a0= 4

a0 + 3a1 + 2a2 = 4 + 3(3) + 2(2) = 17 dan a3 = 1

sehingga (a0 + 3a1 + 2a2 ) - a3 = 17 – 1 = 6

Karena 7 ┼ 2, maka 7 ┼ 1234.

2. Selidiki apakah 3976 habis dibagi 7.

Jawab

Dengan cara lain dapat diselidiki apakah 7 │ 3976.

Ambil N = 3976 dan andaikan 7 │ 3976.

Karena 7 │ 21, maka 7 │ 6.21 sehingga 7 │ 3976 – 6.21

7 │ 3976 – 6.21  7 │ 3.103 + 9.102 + 7.101 + 6.100 – 6.21

 7 │ 3.103 + 9.102 + 7.101 + 6.100 – 6.20

 7 │ 10(3.102 + 9.101 + 7 – 2.6

 7 │ 10(3397 – 2.6)

Karena (7,10) = 1 dan 7 │10(397 – 2.6), maka menurut dalil sebelumnya

7│ 397 – 2.6. atau 7 │ 385

Jika cara tersebut diteruskan akan diperoleh

7 │ 385  7 │ 38 – 2.5 atau 7 │ 28

Teori Bilangan- 63
7 │ 18  7 │ 2 – 2.8 atau 7 │ -14.

Dengan demikian 7 │ 3976. dan bilangan 2 disebut dengan pengali.

Ciri-ciri habis dibagi 10.

Perhatikan
N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.
Karena
10 │10  10 │a1.10
10 │10  10│10.10  10 │102  10 │a2.102.

10 │10  10 │100.10  10 │103  10 │a3.103.

10 │10  10 │1000.10  10 │104  10 │a4.104.

...............................................................................

...............................................................................

10 │10  ............................................................... 10 │ak.10k.

10 │ak.10k , 10 │ak-110k-1 , 10│ak-210k-2 , 10│ak-310k-3 , 10│ak-410k-4 , ....., 10  a1.10

 10 │(ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10)

10│N  10│ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10 + ao.

10│ ak.10k + ak-110k-1 + ak-210k-2 + ak-310k-3 +ak-410k-4 + ..... + a1.10

Jadi 10 │ ao , nilai yang mungkin untuk ao = 0.

Kesimpulan : Suatu bilangan asli N habis dibagi 10 jika angka terakhir lambang

bilangan N (yaitu ao) adalah 0.

Ciri-ciri habis dibagi 11.

Perhatikan

Teori Bilangan- 64
N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

Karena

a1.10 = a1( 11 – 1 ) = 11a1 - a1

a2.102 = a2. 100 = a2( 99 + 1 ) = 99 a2 + a2

a3.103 = a3. 1000 = a3( 1001 –1 ) = 1001 a3 - a3

a4.104 = a4. 10000 = a4( 9999 + 1 ) = 9999a4 + a4

a5.105 = a5. 100000 = a5( 100001 - 1 ) = 100001a5 - a5

dan seterusnya

sehingga:

N = ak.10k + ak-1.10k-1 + ak-2.10k-2 + ak-3.10k-3 + ak-4.10k-4 + .... + a1.10 + ao.

= ak.10k + .... + a5105 + a4.104 + a3.103 + a-2 .102 + a1.10 + ao.

= ak.10k + ..... + (99999 a5 + a5) + (10003a4 - 3a4 ) + (1001 a3 - a3 ) +

( 99a2 + a2 ) + ( 11a1- a1) + a0.

= (11a1 + 99 a2 + 1001 a3 + 10003a4 + 99999 + ... ) + (a0 + a2 + a4 ) -

(a2 + a4 + a6) + ...

= 11.t + (a0 + a2 + a4 ) - (a2 + a4 + a6) + ...

11 │N dan 11 │11.t , maka 11│(a0 + a2 + a4 ) - (a2 + a4 + a6) + ...

Kesimpulan bilangan N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 a a ) habis dibagi 11 jika selisih jumlah


.... 1 o

angka-angka pada urutan genap dengan jumlah angka pada urutan ganjil habis

dibagi 11.

Contoh:

1. Bilangan 8685204 habis dibagi 11, mangapa?

Teori Bilangan- 65
2. Bilangan 25902646 habis dibagi 11, mengapa?

3. Bilangan 456233311 tidak habis dibagi 11, mengapa?

Ciri-ciri habis dibagi bilangan Prima.

Berdasarkan hasil pembagian dengan bilangan 7 dan 11 dapat diketahui bahwa

secara bertahap, bilangan yang diselidiki direduksi menjadi suatu bilangan yang

dengan mudah dapat ditentukan habis dibagi 7 atau 11. Untuk proses reduksi, dalam

penyelidikan setiap bilangan yang habis dibagi 7 maupun 11 digunakan suatu pengali

(multiplier) yaitu 2 untuk pembagian 7 dan 1 untuk pembagian 11.

Untuk bilangan prima yang lebih dari 11, dengan proses uraian seperti pembagian 7

dan 11 dapat dicari pengali-pengali yang sesuai. Sebagai contoh pengali dari

pembagian 13 adalah 9 dan pengali dari pembagian oleh 17 adalah 5.

a. Mencari Pengali dari pembagian 13.

N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao)

13 │91 maka 13 │91 ao.

13 │N dan 13 │91 ao. → 13 │N - 91 ao.

↔ 13 │ (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao ) - 91 ao.

↔ 13 │10(akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1 - 9 ao)

Karena (13,10) = 1, maka 13 │(akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1 - 9 ao)

Dari hasil ini jelaslah bahwa pengali untuk pembagian oleh 13 adalah 9.

b. Mencari Pengali dari pembagian 17.

N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao)

17 │51 maka 17 │51 ao.

Teori Bilangan- 66
17 │N dan 17 │51 ao. → 17│N - 51 ao.

↔ 17 │ (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao ) - 51 ao.

↔ 17 │10(akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1 - 5 ao)

Karena (17,10) = 1, maka 17 │(akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1 - 5ao)

Dari hasil ini jelaslah bahwa pengali untuk pembagian oleh 17 adalah 5.

c. Mencari Pengali dari pembagian 19.

N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao)

19 │171 maka 13 │171ao.

19 │N dan 19 │171ao. → 19 │N - 171 ao.

↔ 19 │ (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao ) - 171 ao.

↔ 19 │10(akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1 - 17ao)

Karena (19,17) = 1, maka 19│(akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1 - 17ao)

Dari hasil ini jelaslah bahwa pengali untuk pembagian oleh 19 adalah 17.

Dengan cara yang sama jika dibuat daftar pengali dari bilangan-bilangan prima

7,11,13, 17, ..., maka dapat diperoleh bilangan pengali sbagai berikut:

Pembagi 7 11 13 17 19 23 29 31 37 41 43 47 ....
Pengali 2 1 9 5 17 16 26 3 11 4 30 14 .....

Contoh

1. Selidiki apakah 36062, habis dibagi 11 dan 13

Jawab

Bilangan pengali pada pembagian dengan 11 adalah 1, maka:

36062 = 3606 – 1.2 = 3604

3604 = 360 – 1.4 = 356

Teori Bilangan- 67
356 = 35 – 1.6 = 29

Karena 11 ┼ 29 , maka 11 ┼ 36062

Bilangan pengali pada pembagian dengan 13 adalah 9, maka:

36062 = 3606 – 9.2 = 3594

3594 = 359 – 9.4 = 323

323 = 32 – 9.3 = 5

Karena 13 ┼ 5 , maka 13 ┼ 36062

2. Selidiki apakah 16788979 habis dibagi 17 dan 19

Jawab

Bilangan pengali pada pembagian dengan 17 adalah 5, maka:

16788979 = 1678897 – 5.9 = 1678852

1678852 = 167885 – 5.2 = 167875

167875 = 16787 – 5.5 = 16762

16762 = 1676 – 5.2 = 1666

1666 = 166 – 5.6 = 136

136 = 13 – 5.6 = -17

Karena 17 │-17, maka 17 │16788979

Bilangan pengali pada pembagian dengan 19 adalah 17, maka:

16788979 = 1678897 – 17.9 = 1678744

1678744 = 167874 – 17.4 = 167806

167806 = 16780 – 17.6 = 16618

16618 = 1661 – 17.8 = 1525

1525 = 152 – 17.5 = 67

Teori Bilangan- 68
Karena 19 ┼ 67, maka 19 ┼ 16788979

2.5 Pembagian dengan Metode Pencoretan (Scratch Method).

Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah suatu bilangan habis dibagi

7, 11, 13, 77, 91, atau 143. Meskipun pembagian dengan cara biasa dapat dilakukan

dengan mudah. Metode ini dapat memberikan tambahan ilmu baru dengan teknik

yang lebih sederhana dan relatif singkat.

Perhatikan bahwa hasil kali 7, 11, dan 13 adalah:

7 x 11 x 13 = 1001. Jadi jelaslah bawa 7 │1001, 11 │1001, dan 13 │1001.

Jika suatu bilangan bulat N dibagi 1001, maka ada beberapa keadaan yang terjadi.

1. 1001│N.

Karena 7 │1001, 11 │1001, dan 1001│N, maka jelaslah bahwa 1001.

7│N, 11│N dan 13 │N.

2. 11 ┼ N

Karena 11 ┼ N, maka N dapat dinyatakan sebagai

N = 1001.q + r (r  0 )

a. 7│r

Karena 7│1001.q dan 7 │r, maka 7 │1001.q + r, atau 7 │N,

b. 11│r

Karena 11│1001.q dan 11 │ r, maka 11 │1001.q + r, atau 11│N,

c. 13│r

Karena 13│1001.q dan 13 │r, maka 13 │1001.q + r, atau 13 │N,

d. 7│r dan 11│r ( 13 ┼ r)

Teori Bilangan- 69
Karena 7│r dan 11│r, dan (7,11) = 1 maka 77│r.

Karena 77│1001.q dan 77 │r, maka 77 │1001.q + r, atau 77 │N,

e. 7│r dan 13│r ( 11 ┼ r)

Karena 7│r dan 13│r, dan (7,13) = 1 maka 91│r.

Karena 91│1001.q dan 91 │r, maka 91 │1001.q + r, atau 91 │N,

f. 11│r dan 13│r ( 7 ┼ r)

Karena 11│r dan 13│r, dan (11,13) = 1 maka 143│r.

Karena 143│1001.q dan 143 │r, maka 143 │1001.q + r, atau 143│N,

Berdasarkan analogi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu bilangan habis

dibagi 7, 11, 13, 77, 91, 143, dapat dilakukan dengan pembagian 1001. selanjutnya

dilihat sisa hasil pembagian yaitu bagaimana keadaan dari r. Untuk lebih jelasnya

perhatikan contoh berikut ini.

1. Bagilah 231764587 dengan 1001

Misal N = 231764587, dengan 2 adalah angka ke-1, 3 angka ke-2, ..... 7 angka

ke 9.

a. Perhatikan angka ke-1 dan ke-4 dan kurangkan diperoleh 7-2 = 5 dan

hasilnya letakkan diatas N.

231764587

b. Selanjuntnya perhatikan angka ke-2 dan ke-5, dan kurangkan maka diperoleh

4 – 1 = 3, hasilnya letakkan di atas N

53

2 3 1 7 6 4 5 8 7,

Teori Bilangan- 70
c. Lanjutkan sampai angka ke-9 maka diperoleh:

533154

2 3 1 7 6 4 6 8 7,

Perhatikan bahwa tiga bilangan terakhir yang tidak dicoret adalah sisa pembagian

yaitu 154. Selanjutnya dapat diselidiki apakah 154 habis dibagi 7, 11, 13, dan

seterusnya.

Karena 7 │154, maka 7 │231764587. Karena 13 ┼ 154, maka 13 ┼ 231764587

2. Misal N = 3526766958 dibagi 1001

Analog dengan contoh soal 1 diperoleh hasil sisa pembagian.

3243715

3526766958

Perhatikan bahwa tiga bilangan terakhir yang tidak dicoret adalah sisa pembagian

yaitu 715. Selanjutnya dapat diselidiki apakah 715 habis dibagi 7, 11, 13, dan

seterusnya.

Contoh 1 dan 2 di atas, disebut juga dengan metode pembagian dengan

pencoretan (scratch merthod)

Kesimpulan

Suatu bilangan asli N habis dibagi :

1. Selalu habis dibagi 1.

2. 2 jika angka terakhir lambang bilangan N habis dibagi 2 (genap).

3. 3 jika jumlah angka-angka dari lambang bilangan N habis dibagi 3.

4. 4 jika bilangan yang dibentuk oleh dua angka terakhir dari lambang

bilangan N habis bagi 4.

Teori Bilangan- 71
5. 5 jika angka terakhir dari lambang bilangan N adalah 0 atau 5.

6. 6 jika N habis dibagi oleh 2 dan 3.

7. 7 jika N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 ....a1ao) habis dibagi jika 7 │(a0 +3a1 + 2a2 ) - (a3 +

3a4 + 2a5) + ...

8. 8 jika bilangan yang dibentuk oleh tiga angka terakhir dari lambang

bilangan N habis dibagi 8

9. 9 jika jumlah angka-angka dari lambang bilangan N habis dibagi 9.

10.10 jika angka terakhir dari lambang bilangan N adalah 0.

11.N = (akak-1ak-2ak-3ak-4 a a ) habis dibagi 11 jika selisih jumlah angka-


.... 1 o

angka pada urutan genap dengan jumlah angka pada urutan ganjil habis

dibagi 11.

12.habis dibagi 12 jika N habis dibagi 3 dan 4.

13.habis dibagi 13 jika sisa pembagian dengan methode pencoretan habis

dibagi 13.

14.habis dibagi 14, jika N habis dibagi 2 dan 7.

15.habis dibagi 15 jika N habis dibagi 3 dan 5.

16.habis dibagi 16 jika 4 angka terakhir dari N adalah bilangan yang habis

dibagi 16.

17.Selanjutnya dapat diselidiki apakah suatu bilangan habis dibagi bilangan prima.

Cara yang dapat ditempuh adalah mencari bilangan pengali pada pembagian

dengan bilangan prima.

2.6 Soal-soal

Teori Bilangan- 72
1. Tunjukkan bahwa jika ab │ bc maka a│ b.

2. Berapa banyak bilangan bulat antara 100 sampai dengan 1000 yang

habis dibagi 7?

3. Jika (a,4) = 2 dan (b,4) = 2, Buktikan bahwa (a+b,2) = 4

4. Tentukan (n,n+1) dan [n,n+1], bila n  Z.

5. Selidiki apakah bilangann 4562333211119 habis dibagi 11, dan 13.

6. Buktikan jika n bilangan ganjil maka 8 │ n2 – 1.

7. Jika a │b, a │c, maka a │(b-c). Jika a > b dan b  0.

8. Tentukan nilai x dan y dari kombinasi linear berikut ini.

a. 341x + 527y = (341,527)

b. 817x + 589y = (817,589)

c. 999x + 49y = (999, 49)

d. 5321x + 544y = (5321,544)

e. 44329x + 140299y = (44329, 140299)

9. Tunjukkan bahwa:

a. Perkalian tiga bilangan bulat berurutan habis dibagi 6

b. Perkalian empat bilangan bulat berurutan habis dibagi 24.

10.Tentukan KPK dari

a. 109 dan 1135

b. 2201 dan 3317

c. 4, 5, dan 9

d. 3, 4, dan 6

e. 5321 dan 544

Teori Bilangan- 73
11.Tentukan semua selesaian (jika mungkin) dari persamaan Diophantine

berikut ini.

a. 56x + 72y = 40

b. 24x + 138y = 18

c. 221x + 91y = 117

d. 84x – 438y = 156

e. 30x + 17y = 300

f. 54x + 21y = 906

g. 123x + 360y = 99

h. 158x – 57y = 7

Teori Bilangan- 74
BAB III
KONGRUENSI

3.1 Pengertian

Jika kita berbicara konsep kongruensi sebenarnya hal ini secara tidak langsung

sudah didapatkan pada pelajaran matematika Sekolah Dasar, hanya saja istilah yang

digunakan sedikit berbeda yaitu bilangan jam atau bilangan bersisa. Cara yang

dilakukan biasanya diperagakan dengan menggunakan jam sebagi media dalam

operasi yang berlaku, baik jumlah maupun pengurangan. Dalam bilangan jam

enaman, jika dioperasikan dengan menggunakan jam maka bilangan bulat yang

digunakan adalah 0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Sedangkan bilangan bulat lainnya dapat

direduksi yaitu dengan cara membagi bilanmgan tersebut dengan 6 dan bilangan

yang digunakan adalah sisa dari pembagian tersebut.

Contoh:

14 dalam jam enaman dapat direduksi menjadi 2, karena 14 jika dibagi 6 bersisa 2.

21 dalam jam enaman dapat direduksi menjadi 3, karena 21 jika dibagi 6 bersisa 3.

61 dalam jam enaman dapat direduksi menjadi 1, karena 61 jika dibagi 6 bersisa 1.

dan seterusnya.

Berdasarkan proses reduksi dan operasi yang ada pada bilangan jam, selanjutnya

dikembangkan konsep kongruensi sebagai berikut.

14  2 karena jika 14 dibagi 6 bersisa 2

21  3 karena jika 21 dibagi 6 bersisa 3

61  1 karena jika 61 dibagi 6 bersisa 1

Teori Bilangan- 75
Pernyataan di atas dapat pula dinyatakan dengan

14  2 karena 14 – 2 = 12 dan 12 habis dibagi 6

21  3 karena 21 – 3 = 18 dan 18 habis dibagi 6

61  1 karena 61 – 1 = 60 dan 60 habis dibagi 6.

Berdasarkan contoh di atas terlihat bahwa sesungguhnya konsep kongruensi

adalah pengkajian secara lebih mendalam tentang keterbagian pada bilangan bulat

dan sifat-sifatnya yang telah dipelajari pada bab II, atau dapat pula dikatakan bahwa

kongruensi adalah cara lain untuk mengkaji keterbagian dalam bilangan bulat. Untuk

jelasnya perhatikan definisi dan teorema di bawah ini.

Definisi 3.1

Misal a, b, m  Z dan m  0, maka a disebut kongruen dengan b modulo m jika a-b

habis dibagi oleh m, yaitu m│a – b. Pernyataan ini dinotasikan a  b (mod m).

Jika m ┼ (a-b) maka dinotasikan dengan a ∕ b (mod m).

Contoh:

7  2 ( mod 5), karena 5│(7-2)

34  4 ( mod 10), karena 10│(34-4)

17  1 ( mod 4), karena 4│(17-1)

6 ∕ 1 (mod 4), karena 4 ┼ (6-1)

11 ∕ 4 (mod 9), karena 9 ┼ (11-4)

Dengan demikian sebenarnya istilah kongruensi sering muncul dalam

kehidupan di sekitar kita. Misalnya kerja kalender yang kita gunakan dalam tahun

Masehi menggunakan bilangan bulat modulo 7 karena dalam satu minggu terdapat 7

hari, kerja arloji menggunakan bilangan bulat modulo 12 karena waktu yang ada

Teori Bilangan- 76
dalam jam yaitu jam 01.00 – 12.00. Banyaknya bulan dalam satu tahun

menggunakan bilangan bulat modulo 12, pasaran hari dalam satu minggu

menggunakan bilangan bulat modulo 5 karena terdapat pasaran hari pon, wage,

kliwon, legi, pahing dan masih banyak lagi contoh-contoh penggunaan kongruensi

yang secara tidak langsung ada disekitar kita.

Dalil 3.1

Misal a,b,c,  Z, dan m  N, maka berlaku sifat-sifat simetris, refleksif, dan

transitip.

a. Refleksif

a  a (mod m)

b. Simetris

Jika a  b (mod m) maka b  a.(mod m)

c. Transitif

Jika a  b (mod m) maka b  c (mod m)m, maka a  c (mod m)

Bukti

a. Misal m  0, maka m│0.

m│0 berarti m │(a-a)

Karena m │(a-a), hal ini menurut definisi a  a (mod m), untuk setiap bilangan

bulat a dan m  0.

Cara lain

a  a (mod m), sebab a-a = 0 dan m│0.

b. a  b (mod m), menurut definisi berarti m│a-b, sedangkan menurut definisi

keterbagian m│a-b, dapat dinyatakan sebagai (a-b) = tm, untuk t  Z.

Teori Bilangan- 77
(a-b) = tm  -(a-b) = -tm

 (b-a) = (-t)m, -t  Z.

 m │(b-a) atau b  a (mod m)

c. a  b (mod m) berarti m │(b-a)

b  c (mod m) berarti m │(b-c)

Menurut dalil keterbagian

m │(b-a) dapat dinyatakan dengan a-b = t1m

m │(b-c) dapat dinyatakan dengan b-c = t2m

---------------- +

(a-c) = (t1+t2)m, untuk t1,t2  Z

Jadi m │(a-c) atau a ≡ c(mod m)

Teorema 3.1

Misal a,b,c,d  Z dan m  N, maka

1. Jika a  b (mod m) maka ac  bc (mod m)

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(a-b)

Menurut definisi keterbagian bilangan bulat berlaku

(a-b) = tm, t  Z.
 (a-b)c = (tm)c.

 ac – bc = (tc)m

 ac – bc = xm, x  Z.

Karena ac-bc = xm, berarti m │ (ac-bc) atau ac = bc (mod m)

Teori Bilangan- 78
2. Jika a  b (mod m) maka a+c  b+c (mod m)

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(a-b)

Menurut definisi keterbagian bilangan bulat berlaku

(a-b) = tm, t  Z.
 (a-b) + 0 = (tm)

 (a-b) + (c-c) = (tm)

 (a+c) – (b+c) = (tm)

Karena (a+c) – (b+c) = tm, berarti m │ (a+c) – (b-c) atau a+c = b+c (mod m)

3. Jika a  b (mod m) dan c  d (mod m) maka a+c  b+d (mod m)

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(b-a)

c  d (mod m) berarti m │(c-d)

Menurut dalil keterbagian

m │(b-a) dapat dinyatakan dengan a-b = t1m

m │(c-d) dapat dinyatakan dengan c-d = t2m

---------------- +

(a+c) - (b+d) = (t1+t2)m, untuk t1,t2  Z

Jadi m │(a+c) - (b+d) atau a+c ≡ b+d (mod m)

4. Jika a  b (mod m) dan c  d (mod m) maka a-c  b-c (mod m)

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(b-a)

c  d (mod m) berarti m │(c-d)

Teori Bilangan- 79
Menurut dalil keterbagian

m │(b-a) dapat dinyatakan dengan a-b = t1m

m │(c-d) dapat dinyatakan dengan c-d = t2m

---------------- -

(a-c) - (b-d) = (t1-t2)m, untuk t1,t2  Z

Jadi m │(a-c) - (b-d) atau a-c ≡ b-d (mod m)

5. Jika a  b (mod m) dan d │m, d > 0, maka a  b (mod d)

Bukti

Karena a  b (mod m) maka m │m-b

Jika m │a-b dan d │m, berarti d │a-b , d > 0.

Karena d │a-b berati a  b (mod d)

6. Jika a  b (mod m) dan c  d (mod m) maka

ax + by = bx + dy (mod m), untuk x,y  Z.

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(a-b)

c  d (mod m) berarti m │(c-d)

Menurut dalil keterbagian

m │(b-a) dapat dinyatakan dengan a-b = t1m

m │(c-d) dapat dinyatakan dengan c-d = t2m

 (a-b)x = (t1m)x, x  Z

 (c-d)y = (t2m)y, y  Z

---------------------------- +

Teori Bilangan- 80
(a-b)x + (c-d)y = {(t1m)x+ (t2m)y}, x,y Z
atau (ax +cy) – (bx+dy) = {(t1x)+ (t2y)}m, {(t1x)+ (t2y)} Z
atau m │(ax +cy) – (bx+dy) = atau (ax +cy) ≡ (bx+dy) (mod m)

7. Jika a  b (mod m) dan c  d (mod m) maka ac = bd (mod m)

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(a-b)

c  d (mod m) berarti m │(c-d)

Menurut dalil keterbagian

m │(b-a) dapat dinyatakan dengan a-b = t1m

m │(c-d) dapat dinyatakan dengan c-d = t2m

 (a-b)c = (t1m)c, c  Z atau (ac – bc) = (t1m)c, c  Z

 (c-d)b = (t2m)b, b  Z atau (cb – db) = (t2m)b, b  Z

----------------------------------------------------------------- +

(ac-bd) = (t1m)c + (t2m)b, a,b  Z.


 (ac-bd) = (t1c + t2b)m, (t1c + t2b)  Z.

atau m │(ac – bd ) atau (ac) ≡ (bd) (mod m)

8. Jika a  b (mod m) maka an = bn (mod m)

Bukti

a  b (mod m) berarti m │(a-b)

Menurut dalil keterbagian

m │(b-a) dapat dinyatakan dengan a-b = tm

Selanjutnya kita mengetahui bahwa

an – bn = (a-b)(an-1 + an-2b + an-3b2 + ..... + bn-1)

Teori Bilangan- 81
Karena a-b │ a-b , maka

a-b │ an – bn , atau

a-b │(a-b)(an-1 + an-2b + an-3b2 + ..... + bn-1)

Menurut dalil keterbagian:

Jika m │a-b dan a-b │ an – bn , maka a-b │ an – bn

Jadi a-b │ an – bn atau an  bn (mod m)

Dalil 3.2

Andaikan f adalah suatu polinomial dengan koefisien-koefisien bilangan bulat,

Jika Jika a  b (mod m), maka f(a)  f(b) (mod m).

Bukti

Misal f(x) = tnxn + tn-1xn-1 + tn-2xn-2 + tn-3xn-3 + ..... + t1x + to

Dengan tn, tn-1, tn-2, tn-3, t1x, to  Z.

Jika x = a maka f(a) = tnan + tn-1an-1 + tn-2an-2 + tn-3an-3 + ..... + t1a + to

Jika x = b maka f(b) = tnbn + tn-1bn-1 + tn-2bn-2 + tn-3bn-3 + ..... + t1b + to

--------------------------------------------------------------------------------------------------- -

f(a) – f(b) = tn(an - bn ) + tn-1(an-1 - bn-1 ) + tn-2(an-3 –bn-3) + ..... +

t1(a-b)

Dengan menggunakan sifat sebelumnya diperoleh

a  b (mod m) atau m │a-b sehingga m │t1(a-b)

a2  b2 (mod m) atau m │a2-b2 sehingga m │t2(a2-b2)

a3  b3 (mod m) atau m │a3-b3 sehingga m │t3(a2-b2)

a4  b4 (mod m) atau m │a4-b4 sehingga m │t4(a4-b4)

Teori Bilangan- 82
.............................................................................

an  bn (mod m) atau m │an-bn sehingga m │tn(an-bn)

Dengan menggunakan definisi keterbagian pada bilangan bulat maka:

m │tn(an-bn) + tn-1(an-1-bn-1) + tn-2(an-2-bn-2) + tn-3(an-3-bn-3) + ..... + t1(a1-b1), hal ini

berarti

m │f(a) – f(b) atau f(a)  f(b) (mod m)

Perhatikan beberapa contoh berikut ini!

Perhatikan beberapa contoh berikut ini!

1. 41  1 (mod 8) hal ini berarti 8 │ (41-1) atau 8 │40. Dengan kasus yang sama

maka 8│ (1- 41) atau 8 │ - 40, sehingga 1  41 (mod 8).


2. Karena 0 habis dibagi oleh sebarang bilangan bulat m, dan 0 dapat diperoleh dari

hasil pengurangan sebarang dua bilangan yang sama, maka dapat ditentukan

- 3│0  3 │5-5  5  5 (mod 3)

- 7│0  7 │9-9  7  7 (mod 9)

- 11│0  11 │20  20  20 (mod 9)

3. 25  11 (mod 7), karena 7 │25-11 atau 7 │14.

99  1 (mod 44), karena 44 │99-1 atau 44 │98

4. 26  1 (mod 5), karena 5 │26-1 atau 5│25

5 │25  5 │3.25  5 │10.25  5 │11.25  5 │100.25

Apakah 7 │2(30-2)

Apakah 7 │10(30-2)

Apakah 2.30  2.2 (mod 7)

Apakah 10.30  10.2 (mod 7)

Teori Bilangan- 83
5. 26  1 (mod 5), karena 5 │26-1 atau 5│25

36  1 (mod 5), karena 5 │36-1 atau 5│35

Apakah 5 │26+36 atau 5│1+1

Apakah 5 │(26+36) – (1+1) atau apakah 5 │62 –2

6. 13  3 (mod 5), karena 5 │13 –3

7  2 (mod 5), karena 5 │7–2, Apakah 91  6 (mod 5)

Jika kita perhatikan contoh di atas nampak bahwa dalam kongruensi berlaku sifat-

sifat yang sama dalam pembagian bilangan bulat

3.2 Sistem Residu

Untuk membahas pengertian sistem residu, perlu diingat kembali tentang

algoritma pembagian. Menurut teorema algoritma pembagian terdapat bilangan

bulat q dan r sehingga untuk setiap bilangan bulat a dan m berlaku hubungan a =

qm +r, dengan 0 ≤ 0 < r. Selanjutnya persamaan a = qm + r dapat dinyatakan

dalm bentuk kongruensi a  q (mod m) Akibatnya, setiap bilangan bulat a kongruen

modulo m dengan salah satu bilangan bulat berikut: 0, 1, 2, 3, ..... , m-1. Dengan

demikian jelaslah bahwa tidak ada sepasangpun dari bilangan-bilangan 0, 1, 2,

3, ..... , m-1 yang kongruen satu sama lain. Maka m buah bilangan tersebut dapat

membentuk suatu sistem residu lengkap modulo m.

Definisi 3.3

1. Jika x  y (mod m) maka y disebut residu dari x modulo m.

Teori Bilangan- 84
2. Misal A = { x1, x2, x3, ..... , xm }, disebut suatu sistem residu modulo m

yanglengkap jika dan hanya jika untuk setiap y (0  y <m}terdapat satu dan

hanya satu xi sedemikian sehingga y  xi (mod m) atau xi  y (mod m) y

Contoh

1. {6, 7, 8, 9, 10} adalah suatu sistem residu modulo 5 yang lengkap sebab untuk

setiap

y dan (0  y <5 ) terdapat hubungan

10  0 (mod 5)

9  4 (mod 5)

8  3 (mo 5)

7  2 (mod 5)

6  1 (mod 5)

2. {-5, 10, 27} adalah bukan suatu sistem residu modulo 5 yang lengkap sebab:

10  1 (mod 3)

27  0 (mod 3)

-5  / 1 (mod 3)
3. {4, 25, 82, 107} adalah suatu sistem residu modulo 4 yang lengkap sebab untuk

setiap

y dan (0  y <4 ) terdapat hubungan

4  0 (mod 4)

25  1 (mod 5)

Teori Bilangan- 85
82  2 (mo 5)

107  3 (mod 5)

6  1 (mod 5)

Misal diberikan kongruensi 5  2 (mod 3).

Bilangan-bilangan bulat yang bersisa 2 jika dibagi 3 adalah

2, (2  3), (2  2.3), (2  3.3), (2  4.3), ...... , (2  (m-1).3),

= 2, 5, 8, 11, 14, ....

= ....., -10, -7, -4, -1, 2, .....

Jika keduanya digabungan didapat himpunan

{ ...., -10, -7, -4, -1, 2, 5, 8, 11, ..... }

disebut sebagai himpunan residu (kongruen) 2 modulo 3 yang dilambangkan dengan

[ 2 ], sehingga:

[ 2 ] = { ...., -10, -7, -4, -1, 2, 5, 8, 11, ..... }

Untuk modulo 3 terdapat tiga himpunan residu, yaitu:

[ 0 ] = { ...., -12, -9, -6, -3, 0, 3, 6, 9, .... }

[ 1 ] = { ...., -11, -8, -5, -2, 1, 4, 7, 8 , ..... }

[ 2 ] = { ...., -10, -7, -4, -1, 2, 5, 8, 11, ..... }

Ketiga himpunan residu modulo 3 membentuk suatu klas residu modulo 3 yaitu

{ [ 0 ], [ 1 ], [ 2 ] }

Dengan demikian untuk sebarang m  Z dan m > 0, terdapat (m-1) himpunan

residu modulo m dan kelas residu modulo m yang mempunyai (m-1) anggota, yaitu:

{ [ 0 ], [ 1 ], [ 2 ], [ 3 ], ..... , [ m-1 ] }

Teori Bilangan- 86
Dengan demikian untuk sebarang x,r  Z dan 0  r < m, maka nilai-nilai x yang

memenuhi hubungan x ≡ r (mod m) membentuk barisan aritmatika sebagai berikut:

....., r-4m, 2-3m, r-2m, 2-m, r, r+m, r+2m, r+3m, .....

Dalil 3.2

Jika b ≡ c (mod m), maka (b,m) = (c,m)

Bukti.

Karena b ≡ c (mod m) berarti m │ b-c

Berdasarkan teorema sebelumnya dalam keterbagian, sehingga:

Bila (b,m) │m dan m │ b-c maka (b,m) │b-c

Bila (b,m) │b dan (b,m) │ b-c maka (b,m) │c.

Jadi bila (b,m) │m dan (b,m) │c maka (b,m) adalah pembagi persekutuan m dan c.

Hal ini berarti (b,m)│(c,m). ..................(1)

c  b (mod m) berarti m │c-b


Berdasarkan teorema sebelumnya dalam keterbagian, sehingga:

Bila (c,m) │m dan m │ c-b maka (c,m) │c-b

Bila (c,m) │c dan (c,m) │ c-b maka (c,m) │b.

Jadi bila (c,m) │m dan (c,m) │b maka (c,m) adalah pembagi persekutuan m dan b.

Hal ini berarti (c,m)│(b,m). ..................(2)

Dari (1) dan (2) dapat disimpulkan (b,m) = (c,m).

Definisi 3.4

Misal { x1, x2, x3, x4, ..., xk}, selanjutnya himpunan tersebut dinamakan sistem residu

modulo m yang tereduksi jika:

1. (xi,m) = 1

Teori Bilangan- 87
2. xi  / x (mod m) untuk setiap i  j.
j

3. Jika (y,m) = 1 maka y  xi (mod m) untuk i = 1,2,3, .... k, 0  y < m

Contoh

1. {1,5} adalah suatu sistem residu modulo 6 yang tereduksi, karena

a. (1,6) = 1 dan (5,6) =1

b. 5  / 1 (mod 6)
c. (7,6) =1 sehingga 7  1 (mod 6)

(11,6) = 1 sehingga 11  5 (mod 6)

(13,6) = 1 sehingga 13  7 (mod 6)

2. {17,19} juga merupakan suatu sistem residu modulo 6 tereduksi.

Sistem ini dapat diperoleh dari sistem residu modulo 6 yang lengkap , dengan

mengambil atau membuang anggota-anggotanya yang tidak relatip prima dengan

6.

{17, 30, 44, 91, -3, -14} adalah sistem residu lengkap modulo 6.

Anggota sistem yang tidak relatip prima dengan 6 adalah 30, 44, -3, -14. Setelah

bilangan yang tidak relatip prima dengan 6 dibuang diperoleh 17 dan 91,

sehingga (17,91) merupakan suatu sistem residu modulo 6 terduksi.

Ambil sistem residu modulo 6 lengkap yang lain, misalny {24, 49, 74, 33, 58, 83}.

Dari himpunan tersebut yang tidak relatip prima dengan 6 adalah 24, 74, 33, dan

58, sehingga yang relatip prima dengan 6 adalah 49 dan 83.

Dengan demikian terlihat bahwa {49, 83} merupakan suatu sistem residu modulo

6 yang terduksi.

Teori Bilangan- 88
Berdasarkan contoh 2 di atas, jelaslah bahwa suatu sistem residu tereduksi

modulo m dapat diperoleh dengan cara menghapus beberapa anggota sistem residu

lengkap modulo m yang tidak relatip prima dengan m. Selanjutnya dapat

diperhatikan bahwa semua sistem residu tereduksi modulo m akan mempunyai

banyak anggota yang sama, yaitu suatu bilangan yang biasanya disimbulkan dengan

fungsi  -Euler.

Teorema 3.2

1. Bilangan  (m) merupakan banyaknya biangan bulat positip kurang dari atau

sama dengan m yang relatif prima denganm.

2. Diberikan (a,m) = 1

Jika r1, r2, r3, ... rn sebagai sistem residu lengkap modulo m, maka ar 1, ar2, ar3, ...

arn juga merupakan sistem residu lengkap modulo n.

Bukti

Menurut teorem keterbagian

Jika (a,m) = 1 maka (ar,m) = 1

Banyaknya bilangan ar1, ar2, ar3, ... arn sama dengan r1, r2, r3, ... rn.

Oleh karena itu yang perlu ditunjukkan hanya

ari  / ar j (mod m), bila i  j.

Akan tetapi menurut teorema yang lain terlihat bahwa ar i  arj (mod m), dan (a,m)

= 1.

Dengan demikian haruslah i = j.

Dalil 3.3

Jika (a,m) = 1, maka a  (m)


 1 (mod m)

Teori Bilangan- 89
Contoh

1. Untuk m = 4,  (4) = 2

2. Untuk m = 25,  (25) = 20

3. Untuk m = 3,  (3) = 2

4. Untuk m = 10,  (10) = 4

5. Tentukan 0  x < 5 sedemikiam sehingga 9101  x (mod 5)

Jawab.

Untuk m = 5, maka  (5) = 4 sehingga

94  x (mod 5)  1 (mod 5)

9101 = 9100.9 1  (94)25.9 (mod 5)

 9 (mod 5)

 4 (mod 5)

diperoleh x = 4.

6. Tentukan 0  x < 19 sedemikiam sehingga 43200  p (mod 19)

Jawab.

Untuk m = 19, maka  (19) = 18 sehingga

4319  p (mod 5)  1 (mod 19) karena (43,19) = 1

43200 = 43198.43 2  (4318)11.432 (mod 19)

 1. 43.43 (mod 19)

 1.5.5 (mod 19)

 6 (mod 19)

diperoleh p = 6.

7. Carilah angka terakhir dari 2 500


.

Teori Bilangan- 90
Jawab

Untuk menentukan angka terakhir dari 2 500


. maka persoalan di atas harus

dipangang sebagai y  x (mod 10)

 y  x (mod 2) dan y  x (mod 5)

2  0 (mod 2), sehingga 2 500


 0 (mod 2)

 (5) = 4 dan 5 ┼ 2 maka 2 4


 1 (mod 5)

2 500
 (2 4 )125  1 (mod 5)

2 500
 0 (mod 2) → 2 500
 6 (mod 2)

2 500
 1 (mod 5) → 2 500
 6 (mod 5)

2 500
 6 (mod 2) dan 2 500
 6 (mod 5), maka

2 500
 0 (mod 2.5) atau 2 500
 6 (mod 10).

Jadi angka terakhir dari 2 500


adalah 6.

8. Carilah angka terakhir dari 3600.

Jawab

Untuk menentukan angka terakhir dari 3 600


. maka persoalan di atas harus

dipangang sebagai y  x (mod 10)

 y  x (mod 2) dan y  x (mod 5)

3  1 (mod 2), sehingga 3 600


 1 (mod 2)

 (5) = 4 dan 5 ┼ 3 maka 3 4


 1 (mod 5)

3 500
 (3 4 )150  1 (mod 5)

3 600
 1 (mod 2) dan 3 600
 1 (mod 5)

3 600
 1 (mod 2.5) atau 3 600
 1 (mod 10).

Jadi angka terakhir dari 3 600


adalah 1.

Teori Bilangan- 91
BAB IV
KONGRUENSI LINEAR

4.1 Kongruensi Linear

Kongruensi mempunyai beberapa sifat yang sama dengan persamaan dalam

Aljabar. Dalam Aljabar, masalah utamanya adalah menentukan akar-akar persamaan

yang dinyatakan dalam bentuk f(x) = 0, f(x) adalah polinomial. Demikian pula halnya

dengan kongruensi, permasalahannya adalah menentukan bilangan bulat x sehingga

mememnuhi kongruensi

f(x)  0 (mod m)

Definisi 4.1

Jika r1, r2, r3, ... rm adalah suatu sistem residu lengkap modulo m. Banyaknya

selesaian dari kongruensi f(x)  0 (mod m) adalah banyaknya ri sehingga f(ri)  0

(mod m)

Contoh:

1. f(x) = x3 + 5x – 4  0 (mod 7)

Jawab

Teori Bilangan- 92
Selesaiannya adalah x = 2, karena

f(2) = 23 + 5(2) – 4 = 14  0 (mod 7)

Ditulis dengan x  2 (mod 7).

Untuk mendapatkan selesaian kongruensi di atas adalah dengan mensubstitusi x

dari 0, 1, 2, 3, ...., (m-1).

2. x3 –2x + 6  0 (mod 5)

Jawab

Selesaiannya adalah x = 1 dan x = 2, sehingga dinyatakan dengan

x  1 (mod 5) dan x  2 (mod 5).

3. x2 + 5  0 (mod 11)

Jawab

Tidak mempunyai selesaian, karena tidak ada nilai x yang memenuhi kongruensi

tersebut.

Bentuk kongruensi yang paling sederhana adalah kongruensi yang berderajat

satu dan disebut dengan kongruensi linear. Jika dalam aljabar kita mengenal

persamaan linear yang berbentuk ax = b, a  0, maka dalam teori bilangan dikenal

kongruensi linear yang mempunyai bentuk ax  b (mod m).

Definisi 4.2

Kongruensi sederhana berderajat satu atau yang disebut kongruensi linear

mempunyai bentuk umum ax  b (mod m), dengan a,b,m  Z,a  0, dan m > 0.

Kongruensi sederhana berderajat satu atau yang disebut kongruensi linear

mempunyai bentuk umum ax  b (mod m), dengan a,b,m  Z,a  0, dan m > 0.

Teori Bilangan- 93
Teorema 4.1

Kongruensi linear ax  b (mod m), dengan a,b,m  Z , a  0, dan m > 0. dapat

diselesaikan jika d = (a,m) membagi b. Pada kasus ini memiliki selesaian. Jika (a,m)

= 1, maka kongruensi linear ax  b (mod m) hanya mempunyai satu selesaian.

Bukti.

Kongruensi linear ax  b (mod m) mempunyai selesaian, berarti m │ax – b.

Andaikan d ┼b.

d = (a,b) → d │a → d │ax.

d │ax. dan d ┼b → d ┼ ax – b.

d= (a,m) → d │m.

d │m dan d ┼b → m ┼ ax – b.

m ┼ ax – b bertentangan dengan m │ax – b, Jadi d │b.

Diketahui d │b dan d = (a,m) → d │a → d │m.

a m b
d │a , d │m, dan d │b →
d
,
d
, dan
d
 Z.

ax  b (mod m) → m │ax – b.

a m b m ax b
m │ax – b dan , , → │( - )
d d d d d d

m ax b ax b m
d

d
-
d

d
 d
(mod
d
).

ax b m m
Misal selesaian kongruensi
d
 d
(mod
d
) adalah x  xo; xo <
d
, maka

m
sebarang selesaiannya berbentuk x = xo + k.
d
,k  Z, yaitu:

Teori Bilangan- 94
m 2m 3m ( d  1)m
x = xo + k. , x = xo + k. , x = xo + k. , ..... , x = xo + k. .
d d d d

dimana seluruhnya memenuhi kongruensi dan seluruhnya mempunyai d selesaian.

Jika (a,d) = 1, maka selesaiannya didapat x = x o yang memenuhi kongruensi dan

mempunyai satu selesaian.

Contoh:

1. 7x  3 (mod 12)

Jawab

Karena (7,12) = 1, atau 7 dan 12 relatif prima dan 1 │ 3 maka 7x  3 (mod 12)

Hanya mempunyai 1 selesaian yaitu x  9 (mod 12)

2. 6x  9 (mod 15)

Jawab

Karena (6,15) = 3 atau 6 dan 15 tidak relatif prima dan 3 | 9, maka kongruensi di

atas mempunyai 3 selesaian (tidak tunggal).

Selesaian kongruensi linear 6x  9 (mod 15) adalah

x  9 (mod 15), x  9 (mod 15), dan x  14 (mod 15).

3. 12x  2 (mod 18)

Jawab

Karena (18,12) = 4 dan 4 ┼ 2, maka kongruensi 12x  2 (mod 18) tidak

mempunyai selesaian.

4. 144x  216 (mod 360)

Jawab

Teori Bilangan- 95
Karena (144,360) = 72 dan 72│ 216, maka kongruensi 144x  216 (mod 360)

mempunyai 72 selesaian.

Selesaian tersebut adalah x  4 (mod 360), x  14 (mod 360), .... , x  359

(mod 360).

5. Bila kongruensi 144x  216 (mod 360) disederhanakan dengan menghilangkan

faktor d, maka kongruensi menjadi 2x  3 (mod 5). Kongruensi 2x  3 (mod 5)

hanya mempunyai satu selesaian yaitu x  4 (mod 5).

Pada kongruensi ax  b (mod m) jika nilai a,b, dan m besar, akan

memerlukan penyelesaian yang panjang, sehingga perlu disederhanakan

penyelesaian tersebut.

ax  b (mod m) ↔ m│ (ax –b) ↔ (ax-b) = my, y  Z.

ax – b = my ↔ my + b = ax ↔ my  - b (mod a) dan mempunyai selesaian yo.

Sehingga dari bentuk my + b = ax dapat ditentukan bahwa my o + b adalah kelipatan

dari.

Atau dapat dinyatakan dalam bentuk:

my  b
myo + b = ax ↔ xo = o

Contoh.

1. Selesaikan kongruensi 7x  4 (mod 25)

Jawab

7x  4 (mod 25)

25y  -4 (mod 7)

4y  -4 (mod 7)

Teori Bilangan- 96
y  -1(mod 7)

25( 1)  4
yo = -1 sehingga xo = = -3
7

Selesaian kongruensi linear di atas adalah

x  -3 (mod 25)

x  22 (mod 25)

2. Selesaikan kongruensi 4x  3 (mod 49)

Jawab

4x  3 (mod 49)

49y  -3 (mod 4)

4y  -3 (mod 4)

y  -3 (mod 7)

49(3)  3
yo = -3 sehingga xo = = -36
4

Selesaian kongruensi linear di atas adalah

x  -36 (mod 49)

x  13 (mod 25)

Cara di atas dapat diperluas untuk menentukan selesaian kongruensi linear dengan

Menentukan yo dengan mencari zo

Menentukan wo dengan mencari wo

Menentukan vo dengan mencari wo, dan seterusnya.

Contoh

1. Selesaikan kongruensi 82x  19 (mod 625)

Jawab

Teori Bilangan- 97
82x  19 (mod 625)

----------------------------

625y  -19 (mod 82)

51y  -19 (mod 82)

-----------------------------

82z  19 (mod 51)

31z  19 (mod 82)

-----------------------------

51v  -19 (mod 31)

20v  -19 (mod 31)

-----------------------------

31w  19 (mod 20)

11w  19 (mod 20)

-----------------------------

20r  -19 (mod 11)

9r  -19 (mod 11)

9r  3 (mod 11)

-----------------------------

11s  -3 (mod 9)

2s  -3 (mod 9)

-----------------------------

9t  3 (mod 2)

t  3 (mod 2)

Teori Bilangan- 98
-----------------------------

Jadi to = 3, sehingga:

so = (9to-3)/2 = (27-3)/2 = 12

ro = (11so+3)/9 = (132+3)/9 = 15

wo = (20ro+19)/11 = (300+19)/11 = 29

vo = (31wo-19)/20 = (899-19)/20 = 44

zo = (51vo+19)/31 = (2244 +19)/31 = 73

yo = (82zo-19)/51 = (5986-19)/51 = 117

xo = (625yo+19)/82 = (73126+19)/82 = 892

Selesaian kongruensi di atas adalah

x  892 ( mod 625) atau x  267 ( mod 625)

Teorema 4.2

Jika (a,m) = 1 maka kongruensi linear ax  b (mod m) mempunyai selesaian x = a

 (m)-1
b, dimana  (m) adalah banyaknya residu didalam sistem residu modulo m

tereduksi.

Bukti.

Menurut teorem Euler jika (a,m) = 1 maka a  (m)-1


= 1.

ax  b (mod m)

a. a  (m)-1
.x  b a (m)-1
(mod m)

a  (m)
 b a (m)-1
(mod m)

Karena a  (m)
 1 (mod m) dan a  (m)
x  b a (m)-1
(mod m)

Teori Bilangan- 99
Maka 1.x  b a (m)-1
(mod m)

x  b a (m)-1
(mod m)

x  a (m)-1
b (mod m)

Contoh

1. Selesaikan 5x  3 (mod 13)

Jawab

Karena (5,13) = 1

Maka kongruensi linear 5x  3 (mod 13) mempunyai selesaian

x  3.5  (13) –1
(mod 13)

 3.5 12 –1
(mod 13)

 3.(52 )5.5 (mod 13)

 3.(-1)5 5 (mod 13), karena 52  -1 (mod 13)

 11 (mod 13)

4.2 Kongruensi Simultan

Sering kita dituntut secara simultan untuk menentukan selesaian yang

memenuhi sejumlah kongruensi. Hal ini berarti dari beberapa kongruensi linear yang

akan ditentukan selesaiannya dan memenuhi masing-masing kongruensi linear

pembentuknya.

Contoh

1. Diberikan dua kongruensi (kongruensi simultan)

x  3 (mod 8)

x  7 (mod 10)

Teori Bilangan- 10
0
Karena x  3 (mod 8), maka x = 3 + 8t (t  Z).

Selanjutnya x = 3 + 8t disubstitusikan ke x  7 (mod 10), maka diperoleh

3 + 8t  7 (mod 10) dan didapat

8t  7-3 (mod 10)

8t  4 (mod 10)

Karena (8,10) = 2 dan 2 │4 atau 2 │7-3, maka kongruensi 8t  4 (mod 10)

mempunyai dua selesaian bilangan bulat modulo 10 yaitu

8t  4 (mod 10)

4t  2 (mod 5)

t  3 (mod 5)

Jadi t  3 (mod 5) atau t  8 (mod 10)

Dari t  3 (mod 5) atau t = 3 + 5r (r  Z) dan t  8 (mod 10) atau x = 3 + 8t

Selanjutnya dapat dicari nilai x sebagai berikut:

x = 3 + 8t

= 3 + 8(3+5r)

= 3 + 24 + 40r

= 27 + 40r atau x  27 (mod 40) atau x  27 (mod [8,10])

2. Diberikan kongruensi simultan

x  15 (mod 51)

x  7 (mod 42)

Selesaian

Karena (51,42) = 3 dan 15  / 7 (mod 3) atau 3 ┼ 15 –7 , maka kongruensi

simultan di atas tidak mempunyai selesaian.

Teori Bilangan- 10
1
Teorema 4.3

Kongruensi simultan

x  a (mod m)

x  b (mod n)

dapat diselesaikan jika

a  b (mod (m,n)) dana memiliki selesaian tunggal

x  xo (mod [m,n])

Bukti

Diketahui

x  a (mod m)

x  b (mod n)

Kongruensi pertama x  a (mod m) → x = a + mk, k  Z.


Kongruensi kedua harus memenuhi a + mk  b (mod n) atau mk  b-a (mod n)

Menurut teorema sebelumnya mk  b-a (mod n) dapat diselesaikan jika

d │b-a, d = (m,n) atau dengan kata lain kondisi kongruensi a  b (mod (m,n))

harus dipenuhi.

d = (m,n) → d │ m dan d │m.

m n (b  a )
Jika d│ m dan d │m maka
d
,
d
,  Z.
d

m n (b  a )
d
,
d
,
d
 Z dan mk  b-a (mod n) mengakibatkan

mk (b  a ) n
d
 d
( mod
d
)

Teori Bilangan- 10
2
m n
Dari teorema sebelumnya jika d = (m,n) maka ( , )=1
d d

m n mk (b  a ) n
Jika (
d
,
d
) = 1 dan
d
 d
( mod
d
), maka

mk (b  a ) n
d
 d
( mod
d
) mempunyai 1 selesaian.

Misalkan selesaian yang dimaksud adalah k = ko sehingga selesaian kongruensi

adalah

n n
k  ko (mod
d
) atau k = ko +
d
r, r  Z.

n
Karena x = a = mk dan k = ko + r, maka
d

x = a + mk

n
= a + m (ko + r)
d

mn
= ( a + m ko + r)
d

= ( a + m ko ) + [m,n].r ; sebab [m,n](m,n) = m.n

= xo + [m,n]r, sebab xo = ( a + m ko )

= xo (mod [m,n])

4.3 Teorema Sisa China

Dalil 4.4

Jika m1, m2, m3, ... , mr  Z+, dan (mi,mj) = 1 untuk i  j,

maka kongruensi simultan :

x  a1 ( mod m1)

Teori Bilangan- 10
3
x  a2 ( mod m2)

x  a3 ( mod m3)

.........................

.........................

x  ar ( mod mr)

Mempunyai selesaian persekutuan yang tunggal :

r m1m2 m3 ....mr
x   j 1
mj ajbj (mod [m1,m2,m3,...,mr]

Bukti

Misal m = m1, m2, m3, ... , mr

m
Karena m ( j = 1,2,3, ... , r) adalah bilangan bulat yang tidak memuat m j, serta
j

m 
(mi,mj) =1 untuk i  j maka  b j = 1.
 mi 

 m  m
Menurut dalil jika  m , m j  = 1, maka kongruensi linear  b j  1 (mod m )
j
 j   mi 

m
mempunyai 1 selesaian. Karena m masih memuat mi, maka untuk i j
j

m 
berlaku  b j  0 (mod mj).
 mi 

r
m
Dengan memilih t = m
j 1
ajbj , maka
i

m m m m
t = m a1b1 + m a2b2 + ... + m ai bi + ... + m ar br
1 2 i r

Teori Bilangan- 10
4
Dalam modulo mi (i=1,2,3,..., r) t dapat dinyatakan dengan

m m m m
t  ( m a1b1 + m a2b2 + ... + m ai bi + ... + m ar br ) (mod mi)
1 2 i r

m m m
t  m1
a1b1 (mod mi) +
m2
a2b2 (mod mi) + ... +
mi
ai bi (mod mi) + ... +

m
ar br ) (mod mi)
mr

m  m 
Karena  b j  1 (mod mj) dan untuk i  j berlaku  b j  0 (mod mj) maka
 mi   mi 

diperoleh:

m
mi
bi  0 (mod mi) untuk i = 1,2,3,..., r. sehingga

m
mi
bi ai  0 (mod mi) untuk i = 1,2,3,..., r.

Jadi t  0 (mod mi) + 0 (mod mi) + ...+ ai (mod mi) + ... + 0 (mod mi)

t  ai (mod mi).

Karena i = 1,2,3, ... , r maka

t  a1 (mod m1)

t  a2 (mod m2)

t  a3 (mod m3)

......................

t  ar (mod mr).

Hal ini berarti memenuhi semua kongruensi x  ai (mod mi). Dengan kata lain t

merupakan selesaian persekutuan dari semua kongruensi linear simultan tersebut.

Contoh

Teori Bilangan- 10
5
1. Tentukan selesaian kongruensi simultan linear berikut:

x  5 (mod 8)

x  3 (mod 7)

x  4 (mod 9)

Jawab

Diketahui a1 = 5, a2 = 3, a3 = 4 dan m1 = 8, m2 = 7, m3 = 9.

Sehingga m = 8.7.9 = 504

(m1,m2) = 1, (m1,m3) = 1, (m2,m3) = 1.

Jadi kongruensi linear simultan memenuhi syarat untuk diselesaikan dengan teorema

sisa China

m 504
m1
b1  1 (mod m1) 
8
b1  1 (mod 8)

67 b1  1 (mod 8)

b1  7

Dengan cara yang sama diperoleh b2 = 4 dan b3 = 5

r
m
Jadi x = m
j 1
ajbj
i

x = 63.7.5 + 72.4.3 + 56.5.4

= 4186

x  4186 (mod [8.7.9])

x  157 (mod 504)

2. Tentukan selesaian kongruensi

Teori Bilangan- 10
6
19x  1 (mod 140)

Jawab

Karena 140 = 4.5.7 , maka kongruensi dapat dipilah menjadi kongruensi simultan

yaitu

19x  1 (mod 4)

19x  1 (mod 5)

19x  1 (mod 7)

Selanjutnya dapat disederhanakan menjadi

x  3 (mod 4)

x  4 (mod 5)

x  3 (mod 7)

Dengan cara seperti contoh 1 di atas diperoleh

x = 899

x  899 (mod 140)

x  59 (mod 140)

4.4 Soal-soal

1. Tentukan selesaian kongruensi linear di bawah ini

a. 3x  2 (mod 5)

b. 7x  4 (mod 25)

c. 12x  2 (mod 8)

d. 6x  9 (mod 15)

e. 36x  8 (mod 102)

Teori Bilangan- 10
7
f. 8x  12 (mod 20)

g. 144x  216 (mod 360)

2. Tentukan selesaian kongruensi simultan berikut ini.

a. 12 x  3 (mod 15)

10 x  14 (mod 8)

b. x  5 (mod 11)

x  3 (mod 23)

3. Selesaiakan kongruensi linear dengan metode myo + b = ax

my  b
↔ xo = o
:
a

a. 353x  19 ( mod 400)

b. 49x  5000 ( mod 999)

c. 589x  209 ( mod 817)

4. Selesaikan kongruensi linear simulat berikut dengan teorema sisa China.

a. x  1 (mod 3)
x  1 (mod 5)
x  1 (mod 7)
b. x  2 (mod 3)
x  3 (mod 5)
x  5 (mod 2)
c. x  1 (mod 4)
x  0 (mod 3)
x  5 (mod 7)
d. x  1 (mod 3)
x  2 (mod 4)
x  3 (mod 5)

Teori Bilangan- 10
8
e. 23x  17 (mod 180)

BAB V
KEPRIMAAN

Definisi 5.1

Misal p adalah suatu bilangan bulat positip lebih dari 1 yang hanya mempunyai

pembagi 1 dan p, maka p disebut bilangan prima. Jika suatu bilangan bulat q lebih

dari 1 dan bukan bilangan prima maka q disebut bilangan komposit.

Contoh

1. 2, 3, dan 5 adalah bilangan prima karena:

a. 2 hanya mempunyai pembagi 1 dan 2

b. 3 hanya mempunyai pembagi 1 dan 3

c. 5 hanya mempunyai pembagi 1 dan 5

2. 4, 6, dan 15 adalah bilangan-bilangan komposit karena:

a. Pembagi 4 adalah 1, 2, dan 4 (tidak hanya 1 dan 4)

b. Pembagi 6 juga bukan hanya 1 dan 6

c. Pembagi 15 juga bukan hanya 1 dan 15.

Teori Bilangan- 10
9
3. Didalam sejarah matematika terdapat beberapa “rumus” untuk menentukan

bilangan prima. Rumus-rumus tersebut menggambarkan adanya usaha para

ilmuwan matematika untuk mencari bilangan prima.

a. Erastosthenes, seorang ahli matematika Yunani telah membuat klasifikasi

bilangan pada tahun 300 SM yang dikenal dengan istilah saringan Erastosthenes

(the sieve Erastosthenes). Adapun proses menentukan bilangan prima  100

adalah sebagai berikut:

1) Bilangan 1 dicoret

2) Bilangan 2 diberi tanda dan semua kelipatannya dicoret

3) Bilangan 3 diberi tanda dan semua kelipatannya dicoret

4) Bilangan 5 diberi tanda dan semua kelipatannya dicoret

5) Demikian seterusnya untuk kelipatan-kelipatan bilangan prima berikutnya

sehingga diperoleh bilangan-bilangan 2, 3, 5, 7, 11, 13, 23, 29, 31, 37, 41, 43,

47, 53, 59, 61, 67, 71, 73, 79, 83, 89, dan 97

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

71 72 73 74 75 76 77 78 79 80

81 82 83 84 85 86 87 88 89 90

Teori Bilangan- 11
0
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

b. Rumus yang lain pernah muncul untuk menentukan bilangan prima dan rumus

tersebut dinyatakan dengan f(n) = n2 – n + 41.

Dengan pengecekan secara tabel diperoleh bilangan prima sebagai berikut

N f(n) n f(n) n f(n) N F(n)


1 41 11 151 21 461 31 971
2 43 12 173 22 503 32 1033
3 47 13 197 23 547 33 1097
4 53 14 223 24 593 34 1163
5 61 15 252 25 641 35 1231
6 71 16 281 26 691 36 1301
7 83 17 313 27 743 37 1373
8 97 18 347 28 797 38 1447
9 113 19 383 29 853 39 1523
10 131 21 421 30 911 40 1601

Jika diteruskan untuk n = 41 diperoleh f(n) 1681. Ternyata 1681 habis dibagi 1,

41, dan 1681. Maka 1681 bukan bilangan prima. Sehingga rumus tersebut di atas

gagal untuk menentukan bilangan prima karena tidak berlaku untuk setiap n.

c. Terdapat rumus lain untuk menentukan bilangan prima yaitu

f(n) = n2 – 79 + 1601.

Teryata rumus ini gagal untuk n = 81 karena

f(81) = 812 -79.81 + 1601

= 1763

= 41.43 (bukan prima)

d. Rumus lain adalah

f(n) = 2 2 + 1
n

Rumus ini juga gagal untuk menentukan bilangan prima karena untuk

Teori Bilangan- 11
1
n = 5 diperoleh

f(5) = 4194967297 (habis dibagi 641)

Rumus ini dikenal dengan rumus Fermat

e. Salah satu bilangan prima besar yang pernah diketahui adalah

211213 – 1
Peristiwa ini ditemukan di University of Illinois pada tahun 1913. Karena
menjadi kebanggaan pada waktu itu maka monumentalnya menjadi gambar dari
salah satu perangko di Amerika Serikat.

211213 - 1

Bilangan di atas mempunyai 3376 angka

f. Pada tahun 1971, bilangan 219937 – 1 diketahui sebagai bilangan prima yang terdiri

dari 6002 angka.

Dalil 5.1

Jika p adalah bilangan prima dan p │ ab, maka p │a, atau p │ b

Bukti:

Anggaplah p ┼ a, karena p adalah suatu bilangan prima, maka p hanya mempunyai

factor 1 dan p sehingga (a,p) = 1

Menurut dalil sebelumnya p │ ab dan (a,p) = 1 berakibat p │ b.

Dengan cara yang sama, jika dianggap p ┼ b maka dapat dibuktikan bahwa p │a.

Dalil 5.2

Teori Bilangan- 11
2
Jika p adalah bilangan prima dan p │a1 a2 a3 … an, maka paling sedikit membagi

satu faktor ai (1  i  n ).

Bukti:

Karena p │a1 a2 a3 … an, maka p │a1 (a2 a3 … an,).

Menurut dalil sebelumnya maka p │a1 atau p │a2 a3 … an,

Jika p │a1 maka terbukti p paling sedikit membagi satu faktor ai

Jika p ┼ a1, maka p │a1 (a2 a3 … an,) atau p │a2 (a3 … an,). Hal ini berarti

p │a2 atau p │a3 … an,. Demikian seterusnya diperoleh p │an-1 an

Sehingga p membagi paling sedikit membagi satu faktor ai.

Dalil 5.3 (Teorema Dasar Aritmatika)

Jika n adalah sebarang bilangan bulat positip lebih dari 1, maka n dapat dinyatakan

secara tunggal sebagai hasil kali faktor-faktor prima.

Bukti

Misal n  Z+ dan n > 1, maka n adalah suatu bilangan prima atau n suatu bilangan

komposit.

Jika n adalah prima, maka terbukti n mempunyai faktor prima n.

Jika n bilangan komposit, maka terdapat bilangan-bilangan bulat n 1, n2 dengan

(1<n1,n2<n) sehingga n = n1n2.

Jika n1 dan n2 keduanya bilangan prima maka terbukti n mempunyai faktor prima.

Dalah hal yang lain ada bilangan bulat n 1, n2, n3 dengan (1<n1,n2,n3<n) sehingga n =

n1. n2. n3.

Demikian seterusnya sehingga diperoleh n = n1. n2. n3. … .nk dengan syarat

(1<n1,n2,n3, … ,nk<n)

Teori Bilangan- 11
3
dan n1, n2, n3, n4, … ,nk adalah bilangan prima.

Untuk menunjukkan ketunggalan faktor prima, dimisalkan pemafktorannya tidak

prima (bukti negasi) yaitu:

n = p1, p2, p3, p4, … ,pk dan

n = q,, q2, q3, q4, … ,qm dengan pi dan qi adalah bilangan prima.

p1 │n berati p1 │ q1, q2, q3, q4, … ,qk

Karena pi adalah bilangan prima, maka menurut dalil sebelumnya berlaku p1 │ qi

untuk beberapa i. Selanjutnya karena qi juga suatu bilangan prima yaitu bilangan

yang faktornya 1 dan qi, maka jelaslah bahwa p1 = qi.

n = p1, p2, p3, p4, … ,pk dan n = q,, q2, q3, q4, … ,qm

hal ini berarti n = p1, p2, p3, p4, … ,pk = q,, q2, q3, q4, … ,qm

Misal tempat qi di qi maka p1 = q1 sehingga diperoleh

p2, p3, p4, … ,pk = q2, q3, q4, … ,qm

Jika proses sama dilakukan maka diperolah

p2 = q2, p3 = q3, p4 = q4 dan seterusnya.

Jika k < m, diperolah

1 = qk+1qk+2 ... qm.

Hal ini tidak mungkin terjadi, sebab tidak ada bilangan-bilangan prima yang hasil

kalinya 1 sehingga terjadi hal yang bertentangan (kontradiksi).

Jika k > m juga deemikian. Berdasarkan hal tersebut haruslah k = m yaitu

pemfaktorannya adalah tunggal.

Dalil 5.4

Terdapat tak hingga banyaknya bilangan prima

Teori Bilangan- 11
4
Bukti

Anggaplah banyaknya bilangan prima adalah hingga yaitu p1, p2, p3, p4, … ,pk

selanjutnya p1, p2, p3, p4, … ,pk+1

Maka ada dua kemungkinan nilai dari n

1. Jika N adalah suatu bilangan komposit, maka menurut dalil sebelumnya N dapat

dinyatakan sebagai hasil kali faktor-faktor prima. Faktor-faktor prima ini terdapat

dalam p1, p2, p3, p4, … ,pk. Misal pi adalah faktor prima dari N, maka

pi │n atau pi │ p1, p2, p3, p4, … ,pk maka dan pi │1. Hal ini terjadi kontradiksi.

Jadi banyaknya bilangan prima adalah tak hingga.

2. Jika N adalah suatu bilangan prima, maka

N = pj (j = 1,2,3, ... ,k)

N │N berarti pj │ (p1, p2, p3, p4, … ,pk ) + 1

pj │ p1, p2, p3, p4, … ,pk dan pj │ (p1, p2, p3, p4, … ,pk ) + 1

Maka pj │1. Hal ini terjadi kontradiksi.

Jadi banyaknya bilangan prima adalah tak hingga.

Selanjutnya dalil-dalil yang berkaitan dengan keprimaan dapat digunakan

untuk menentukan faktor-faktor persekutuan terbesar dari dua bilangan dengan lebih

sederhana.

Contoh.

1. Carilah (24,80)

Jawab

24 = 2 (12) = 2(2.6) = 2 (2.2.3)

= 23.3

Teori Bilangan- 11
5
80 = 2 (40) = 2 (2.20) = 2 (2.2.10) = 2(2.2.2.5)

= 24.10

Karena (24,80) tidak dapat memuat faktor 2 lebih dari 3, maka (24,80) = 2 3 = 8

2. Carilah (2700,9000)

Jawab

2700 = 23.33.52

9000 = 23.32.53

Karena (2700,9000) tidak dapat mempunyai faktor 2 lebih dari 2 kali, faktor 3

lebih dari dua kali, faktor 5 lebih dari dua kali maka

(2700,9000) = 22.32.52 = 900.

3. Carilah (54,72,84).

Jawab

Dengan cara yang sama diperoleh

(54,72) = 2.32 = 18

(72,84) = 22.3 = 12

Sehingga (54,72,84) = (18,12) = 6

Soal-soal

1. Carilah banyaknya bilangan-bilangan:

a. antara 50 dan 500 yang habis dibagi 3

b. antara 75 dan 750 yang habis dibagi 7

c. antara 100 dan 1000 yang habis dibagi 3 dan 5

d. antara 100 dan 2000 yang habis dibagi 3 dan 4

e. antara 100 dan 1000 yang habis dibagi 3,4, dan 5.

Teori Bilangan- 11
6
2. Tunjukkan bahwa

a. Perkalian tiga bilangan bulat yang berurutan habis dibagi 6.

b. Perkalian empat bilangan bulan berurutan habis dibagi 24.

3. Carilah

a. (60,75) b. (107,91) c. (18,78,144) d. (180,125)

e. (629,357) f. (44239,140299) g. (5321,544)

4. Carilah

a. [12,15] b. [9,21], c.[2,5,11] d. [3,4,6] e.[4,5,9]

5. Carilah (n,n+1) dan [n,n+1] untuk sebarang n bilangan bulat.

Teori Bilangan- 11
7
DAFTAR PUSTAKA

Dale Varberg., Edwin J. Purcell. 2001. Kalkulus (Edisi VII). Batam: Interaksara

David M.Burton. 1980. Elementary Number Theory (Revised Printing). London: Allyn
and Bacon, Inc.

David S. Dummit. 1991. Abstrcat Algebra. New York: Prentice-Hall International, Inc.

Dwi Purnomo, 1997. Kumpulan Makalah Ilmu Bilangan (Tidak Dipublikasikan).


Malang : PPS IKIP Malang.

____________, 1998. Pengantar Teori Bilangan. Malang : FPMIPA IKIP Budi Utomo
Malang.

Evawati Alisah , 1997. Ciri-Ciri Habis Dibagi (Makalah Tidak Dipublikasikan). Malang:
PPS IKIP Malang.

Gatot Muhsetyo, 1994. Dasar-dasar Teori Bilangan. Malang : IKIP Malang.

Ivan Niven, Herbert S. Zuckerman, and Hugh L. Montgomery. 1991. An


Introduction to the Theory of Numbers. New York: John Wiley & Sons Inc.

M. Coesamin. 1997. Keprimaan (Makalah Tidak Dipublikasikan). Malang: PPS IKIP


Malang.

Robert G. Bartle. 1992. Introduction to Real Analysis. New York: John Wiley &
SonsInc.

Teori Bilangan- 11
8
Seymour Lipschutz. 1984. Teori Himpunan (terjemahan Pantur Silaban). Seri Buku
Schaum Teori dan Soal-soal. Jakarta: Erlangga.

Usfandi Haryaka, 1997. Keterbagian (Makalah Tidak Dipublikasikan). Malang: PPS


IKIP Malang.

Teori Bilangan- 11
9

Anda mungkin juga menyukai