Edisi 1
Dr. H. Jaja Suteja, SE., MSi.
2.
KATA PENGANTAR
Assala mualaiku m Wr. Wb.
Tren globalisasi bisnis dan berbagai isu lokal pada saat ini telah
terdokumentasi dengan baik dalam laporan keuangan, baik dalam korporasi
besar maupun kecil, sehingga pada akhirnya berbagai kecenderungan
tersebut berpengaruh secara signifikan pada kinerja keuangan, karenanya
pemahaman atas beragam konsep manajemen keuangan, khususnya
keuangan korporasi (corporate financial management) sangat penting,
baik bagi pihak manajemen, pemerintah, mereka yang berminat dalam
manajemen keuangan perusahaan, para mahasiswa sekolah bisnis maupun
para pemerhati masalah keuangan.
Buku ini disajikan dalam format penuntun belajar agar pembaca dapat
memahami teori kuangan perusahaan secara komprehensif. Dalam buku
ini dibahas mengenai: pengertian, fungsi, dan peran manajemen keuangan,
kerangka dasar keuangan korporasi, analisis laporan keuangan, nilai waktu
uang, teori struktur modal perusahaan, kebijakan dividen perusahaan,
merger dan akuisisi.
Penulis
DAFTAR ISI
21
39
65
75
105
123
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pola Aliran Kas (Cash Flow) antara Perusahaan (The Firm)
dengan Pasar Keuangan (Financial Market) (5)
BA B
euangan merupakan bidang kajian yang sangat luas dan dinamis. Dalam
praktiknya masalah tersebut seringkali berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap sisi kehidupan setiap orang dan perusahaan
atau organisasi. Uang (money) bagi perusahaan dapat dianalogikan seperti
darah dalam suatu sistem metabolisme tubuh manusia, darah akan
memiliki fungsi dan peran yang sangat signifikan. Bayangkan, bagaimana
manusia tanpa darah atau perusahaan tanpa memiliki uang (money) satu
sen/rupiah pun, apa yang yang akan terjadi? Manusia tanpa darah pasti
akan meninggal, begitu juga dengan perusahaan, tanpa dukungan finansial
yang memadai akan sangat sulit untuk melakukan kegiatan bisnis sebelum
betul-betul kemudian dinyatakan mengalami financial distress atau bahkan
pailit/bangkrut. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengelola sumber
daya uang secara lebih profesional.
2. Investasi (Investments)
Terdapat banyak alternatif pilihan bagi seseorang individu dan lembaga
atau perusahaan untuk melakukan aktivitas investasi, baik investasi pada
aktiva nyata maupun dalam sejumlah instrumen investasi berbentuk
sekuritas. Untuk dapat meningkatkan beragam pilihan investasi tersebut,
investor dapat membentuk portofolio investasi (portfolio investments).
Untuk itu dibutuhkan analis sekuritas untuk memilih investasi atau
sekuritas mana yang memberikan imbal hasil (return) tinggi. Analis dapat
bekerja sendiri maupun bergabung pada perusahaan pialang sekuritas atau
brokerage house.
Total Value of
Firms Assets
B Firm invests
in assets
Current Assets
Fixed Assets
C
Retained
cash flows
Financial markets
Short-term debt
Long-term debt
Equity shares
Dividends
and debts
payments
Government
Gambar 1.1
Pola Aliran Kas (Cash Flow) antara Perusahaan
(The Firm) dengan Pasar Keuangan (Financial Market)
Dari Gambar 1.1 tersebut tampak pola aliran kas, mulai dari perusahaan
(the firm), untuk mendukung rencana investasi selanjutnya perusahaan
mengeluarkan atau menerbitkan surat berharga (bond or equity issue).
Uang hasil penerbitan sekuritas tersebut kemudian diinvestasikan pada
aset atau aktiva perusahaan, baik dalam bentuk current maupun fixed
assets. Utilisasi aktiva tersebut akan menciptakan aliran kas (cash flow from
firms assets). Aliran kas yang tercipta selanjutnya akan didistribusikan
oleh manajemen perusahaan berdasarkan berbagai kebijakan keuangan
(diversified financial policies), sebagian dana tersebut dikembalikan kepada
perusahaan dalam bentuk dana ditahan (retained earning) sebagian lagi
didistribusikan kepada pemilik perusahaan (owners or shareholders) dalam
bentuk dividen (dividend cash payment) atau digunakan untuk membayar
BAB 1 Pengertian, Fungsi, dan Peran Manajemen Keuangan
Akuntansi, Ekonomi
Makro/Mikro, Metode
Kuantitatif, Marketing,
MSDM, dan lain-lain
Memaksimumkan
Kesejahteraan para Pemilik
Gambar 1.2
Pengaruh Berbagai Ilmu terhadap Manajemen Keuangan
Faktor
Eksternal
Perusahaan
Risiko Bisnis
Risiko Keuangan
Keputusan
Pembelanjaan
Keputusan Dividen
Pendapatan
Risiko
Total
Pendapatan
Nilai
Perusahaan
Pendapatan
Keputusan
Investasi
Harga Pasar
Saham
Harga Pasar
Saham
Gambar 1.3
Hubungan Fungsi Keuangan dengan Tujuan Perusahaan
11
12
13
4.
5.
6.
7.
15
8.
16
9.
17
Conclusion Remark
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham atau para pemilik. Bagi perusahaan terbuka atau
perusahaan yang tanda kepemilikannya telah beredar di pasar modal
(public), maka tujuan ini direpresentasikan oleh harga saham di pasar.
Bagi perusahaan non public, biasanya tujuan ini dicerminkan oleh nilai
perusahaan. Oleh karena itu, manajer keuangan berupaya agar nilai saham
atau nilai perusahaan meningkat.
Manajer keuangan harus memilih alternatif yang dapat meningkatkan
nilai perusahaan secara keseluruhan, misalnya memilih investasi dengan
return tinggi, menggunakan sumber dana berbiaya rendah, dan lain-lain.
Dengan kata lain, manajer keuangan harus memperhitungkan return dan
risiko, dan akibatnya pada nilai saham atau perusahaan. Dalam meraih
destinasi bisnis dari para pemilik perusahaan, ada banyak faktor yang
berpengaruh, mulai faktor internal yang relatif terkendali sampai dengan
faktor eksternal yang bersifat uncontrollable.
Ilmu manajemen keuangan seperti halnya ilmu-ilmu lainnya juga
mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan dan ragamnya
tantangan yang dihadapi. Paradigma keputusan investasi relatif memiliki
tingkat prioritas yang lebih bermakna jika dibandingkan dengan per
masalahan kebijakan pembelanjaan, perkembangan konsepsi ini telah
menggeser paradigma lama mengenai urgensi kebijakan pembelanjaan
perusahaan. Perkembangan terakhir dari evolusi ilmu manajemen
keuangan cenderung bertumpu pada masalah-masalah yang terkait
perilaku keuangan atau financial behavior. Masalah manajemen keuangan
keperilakuan seiring dengan meningkatnya dominasi investasi dan makin
bergairahnya pasar modal di beberapa negara berkembang.
Perkembangan financial behavior ini tidak lepas dari adanya kenyataan
bahwa terdapat informasi yang tidak simetris (asymmetric information) di
antara para pemilik dan manajemen, kenyataan tersebut seringkali memicu
adanya konflik di antara mereka, oleh karena kondisi demikian mendorong
adanya konsep signaling dan masalah keagenan perusahaan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, Eugene F. and Michael C. Ehrhard. 2002. Financial Management
Theory and Practice (10th edition). Thomson Learning Inc.
19
Dasar-Dasar
Pembelanjaan
(edisi
ke-4).
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi (edisi ke-4).
Yogyakarta: BPFE.
_______________. 2008. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
BPFE.
Sawir, Agnes. 2005. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kerangka Dasar
Keuangan Korporasi
Jaja Suteja
Pada dasarnya sebuah kegiatan bisnis diawali oleh seorang investor yang
bersedia untuk berinvestasi atas sumber daya yang dia miliki. Kesediaan
investor tersebut untuk selanjutnya menjadi nilai tukar (exchange rate)
terhadap besarnya imbal hasil investasi yang diharapkan (expected
return on the investment)
BA B
ada dasarnya sebuah kegiatan bisnis diawali oleh seorang investor yang
bersedia untuk berinvestasi atas sumber daya yang dia miliki. Kesediaan
investor tersebut untuk selanjutnya menjadi nilai tukar (exchange rate)
terhadap besarnya imbal hasil investasi yang diharapkan (expected return
on the investment). Pertanyaan selanjutnya adalah berapa besar imbal hasil
tersebut? Para ahli ekonomi keuangan (financial economist) berpendapat
bahwa, Semakin berisiko suatu investasi, maka makin tinggi return
ekspektasinya (the riskier the investment, the higher the expected return).
Jumlah investasi awal yang dilakukan oleh (seorang) investor pada
perusahaan, seringkali menjadi investasi atau modal awal (initial investment
or capital). Untuk kemudian investasi menjadi aktiva/kekayaan perusahaan
22
(firms assets) baik itu pada aktiva lancar seperti: kas, ekuivalen kas, surat
berharga, piutang dagang, maupun beragam persediaan. Sebagian investasi
tersebut dibelanjakan untuk mendukung sustainabilitas perusahaan,
seperti: plant, property, equiptment, land, dan juga beragam jenis investasi
jangka panjang lainnya. Dalam sejumlah kasus, secara khusus pada kasus
perusahaan kecil (small business), seorang investor melakukan sendiri
pengambilan keputusan tersebut (all of the firms investment decision).
Namun demikian, pada kasus lain pada sejumlah perusahaan bertumbuh
(growths firms), pengambilan keputusan tersebut telah didelegasikan
pada pihak atau orang lain yang kemudian dikenal sebagai manajemen
perusahaan/agen.
Agar imbal hasil yang diekspektasikan investor dapat dipenuhi,
maka langkah selanjutnya adalah manajemen atau pemilik perusahaan
atau investor harus segera me-utilisasi aktiva yang dimiliki untuk bisa
menghasilkan suatu produk (barang dan atau jasa) yang dapat dijual pada
para pembeli (the buyers). Tentu saja, dalam proses penciptaan barang
dan jasa yang dapat dijual tersebut, perusahaan mengeluarkan berbagai
biaya, sebagai contoh: biaya operasi dan produksi, biaya distribusi dan
penyimpanan/pergudangan, biaya tenaga kerja dan juga pajak. Selisih
antara berbagai biaya yang dikeluarkan dengan total pendapatan atau
transaksi yang terjadi merupakan keuntungan perusahaan (the firms
profit).
Dalam perspektif manajemen keuangan, keuntungan perusahaan ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar estimasi imbal hasil investor. Untuk
memperoleh delinasi yang lebih jelas, maka selanjutnya pembahasan akan
lebih difokuskan pada sisi atau aspek investors yang telah memutuskan
sumberdayanya (money capital) diinvestasikan dalam bisnis tertentu.
Dalam praktik terbaiknya, sangat jarang suatu bisnis hanya didanai
oleh seseorang investor saja (all equity financing), namun ada banyak
investor yang berpartisipasi dalam pembelanjaan aset-aset perusahaan.
Tidak semua investor memiliki kesamaan tujuan, dalam konteks ini, tujuan
para investor diklasifikasikan pada tujuan/kontrak pada saat mereka
(investors) mendirikan perusahaan.
BAB 2 Kerangka Dasar Keuangan Korporasi
23
Investasi
Returns
Para
Manajer
Debt
Investors
Dana
Returns
Equity
Investors
Returns
Gambar 2.1
Basic Corporate Finance Framework
24
25
menyajikan aset/aktiva perusahaan, dan (ii) sisi sebelah kanan (right hand
side) menyajikan kewajiban atau liabilities perusahaan. Aktiva tersebut
mencerminkan investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan, sementara
itu kewajiban atau utang menggambarkan bagaimana aktiva perusahaan
tersebut didanai. Dari penyajian sebuah neraca perusahaan adalah mudah
untuk memahaminya, karena kedua sisi neraca merefleksikan seperti dua
sisi koin/mata uang. Satu sisi neraca tidak dapat dipengaruhi atau dirubah
tanpa merubah atau mempengaruhi sisi yang lainnya dan keduanya
memiliki ukuran yang sama (misalnya, aktiva akan sama dengan utang
perusahaan; TA = E + D).
Sebagai contoh, apabila manajemen perusahaan melakukan investasi
baru, maka perusahaan juga harus mencari tambahan pendanaan
(peningkatan aktiva merefleksikan adanya investasi sementara peningkatan
utang merefleksikan pendanaan). Dengan cara yang sama, seandainya kita
memperoleh pendanaan baru, maka manajemen perusahaan memperoleh
kas atau membeli barang atau perlengkapan kantor (meningkatnya baik
aktiva maupun utang).
Komponen-komponen yang disajikan dalam sebuah neraca disusun
dengan urutan-urutan tertentu. Aktiva dalam neraca diawali dengan beragam
aktiva yang likuid (aktiva yang dengan mudah dapat dikonversikan kembali
menjadi kas). Sementara utang disajikan atau diurutkan berdasarkan pada
tingkat klaim dan waktu jatuh tempo (i.e. when the liabilities is due). Pada sisi
aktiva, beragam komponen aktiva diurutkan berdasarkan tingkat likuiditas
(descending liquidity), hal ini berarti komponen aktiva yang paling likuid
akan disajikan pada daftar aktiva teratas, sementara yang lainnya ada di
bawahnya. Berdasarkan aturan tersebut, maka aktiva perusahaan disusun
dengan urut-urutan sebagai berikut: cash, bank accounts or cash equivalent,
marketable or tradable securities, trade or account receivables, inventories
and at the very bottom, property, plant, and equipment (PPE). Perlu dicatat
bahwa aktiva-aktiva tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori
utama, yaitu: (i) aktiva jangka pendek atau aktiva lancar yang diharapkan
dapat menjadi kas dalam jangka pendek dan (ii) aktiva tetap atau aktiva
tidak lancar yang diharapkan dapat kembali menjadi kas lebih dari 1 (satu)
tahun.
26
Current Assets
Suppliers
Employees
Short Term Financial Debt
Taxes
Gambar 2.2
Contoh Komponen Neraca
27
Berikut Gambar 2.3 contoh komponen atau akun yang secara umum
ada dalam sebuah laporan laba rugi perusahaan. Dari contoh sampel
sederhana sebuah laporan keuangan seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.3 mengilustrasikan bagaimana profit dihitung. Seperti yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa ada relasional kuat antara
neraca dengan laporan laba rugi perusahaan.
Net Sales
Minus
Minus
Minus
Fixed Costs
EBIT
Interest Expenses
Income Before Taxes
Minus
Income Taxes
Net Income
Gambar 2.3
Contoh Laporan Laba Rugi Perusahaan
29
Investments
Financial
Debt
Shareholders
Equity
Gambar 2.4
Distribusi Aliran Kas Perusahaan
31
Apabila return ekspektasi dari seseorang investor secara sendirisendiri, maka rumusan ekspektasi return investasi secara umum dapat
dirubah menjadi persamaan return ekspektasi individu investor sebagai
berikut:
Ke = Rf + Risk Premiume ................................. (2.2)
di mana:
Ke
= biaya modal sendiri (cost of equity)
Rf
= investasi bebas risiko (risk free rate)
Risk premium = the extra return that an investor requires for an investment
with a given level of risk
Kd = Rf + RPd
Ke = Rf + RPe
WACC
Gambar 2.5
The Cost of Capital
Conclusion Remarks
Laporan keuangan perusahaan merupakan catatan penting mengenai
sejarah aktivitas bisnis yang telah dilakukan oleh manajemen pada periode
tertentu di masa lalu. Dua format laporan keuangan dasar, yaitu neraca
dan laporan laba rugi. Neraca mengindikasikan sejarah investasi baik
dalam bentuk aktiva lancar maupun aktiva tidak lancar. Sementara pada
sisi kanan neraca menunjukkan sumber pendanaan yang digunakan untuk
membelanjai aktiva tersebut.
BAB 2 Kerangka Dasar Keuangan Korporasi
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, Eugene F. and Joel F. Houston. 2008. Fundamentals of Financial
Management. Jakarta: Salemba Empat.
Brigham, Eugene F. and Michael C. Ehrhard. 2002. Financial Management
Theory and Practice (10th edition). Thomson Learning Inc.
35
Miller, M. H. 1977. Debt and Tax. The Journal of Finance, 32 (2): 261-275.
OConnor, Dennis and Alberto Bueso. 1988. Managerial Finance, New York:
Prentice Hall.
36
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi (edisi ke-4).
Yogyakarta: BPFE.
_______________. 2008. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
BPFE.
Shim, Jae K. and Joel G. Siegel. 2001. Managerial Finance, New York:
McGraw Hill.
37
Van Horne, James C., and Wachowicz, Jr., John Martin. 2008. Fundamentals
of Financial Management (13th edition). Harlow: Prentice-Hall, Inc.
38
Analisis Laporan
Keuangan
Jaja Suteja
BA B
Analisis Laporan
Keuangan
Pendahuluan
Kreditur Dagang
Bagi para kreditur dagang, laporan keuangan perusahaan digunakan
sebagai informasi awal mengenai kemampuan perusahaan dalam
BAB 3 Analisis Laporan Keuangan
41
Pemegang Obligasi
Laporan keuangan perusahaan bagi para bondholders merupakan
informasi awal mengenai prediksi aliran kas masuk perusahaan dalam
jangka panjang (long term expected cash inflows of the firm).
Pemegang Saham
Bagi para pemegang saham (stockholders) hasil analisis laporan
keuangan perusahaan akan dijadikan sebagai dasar pengambilan
keputusan, apakah perusahaan yang dia miliki merupakan perusahaan
yang sehat atau sebaliknya. Indikator awal mengenai tingkat kesehatan
tersebut akan dapat dilihat dari berbagai jenis rasio kemampulabaan
perusahaan (profitability ratio). Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa bagi stockholders mereka akan lebih memfokuskan pada
profitabilitas, arus kas jangka panjang dan kesehatan perusahaan.
Perencana
Bagi para perencana perusahaan, informasi yang diperoleh dari lebih
memfokuskan pada penilaian posisi keuangan saat ini dan evaluasi
peluang potensial perusahaan.
Pengawas
Bagi para pengawas (supervisors), produk analisis laporan keuangan
perusahaan sering dipergunakan sebagai dasar penilaian mengenai
efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan dari beragam aktiva atau
kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa bagi para pengawas lebih memfokuskan pada ROI
untuk beragam aset dan efisiensi aset.
a. Neraca
Neraca (balance sheet) merupakan sebuah ringkasan posisi keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu yang menunjukkan total assets = total
liabilities + owners equity. Contoh berikut ini adalah neraca hipotesis
PT ABC pada periode tertentu sebagai berikut:
Kas
Piutang usahac
Persediaan
Biaya dibayar dimukad
Piutang pajak
Aktiva lancare
Aktiva tetapf
Akumulasi
penyusutang
Aktiva tetap bersih
Aktiva tetap lainnya
Total aktivab
PT ABC
(dilihat dari sisi aset)
Neraca 31 Desember, 2009a
(dalam Rp)
2.848.000
10.848.000
21.264.000
336.000
560.000
35.856.000
25.536.000
(13.712.000)
11.824.000
4.320.000
52.000.000
43
Wesel bayar
Utang dagangc
Utang pajakd
Utang lancar lainnyad
Utang lancare
Utang jangka panjangf
PT ABC
(dilihat dari sisi utang)
Neraca 31 Desember, 2009
(dalam Rp)
Modal sendiri
Saham biasa nominal 16.000g
Tambahan modalg
Laba ditahanh
Total modal sendiri
Total utang dan modal sendiria, b
7.168.000
2.368.000
576.000
3.056.000
13.168.000
10.096.000
6.736.000
5.776.000
16.224.000
28.736.000
52.000.000
Neraca dilihat dari sudut pandang utang dan modal mengindikasikan
atau menggambarkan kebijakan pendanaan (financing decisions) yang
dilakukan oleh perusahaan. Pada dasarnya, neraca dilihat dari sisi utang
menggambarkan mengenai sumber pendanaan jangka pendek perusahaan
(short term financing) dan sumber pendanaan jangka panjang perusahaan
(long term financing) termasuk sumber pendanaan abadi yang berasal
dari para pengambil bagian dalam perusahaan atau sering disebut dengan
modal sendiri (equity financing).
b. Laporan Laba Rugi
PT ABC
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009a
(dalam Rp)
Penjualan bersih
Harga pokok penjualanb
Laba kotor
Biaya administrasi dan umumc
EBITd
Biaya bungae
EBTf
Pajak
EATg
Dividen kas
Peningkatan laba ditahan
63.872.000
42.880.000
20.992.000
14.592.000
6.400.000
1.360.000
5.040.000
1.824.000
3.216.000
2.288.000
928.000
mengukur kemampuan
perusahaan untuk
memperoleh keuntungan
b)
yang diterima atau akan
diterima dari pelanggan
c)
biaya penjualan, iklan,
administrasi kantor, dan
lain-lain
d)
pendapatan operasi
e)
biaya dana pinjaman
f)
pendapatan kena pajak
g)
jumlah yang siap diterima
oleh pemilik perusahaan
a)
4. Rasio Keuangan
45
46
Formulasi:
CR =
Aktiva lancar
100%
Utang lancar
2) Quick ratio/acid test ratio (rasio cepat): alat ukur bagi kemampuan
perusahaan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi
dengan aktiva lancar yang lebih likuid.
Formulasi:
Aktiva lancar - Persediaan
QR =
100%
Utang lancar
b. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas atau dikenal juga sebagai rasio operasi/efisiensi, yaitu
memfokuskan pada tingkat efisiensi di mana aset-aset dikelola perusahaan,
dengan perkataan lain rasio-rasio ini meringkas berbagai informasi,
sehingga dapat membantu seseorang menilai apakah suatu perusahaan
memiliki jumlah investasi yang tepat untuk setiap aset operasi. Oleh
karenanya, pada umumnya rasio operasi rumusannya beragam dari satu
perusahaan kepada perusahaan lainnya dalam suatu industri.
47
Formulasi:
Harga Pokok Penjualan
Inventory turnover =
Rata - Rata Persediaan
3) Receivable turnover in days (perputaran piutang harian):
mengukur kemampuan perusahaan dalam mengumpulkan
jumlah piutang dalam setiap jangka waktu tertentu.
Formulasi:
Average collection period = Jumlah Hari dalam Setahun
Perputaran Piutang
c.
Formulasi:
Penjualan Bersih
Total Aktiva
48
Formulasi:
Debt ratio =
Total Utang
Total Aktiva
Formulasi:
Total Utang
Modal Sendiri
Formulasi:
c.
4.
Formulasi:
EBIT
Beban Bunga
Penjualan Bersih
Total Aktiva
Formulasi:
Debt ratio =
Total Utang
Total Aktiva
49
Formulasi:
Total Utang
Modal Sendiri
Formulasi:
EBIT
Beban Bunga
d. Rasio Profitabilitas
Kemampulabaan perusahaan merupakan bagian perhatian utama
seorang manajer (barangkali kecuali bagi para manajer non profit
institution). Konsep kemampulabaan perusahaan sangatlah luas, namun
demikian sangatlah kritis/penting bahwa satu yang amat menentukan baik
itu pada tingkat atau tataran akuntansi dalam hal profit diukur dan faktor
skala digunakan untuk dasar perhitungannya. Sebagai contoh, dengan
memperhatikan tingkatan data untuk beberapa contoh adalah sangat
bermanfaat untuk mengevaluasi keuntungan operasi perusahaan dengan
cara membandingkan dengan sejumlah bisnis sejenis tanpa memperhatikan
tingkat leverage (mengukur profit pada tingkat EBIT atau EBITDA).
Formulasi:
50
Formulasi:
EAT
Penjualan Bersih
3) Return on assets
Formulasi:
Return on assets =
4) Return on equity
Formulasi:
Return on equity =
EAT
Total Assets
EAT
Total Modal Sendiri
Naik
Naik
Naik
Naik
Memburuk
Memburuk
Memburuk
Membaik
Naik
Naik
Naik
Naik
Naik
Membaik
Memburuk
Membaik
Memburuk
Membaik
Naik
Naik
Naik
Naik
Naik
Membaik
Membaik
Membaik
Membaik
membaik
51
Kas
Piutang
Persediaan
52
880
1.100
3.300
5.280
2.420
7.700
Utang dagang
Utang wesel
Utang lainnya
660
880
440
1.980
7.700
880
4.840
Penjualan
PT Bumi Jaya
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009
(dalam jutaan Rp)
11.000
8.120
Biaya operasi:
Biaya penjualan
1.100
1.268
2.880
2.368
512
52
Bunga
460
230
Pajak (50%)
Laba bersih
230
Aktiva lancar
100%
Utang lancar
5.280
=
100%
1.980
= 2,67 atau 267%
a.
Current Ratio =
53
b.
Quick Ratio =
=
=
(5.280 - 3.300)
1.980
1.980
1.980
100%
= 1
= 100%
c.
Debt Ratio =
=
=
Total Utang
100%
Total Aktiva
(1.980 + 880)
7.700
2.860
7.700
= 0,37
= 37%
d.
e.
f.
1.100365
11.000
= 36,5 hari
54
Penjualan Bersih
Total Aktiva
11.000
=
7.700
= 1,43 kali
100%
Total Utang
Modal Sendiri
(1.980 + 880)
4.840
g.
Soal 2.
= 0,59 = 59%
230
11.000
= 0,021 = 2,1%
=
Kas
Piutang
Persediaan
Aktiva tetap
Total aktiva
PT Bunga Flamboyan
Neraca 31 Desember, 2009
(Rp)
800.000
Utang lancar
10% obligasi
Modal sendiri
PT Bunga Flamboyan
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009
(Rp)
Penjualan neto
Harga pokok penjualan
Laba bruto
Biaya administrasi dan umum
Biaya penjualan
EBIT
Bunga 10%
Laba sebelum pajak
Pajak (50%)
Laba neto
8.000.000
4.000.000
12.000.000
55
Keterangan:
a. Tingkat perputaran aktiva = 4
b. Tingkat perputaran persediaan = 7,5
c. Quick Ratio = 100%
d. Rasio aktiva tetap dengan aktiva total = 60%
e. Rasio utang jangka panjang dengan aktiva tetap = 50%
f. Operating ratio (rasio biaya total dengan penjualan) = 60%
g. Rasio kas dengan persediaan = 50%
Penyelesaiannya:
Rasio operasi =
biaya total
Penjualan
= 60%
= Rp 20.000.000
Penjualan
12.000.000
12.000.000
0, 6
Penjualan
= 4
Total aktiva
20.000.000
=4
Total aktiva
= Rp 5.000.000
Aktiva tetap
= 60%
Total aktiva
Utang jangka panjang = 50% 3.000.000
= Rp 1.500.000
Kas
= 50%
800.000
Kas = 50% 800.000
= Rp 400.000
2.000.000 - 800.000
=1
Utang Lancar
Utang lancar = 2.000.000 800.000
= Rp 1.200.000
Perputaran persediaan =
57
Harga pokok penjualan = 7,5 800.000
= Rp 6.000.000
Kas
Piutang
Persediaan
Aktiva tetap
Total aktiva
400.000
800.000
800.000
3.000.000
5.000.000
Penjualan neto
Utang lancar
10% obligasi
Laba bruto
Modal sendiri
1.500.000
PT Bunga Flamboyan
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009
(Rp)
20.000.000
6.000.000
8.000.000
4.000.000
Bunga 10%
58
1.200.000
2.300.000
5.000.000
14.000.000
12.000.000
2.000.000
150.000
1.850.000
925.000
925.000
Soal 3.
Kas
Piutang
Persediaan
Utang lancar
Saham biasa
Laba ditahan
Total pasiva
20.000
35.000
PT Rennais
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009
(Rp)
Penjualan neto
Penyelesaiannya:
Utang
= 41,8%
Saham biasa + Laba ditahan
Utang = 41,8% (20.000 + 35.000)
= Rp 22.990
59
(Kas + Piutang) = 2,3 22.990
= Rp 52.877
Penjualan = 1,3
Total Aktiva
Penjualan = 1,3 77.990
= Rp 101.387
Rata-rata piutang = (penjualan/360) 40
= (101.387/360) 40 = Rp 11.265
Kas = (Kas + Piutang) Piutang
= 52.877 11.265 = Rp 41.612
Harga pokok penjualan = (1 GPM) penjualan
= (1 22%) 101.387
= Rp 79.082
= 6,5
= 79.082/6,5
= Rp 15.598
PT Rennais
Neraca 31 Desember, 2009
(Rp)
Kas
41.612
Piutang
Persediaan
11.265
15.598
9.515
77.990
PT Rennais
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009
(Rp)
Penjualan neto
101.387
79.082
Soal 4.
Utang lancar
22.990
Total pasiva
77.990
Saham biasa
Laba ditahan
20.000
35.000
22.305
Kas
Piutang
Persediaan
Total aktiva
lancar
Aktiva tetap
Total aktiva
PT Bremen
Neraca 31 Desember, 2009
(Rp)
430.000.000
540.000.000
320.000.000
1.290.000.000
4.250.000.000
540.000.000
2.420.000.000
61
Penjualan
PT Bremen
Laporan Laba Rugi 31 Desember, 2009
(Rp)
Biaya operasi:
Biaya penjualan
6.600.000.000
4.160.000.000
650.000.000
734.000.000
2.440.000.000
1.384.000.000
1.056.000.000
106.000.000
Bunga
950.000.000
475.000.000
Pajak (50%)
Laba bersih
475.000.000
Dari neraca dan laporan laba rugi PT Bremen tersebut, saudara diminta
untuk menghitung:
a. Berapa perputaran kas (cash turnover)?
b. Berapa perputaran piutang (receivable turnover)?
c. Berapa perputaran persediaan (inventory turnover)?
Penyelesaiannya:
a.
Cash turnover =
62
Penjualan
Kas
6.600.000.000
540.000.000
b.
Receivable turnover =
Penjualan
Piutang
6.600.000.000
650.000.000
Inventory turnover =
= 4.160.000.000
1.750.000.000
Conclusion Remark
63
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Lukas Setia. 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: Andi.
Brealey, Richard A., Myers, Stewart C., and Marcus, Alan J. 2009. Fundamentals
of Corporate Finance (6th edition). McGraw-Hill.
Sejumlah uang yang akan diterima dari hasil investasi pada akhir tahun,
kalau kita memperhatikan nilai waktu uang, maka nilainya akan lebih
rendah pada akhir tahun depan. Jika kita tidak memperhatikan nilai waktu
dari uang, maka uang yang akan kita terima pada akhir tahun depan
adalah sama nilainya yang kita miliki sekarang.
BA B
A. Pendahuluan
C. Future Value
Nilai waktu yang akan datang merupakan nilai uang yang akan datang
dari satu jumlah uang atau suatu seri pembayaran pada waktu sekarang,
yang dievaluasi dengan suatu tingkat bunga tertentu. Proses yang mengarah
dari nilai sekarang (present value) menuju nilai masa depan (future value)
disebut dengan pemajemukan. Pemajukan adalah proses aritmatika untuk
menetapkan nilai akhir dari arus kas atau rangkaian arus kas ketika bunga
majemuk digunakan.
a. Bunga Sederhana
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atau dihasilkan sebagai
kompensasi terhadap apa yang dapat diperoleh dari penggunaan uang.
Bunga sederhana adalah bunga yang dibayarkan atau dihasilkan hanya
dari jumlah uang mula-mula atau pokok pinjaman yang dipinjamkan atau
dipinjam.
Formula:
Si = P0 (i) (n)
67
di mana:
Si = jumlah bunga sederhana
P0 = pinjaman
i = tingkat bunga
n = jangka waktu
Menghitung nilai pada waktu sekarang jumlah uang yang baru dimiliki
beberapa waktu kemudian adalah:
PV0 = P0 =
FVn
{1 + (i )(n)}
b. Bunga Majemuk
Bunga majemuk menunjukkan bahwa bunga yang dibayarkan atau
dihasilkan dari bunga yang dihasilkan sebelumnya, sama seperti pokok
yang dipinjam atau dipinjamkan.
Secara umum future value dari jumlah uang pada akhir periode n
adalah:
FVn = P0 (1 + i)n atau FVn = P0 (FVIFi, n)
c.
Present Value
Nilai sekarang atau present value dari arus kas atau serangkaian
arus kas di masa mendatang. Proses pencarian nilai sekarang dari arus
kas atau serangkaian arus kas, pendiskontoan merupakan kebalikan dari
pemajemukan.
Formula:
PV0 = P0 = FVn/(1 + i)n atau P0 = FVn [1/(1 + i)n]
68
d. Annuity
Annuity atau anuits adalah deretan pembayaran dengan jumlah uang
yang sama selama sejumlah tahun tertentu.
di mana:
FVAn
= nilai masa depan anuitas sampai periode n
R
= pembayaran atau penerimaan
n
= waktu anuitas
i
= tingkat bunga
FVIFAi, n = nilai akhir faktor bunga anuitas pada i% untuk n periode
di mana:
FVn = nilai waktu yang akan datang pada tahun ke n
PV0 = nilai sekarang
m = frekuensi pembayaran bunga dalam setahun
n = jumlah tahun
69
Formula:
di mana:
PVAn
= nilai sekarang anuitas
R
= pembayaran atau penerimaan
N
= jumlah waktu anuitas
PVIFAi, n = nilai sekarang faktor bunga anuitas pada i% untuk n periode
70
b.
FV12
14.479.800
=
= Rp 600.000,FV12%12
24,133
Soal 2.
71
b.
Tahun
Pembayaran
Bunga
Angsuran Pinjaman
50.000.000
6.039.600
38.927.400
15.033.000
10.000.000
5.033.000
15.033.000
7.785.480
7.247.520
15.033.000
15.033.000
15.033.000
15.033.000
8.993.400
6.335.976
4.596.571
2.509.285
Sisa Pinjaman
8.697.024
10.436.429
12.523.715*
44.967.000
31.679.880
22.982.856
12.546.427*
Soal 3.
Satria membeli saham 10 tahun yang lalu dengan harga Rp 20.000,- per
lembar saham. Jika saat ini saham tersebut dapat terjual dengan harga
Rp 43.180,- per lembar saham, maka berapa tingkat bunga yang berlaku?
Penyelesaiannya:
FVr,n
Rp 43.180
FVIFAr,10
= P0 (FVIFA)
= Rp 20.000 (FVIFAr,10)
= Rp 43.180/Rp 20.000
= 2,159
Neymar terpilih sebagai Young Player of the Year. Ia boleh memilih salah
satu hadiah yang menarik (1) menerima uang pembinaan per tahun sebesar
$ 250.000 yang diterima setiap akhir tahun selama 10 tahun, (2) menerima
hadiah tabungan senilai $ 1.500.000 atau (3) voucher liburan ke Raja Ampat
senilai $ 1.000.000. Discount rate yang tepat adalah 8%. Alternatif hadiah
mana yang sebaiknya Neymar pilih?
72
Penyelesaiannya:
Conclusion Remark
73
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Lukas Setia. 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: Andi.
Brealey, Richard A., Myers, Stewart C., and Marcus, Alan J. 2009. Fundamentals
of Corporate Finance (6th edition). McGraw-Hill.
Teori Struktur
Modal Perusahaan
Jaja Suteja
BA B
Financial structure is the mix of all items that appear on the right
hand side of companys balance sheet. Capital structure is the mix of the
long-term sources of funds used by the firm. The relationship between
financial dan capital structure can be expressed in equation form:
(financial structure) (current liabilities) = capital structure.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa struktur keuangan
merupakan perpaduan dari seluruh bagian atau komponen-komponen yang
ada disebelah kanan (right hand side) suatu neraca perusahaan. Sementara
itu, struktur modal merupakan sumber pembiayaan jangka panjang yang
digunakan oleh perusahaan, dengan demikian struktur modal merupakan
bagian saja dari struktur keuangan perusahaan.
Keown (2001) selanjutnya mengemukakan bahwa tujuan pengelolaan
struktur modal perusahaan (capital structure management) adalah
untuk membuat suatu komposisi relatif antara sumber dana permanen
perusahaan dengan cara memaksimumkan harga saham perusahaan dan
meminimumkan biaya modal perusahaan (cost of capital), dengan demikian
hal tersebut akan mampu menyeimbangkan antara risiko (risk) dan tingkat
pengembalian yang diharapkan.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa struktur modal adalah
kombinasi atau persentase yang dinamis baik dalam artian relatif maupun
absolut antara sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari utang
(long term debt) dengan modal yang berasal dari para pemilik perusahaan
atau modal sendiri (equity). Oleh karena itu, struktur modal ini sering
disebut sebagai komposisi pendanaan perusahaan yang relatif permanen.
BAB 5 Teori Struktur Modal Perusahaan
77
4
3
2
1
0
Gambar 5.1
Hubungan EBIT~EPS dalam Penentuan Pilihan
Debt Equity Financing
79
E
WACC = * Kd + * Ke
A
Nilai sekarang
dari tax saving
Nilai
perusahaan
tanpa utang
Biaya Kesulitan
Keuangan
Nilai Perusahaan
dengan Utang
B/V
Gambar 5.2
Target Struktur Modal Optimal
81
Nilai perusahaan
optimal
V2
Nilai Perusahaan
= VL = (D, E)
Percentage of
Debt to Equity
V1
D/E 1 (%)
D/E (%)
D/E n2%
Gambar 5.3
Hubungan Non Monotonic Nilai Perusahaan ~ Struktur Modal
Perlu dicatat bahwa hal yang menarik dari relasional antara struktur
modal perusahaan dengan nilai perusahaan adalah bahwa hubungan
tersebut tidaklah bersifat linier, hal ini dapat diartikan bahwa tidak
secara sistematis bahwa makin tinggi leverage, maka makin tinggi nilai
perusahaan, begitu juga turunnya rasio leverage juga akan menurunkan
nilai perusahaan, namun demikian hubungan di antara kedua variabel
tersebut lebih bersifat non monotonic relationship. Hubungan yang bersifat
non monotonic tersebut mengindikasikan bahwa tidak ada suatu struktur
hubungan yang bersifat generic, yang berlaku bagi semua perusahaan
dalam suatu industri atau lebih.
83
85
WACC =
B
S
xrB +
xrS
(B + S )
(B + S )
WACC =
B
S
xrB +
xrS ....................................................................... (iii)
(B + S )
(B + S )
86
Pada bagian ini akan diuraikan sejumlah teori yang sering dijadikan dasar
argumentasi mengenai keputusan struktur modal perusahaan (corporate
capital structure decisions). Secara umum, teori tersebut didasarkan pada
adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) dan adanya
pemisahan antara ownership dan control perusahaan (the separation
between ownership dan controll).
a. Teori Static Trade-off atau Balance theory
Teori struktur modal banyak diilhami dari proposisi Modigliani dan
Miller (1958), seperti halnya dalam teori static trade-off ini, merupakan
pengembangan dari proposisi Modigliani Miller II dengan pajak (MM II with
tax) dengan memasukkan kebangkrutan, biaya keagenan dan hilangnya
manfaat pajak karena tidak menggunakan pendanaan utang ke dalam
model untuk menunjukkan bahwa tingkat marginal pajak bondholders lebih
kecil dari tingkat marginal pajak perusahaan (keuntungan pajak marginal
karena utang yang muncul dari penurunan pajak akibat pembayaran bunga
atas utang), oleh karena itu adanya keuntungan pajak bersih dari adanya
utang. Struktur modal optimal dapat diperoleh di mana keuntungan pajak
dari utang sama dengan biaya-biaya yang terkait dengan struktur modal itu
sendiri.
Sementara itu studi yang dilakukan oleh Baxter (1967) seperti dikutip
oleh Um Taejong (2001) berargumentasi bahwa terkait dengan adanya
struktur modal yang eksesif mampu meningkatkan biaya modal perusahaan.
Tingkat struktur modal yang cukup tinggi ini akan meningkatkan
probabilitas kebangkrutan dan oleh karena itu akan meningkatkan risiko
perusahaan secara keseluruhan. Selanjutnya Baxter menyebutkan bahwa
BAB 5 Teori Struktur Modal Perusahaan
87
dan Brealey
(2006).
Studi Myers (2001) berpendapat bahwa faktor yang penting
menjelaskan perbedaan rasio utang (debt ratio) antara perusahaan
adalah biaya penyesuaian (cost of adjustment). Dalam studinya, Myers
lebih lanjut mengemukakan bahwa bila tidak ada biaya penyesuaian
atau cost of adjustment, maka teori static trade-off adalah benar adanya,
sehingga setiap perusahaan akan mempunyai rasio utang yang optimal.
Namun demikian dalam kenyataannya, besarnya biaya penyesuaian tidak
dapat dihindari. Dengan demikian, selalu terdapat lag untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan untuk menuju rasio utang
optimal. Argumentasi dari hal ini bahwa: perusahaan tidak dapat secara
tepat menutup biaya-biaya penyesuaian bila ada kejadian-kejadian yang
secara acak menimpa perusahaan, sehingga rasio utang berbeda dari
tingkat optimum.
Dari deskripsi mengenai teori static trade-off dapat diketahui dan
dipahami bahwa struktur modal yang dibentuk berdasarkan teori ini
didasarkan atas perhitungan tingkat kesulitan keuangan atau financial
distress. Selanjutnya teori ini memandang bahwa: perusahaan sebagai
setting suatu target rasio utang terhadap nilai perusahaan. Myers (2001)
selanjutnya menjelaskan bahwa teori ini akan benar bila diasumsikan
perusahaan tidak perlu ada biaya penyesuaian untuk menuju target rasio
tersebut apabila rasio aktual berbeda dengan target rasio. Asumsi ini
lemah karena biaya penyesuaian ada, sehingga ada lag untuk melakukan
penyesuaian menuju ketingkat optimum. Selanjutnya apabila biaya
penyesuaian rendah (lower cost of adjustment) apakah perusahaan akan
berusaha menuju tingkat optimum? Oleh karenanya, nilai perusahaan yang
mempunyai utang dapat diformulasikan sebagai berikut:
VL = VU + T . D {[PV of cost of financial distress] [Agency cost]}
88
89
Seringkali bahwa titik keseimbangan tersebut terjadi dalam
horizon waktu jangka panjang dengan record kegiatan usaha yang
cukup panjang. Equilibrium of the debt to equity ratio, merupakan
fungsi turunan/derivatif dari nilai perusahaan (VL).
b. T
eori Keagenan
(Agency Theory)
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori struktur modal dengan mem
perhatikan munculnya masalah keagenan (the agency cost theory of capital),
berargumentasi bahwa struktur modal optimal ditentukan oleh biaya yang
muncul dari konflik antara pemilik dan manajemen atau antara principals
dan agents.
Berdasarkan teori ini, sumber konflik dibedakan menjadi dua
aspek, yaitu:
Manajer atau inside-managers dan pemilik perusahaan (shareholders)
atau agency cost of equity.
Antara pemilik perusahaan (shareholders) dan perusahaan yang mem
berikan pinjaman pada perusahaaan (debtholders).
Kedua jenis konflik yang berbeda ini menghasilkan biaya keagenan
ekuitas (equity agency cost) dan biaya keagenan utang (debt agency cost).
Bauran optimal rasio utang dan ekuitas dicapai dalam proses penurunan
masalah biaya keagenan ekuitas dan utang tersebut. Struktur modal
optimal berdasarkan the agency cost theory, diperoleh manajer dengan
memilih tingkat utang dan modal sendiri serta dengan meminimalisasi
biaya keaganenan yang muncul dari kedua konflik tersebut.
Salah satu mekanisme yang sering dipergunakan dalam memecahkan
masalah keagenan adalah dengan pemberian fee schedule kepada
manajemen. Dalam konteks fee schedule dan kemungkinan adanya
kebangkrutan akibat utang, maka kinerja manajemen berkaitan dengan
struktur modal, misalnya rasio utang terhadap ekuitas. Semakin besar rasio
ini, maka semakin besar risiko terjadinya kebangkrutan. Oleh karena itu,
semakin diperlukan efisiensi manajemen untuk mengindari risiko ini.
Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan kemakmuran
pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan sering sekali
tidak sejalan dengan tujuan pihak manajemen (manajer) perusahaan,
sehingga timbul konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang
90
91
V1
V11
V111
IC1
IC2
IC3
F1 F11
F111 F
Pengeluaran Manajer dalam bentuk Kemewahan Fasilitas
Sumber: Jensen dan Meckling, 1976
Gambar 5.4
Hubungan antara Nilai Perusahaan dengan Tingkat
Pengeluaran Manajer dalam Bentuk Kemewahan Fasilitas
93
95
karena itu, pada akhirnya pasar mobil bekas tidak berfungsi dengan baik.
Alasan semacam ini dapat diterapkan di semua jenis pasar yang kerap terjadi
asymmetric information, termasuk dalam financial market. Secara jelas satu
cara untuk membuat agar pasar mobil bekas tersebut berfungsi adalah
dengan mengurangi asymmetric information dengan cara memberikan
keleluasaan kepada pembeli untuk mengecek atau membawa mobilnya ke
montir yang tahu lebih baik tentang kondisi mobil bekas tersebut.
Dari ilustrasi yang dikemukakan oleh Akerlof dan Stiglitz (2001: 195211), asymmetric information dapat juga terjadi dalam penentuan struktur
modal perusahaan di mana pihak insider investors atau managerial ownership
lebih mengetahui kondisi serta prospek perusahaannya dibanding pihak
outsider investors, sehingga dapat menimbulkan asymmetric information
antara manajer dengan investor luar atau dengan pasar.
Hal ini terjadi
karena di pasar bursa terdapat inform traders dan un-inform traders. Dengan
demikian, apa alasan dibalik manajemen memutuskan untuk melakukan IPO,
right issue atau melakukan bond issue, hanya pihak manajemen sajalah yang
mengetahui secara pasti dibalik pemilihan kebijakan pendanaan tersebut,
serta mengapa manajemen melakukan suatu urut-urutan skala atau rating
penentuan sumber pendanaan perusahaan. Pihak luar hanya melakukan
interpretasi atas kebbijakan yang telah diambil oleh manajemen, kenyataan
seperti ini yang mendorong munculnya teori signaling.
96
97
e.
Teori Signal
Studi yang dilakukan oleh Miller dan Rock (1985); Ambarish et al.
(1987), berpendapat bahwa dalam kondisi informasi yang asimetrik,
investor sulit untuk membedakan secara objektif antara perusahaan baik
dan kurang baik. Setiap pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak
memiliki kandungan informasi, hal ini mengingat pernyataan manajemen
perusahaan yang baik maupun yang tidak baik selalu mengatakan prospek
yang baik di masa yang akan datang. Atas pernyataan tersebut, hanya
waktu yang dapat membuktikan apakah informasi tersebut benar atau
sebaliknya.
Teori signal dikembangkan baik melalui literatur ekonomi maupun
keuangan untuk menjelaskan kondisi di mana keuangan perusahaan
(manajemen dan direksi) umumnya memiliki informasi yang lebih
baik tentang prospek perusahaan saat ini maupun yang akan datang di
bandingkan dengan para investor.
Pembayaran melalui modal sendiri dalam hal ini laba ditahan (retained
earnings) merupakan contoh klasik mengenai penyampaian informasi
melalui signaling. Jika manajemen mengumumkan perubahan pembayaran
dividennya (kenaikan atau penurunan) yang nyata pada jumlah dividen per
lembar saham yang dibagikan, investor akan menangkap ini sebagai sinyal
bahwa kondisi keuangan perusahaan (prospek penghasilan) saat ini dan di
masa mendatang. Sebaliknya, jika investor mengharapkan suatu pembagian
dividen, namun manajemen tidak memutuskan membagi dividen, manajer
sedang mengirimkan sinyal negatif. Kebijakan tersebut memiliki implikasi
terhadap struktur modal perusahaan.
Perusahaan dengan komposisi insiders yang tinggi misalnya, maka
signal yang sering disampaikan adalah perlunya mekanisme kontrol yang
lebih baik (seimbang), sehingga probabilitas menggunakan debt financing
dalam pemenuhan kebutuhan pendanaannya relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan perusahaan yang komposisi insiders-nya relatif lebih
kecil.
f.
yang akurat (to time stock issue). Merujuk teori ini perusahaan akan berupaya
melepas sahamnya ketika harga saham tinggi. Hal ini dapat diartikan
bahwa manajemen perusahaan akan melepas sahamnya pada pasar ketika
kinerja pasar dalam keadaan baik, pernyataan ini sering dikaitkan dengan
fenomena adanya biaya adverse selection dan implementasi konsep modified
pecking order dalam praktiknya.
Menurut Hovakimian et al. (2004) menyebutkan bahwa: The market
timing hypothesis is empirically motivated dan states that firms time equity
issuance to periods of high market performance. The underlying reasons
for this behavior could be related to the costs of adverse selection as in the
pecking order or to some other phenomenon (Baker and Wurgler, 2002). The
predictions of the market timing hypothesis regarding the effect of market
performance coincide with the predictions of the pecking order hypothesis.
The market timing hypothesis makes no predictions regarding the effects of
profitability.
Secara sederhana apa yang dimaksud oleh Hovakimian et al. (2004)
bahwa hipotesis market timing dimotivasi oleh suatu fakta bahwa
perusahaan akan melepas sahamnya pada saat kinerja pasar sangat baik,
alasannya ini dikaitkan dengan fenomena pecking order dan biaya adverse
selection yang terjadi. Menurut hipotesis ini dikatakan bahwa teori ini tidak
dikaitkan dengan efek kemampulabaan perusahaan.
Conclusion Remark
99
100
DAFTAR PUSTAKA
Brealey, Richard A., Myers, Stewart C., and Marcus, Alan J. 2009. Fundamentals
of Corporate Finance (6th edition). McGraw-Hill.
Durand, David. 1952. Costs of Debt and Equity Funds For Business: Trends
and Problems of Measurement. Conference on Research in Business
Finance: 215262.
Jensen, M. C., Meckling, W., 1976. Theory of the firm: managerial behavior,
agency costs and capital structure. Journal of Financial Economics,
3: 305360.
101
Miller, Merton H. and Kevin Rock. 1985. Dividend Policy under Asymmetric
Information. The Journal of Finance, 40 (4): 1031-1051.
OConnor, Dennis and Alberto Bueso. 1988. Managerial Finance, New York:
Prentice Hall.
102
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi (edisi ke-4).
Yogyakarta: BPFE.
_______________. 2008. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
BPFE.
Shim, Jae K. and Joel G. Siegel. 2001. Managerial Finance, New York:
McGraw Hill.
103
104
Kebijakan Dividen
Perusahaan
Jaja Suteja
BA B
Kebijakan Dividen
Perusahaan
A. Pendahuluan
Pengertian Dividen
alam manajemen keuangan pengertian dividen merujuk pada polapola distribusi besaran atau magnitude finansial yang diterima oleh para
pemegang saham perusahaan pada suatu waktu tertentu. Pengertian
tersebut secara operasional ditunjukkan oleh besaran nisbah antara
keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan pada waktu tertentu setelah
dikurangi besarnya bagian keuntungan yang akan diinvestasikan kembali
pada perusahaan (retained earnings) dengan jumlah saham yang beredar
(outstanding share).
Studi empiris Frankfurter (2003) menyatakan bahwa dividen sebagai
indikasi distribusi besaran dana yang dikeluarkan oleh perusahaan pada
106
107
Oleh karena itu, dari persamaan tersebut dapat dihitung kembali nilai
taua rasio dividend cash payment. Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah
1 DPR.
109
a.
2.
110
3.
4.
5.
6.
Likuiditas perusahaan
Posisi likuiditas perusahaan sangat mempengaruhi kebijakan dividen.
Perusahaan yang sedang mengalami kesulitan likuiditas tidak dapat
membayar dividen secara tunai. Perusahaan yang sedang mengalami
kepailitan tidak mungkin akan membagikan dividen. Demikian pula
perusahaan yang baru melakukan ekspansi, kemungkinan besar
memiliki tingkat likuiditas rendah, sehingga tidak akan membagikan
dividen.
Stabilitas laba
Stabilitas laba perusahaan mempunyai pengaruh terhadap tinggi
rendahnya pembayaran dividen kepada pemegang saham. Perusahaan
yang stabil dan mampu memprediksi laba tahun mendatang, berani
mengumumkan tingkat dividen yang tinggi atau stabil. Hal ini disebab
kan, perusahaan tersebut mempunyai tingkat kepastian yang tinggi
BAB 6 Kebijakan Dividen Perusahaan
111
7.
8.
9.
Kendali perusahaan
Kendali perusahaan dapat dipengaruhi oleh sumber-sumber pem
biayaan alternatif lain. Sumber pembiayaan yang berasal dari utang
memiliki risiko naik turunnya laba yang diperoleh perusahaan.
Pembiayaan dengan menerbitkan saham baru dapat mengurangi
kelompok dominan dalam perusahaan tersebut. Dengan mengetahui
konsekuensi penggunaan sumber-sumber tersebut, perusahaan sering
memilih menggunakan dana internal sebagai sumber pembiayaan
investasi. Akibatnya, perusahaan akan membayarkan dividen yang
rendah.
Tingkat inflasi
Inflasi mengakibatkan laba yang diperoleh perusahaan terlalu tinggi
karena perhitungan beban terlalu rendah sebagai akibat berlakunya
prinsip historis. Untuk menghindari masalah ini, ada kecenderungan
untuk memperbesar laba ditahan dan memperkecil pembagian
dividen. Bentuk pembagian dividen dapat bersifat tunai, dividen
saham, pemecahan saham, atau pembelian kembali sahan yang
beredar. Apabila perusahaan memilih membagikan dividen saham,
laba per lembar sahan atau dividen per lembar saham akan mengalami
penurunan, karena keuntungan yang diperoleh tetap sedangkan
jumlah lembar saham bertambah. Pemecahan saham menyebabkan
nilai nominal saham baru lebih kecil daripada sebelumnya, sedangkan
112
b) Liquidity Position
Keuntungan yang diperoleh dan laba ditahan yang tinggi tidak harus
menyebabkan posisi kas yang tinggi juga, karena ada kemungkinan
bahwa keuntungan dan laba ditahan tersebut telah digunakan untuk
membayar utang atau melekat pada aktiva selain kas.
113
d) Earnings Predictability
Jika keuntungan berfluktuasi maka dividen tidak dapat bergantung
semata-mata dari keuntungan tersebut, sehingga diperlukan adanya
trend keuntungan yang stabil untuk menentukan porsi dividen yang
direncanakan.
e) Ownership Control
Jika perusahaan memutuskan untuk membayarkan dividen yang
tinggi, akan menyebabkan laba ditahan tidak cukup untuk membiayai
investasi barunya. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah
perusahaan menerbitkan saham baru untuk mencukupi dananya.
Keputusan ini akan menimbulkan kontrol dari pemegang saham
perusahaan lama semakin berkurang. Hal ini tidak diinginkan oleh
para pemegang saham lama, sehingga mereka akan lebih menyukai
dengan tidak memperoleh dividen.
f) Inflation
Inflasi yang tinggi akan menyebabkan ketidakmampuan perusahaan
untuk melakukan investasi baru sehingga perusahaan akan melakukan
akumulasi dananya ke dalam laba ditahan. Hal ini akan berdampak
pada penurunan terhadap pembayaran dividen.
115
(S Pc )
(S - n)
di mana:
P* : harga stock repurchase equilibrium
S : jumlah saham beredar sebelum stock repurchase
Pc : harga saham saat ini sebelum stock repurchase
n : jumlah lembar saham yang akan dibeli kembali oleh perusahaan
bagi dividen yang lebih kecil (pada masa sulit atau banyak
kebutuhan dana investasi) yang dapat memberi pertanda
negatif. Stock repurchase merupakan alternatif yang baik untuk
mendistribusikan penghasilan yang di atas normal (extra ordinary
earnings) kepada pemegang saham.
2) Dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacau usaha
pengambilalihan perusahaan (yang biasanya dilakukan dengan
cara membeli saham sebanyak-banyaknya hingga mencapai
jumlah saham mayoritas). Stock repurchase dapat menggagalkan
usaha ini.
3) Mengubah struktur modal perusahaan. Misalnya, perusahaan
ingin meningkatkan rasio utang dengan cara menggunakan utang
baru untuk membeli kembali saham yang beredar.
4) Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika
perusahaan membutuhkan tambahan dana.
Kerugian bagi perusahaan adalah:
1) Dapat merusak image perusahaan karena sebagian investor
merasa bahwa stock repurchase merupakan indikator bahwa
manajemen perusahaan tidak mempunyai proyek-proyek baru
yang baik. Namun demikian, jika perusahaan benar-benar tidak
memiliki kesempatan investasi yang baik, ia memang sebaiknya
mendistribusikan dana kembali kepada pemegang saham. Tidak
banyak bukti empiris yang mendukung alasan ini.
2) Setelah stock repurchase, pasar mungkin merasa bahwa risiko
perusahaan meningkat sehingga dapat menurunkan harga saham.
117
2.
3.
118
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, J. A. et al. 1993. Leadership Instability in Hospitals: The Influence
of Board-CEO Relations and Organizational Growth and Decline.
Administrative Science Quarterly, 38: 74-99.
Alli, K. L. et al. 1993. Determinants of Corporate Dividend Policy: A Factorial
Analysis. The Financial Review, 28 (4): 523-547.
119
Chang, R. P. and Ghon Rhee, S. 1990. Taxes and dividend: The impact of
personel taxes on corporate dividend policy and capital structure
decisions. Financial Management. 21-31.
Friend and Puckett. 1964. Dividend and Stock Prices. The American Economic
Review.
Nissim and Ziv. 2001. Dividend Changes and Future Profitability. The Journal
of Finance.
121
122
Merger
dan Akuisisi
Jaja Suteja
BA B
Merger
dan Akuisisi
A. Pendahuluan
125
4.
5.
6.
a.
b.
127
128
lain dengan harga yang terlalu tinggi, (2) terjadi kesalahan dalam mengelola
keuangan sehingga realisasi bertambahnya skala ekonomi dan rasio-rasio
laba yang diharapkan tidak tercapai, dan (3) terjadi perubahan pasar yang
mendadak.
Memang tidak dipungkiri bahwa ketiga faktor di atas dapat menghambat
keberhasilan M & A, namun harus diakui pula bahwa sesungguhnya M &
A bukan sekedar plain buying sekedar mengambil alih aset perusahaan
lain (Salgo, 1968) melainkan menggabungkan dua kelompok manusia
yang berbeda sikap dan perilaku, dan menggabungkan dua budaya yang
berbeda (Nahavandi dan Malekzadeh, 1988), sehingga keberhasilan atau
kegagalan M & A juga sangat bergantung pada kedua faktor ini. Davy et
al. (1988, 1989) bahkan menyatakan bahwa 33% sampai 50% kegagalan
M & A karena faktor manusia dan budaya. Sayangnya kedua faktor ini masih
sering diabaikan dalam pengambilan keputusan M & A (Schweiger dan
Ivancevich, 1985). Akibatnya tidak hanya tujuannya tidak tercapai, M & A
sering menjadi bumerang, yaitu menjadi bencana bagi perusahaan tersebut
(Feldman, 1995).
Uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor manusia dan budaya
menjadi salah satu determinan keberhasilan dan atau kegagalan M & A.
Jika demikian, sebelum memutuskan penggabungan usaha, selayaknya
para pengambil keputusan terlebih dahulu memahami kedua faktor
ini lebih baik dan melakukan persiapan-persiapan psikologis layaknya
seseorang akan melakukan sebuah perkawinan (Cartwright dan Cooper,
1993b). Dengan pemahaman ini diharapkan agar saat implementasi
M & A, persoalan-persoalan manusia dan budaya dapat diantisipasi lebih
dini dan dapat diminimalisir. Seperti dikatakan Schweiger, Csiszar dan
Napier (1993). Kunci keberhasilan M & A selain karena pemilihan strategi
yang tepat dan harga pembelian yang wajar juga bergantung pada efektivitas
implementasinya yang tidak lain adalah bagaimana mengelola manusia dan
budaya, baik sebelum maupun sesudah M & A sah secara hukum.
129
131
Bahkan dalam konteks M & A yang bersifat friendly sekalipun, perasaanperasaan seperti ini tidak dapat dihilangkan begitu saja. Akibatnya para
eksekutif mengalami cultural shock (Hofstede, 1997) segera setelah
M & A diumumkan. Mereka merasa tidak siap menghadapi tugas-tugas dan
tanggung jawab baru, tidak siap dengan perubahan struktur organisasi
yang baru, bahkan mereka terus bersikap waspada terhadap manajer yang
baru. Implikasi dari perasaan takut, bingung dan curiga yang dialami para
eksekutif menjadikan mereka berupaya untuk mengatasi/mengendalikan
dirinya. Di antaranya dengan melakukan tindakan-tindakan defensif
seperti melakukan regrouping (memisahkan diri dari kelompok eksekutif/
karyawan perusahaan pembeli) sebagai langkah awal untuk menyusun
serangan balik terhadap musuhnya (perusahaan pembeli).
Berbagai tindakan yang dilakukan seperti tidak patuh, sabotase,
atau serangan secara agresif merupakan bentuk-bentuk serangan balik
yang biasa dilakukan para eksekutif perusahaan penjual. Tujuannya
mereka ingin merebut kembali (buyback) perusahaan yang diakuisisi atau
dimerger (Mirvis dan Sales, 1990). Mulanya memang para eksekutif hanya
marah kepada pimpinan mereka, sebab karena merekalah (para pimpinan
perusahaan yang memutuskan M & A) para eksekutif menjadi bingung, curiga
dan takut. Perasaan marah ini kemudian bergeser bukan lagi ke pimpinan
mereka tetapi ke pimpinan perusahaan yang mengakuisisi. Perasaan seperti
ini biasanya berlangsung cukup lama. Jika mereka secara psikologis dapat
mengatasi perasaannya, maka langkah berikutnya mencoba melakukan
bargaining dengan pimpinan yang baru sampai kepentingan-kepentingan
mereka terakomodasi.
Dilihat dari segi waktu, kondisi ini biasa berlangsung lama, biasanya
dalam ukuran tahun, bahkan ada di antara mereka yang tidak pernah
dapat menghilangkan perasaan-perasaan tersebut di atas sehingga pilihan
yang mereka tempuh adalah keluar dari perusahaan. Marks dan Mirvis
(1998) lebih lanjut mengatakan bahwa perbedaan mind-set tersebut
tidak mungkin dapat dihilangkan sama sekali. Menghilangkan perbedaan
mind-set merupakan pekerjaan sia-sia dan hanya bersifat artifisial. Hal yang
penting adalah menyadarkan mereka bahwa kesepakatan sudah dibuat
dan M & A sudah sah secara hukum. Artinya, agar persoalan-persoalan
manusia dan budaya dapat diminimalisir, selain perbedaan tersebut harus
132
133
4.
5.
hal yang biasa sehingga para eksekutif menegah dan manajer lini tidak
mengalami stress setinggi rekan-rekan mereka yang ada di Amerika
atau negara-negara barat lainnya ketika menghadapi M & A. Sebab,
karena keterlibatannya dalam proses negosiasi M & A, para eksekutif
menengah ini sudah dapat memprediksi apa yang kira-kira terjadi
setelah kedua perusahaan bergabung.
Pengalaman-pengalaman sebelumnya bukan prediktor keberhasilan
sebuah perkawinan di masa datang. Artinya, bagi perusahaan yang
pernah melakukan M & A, pengalaman tersebut dan cara-cara yang
digunakan tidak dapat begitu saja diterapkan pada M & A berikutnya
mengingat adanya perbedaan lingkungan dan karakteristik perusahaan
yang akan digabung. Sebagai contoh, menggabungkan dua perusahaan
sejenis (horisontal M & A) tentunya memerlukan pola dan cara
penggabungan yang berbeda dengan penggabungan dua perusahaan
lain jenis (vertikal M & A).
Perkawinan yang berhasil terjadi antara dua pihak yang saling mengakui
dan menerima isi kontrak. Kesepakatan M & A yang cenderung bersifat
implisit ketimbang eksplisit sering menimbulkan kesalah pahaman
dari kedua belah pihak. Oleh karenanya, kalau masing-masing pihak
tidak memahami dan mangakui mind-set partner-nya, diperkirakan
kegagalan M & A akan semakin tinggi.
Dilihat dari aspek perilaku dan budaya, secara umum ada tiga jenis
perkawinan dalam M & A, yaitu perkawinan terbuka, perkawinan tradisional,
dan perkawinan modern atau kolaboratif (Cartwright dan Cooper, 1993b;
Napier, 1989).
Perkawinan Terbuka dari dua Organisasi atau lebih
Perkawinan terbuka dua organisasi atau lebih adalah suatu peng
gabungan dua perusahaan di mana masing-masing perusahaan mau saling
menerima apa adanya kondisi pihak lain. Di samping itu, kedua belah pihak
juga berupaya mempertahankan independensi masing-masing. Dalam
hal ini, ha-hal yang bersifat khas bagi sebuah organisasi (idiosyncrasy),
perbedaan perilaku dan perbedaan budaya organisasi dianggap bukan
134
merupakan variabel penting yang perlu diperdebatkan. Artinya, masingmasing pihak tidak berupaya merubah perilaku atau budaya organisasi
pihak lain sebab kedua variabel tersebut tidak dianggap sebagai faktor
pengganggu karena perbedaan tersebut bersifat natural.
135
137
139
140
141
143
atau arah gradien (slope) fungsi menjadi lebih curam (steeper) ketika
menderita kerugian jika dibandingkann dengan kondisi perusahaan pada
saat membukukan keuntungan.
Sehubungan dengan teori principals agent (agency theory), principals
yang menganut prospect theory ini akan cenderung percaya kepada manajer
jika perusahaannya terus untung dan kemudian dia akan memberikan
kompensasi yang cukup tinggi kepada manajer tersebut. Sebaliknya jika
perusahaan mengalami kerugian, principals cenderung tidak akan percaya
terhadap manajer dan akan memotong atau tidak akan memberikan
kompensasi lagi. Principals akan berusaha semaksimal mungkin agar
manajemen diperbaiki dan jika mungkin memecat manajer.
Secara sederhana Gambar 7.1 Menggambarkan pergerakan nilai
fungsi terkait dengan perubahan aset-aset finansial yang mereka miliki.
Reference Point
Losses
Gains
Value
Gambar 7.1
Ekspektasi Utilitas berdasarkan
Expectation Theory
145
tidak simetris terjadi pada pasar mobil bekas (used car market) di mana
penjual memiliki informasi yang lebih baik atau terdapat asymmetric
information atas calon pembeli. Pemilik mobil bekas lebih mengetahui
kondisi mobilnya dibandingkan calon pembeli. Pemilik mobil bekas ini
mungkin menjual Lemon (mobil yang jelek) dan mengakunya sebagai
Orange (mobil yang bagus). Sebaliknya pembeli mobil, yang menyadari
memiliki informasi yang kurang dibandingkan dengan yang dimiliki oleh
penjual, tidak dapat membedakan antara lemon dan orange.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana asymmetric information
dapat mengakibatkan kegagalan pasar (market failure). Pembeli cenderung
akan menurunkan harga karena mereka tidak dapat membedakan antara
mobil bagus dengan yang jelek. Sementara itu pemilik mobil bagus pun tidak
bersedia untuk menjual mobilnya pada harga yang tidak sesuai, sehingga
mengakibatkan kemungkinan pembeli memperoleh mobil jelek semakin
besar dan semakin menurunkan kesediaan harga yang mereka bayar. Oleh
karena itu pada akhirnya pasar mobil bekas tidak berfungsi dengan baik.
Alasan semacam ini dapat diterapkan di semua jenis pasar yang kerap terjadi
asymmetric information, termasuk dalam financial market. Secara jelas satu
cara untuk membuat agar pasar mobil bekas tersebut berfungsi adalah
dengan mengurangi asymmetric information dengan cara memberikan
keleluasaan kepada pembeli untuk mengecek atau membawa mobilnya ke
montir yang tahu lebih baik tentang kondisi mobil bekas tersebut.
Dari ilustrasi yang dikemukan oleh Akerlof dan Stiglitz (2001:195211), asymmetric information dapat juga terjadi antara perusahaan
pengambilalih (acquier) dengan perusahaan target, di mana pihak pembeli
(buyer) atau bidder lebih mengetahui kondisi serta prospek perusahaan
lebih sedikit jika dibanding pihak penjual, sehingga dapat menimbulkan
asymmetric information antara manajer/manajemen perusahaan pembeli
dengan penjual perusahaan (merger dan akusisi).
Hal ini terjadi karena di
pasar bursa terdapat inform traders dan uninform traders.
Dalam praktiknya, fenomena asymmetric information menyebabkan
adanya akumulasi negatif dari abnormal return (negative CARs) selama
proses pengambil alihan perusahaan. Dengan demikian Teori Hubris,
tunneling hypothesis dan rendahnya transparansi pada saat tender akan
146
147
sesuatu yang sulit untuk terwujud, Reef dan Luffman (1986:34). Para ahli
strategi yang lainnya telah mengemukakan bahwa biaya administrasi yang
menyertai integrasi pasca-merger melebihi keuntungan yang mungkin di
dapat dari segi sinergi (Lubatkin, 1983; Jones dan Hill 1998).
Para ahli dalam ilmu ekonomi bidang organisasi-industri telah
memberikan latar belakang sesungguhnya untuk mempertimbangkan
ekonomi sinergi. Beberapa ekonom telah menyatakan sikap skeptis tentang
konsep sinergi. Slusky dan Caves (1991) tidak menemukan sinergi yang
yang diharapkan dalam sampel penelitian. Setelah menemukan penurunan
dalam profitabilitas dari berbagai bidang usaha menyusul merger, Ravenscraft
dan Scherer (1998) dengan terbuka menentang hipotesis penelitian tentang
economies of scale atau economies of scope dalam akuisisi. Ekonom dari
Federal Reserve Board, Stephen Rhoades (1983:97) telah menulis, Sudah
saatnya sinergi dan argumen-argumen yang berkaitan dengan sinergi
dihentikan. Untuk beberapa waktu yang lama para ahli telah memberikan
pembenaran yang tidak berdasar untuk akuisisi dalam perekonomian AS,
yang tidak ada manfaat yang terlihat bagi sistem perekonomian.
Studi empiris Shleifer dan Vishny (1991:53) menyangkal bukti tentang
peningkatan produktivitas pabrik menyusul merger dan akuisisi dengan
mengadakan perubahan kontrol yang ditawarkan Lichtenberg dan Siegel
(1989) karena peningkatan profitabilitas itu mungkin dihasilkan oleh
pengurangan investasi dan bukan dari perbaikan nilai laba sekarang. Healy,
Palepu, dan Ruback (1992) mengecam bukti profitabilitas yang lemah dari
Ravenscaft dan Scherer (1987a) dan menunjukkan peningkatan dalam
profitabilitas menyusul akuisisi. Tetapi, Shleifer dan Vishny (1991:53)
membantah bukti ini karena Healy, Palepu, dan Ruback (1992) kemungkinan
belum mengoreksi dengan seksama penjualan-penjualan aset dan karena
nya menemukan perbaikan yang signifikan dalam profitabilitas.
Studi empiris Alberts (1984) membuktikan kebenaran sifat kompetitif
yang tajam dalam pasar produk dan jasa dengan menunjukkan bahwa
kebanyakan perusahaan pada dasarnya mendapatkan rente ekonomi
(yaitu, spread atau selisih dari Return on Capital Employee (ROCE) dikurangi
cost of capital) yang tidak jauh dari nol. Selanjutnya, Alberts menunjukkan
bahwa untuk memaksimalkan profit dalam jangka panjang, para oligopolis
BAB 7 Merger dan Akuisisi
149
150
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, A. et al. 1992. The Post-Merger Performance of Acquiring Firms: A
Re-Examination of an Anomaly. Journal of Finance, 47: 1605-1671.
Brealey, Richard A., Myers, Stewart C., and Marcus, Alan J. 2009. Fundamentals
of Corporate Finance (6th edition). McGraw-Hill.
Cartwright, S. and Cooper, C. L. 1993. Of Mergers, Marriage and Divorce.
Journal of Managerial Psychology, 8 (6), 7-10.
BAB 7 Merger dan Akuisisi
151
Fama, E. F. 1980. Agency Problem and Theory of the Firm. Journal of Political
Economy, 88: 288-307.
Irwin.
152
Mirvis, P. H., and Sales, A. L. 1990. Feeling the elephant: Culture consequences
of a corporate acquisition and buy-back. In: B. Schneider (Ed.),
Organizational Climate and Culture. San Francisco: Jossey-Bass.
Moin, Abdul. 1999. Mencermati Trend Mega-Merger: Studi Kasus Tentang
Merger-Mania di Amerika. Harian Republika.
153
Pablo, A. 1994. Determinants of acquisition integration level: a decisionmaking perspective, Academy of Management Journal, 37 (4): 803836.
Payamta dan Doddy Setiawan. 2004. Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi
Terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 7 (3): 265-282.
Porter M. E. 1987. From Competitive to Corporate Strategy. Harvard Business
Review, 43-59.
Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., and Jordan, Bradford D. 2008.
Fundamentals of Corporate Finance (8th edition). New York: McGrawHill/Irwin.
Schmidt, D. R. and K. L. Fowler. 1990. Post-Acquisition Financial Performance
and Executive Compensation. Strategic Management Journal, 11: 559569.
Schweiger, David L., and John M. Ivancevich. 1985. Human resources: The
forgotten factor in mergers and acquisitions. Personnel Administrator:
47-61.
Sineter, M. 1981. Mergers, Morale, and Productivity. Personnel Journal,
63-867.
Sinkey, Jr., Joseph F., 1992. Commercial Bank Financial Management: In
the Financial-Service Industry (4th edition), Macmillan Publishing
Company, Ontario.
154
Zweing, P. L. 1995. The Case Against Mergers. Business Week Special Report,
30: 122-130.
155
GLOSARIUM
Abnormal Return
Additional Risk
Adverse Selection
Agency Problems
Agency Conflict
Agency Cost
Agency Theory
Asymmetric
Information
Balance Sheet
Balance Theory
Basic Corporate
Finance
Framework
Business Risk
Capital Gain
Capital Loss
Capital Structure
Capital Asset
Pricing Model
(CAPM)
Cash Flow
Predictability
Clientele Effect
Cost of Capital
Debt Covenant
Theory
Debt Financing
Discounted Cash
Flow
Dividend
Dividend Change
Economics of
Scale
Efficient Market
Hypothesis
Equity
Equity Agency
Conflict
Equity Contract
Exchange Rate
Expectation
Theory
Financial Risk
Friendly Take
Over
Financial Distress : Suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan
gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajibankewajiban kepada debitur karena perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana
untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya
sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh
perusahaan tidak dapat dicapai.
Financial
Leverage
Financial Market
Financial
Structure
Financing
Constraint
Financing
Decisions
Hostile Take Over : Suatu tindakan akuisisi yang dilakukan secara paksa
yang biasanya dilakukan dengan cara membuka
penawaran atas saham perusahaan yang ingin
dikuasai di pasar modal dengan harga di atas harga
pasar.
Investment
Decisions
Kebijakan
Dividen
Konglomerasi
Konsolidasi
Leverage
Market Failure
Market Forces
Market Risk
Merger
Horisontal
Merger Vertikal
Netral Risk
: Suatu kegiatan yang berhubungan dengan tugastugas manajer keuangan dalam perusahaan bisnis
dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan
keuangan.
: Situasi di mana mekanisme pasar tidak berfungsi
sebagaimana semestinya dalam konteks tertentu.
: Pemegang saham utama (major shareholder)
dengan jumlah saham mayoritas dan ancaman
pengambilalihan oleh perusahaan lain (threat of
takeover or hostile takeover).
Option Pricing
Theory
Owners
Pecking Order
Theory
Perfect Capital
Market
Perquisite Motive
Price Earning
Ratio
Realized Return
Risk Averter
Risk Free Rate
Risk Premium
Risk Taker
Riskless Asset
Risky Assets
Signaling
Dividend Model
Signaling Theory
Spontaneous
Financing
Sticky
Stock Dividend
Stock Split
Subsidiary
Tobins Q
Trade off Theory
INDEKS
A
Financial Behavior 18
Financial Distress 3, 14, 81, 82, 84, 87, 88, 89, 95, 124
Financial Leverage 78, 83
Financial Market 5, 96, 146
Financial Risk 78, 79
Financial Statement 25, 41
Financial Structure 76, 77
Fixed Assets 5, 9, 43
Leverage 46, 48, 49, 50, 51, 78, 82, 83, 85, 86,, 126, 127
Leverage Buy Out 127
M
Managerial Finance 4, 6
Market Failure 95, 96, 145, 146
Market Forces 13
Market Risk 78
Merger dan Akuisisi 124, 128, 134, 136, 138, 139, 149
Merger Horisontal 126, 136
Merger Vertikal 125
N
Numerics 40
O
Realized Return 10
Residual Dividend Policy 106
Retained Earning 5
Risk 8, 10, 11, 28, 31, 32, 77, 78, 79, 80, 86, 100, 142, 144, 145
Risk Bearing 10, 31
Risk Free Rate 32
Risk Premium 32
Risk Taker 144
Risky Assets 15, 31
S