Anda di halaman 1dari 14

GENESA DAN POTENSI EMAS DAN LOGAM DASAR DI SAYAP

BARAT PEGUNUNGAN BUKIT BARISAN

Oleh:
Sri Indarto, Iskandar Zulkarnain, Sudarsono,
Djoko Trisuksmono, dan Kuswandi
Sari
Penelitian genesa dan potensi emas, logam dasar di sayap barat
Pegunungan Bukit Barisan 2003 dilakukan di daerah Pasaman dan
sekitarnya. Penelitian dilakukan di beberapa lpkasi dengan membuat suatu
lintasan pengamatan geologi disertai pengambilan conto batuan yang
representatif. Urgensi penelitian adalah untuk mengetahui tipe endapan emas
atau logam dasar di sayap barat Pegunungan Bukit Barisan dan
menemukan cebakan baru.
Tujuan mengumpulkan data informasi geologi lapangan dan analisis
laboratorioum : petrografi, inklusi fluida, kimia (Major Element, Trace
Element, REE), khususnya yang berkaitan dengan mineralisasi emas logam dasar di daerah penelitian. Sasarannya adalah menghasilkan basis
data tentang potensi emas atau logam dasar daerah Pasaman dan sekitarnya,
serta dapat menyusun konsep eksplorasi dan mempelajari genesa
pembentukan cebakan emas atau logam dasar.
Perlu diketahui bahwa cebakan emas primer dan logam dasar sangat
berkaitan dengan kegiatan magmatik, dan untuk daerah sayap barat
Pegunungan Bukit Barisan disebutkan telah terdapat indikasi (cebakan)
emas epithermall, bersulfida rendah. Untuk itu perlu bukti yang lebih
lengkap dan akurat, dengan melakukan analisis/interpretasi hasil penelitian
lapangan dan laboratorium.
Metoda penelitian dengan melakukan pengamatan geologi melalui
lintasan yang ditentukan serta menganalisis sejumlah conto batuan yang
dipilih untuk dianalisis secara petrografi, inklusi fluida, dan kimia.
Lintasan geologi yang diteliti adalah: lintasan sekitar G. Talamau (Pasaman),
S. Tambang Pambaluan, S. Sinabuan, S. Simpang Dingin, Panti, Bonjol,
Salido.
Hasil yang dicapai, khususnya daerah Pasaman ditemukan berbagai
jenis batuan, yaitu: batuan volkanik produk G. Talamau (andesit, andesit
basaltik, basalt), batuan Kelompok Woyla: yang ditemkan di S. Tambang
Pambaluan, seperti: meta batupasir teralterasi dan termineralisasi selang seling dengan batusabak dan sering diterobos oleh urat-urat kuarsa. Batuan
Kelompok Mengae Woyla seperti: sekis glaukofan, marmer beraneka,

dan batuan granit sebagai anggota Formasi Kanaikan, serta batuan tufa
anggota batuan volkanik tak terbedakan. Batuan Kelompok Woyla dan
Formasi Kanaikan ini juga ditemukan di S. Simpang Dingin. Batuan
volkanik
(basalt)
produk
G.
Langsat, dan batuan
terubah
termineralisai daerah Salido.
Dari Major Elemen menunjukkan bahwa batuan beku di Pasaman
dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu : basa (basalt), menengah
(andesit), agak asam (dasit), dan granit (asam). Batuan volkanik yang ada
termasuk tipe Calc-Alkalin dan hanya dua conto batuan yang masing masing dari Pasaman dan Salido yang menunjukkan sifat Tholeitik. Secara
umum batuan volkanik yang ada posisi dalam lingkungan tektoniknya
sebagai Backarc -side.
Mineralisasi dan alterasi yang terjadi di Pasaman (S. Tambang
Pambaluan dan S. Simpang Dingin) yang ditunjukkan oleh kandungan Au
(400 ppb = PS - 16) dan Au = 3 ppb (SD-04) merupakan hasil kegiatan
hidrothermal. Dari inklusi fluida menunjukkan bahwa mineralisasi yang ada
terbentuk pada kondisi epithermal-mesothermal.
POTENSI DAN PEMANFAATAN OPAL DI KABUPATEN LEBAK,
BANTEN

Oleh:
Chusni Ansori, M. Safei Siregar, Sudarsono,
Kuswandi, E. Ichsan, dan Hapid
Sari
Opal Banten telah dikenal oleh kolektor dan pemburu opal karena
keindahannya sehingga berharga mahal. Pada tahun lalu telah dilakukan
penelitian untuk mengidentifikasi potensi dan genesa opal sehingga telah
dapat dikenali lapisan batuan pembawa opal.Pada tahun ini penelitian
dilakukan untuk lebih mengetahui sebaran lapisan pembawa opal pada areal
yang lebih luas, kontrol geologi pembentukannya, pembuatan sumur
eksplorasi serta pemanfaatan opal .
Penelitian lapangan telah dilakukan untuk mendapatkan data - data
litologi, stratigrafi, struktur, contoh batuan pada lintasan terpilih baik berupa
lintasan sungai maupun lintasan jalan. Disamping itu juga dilakukan
pembuatan sumur eksplorasi untuk membuktikan hipotesa yang telah
dibangun. Analisa laboratorium yang dilakukan berupa analisa mineralogi
dan petrograf.

Berdasarkan pengamatan lapangan serta analisa laboratorium yang


dilakukan dapat disimpulkan bahwa opal di Kabupaten Lebak terbentuk
karena sirkulasi air tanah yang membawa larutan silika koloid pada suhu
rendah. Larutan silika koloid yang terbawa akan menggantikan ranting/akar
tanaman yang tertanam dalam batulempung atau mengisi rongga batuan
pada formasi Genteng. Sebaran daerah yang teridentifikasi mempunyai
potensi opal tersebar pada areal yang luas, namun yang prospek untuk
mendapatkan opal mulia tersebar memanjang dari sekitar Seepang, Ciluwuk,
Cilawang hingga Ciburuy. Pemanfaatan Opal mulia dapat langsung dipoles
untuk cindera mata, namun untuk opal bunglon serta kinyang perlu
treatment teknologi.
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH
PESISIR, STUDI KASUS PADA DATARAN ALLUVIAL GOMBONGKARANGANYAR SELATAN, JAWA TENGAH

Oleh:
Edy M Arsadi, Igna Hadi Suparyanto, Tjiptasmara, Yayat Sudradjat,
Engkos Kosasih, dan Nandang Supriatna
Sari
Daerah pesisir yang terletak di sebelah selatan Gombong - Karanganyar,
Jawa Tengah sejauh ini dikenal sebagai daerah yang sering mengalami
kesulitan akan air bersih. Guna mengetahui factor yang menyebabkannya,
telah dilakukan studi inventarisasi dan identifikasi airtanah di daerah
tersebut.
Hasil studi geomorfologi dan geologi menunjukkan daerah tersebut
merupakan dataran aluvial yang tersusun atas dataran pematang fluvio marine, pematang pantai purba dan endapan rawa. Pada daerah pematang ini
terdapat sumber - sumber air bagi keperluan air bersih. Hasil studi bawah
permukaan menunjukkan bahwa kelompok airtanah dangkal pada daerah
pematang fluvio - marine terdapat pada kedalaman < 6 m, sedang pada
pematang pantai purba airtanah terdapat pada kedalaman hingga 30 m. Di
bawah kelompok airtanah dangkal, airtanah yang ada bersifat payau hingga
brines. Studi hidrokimia menunjukkan adanya gejala penyusupan air laut.
Dalam kerangka sistem aliran, pada daerah ini selain terdapat system
aliran regional, juga terdapat system aliran yang bersifat lokal.

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI SUMBERDAYA AIR PULAU


KECIL JENIS PETABAH, STUDI KASUS P. KARIMUNJAWAKEMUJAN

Oleh:
Igna Hadi S., Herryal Z. Anwar, Eko Tri Sumarnadi,
Tjiptasmara, Aep Sofian, dan Sunardi
Sari
Berkenaan dengan sifat kerentanan sumberdaya air pada pulau kecil,
telah dilakukan studi pendahuluan dengan mengambil contoh pulau kecil
jenis petabah pada lokasi P. Karimunjawa-Kemujan.
Hasil studi keseluruhan menunjukkan adanya keterkaitan erat antara
komponen satuan geomorfologi, tutupan lahan dan mintakat airtanah daerah
penelitian, sedang sistem akuifer yang ada dapat berupa sistem rekahan
(fracture system) dan sistem butiran. Selain itu studi geolistrik dan kimia air
ternyata juga menunjukkan adanya kemungkinan gejala penyusupan air laut.
Bagi perencanaan pengembangan wilayah maritim yang bertumpu
pada keberadaan sumberdaya air untuk pulau ini, selain sejumlah aksi seperti
rehabilitasi hutan pada kawasan satuan geomorfologi perbukitan struktural,
perlu dilakukan pendalaman studi mengenai kemungkinan gejala
penyusupan air laut, pencemaran limbah domestik dan potensi cadangan
airtanah berdasarkan pendekatan sistem akifer yang ada.
Back Top
STUDI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN BEKAS
PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA

Oleh:
Achmad Subardja Dj., Yugo Kumoro, Rhazista Noviardi,
Dadi Sukmayadi, dan Bambang Irianta
Sari
Pengelolaan dan pemanfaatan lahan bekas penambangan,
sebenarnya meliputi aspek yang sangat luas dan kompleks, meliputi tidak
hanya aspek lingkungan hidup, tetapi juga aspek sosial, ekonomi lokal,
tenaga kerja, budaya dll. Bukan sedikit tempat di seluruh dunia terjadi

fenomena boom - and - bust, dimana ketika muncul operasi pertambangan di


suatu kawasan maka kawasan tersebut mengalami percepatan pertumbuhan
ekonomi yang sangat tajam sementara ketika perusahaan tambang pergi
maka kawasan tersebut berubah menjadi kota - kota mati. Bekas
penambangan Timah di Bangka kini meninggalkan lahan - lahan berupa
kolong darat (hamparan tailing dan over - burden) serta kolong air berukuran
10 - 100 hektar, dengan kedalaman lima sampai 25 meter. Permasalahannya,
kualitas hamparan tailing serta air kolong memiliki derajat keasaman yang
rendah (pH 4-5), kandungan mikroba dan unsur hara yang rendah,serta tak
terhindar terbawa juga mineral-mineral berat terlarut. Sedangkan upaya
pengelolaan lingkungan dalam operasi pertambangan seharusnya adalah
tercapainya suatu kondisi lingkungan yang aman dan stabil yang berlangsung
dalam kurun waktu yang panjang. Keamanan dan kestabilan lingkungan
hidup dapat meliputi terjaminnya suatu kondisi lingkungan yang bebas
pencemaran yang dapat mendukung keberlanjutan kehidupan dan ekosistem
setempat maupun yang tercakup dalam wilayah lain yang secara tidak
langsung terkena dampak operasi pertambangan itu. Oleh karenanya
pengelolaan lingkungan hidup, terutama pada periode pasca operasi
pertambangan tidak boleh disimplifikasi hanya sebatas penanaman pohon
atau reklamasi saja. Reklamasi lahan bekas tambang tidak cukup sekadar
memenuhi persyaratan standar yang berlaku, tetapi harus direhabilitasi
menjadi lahan produktif. Masyarakat di daerah penambangan harus dapat
merasakan manfaat lahan yang direhabilitasi, dan dilibatkan secara aktif.
Back Top
DAMPAK PERUBAHAN TATAGUNA LAHAN TERHADAP DAUR
HIDROLOGI LAHAN GAMBUT, PALANGKARAYA

Oleh:
Nyoman Sumawijaya, Hendra Bakti, Robert M. Delinom,
F.X. Sukaca, dan Dady Sukmayadi
Sari
Penelitian hidrologi lahan gambut dilakukan dengan tujuan
memahami kemungkinan dampak hidrologi yang ditimbulkan jika lahan
gambut hutan di daerah bergambut diubah menjadi lahan pertanian atau
lahan budidaya lainnya. Kebutuhan untuk memanfaatkan lahan gambut
sebagai lahan budidaya sangat tinggi, namun berbagai kendala masih belum
dapat diatasi. Salah satunya adalah berkaitan dengan dampak hidrologinya.
Untuk tahun pertama ini penelitian meliputi identifikasi penggunan atau
tutupan lahan, pendataan geologi, dan pengamatan serta pengukuran sifat
fisik dan kimia air.

Penelitian dilakukan di DAS Sebangau, kalimantan Tengah. DAS


Sebangau merupakan salah satu DAS yang sebagian besar berupa lahan
gambut, sebagian lahan gambut di daerah ini sudah diubah menjadi lahan
pertanian dan pemukiman, hutan sekunder dan sedikit hutan primer masih
tersisa. Ketebalan gambut bervariasi dari sangat tipis (<30 cm) sampai 10
meter dengan tingkat kematangan sedang sampai tinggi. Gambut tebal
ditemukan pada bagian hulu DAS sedangkan pada bagian hilir ketebalan
gambut pada umumnya sangat tipis. Data hasil pengamatan debit sungai
yang dilakkan bekerjasama dengan Hokkaido University (Jepang) sejak
tahun 1998 menunjukkan debit sungai minimum 4,9 m3/detik yang terjadi
pada bulan Juli dan maksimum 50,8 m3/detik pada bulan Januari. Di bagian
hulu DAS kimia airtanah dicirikan oleh keasaman yang tinggi (pH <5), daya
hantar listrik rendah dan kandungan unsur utama (Na, K, Ca, Cl), yang
rendah sementara airtanah di daerah hilir (daerah Paduran) mempunyai
karakteristik keasaman rendah (pH >6,5), daya hantar listrik tinggi (beberapa
tempat asin) dan kandungan unsur utama sedang sampai tinggi. Penggunaan
lahan gambut untuk lahan pertanian secara intensif (digarap setiap tahun)
mengakibatkan penurunan laju infiltrasi yang tinggi dan jika ditanami
berselang satu tahun dampak terhadap laju infiltrasi kecil. Sementara lahan
gambut bekas tambang setelah ditutup selama 16 tahun (sejak tahun 1987)
belum terjadi pemulihan laju infiltrasi yang berarti.
Back Top
STUDI SUMBERDAYA AIR DI DAS CITARUM HULU SECARA
KUANTITATIF DAN SPASIAL

Oleh:
Ida Narulita, Tonny P. Sastramiharja,
Dyah Marganingrum, dan Sari Asmanah

Sari
Saat ini telah terjadi kerusakan lingkungan di DAS Citarum dari hulu
sampai ke hilir. Kerusakan lingkungan DAS ini berdampak pada
ketersediaan sumberdaya air, baik air tanah maupun air permukaan.
Kerusakan lingkungan DAS ini diduga karena perubahan penggunaan lahan
yang sangat cepat dan tidak terkendali. Perubahan penggunaan lahan di DAS
Citarum mengakibatkan berubahnya air pasokan yang masuk ke dalam tanah.
Besar kecil atau negatifnya perubahan tersebut sangat tergantung perubahan
yang terjadi. Bila perubahan penggunaan lahan cenderung pada semakin
luasnya daerah yang dipakai untuk pemukiman dan makin sedikitnya daerah

hutan, air pasokan akan semakin sedikit sedangkan air permukaan (runoff)
akan menjadi lebih banyak dan pada tingkat tertentu akan menjadi bahaya
banjir. Masalah lingkungan lain yang terjadi adalah penurunan muka air
tanah di wilayah DAS Citarum karena berkurangnya wilayah tangkapan air
sementara eksploitasi air tanah semakin meningkat.
Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa perlu adanya pengelolaan
sumberdaya air secara terpadu dan berkelanjutan. Pengelolaan tersebut
diperlukan agar ketersediaan air tetap lestari, artinya pada saat musim hujan
tidak menimbulkan bencana, sebaliknya pada musim kemarau tidak terjadi
kekeringan. Pengelolaan yang tepat, terpadu dan berkelanjutan merupakan
keharusan untuk mencegah kerusakan yang lebih jauh.
Studi sumber daya air di DAS Citarum hulu dengan melakukan
pendekatan dengan analisis terhadap daerah resapan air tanah secara spasial.
Dengan memanfaatkan analisis spasial menggunakan Sistem Informasi
Geografi akan dihitung secara kuantitatif dan spasial jumlah air hujan yang
meresap kedalam tanah yang bergantung pada topografi, luas daerah resapan,
jenis batuan, harga rata - rata infiltrasi, dan jenis tutupan lahan yang ada.
Back Top
PENYUSUNAN BASIS DATA SPASIAL UNTUK MENUNJANG
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN
KONSEP PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Oleh:
Yuliana Susilowati, Robert M. Delinom, Hilda Lestiana,
Pipih Ashari, Enung Ichsan, dan Nyanjang

Sari
Pembangunan berkelanjutan adalah pelaksanaan pembangunan
dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada untuk memenuhi
seluruh kebutuhan saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi
mendatang. Pada umumnya, perencanaan pembangunan di Indonesia masih
dilakukan secara parsial, sektoral dan didasarkan pada data dan informasi
yang masih sangat terbatas. Sedangkan sektor ekonomi umumnya menjadi
prioritas pertama dalam perencanaan pembangunan di masa lalu dan kurang
mempertimbangkan dampak lingkungan yang terjadi. Dalam rangka
menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan memerlukan
adanya perencanaan yang terpadu dan menyeluruh, berdasarkan
pertimbangan aspek sosio ekonomi dan ekologi secara terpadu. Dewasa ini
mulai berkembang konsensus bahwa cara yang paling efektif untuk
meningkatkan pembangunan berkelanjutan adalah melalui perencanaan &
pengelolaan dalam skala Daerah Aliran Sungai (DAS) atau watershed
sehingga batasan wilayah pembangunan bukan lagi didasarkan pada batas
wilayah administrasi, melainkan didasarkan pada batas wilayah ekologi.
Untuk itu penyusunan basis data spasial dengan pendekatan Daerah Aliran
Sungai (DAS) sangat diperlukan dalam menunjang perencanaan
pembangunan berkelanjutan tersebut. Adapun konsep pengelolaan DAS
secara terpadu adalah pemanfaatan seluruh sumberdaya alam dan lingkungan
yang ada secara optimum tanpa merusak alam dan lingkungan serta
menjamin adanya kelestarian hayati dan lingkungan, meliputi aspek
biogeokimia fisik maupun sosio ekonomi. Adapun basis data spasial yang
telah berhasil disusun meliputi; (1) Peta Dasar : Pola Aliran Sungai, DAS Sub DAS, Batas Administrasi, Kontur, DEM, (2) Peta - Peta Biogeokimiafisik : Jenis Tanah, Penggunaan Tanah, Geologi, Geohidrologi, Geologi
Teknik, Geologi Tata Lingkungan serta (3) Peta - Peta Sosio Ekonomi:
kepadatan penduduk. Diharapkan dapat digunakan untuk menunjang
pembangunan berkelanjutan dengan konsep pengelolaan DAS terpadu.
Sedangkan teknik dan metode pengembangan basis data spasial pada
cakupan wilayah DAS diharapkan dapat diterapkan pula pada kajian wilayah
- wilayah DAS yang lain, maupun dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
lain yang berbasis DAS.
Back Top
SISTEM INFORMASI KEBUMIAN SEBAGAI SARANA PENUNJANG
DALAM PENYEDIAKAN INFORMASI GEOLOGI DAERAH
KARANGSAMBUNG

Oleh:
Munasri, Haryadi Permana, Yunarto,
Agus M. Riyanto, dan Dudi Prayudi.

Sari
Daerah Karangsambung merupakan daerah kompleks geologi yang
unik. Di daerah ini tersingkap ke permukaan beraneka ragam jenis batuan,
diantaranya gabro, diabas, batugamping, rijang, sekis mika, marmer,
serpentinit, dll. Ada 30 titik lokasi batuan yang tersebar di daerah tersebut
ditetapkan sebagai batuan yang dilindungi.
Secara umum daerah Karangsambung ditujukan untuk studi ilmu
kebumian bagi para peneliti, mahasiswa, pelajar dan umum. Untuk keperluan
tersebut UPT Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI mendokumentasikan keanekaragaman jenis batuan dan keunikan aspek
geologi melalui salah satu bentuk sistem informasi. Sistem ini diberi nama
Sistem Informasi Kebumian disingkat SIK dibuat dalam bahasa
MapBasic yang dapat dijalankan melalui MapInfo (Software SIG). Melalui
SIK ini, data dan informasi geologi daerah Karangsambung dapat langsung
diperoleh (dalam bentuk peta dan tabulasinya), hanya dengan memilih objek
dari salah satu peta atau melalui salah satu jendela pencarian data yang
dibuat sendiri dengan memasukan kriteria tertentu.
SIK sebagai salah satu alat bantu UPT Balai Informasi dan
Konservasi Kebumian Karangsambung - LIPI diharapkan dapat lebih
meningkatkan penyebar - luasan informasi geologi daerah Karangsambung
secara visual untuk tujuan pendidikan atau penelitian ilmu kebumian
Back Top
FORMULASI GLAZUR TRANSPARANT
UNTUK PEMBUATAN KERAMIK LEMBARAN SEBAGAI BAHAN
BANGUNAN

Oleh:
Eko Tri Sumarnadi Agustinus, Sudarsono, M.Ulum A. Gani,
Siti Shofiyah, dan Fuad Saebani
Sari
Pembuatan Keramik Lembaran memerlukan glazur yang berfungsi
sebagai pelapis yang secara teknis dapat menambah kekuatan mekanik dan
ketahanan terhadap asam. Disamping itu juga berfungsi agar keramik
lembaran yang dibuat tidak tembus air maupun udara, sedangkan dari segi
estitika akan menambah keindahan sesuai dengan warna yang diinginkan.
Formulasi bahan glazur mengacu pada lime glaze system dari seger formula.
Bahan baku utama yang digunakan adalah memanfaatkan limbah pengolahan

batu tempel di Palimanan, Cirebon. Sebagai bahan tambahan digunakan


kapur, feldspar, kaolin, kuarsa dan oksida pewarna.
Permasalahannya adalah apakah komposisi kimia/mineral limbah
pengolahan batu tempel dan kapur cukup memadai untuk mensubstitusi
komposisi bahan glazur lime glaze system ?Bagaimana sinkronisasi antara
suhu bakaran glazur terhadap suhu bakaran bodi keramik ?Selanjutnya
bagaimana cara mengembangkan aplikasi glazur untuk berbagai keperluan
industri keramik lainnya?
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut perlu dilakukan
penelitian yang mencakup : karakterisasi bahan baku, melakukan formulasi
bahan glazur dengan pendekatan empiris seger formula (lime glaze system)
melalui perbandingan berat molekul (molekul ratio), dan melakukan uji coba
hasil formulasi yang direncanakan serta karakterisasi glazur meliputi cacat
struktur, warna dan % gelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah
pemotongan batu tempel termasuk jenis batuan tufa andesit yang pada
prinsipnya dapat digunakan sebagai bahan baku glazur. Telah diperoleh 2
(dua) tipe formula glazur GA (1-36) dan GZ (1-36). Formula GA (1-36) pada
suhu bakaran 1280oC menghasilkan glazur transparant, sedangkan formula
GZ (1-36) pada suhu yang sama menghasilkan glazur transparant, semi mat
dan mat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bahan glazur
alternatif yang relatif murah sehingga dapat diaplikasikan selain sebagai
glazur keramik lembaran juga dapat menjawab tantangan akan permintaan
bahan glazur industri genteng yang semakin meningkat.
Kata Kunci: Limbah pengolahan batu tempel, glazur alternatif, relatif
murah, industri keramik.
Back Top
FORMULASI BAHAN BAKU DAN BAHAN TAMBAHAN DALAM
PEMBUATAN BADAN KERAMIK LEMBARAN SEBAGAI BAHAN
BANGUNAN

Oleh:
Gurharyanto, Eko Tri Sumarnadi, Andil Bukit K, Happy Sembiring,
Atet Saepullah, dan Nandang Supriatna

Sari
Potensi keramik di Indonesia khususnya sebagai bahan bangunan
cukup baik, kompetitif untuk bersaing dengan bahan-bahan lainnya karena
mempunyai beberapa kelebihan; tampak bersih, tidak memerlukan
pemolesan, keras dan kuat. Sinergi dengan berkembangnya bangunan
property berskala besar, ukuran keramik juga cenderung dibikin semakin
lebar supaya bangunan tampak lebih bersih, rapih dan pemasangannya cepat.
Badan keramik lembaran adalah keramik yang bentuknya seperti
lantai keramik tetapi luas permukaannya lebih lebar. Untuk membuat badan
keramik lembaran diperlukan badan keramik yang lebih kuat, khususnya
kuat lentur kering, sehingga struktur bentuk keramik tidak berubah atau
rusak. Dengan system triaksial, menggunakan bahan baku kaolin/lempung ,
feldspar dan kuarsa telah dibuat badan keramik jenis porselen, stoneware
dan hardware, kuat lentur bakar mencapai 400 kg/Cm2 dan besarnya
peresapan air (0,03- 2,00)%. Namun kekuatan lentur kering badan keramik
masih rendah yaitu 28 Kg/Cm2. Untuk meningkatkan kuat lentur tersebut
digunakan bahan tambahan waterglass, berfungsi sebagai bahan perekat yang
bekerja pada temperature rendah (150-200)oC. Dengan cara tersebut
kekuatan kering dapat ditingkatkan hingga 80% (rata-rata) dan sedikit sekali
pengaruhnya terhadap karakteristik keramik hasil proses pembakaran.
Back Top
ZEOLIT ALAM SEBAGAI BAHAN PUPUK DAN
KATALIS :PEMANFAATAN ZEOLIT SINTETIS SEBAGAI BAHAN
KATALIS

Oleh:
Roocyta Handoyo, Lenny M. Estiaty, Siti Sofiah,
Nita Yusianita, dan Iis Nurlela
Sari
Sebagai tahap awal dari proses sintesa zeolit katalis berbahan baku
zeolit alam mordenit dan mineral perlit, modifikasi dilakukan terhadap kedua
mineral untuk meningkatkan rasio Si/Al (> 10) dam mengubah Na-zeolit
menjadi NH4- zeolit melalui metoda penukaran ion.
Peningkatan rasio Si/Al zeolit dilakukan melalui proses dealuminasi
dan kalsinasi zeolit alam dan peleburan campuran perlit dan silika dengan
NaOH. Selanjutnya dilakukan proses penukaran ion pada mordenit dengan
pereaksi NH4NO3

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dealuminasi dan kalsinasi


zeolit alam serta modifikasi perlit seperti waktu dan konsentrasi pereaksi
divariasikan untuk mengetahui kondisi optimum proses-proses tersebut
Hasil sementara modifikasi zeolit alam mordenit menjadi mordenit
katalis menunjukkan terjadi peningkatan Si/Al antara 27,42 % hingga
34,52% setelah proses kalsinasi zeolit, dan hasil terbaik didapat setelah
kalsinasi selama 2 jam.
Berdasarkan nilai KTK proses penukaran ion dengan NH 4NO3.
menunjukkan semua kation telah tergantikan oleh ammonium. Hasil analisa
XRD dan SEM dari modifikasi zolit alam dan perlit menjadi katalis masih
dalam penyelesaian.
Back Top
ZEOLIT ALAM SEBAGAI BAHAN PUPUK DAN
KATALIS :PEMANFAATAN ZEOLIT SEBAGAI BAHAN PUPUK

Oleh:
Lenny M. Estiaty, Dewi Fatimah, Dadan Suherman, Iis Nurlela,
Nita Yusianita, Dewi Nurbaeti, dan Nining Karningsih
Sari
Telah dilakukan penelitian untuk mencari kondisi optimum proses
untuk mendapatkan pupuk kandang yang bermutu Proses dilakukan dengan
berbagai variabel yaitu ukuran butir zeolit, konsentrasi zeolit dan waktu
pemeraman. Hasil yang didapatkan bahwa ukuran butir zeolit 7 + 10 mesh
dan 20 +48 mesh tidak begitu berpengaruh pada pupuk yang dihasilkan .
Pupuk kandang yang dicampur dengan zeolit sangat cepat kering, hanya
dengan pemeraman 2 minggu kadar air dalam pupuk kandang telah mencapai
sekitar 5%-6%, sedangkan pada kontrol baru mencapai 70 % . Selain itu
kandungan kalium pupuk kandang yang dicampur zeolit lebih tinggi
daripada kontrol yaitu sekitar 1.7% 2 %. Namun penambahan zeolit pada
kotoran hewan mempercepat penguapan NH3, sehingga unsur N lebih
rendah. Dari hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa zeolit tidak
boleh ditambahkan pada kotoran hewan segar, penambahan zeolit boleh
dilakukan pada pupuk dilakukan pada saat pupuk akan diperguanakan,
sehingga dapat mengeffisienkan pemakaian unsur hara yang terkandung.
Back Top
PEROLEHAN LOGAM EMAS DARI KARBON ISI EMAS:
PENGKAJIAN PENGGUNAAN ARANG TEMPURUNG KELAPA

UNTUK ADSORPSI EMAS DARI LARUTAN HASIL PELINDIAN


DENGAN SIANIDA

Oleh:
Achdia Supriadidjaja, Widodo, Roocyta Handhoyo,
Sutanto E. Suryono, Rosalia Amelia,
Atet Saepuloh, dan Rustana
Sari
Penggunaan karbon aktif berbahan dasar arang tempurung kelapa
buatan dalam negeri (lokal), dicoba dalam teknologi Carbon-In-Leach (CIL)
dengan sistem pelindian menggunakan sianida. Untuk mengoptimalkan
perolehan muatan emas didalam karbon aktif, dicoba menggunakan larutan
mengandung emas sebesar 0.2570 ppm hasil pelindian bijih dari Cisireum,
Sukabumi Selatan. Pengujian adsorpsi dilakukan menggunakan ukuran butir
karbon 6 + 20 mesh (3,36 mm + 0,84 mm) dalam gelas kimia terbuka
sambil diaduk. Variabel yang digunakan adalah waktu kontak, jumlah karbon
aktif, dan kekuatan pengadukan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu
adsorpsi 2 jam dengan jumlah karbon aktif 20 gr/ltr, kekuatan pengadukan
30 rpm mampu menyerap emas sebesar 84,34 %. Namun kemampuan
menyerap sebesar 84,34 % belum optimal, sehingga perlu peningkatan
kualitas karbon aktif.
Back Top
PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA INDONESIA BERKADAR
RENDAH (UPGRADING INDONESIAN LOW GRADE COAL)

Oleh:
Harijanto Soetjijo, Ulum A. Gani, Dewi Fatimah,
R. Amelia, Fuad Saebani, dan Zaenal
Sari
Konsumsi batubara di Indonesia terus meningkat seiring dengan
irama pembangunan nasional dan bertambahnya penggunaan energi.
Indonesia memiliki 36 milyar ton cadangan sumber daya batubara, tetapi
sebagian besar daripadanya merupakan batubara yang termasuk pada jenis
berkadar rendah. Penggunaan batubara berkadar rendah kurang disukai dan
terbatas dibandingkan dengan jenis batubara bituminous atau antrasit dan
penggunaannya untuk jangka panjang mengakibatkan dampak negatip
terhadap lingkungan. Peningkatan kualitas batubara berkadar rendah dapat

memberikan kontribusi yang sangat besar artinya baik bagi pihak produsen
batubara karena nilai jual batubara yang bertambah maupun bagi masyarakat
umum misalnya karena menurunnya jumlah polutan dari hasil pembakaran
batubara. Studi peningkatan mutu batubara dengan metoda shock
expansion untuk tahun pertama (2003) ini ditujukan untuk meneliti efek
dari proses shock expansion terhadap struktur batubara pada umumnya dan
pori-pori batubara pada khususnya. Diharapkan proses tersebut mampu
memperbaiki kualitas batubara ditinjau dari kandungan air; abu, karbon
terikat, zat terbang sehingga diperoleh mutu batubara yang makin baik. Hasil
percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses shock expansion
mampu memperbaiki kualitas batubara sub bituminous yang diperoleh dari
daerah Bayah, Sukabumi. Berdasarkan percobaan yang diterapkan pada
batubara Cimandiri ternyata proses mampu meningkatkan nilai kalorinya
dari 6104 kal/Nm3 menjadi 7175 kal/Nm3 dan menjadi 7332 kal/Nm3 setelah
diproses selama 24 jam dan 48 jam. Hal yang sama juga teramati pada
batubara Cigagoler yang mengalami perbaikan mutu seperti yang
diperlihatkan dengan naiknya nilai kalori dari 6284 kal/Nm3 menjadi 7097
kal/Nm3 setelah diproses selama 24 jam dan menjadi 7117 kal/Nm3 setelah
diproses selama 48 jam

Anda mungkin juga menyukai