PENDAHULUAN
Tahun 2000 keatas dikenal dengan abad globalisasi, kita dituntut untuk bersaing
dalam segala aspek kehidupan supaya kita bisa tetap bertahan dan terus
memberikan kontribusi positif untuk kemajuan negara, baik di luar negeri maupun
di dalam negeri. Indonesia yang dikenal oleh negara luar sebagai plural country
(negara majemuk), sebab memiliki beragam budaya di dalamnya, tidak hanya satu
ras, melainkan banyak sekali ras, budaya bahkan kehidupan sosial yang
terangkum dalam tajuk adapt istiadat yang semuanya juga berbeda-beda. Hal ini
sangat dibutuhkan kekuatan yang sangat ekstra untuk dapat mempertahankannya
sehingga masih ada yang bisa dibanggakan dari negara terbesar di Asean ini.
Dari berbagai budaya dan bahasa yang ada di Indonesia, negara tetap memilki
bahasa pemersatu sebagai kekuatan nasionalisme yang menghiasi perbedaan yang
ada, sejak dulu bangsa Indonesia selalu bangga akan bahasa Indonesia yang tidak
lain adalah bahasa kesatuan yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa tersebut
tersusun atas serapan dari berbagai bahasa yang ada di Indonesia sehingga dapat
memberikan sinergisitas terhadap bahasa daerah. Tentunya kita pun harus bengga
terhadap keduanya. Baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
1
merupakan sebuah mimpi disiang bolong, sebab orang Lampung sendiri kurang
respect (menghargai) bahasa asli daerah tersebut, mungkin tidak telalu
memberikan efek serius terhadap kehidupan ekonomi, tetapi untuk sosial dan
budaya, hal ini akan memberikan dampak yang berarti dikemudian hari terhadap
nilai-nilai sosial budaya daerah Lampung.
Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung
dikuasai oleh kesultanan Banten.
Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682
yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
Akan tetapi, upaya menguasai pasar lada hitam Lampung kurang memperoleh
sambutan baik. Pada 21 November 1682 VOC kembali ke pulau Jawa hanya
membawa 744.188 ton lada hitam seharga 62.292,312 gulden.
Dari angka itu dapat disimpulkan bahwa Lampung kala itu dikenal sebagai
penghasil lada hitam utama. Lada hitam pula yang mengilhami berbagai negara
2
Eropa ambil bagian dalam konstelasi politik Nusantara kala itu. Penguasaan
sumber rempah-rempah dunia berarti menguasai perdagangan dunia-dan tentu saja
wilayah.
Kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya
sehingga tercipta lagu ’Tanoh Lada.’ Bahkan, ketika Lampung diresmikan
menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada hitam menjadi salah satu bagian
lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tersebut telah pudar. Hal ini
juga yang menjadi kekhawatiran tetua Lampung akan kehidupan sosial budaya
Lampung, yang telah mereka pertahankan.
Dapat disinyalir bahwa bahasa Lampung dalam 10 tahun akan hanya menjadi
sejarah jika keadaannya terus seperti ini bahkan lebih buruk lagi. Hal yang terjadi
di Lampung sendiri adalah tidak adanya sifat bangga dan menghargai budaya
yang ada. Kebanyakan dari mereka lebih memilih mengaku sebagai orang
pendatang, padahal ia lahir dan tinggal di daerah lampung. Masih saja ada ego
sukuisme yang terjadi di Lampung, maka bahasa lampung tidak begitu popular,
bahkan orang yang ada di Lampung lebih bisa bahasa Jawa, Sunda, Palembang,
Batak, Padang serta bahasa yang lainnya yang dibawa oleh pendatang.
Kita lihat saja sebagai contoh kota Bandar Lampung, sebagai representasi kecil
provinsi Lampung. Di kota Bandar Lampung sendiri sangat jarang sekali
terdengar orang lampung berbicara dengan bahasa Lampung, hanya daerah raja
basa dan way halim yang masih menggemakan bahasa Lampung, itu pun jarang
sekali. Maka akan timbul pertanyaan jika ada orang luar yang berkunjung ke
Lampung, ‘apakah bahasa lampung sama dengan bahasa jawa?’. Bahkan pemuda
di Bandar Lampung lebih senang menggunakan bahasa gaul, seperti yang sering
divokalkan dengan bunyi “Loe atau Gua” ( kamu atau Saya). Maka disini penulis
mengusung judul diatas agar dapat memberikan solusi atas kasus serius yang
dialami oleh provinsi paling selatan di pulau sumatera tersebut.
3
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulis dalam menulis kaya tulis ini adalah, sebagai berikut:
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahasa merupakan alat komunikasi dan alat interaksi yang dimilki oleh manusia.
Bahasa dapat dikaji scara internal dan eksternal. Secara internal, artinya
pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu sendiri, sperti
struktur fonologi, morfologi atau sintaksisnya. Sedangkan secara eksternal,
artinya pengkajian bahasa tersebut dilakukan terhadap faktor-faktoryang berada di
luar bahasa, tetapi berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya
didalam kelompok-kelompok sosial masyarakat.
Dalam buku Sosiolinguistik, De Saussure (1916) pada awal abad ke 20 ini telah
menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan, sama
dengan adat istiadat serta nilai-nilai sosial budaya lainnya, seperti tata cara
pernikahan, pewarisan harta dan tahta serta acara dat lainnya. Pakar lain, Charles
Morris, di dalam bukunya ‘Sign, Language and Behavior’ (1946) yang juga
dilansir dalam buku ‘Sosiolingustik‘ yang membicarakan bahasa sebagai sistem
lambang, membedakan adanya tiga macam kajian bahasa berkenaan dengan fokus
perhatian yang diberikan, yaitu hubungan fokus lambang terhadap maknanya
dinamakan semantik. Fokus hubungan lambang dengan lambang disebut sintatik.
Kemudian fokus hubungan lambang terhadap penuturnya disebut pragmatik.
Karena bahasa yang ada di Indonesia sangatlah beragam, dimana termasuk adalah
bahasa asli yang dimiliki seluruh daerah yang telah diatur dalam UUD’45 pasal 36
tentang pemeliharaan bahasa daerah. Bahasa Lampung pun masuk kedalam
himpunan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia, yang butuh perlindungan serta
5
pemeliharaab yang benar-benar baik dari rakyat Lampung maupun negara, sebab
telah di atur dalam undang-undang.
Ketika kita tinjau secara tradisional bahwa bahasa dianggap sebagai alat
komunikasi manusia sejak pertengahan tahun 500-1500 M sangat erat sekali
bahwa bahasa dan manusia saling terkait satu sama lain, yaitu hubungan bahasa
dengan masyarakat. Hubungan itu kemudian dapat melahirkan beberapa aspek
dalam pembedaan bahasa. dimana selalu dipelajari pada sosiolinguistik. Terdapat
berbarbagai hubungan yang akhirnya mengacu kepada masalah kemayarakatan,
diantaranya :
Bahwa adnya bentuk-bentuk hubungan tertentu dalam setiap bahasa yang disebut
sebagai variasi bahasa, ragam bahasa atau dialek dengan penggunaan fungsi-
fungsi tertentu yang digunakan oleh masyarakat. Untuk mengetahui hubungan
tingkat sosial masyarakat dengan suatu bahasa, adalah kita perlu mengetahui
sebenarnya parameter tingkat sosial. Sebab ada dua metode untuk dapat melihat
parameter tingkat sosial masyarakat. Pertama dengan kebangsawanan, jika ada.
Kedua dengan melihat kedudukan sosial seperti keadaan ekonomi dan jenjang
pendidikan. Ketika kita sudah meninjau tingkatan sosial, maka kita dapat
mengambil jalan tengan bahawa tingkatan sosial dapat menjadi pembeda dalam
variasi bahasa.
6
memberikan daya rekan yang luar biasa di dalam otak manusia, sehingga manusia
mampu mengingat dengan jelas. Rentetan simbol yang diatur sedemikian rupa
merupakan suatu sistem yang memiliki pola tetap dan berkaidah atau dengan kata
lain adalah bahasa. setelah bahasa dikenal sebagai alat komunikasi dan interaksi,
maka timbul karya-karya fenomenal yang harus diabadikan sebab itu merupakan
ciri khas daerah yang harus kita junjung tinggi.sehingga dapat dikatakan bahasa
dapat melahirkan sastra.
Dari kedua pembeda diatas, ketika kita tinjau Bahasa Lampung adalah sebuah
bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Propinsi Lampung, selatan
Palembang dan pantai barat Banten.
Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat
dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak,
bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan sebagainya.
Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang
memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya
fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab
dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di
baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan
menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama
tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf
Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong,
Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf
induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing,
angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan
dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
7
Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama,
subdialek A (api) yang dipakai oleh ulun Melinting-Maringgai, Pesisir Rajabasa,
Pesisir Teluk, Pesisir Semaka, Pesisir Krui, Belalau dan Ranau, Komering, dan
Kayu Agung (yang beradat Lampung Peminggir/Saibatin), serta Way Kanan,
Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek o (nyo)
yang dipakai oleh ulun Abung dan Menggala/Tulangbawang (yang beradat
Lampung Pepadun).
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu
Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.
8
4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis
Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di
Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang
berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung
Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan
Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton,
Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang
Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay
Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan
oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura,
Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
Kemudian ada juga klasifikasi penggunaan bahasa menurut marga yang ada di
lampung. Lampung mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-
9
territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-
marga geneologi-territorial menjadi marga-marga territoroal-genealogis, dengan
penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan
dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala
kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.
10
segalanya, melainkan sebuah kekuatan baru yang tidak perlu dibeda-bedakan
sebab memang hakikatnya sudah berbeda sejak penurunan bahasa.
Bahasa Lampung sendiri sangat mudah untuk dipelajari, sebab bahasa lampung
banyak menyerap bahasa-bahasa yang mudah di cerna oleh manusia, diantarannya
bahasa Arab, bahasa Melayu, bahasa Nusatenggara, bahasa Sansekerta dan bahasa
yang lainya. Semua bahasa yang proporsional bahkan banyak diserap sebagai
bahasa Lampung.
Pemeliharaan budaya, bahasa serta nilai-nilai yang lainnya sangatlah penting,
sebab perlakuan seperti itu menunjukan bahwa kita sangat menghargai serta
mengakui dengan bangga peninggalan-peninggalan yang harus kita jaga
kelestariannya. Ketika kita sudah mengabaikan salah satu diantaranya, maka
lambatlaun yang lain akan ikut merasakan dampaknya. Apalagi ketika bahasa
daerah sudah tidak dihargai lagi oleh penduduk setempat, maka bahasa tersebut
tidak mengalami transformasi kepada generasi penerus, akhirnya bahasa tersebut
hilang dan hanya tinggal sejarah. Ketika hal itu telah terjadi, kebanggaan terhadap
daerah atau rasa cinta terhadap daerah tempat lahir kita akan berkurang, kita akan
sulit untuk mempertahankan tradisi serta warisan-warisan yang ditinggalkan oleh
nenek moyang, sebab kita tidak bangga terhadap daerah. Imbasnya, seluruh karya
yang telah diabadikan sebagai nilai-nilai sosial budaya, melebur seiring dengan
tidak bangganya kita terhadap nilai-nilai sosial buadaya. Bahkan adat istiadat pun
akan hilang, ketika adat istiadat tidak lagi ada maka tidak adalagi ciri khas, jati
diri, bahkan kesempurnaan dari daerah tersebut juga tidak ada. Kemungkinan
daerah itupun hanya tinggal dongeng pengantar tidur.
Perlu diketahui bahwa semua sastra Lampung yang terlahir dari bahasa juga
sangat butuh sentuhan generasi penerus. Sastra lisan Lampung menjadi milik
kolektif suku Lampung. Ciri utamanya kelisanan, anonim, dan lekat dengan
kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung.
Sastra itu banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian sangat
penting dari khazanah budaya etnis Lampung.
11
2.3 Budaya dan Sastra Lampumg
Effendi Sanusi (1996) membagi lima jenis sastra tradisi lisan Lampung:
peribahasa, teka-teki, mantera, puisi, dan cerita rakyat.
a. Sesikun/sekiman adalah bahasa yang memiliki arti kiasan atau
semua berbahasa kias. Fungsinya sebagai alat pemberi nasihat, motivasi,
sindiran, celaaan, sanjungan, perbandingan atau pemanis dalam bahasa.
b. Seganing/teteduhan adalah soal yang dikemukakan secara samar-
samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran.
c. Memmang adalah perkataan atau ucapan yang dapat
mendatangkan daya gaib: dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka,
dan sebagainya.
d. Warahan adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan
secara lisan; bisa berbentuk epos, sage, fabel, legenda, mite maupun semata-
mata fiks.
e. Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan semua kekuatan
bahasa dengan pengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batin.
Berdasarkan fungsinya, ada lima macam puisi dalam khasanah sastra tradisi lisan
Lampung: paradinei/paghadini, pepaccur/pepaccogh/wawancan,
pattun/segata/adi-adi,bebandung, dan ringget/pisaan/dadi/highing-
highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang. Ringget/pisaan/dadi/highing-
highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang adalah puisi tradisi Lampung yang lazim
digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin
wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap
acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, atau kedayek), senandung saat
meninabobokan anak, dan pengisi waktu bersantai.
12
2.3.3 Sastra Modern Lampung
Tidak seperti sastra Jawa, Sunda, dan Bali yang sudah lama memiliki sastra
modern, sastra modern berbahasa Lampung baru bisa ditandai dengan kehadiran
kumpulan sajak dwibahasa Lampung Indonesia karya Udo Z. Karzi, Momentum
(2002). 25 puisi yang terdapat dalam Momentum tidak lagi patuh pada konvensi
lama dalam tradisi perpuisian berbahasa Lampung, baik struktur maupun dalam
tema. Dengan kata lain, Udo melakukan pembaruan dalam perpuisian Lampung
sehingga ada yang menyebutnya "Bapak Puisi Modern Lampung".
13
BAB III
METODE PENULISAN
3.3 Pengamatan
Pengamatan dilakukan didaerah perkotaan khususnya Bandar Lampung, sebab
Bandar Lampung merupakan representasi kecil provinsi Lampung, yang menjadi
acuan terhadap wisatawan dari luar, Bandar Lampung merupakan awalan mereka
untuk menginjak tanah Lampung, setelah Lampung selatan.
14
BAB IV
PEMBAHASAN
Melalui semua yang kita peroleh, bahwa sebenarnya bahasa sangatlah penting
bagi manusia. Bahasa dapat dijadikan alat komunikasi untuk men-transfer
informasi kepada orang lain. Sebab beberapa ahli mendukung teori tersebut.
Dikatakan adalah bahwa bahasa merupakan suatu sistem, dibuat oleh sekumpulan
komponen yang berpola serta dapat diambil kaidahnya. Dimana karena sistem
tersebut maka bahasa sangatlah dikenal sebagai salah satu karya manusia yang
sistematis sehingga dapat memberikan revolusi positif terhadap manusia itu
sendiri. Hal yang terpenting adalah dengan lahirnya bahasa, akhirnya manusia
dapat berinteraksi satu dengan yang lain, ditambah lagi akal serta hawa nafsu
manusia yang mengembangkan bahasa menjadi sebuah sastra yang menarik dan
memilki nilai artistik. Secara tidak langsung, ternyata bahasa telah memberikan
kehidupan yang baru terhadap manusia dengan mengenal revolusi yang terjadi.
Proses yang sangat panjang dilalui oleh manusia dalam menemukan sebuah
bahasa. interaksi yang dilakukan manusia sangatlah beragam, semuanya
bergantung pada kondisi serta situasi tempat, hal itulah yang membuat mengapa
bahasa juga beraneka ragam. Jauh sebelum sejarah muncul, banyak peristiwa yang
sudah terjadi dalam kehidupan manusia. Hanya saja manusia tidak dapat merekam
semua kejadian tersebut, mengingat volume otak yang sangat kecil dan belum
mengerti akan guna sejarah. Kemudian manusian terus mencoba agar setiap
peristiwa dapat diingat dan selalu menjadi pelajaran berharga, maka manusia
harus merekam kejadian tersebut. Tidak lama kemudian para cendikiawan masa
itu menemukan huruf/simbol/tulisan yang menjadi sarana perekam seluruh
kejadian. Hanya saja tidak semua manusia pada saat itu dapat menerjemahkan
tulisan. Maka dipakailah tulisan tersebut kemudian dikumandangkan secara lisan,
akhirnya semua dapat menerima informasi yang ada. Hal itu perlu sekali
dilakukan mengingat manusia tidak semuanya dapat membaca dan menulis.
Ketika manusia mengumandangkan informasi secara lisan sehingga yang lainnya
15
dapat menerima, tanpa terasa ternyata mereka telah menemukan bahasa yang
langsung mereka aplikasikan dengan komunikasi sesama manusia. Akhirnya
banyak dari manusia terus belajar untuk berubah dan merasa harus dapat bertahan
dari seleksi alam. Setelah semuanya berlalu, manusia akhirnya mengembangkan
potensi diri mereka dengan menciptakan karya-karya yang sangat bagus dan
kemudian menjadi tradisi atau adat istiadat, secara tidak langsung itu merupakan
budaya baru dan semuanya harus dipertahankan, dipelihara serta dipakai setiap
waktu. Supaya semua yang telah diciptakan oleh nenek moyang kita tidak hanya
tingal sejarah.
Ternyata ketika kita lihat dari narasi diatas, dapat kita tarik hubungan antara
bahasa, sastra dan sejarah adalah sebagai berikut:
Tulisan
Bahasa
Sastra / Kebudayaan
Sejarah
Dimana sejarah harus kita tulis dan kita bahasakan terus sehingga tidak akan lupa
pelajaran berharga yang ada.
Begitu pula bagi bahasa Lampung, dimana provinsi Lampung memilki banyak
sekali persepektif terhadap sejarah daerah Lampung sendiri. Ada yang
mengatakan bahwa Lampung berkaitan dengan suku melayu, ada juga yang
16
mengatakan bahwa Lampung merupakan keturunan dari Majapahit. Bahkan ada
yang menyebutkan bahwa Lampung juga keturunan cina. Perbedaan perspektif
itulah yang membuat orang Lampung sulit mengungkapkan misteri tentang
bahasa Lampung. Hanya saja hal itu tidak terlalu penting, yang menjadi bahasan
kali ini adalah tentang “mengapa bahasa Lampung tidak populer di provinsi
Lampung.”
Menurut penulis ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa hal ini terjadi,
kondisi dimana bahasa lampung tidak populer dan dipakai oleh orang Lampung
sendiri, diantaranya :
17
Provinsi Lampung dikenal juga dengan julukan “Sang Bumi Ruwa Jurai” yang
berarti satu bumi yang didiami oleh dua macam masyarakat (suku/etnis), yaitu
masyarakat Pepadun dan Saibatin. Masyarakat pertama mendiami daratan dan
pedalaman Lampung, seperti daerah Tulang Bawang, Abung, Sungkai, Way
Kanan, dan Pubian, sedangkan masyarakat kedua mendiami daerah pesisir pantai,
seperti Labuhan Maringgai, Pesisir Krui, Pesisir Semangka (Wonosobo dan Kota
Agung), Balalau, dan Pesisir Rajabasa.
Di samping penduduk asli Suku Lampung, Suku Banten, Suku Bugis, Jawa, dan
Bali juga menetap di provinsi itu. Suku-suku ini masuk secara massif ke sana
sejak Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905 memindahkan orang-orang
dari Jawa dan ditempatkan di hampir semua daerah di Lampung. Kebijakan ini
terus berlanjut hingga 1979, batas akhir Lampung secara resmi dinyatakan tidak
lagi menjadi daerah tujuan transmigrasi. Namun, mengingat posisi Lampung yang
strategis sebagai pintu gerbang pulau Sumatera dan dekat dengan Ibu Kota
Negara, pertumbuhan penduduk yang berasal dari pendatang pun tetap saja tak
bisa di bendung setiap tahunnya.
Hanya saja perjuangan para tetua Lampung saat itu dapat kita nilai sangat sia-sia
ketika kita lihat kondisi hari ini, dimana penduduk asli jumlahnya sangat minim
dibanding suku pendatang, mereka pun tidak segan-segan menggunakan bahasa
asli aderah mereka sendiri di tanah ruwai jurai. Para pendatang sangat enggan
untuk berbahasa Lampung. Alasan nasionalisme terus diungkapkan sebagai
tameng untuk sedikit berbahasa Lampung. Akhirnya masyarakat asli Lampung
pun terkontaminasi dengan kehidupan mereka, sebagai contoh suatu pekon atau
dalam bahasa indonesia disebut desa, didominasi oleh orang dari jawa, karena
masarakat asli Lampung jumlahnya sangat minim, maka secara tidak langsung
masyarakat asli pun akan terkontaminasi dan termanjakan dengan budaya jawa.
Yang lebih miris lagi, ketika kita berbincang dengan pendatang kita harus bisa
bahasa mereka. Hal ini yang selalu menjadi penghalang untuk dapat
mempertahankan bahasa Lampung.
18
4.1.2 Penduduk Asli Lampung Sendiri, Tidak Memilki Kemauan Besar
Untuk Mempertahankan Bahasa Asli
Kemudian ketika tahun 1979 lampung ditetapkan bukan lagi sebagai daerah
tujuan transmigrasi, namun mengingat letak Lampung yang strategis serta
kandungan sumber daya alam yang dimiliki hal ini yang memberikan dorongan
bahwa Lampung menjadi tujuan utama orang jawa untuk menetap di Lampung,
sebab tidak terlalu jauh dengan kampung halaman mereka.
19
Kehidupan sosial buday di provinsi Lampung menggema sejak lama, banyak
sekali tradisi serta nilai-nilai yang dianggap menjadi prinsip teguh penduduk asli
Lampung. Sektor penataan kemasyarakatan hingga sumber ilu pengetahuan
sebenarnya telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masayarakat lampung yang
harus dipertahankan.
20
c. Berjuluk Beadek (bernama, bergelar, saling menghormati)
d. Sakai Sambayan (gotong royong, tolong menolong)
Provinsi ini juga memiliki 438 benda cagar budaya yang dimiliki warga
masyarakat dan 93 lokasi komplek situs kepurbakalaan yang tersebar di berbagai
daerah. Situs kepurbakalaan zaman prasejarah itu antara lain Taman Purbakala
Pugung Raharjo do Lampung Timur, situs Batu Bedil di Tanggamus, dan situs
Kebon Tebu di Lampung Barat yang berupa menhir dan dolmen. Ada juga situs
purbakala zaman Islam berupa kuburan kuno di Bantengsari, Lampung Timur,
dan makam Islam di Wonosobo, Tanggamus. Situs kesejarahan antara lain
Makam Pahlawan Nasional Raden Intan II di Lampung Selatan. Di Museum
Negeri Rua Jurai Lampung, menurut catatan terakhir 2006, ada 4.369 benda
berharga yang berasal dari berbagai jenis koleksi yang bernilai sejarah, budaya,
dan ilmu pengetahuan.
21
Telah terbukti baik secara de facto maupun dejure, ternyata penduduk lampung
sebagian besar berasal dari suku pendatang. Dan pendatang yang dibahas disini
adalah pendatang yang menetap di lampung atas dasar perintah transmigrasi oleh
pemerintah hindia belanda sejak tahun 1905. Kemudian mereka hidup dan
berkembang biak hingga melahirkan keturunan di tanah ruwai jurai. Tetapi ada
kekeliruan yang besar disini. Mereka tetap mengangap anak mereka adalah suku
asli mereka. Sebagi contoh pendatang asli dari daerah Medan dengan suku
Batak.berpindah ke Lampung dan melahirkan anak di Lampung. Mereka akan
menganggap anak mereka tetap orang batak. Padahal lain, menurut kamus bahasa,
seorang anak yang lahir di sebuah daerah, maka anak tersebut adalah terhitung
sebagai penduduk asli di daerah tersebut. Lain halnya dengan susku. Suku
memang tidak dapat dihapuskan, sebab berhubungan dengan nilai-nilai
persaudaraan dan kekerabatan setra terikat oleh gen yang hampir mirip. Dari
contoh diatas, anak dari suku batak tersebut adalahpenduduk asli Lampung, hanya
saja mengalir darah suku batak. Hanya saja kebanyakan para pendatang masih
selalu ego terhadap sukunya. Padahal ini sangat tidak dianjurkan, yang
diperhitungkan adalah dimana dia lahir dan besar. Bukan ego sukuisme. Hal ini
yang sampai sekarang masih melekat pada masyarakat Lampung sebab dia tidak
mengaku sebagai orang lampung, padahal dia lahir dan menetap tinggal di
Lampung.
22
Heterogenitas yang terjadi di daerah Lampung bukan menjadi suatu isu yang baru,
bahkan isu ini juga menjadi ancaman akan keberlangsungan kehidupan budaya
lampung. Hal ini kita lihat secara nyata bahwa sifat nasionalisme yang ada
didaerah Lampung sangatlah tinggi. Masyarakat Lampung sangat menghargai
kesamaan hak nasionalisme. Besarnya presentasi jumlah penduduk yang berasal
dari luar menjadikan Lampung memilki nilai positif dalam menjunjung tinggi
nasionalisme.
Hanya saja hal ini sangat ironis ketika kita melihat sisi kehidupan sosial budaya
lampung. Justru heterogenitas menjadi kendala penting bagi masyarakat lampung
dalam mempertahankan tradisi serta kebudayaan. Masyarakat Lampung memiliki
bahasa dan aksara sendiri, namun penggunaan bahasa Lampung pada daerah
perkotaan masih sangat minim akibat adanya heterogenitas masyarakat perkotaan
dan karena itu penggunaan Bahasa Indonesia lebih menonjol.
Hal ini dapat kita lihat secara nyata apabila kita melihat sisi kehidupan remaja
Lampung yang sedikit melupakan budaya asli, mereka terlalu asyik dengan
kemanjaan perkembangan zaman yang begitu canggih, serta pengaruh globalisasi
yang begitu terasa. Contoh saja remaja Lampung lebih bangga ketika mereka bisa
menari break dance dari pada mereka bisa menari bedana atau sembah. Sebab
yang menjadi ukuran mereka saat ini adalah trend. Padahal jika kita dapat
menghayati tarian-tarian adat Lampung, tarian itu sungguh bermakna dan ada
nilai mistis yang terkandung dalam tarian. Lagi-lagi remaja Lampung mungkin
belum tahu akan itu. Mereka hanya berfikir tuntutan trend dan pergaulan.
Bukan hanya dibidang seni saja, bahwa remaja Lampung kurang sekali cinta
terhadap bahasa daerah, tuntutan trend yang menjadi parameter serta
kemajemukan menjadi alternatif bahwa mereka lebih memilih bahasa ‘gaul’
seperti ‘gua atau lu’ yang berarti ‘saya atau kamu.’
23
Demikian sedikit gambaran tentang penjelasan beberapa faktor yang menjadi
kendala mengapa bahasa Lampung belum menjadi bahasa favorit di Lampung.
Sebuah tawaran soslusi yang mungkin dapat dijadikan bahan kajian bagi
masyarakat Lampung sendiri, diperlukan gerakan dari semua elemen untuk dapat
mempertahankan kebudayaan Lampung melalui bahasa. diantaranya adalah
pemerintah daerah serta dewan legislatif, mahasiswa serta pemuda, sektor formal
serta informal dan seluruh kaum yang menetap di provinsi Lampung.
4.2 Solusi
24
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun simpulan yang diperoleh oleh penulis melalui penjelasan serta
tulisan karya tulis yang berjudul ‘BAHASA LAMPUNG TERASING DI
NEGERI SENDIRI’ adalah, sebagai berikut:
Kepunahan bahasa asli Lampung dapat memicu kepunahan pada nilai-nilai sosial
budaya yang lain terutama pada sastra lisan atau tradisi adat yang erat kaitannya
dengan bahasa Lampung sendiri.
5.2 Saran
Adapun saran yang mampu diberikan penulis pada karya ilmiah yang
berjudul ‘BAHASA LAMPUNG TERASING DI NEGERI SENDIRI’ adalahh
sebagai berikut :
a. Perlu sekali sentuhan dari para pemuda, mahasaswa serta remaja Lampung
dalam mempertahankan bahasa lampung.
b. Penduduk Lampung harus mampu mempertahankan bahasa asli Lampung
agar tidak punah.
c. Berhenti tidak bangga terhadap budaya lampung yang sangat spektakuler.
d. Berhenti untuk terus menganggap diri sebagai pendatang.
e. Perlu banyak mengkaji tentang kebudayaan lampung yang sangat
beragam.
f. Perlu menggali lebih dalam dengan mencari sumber lain mengingat buku
atau sumber yang menuliskan kebudayaan Lampung sangatlah sedikit.
25
g. Perlu membudayakan bahasa lampung mulai saat ini dan dari kita sendiri,
untuk mengkampanyekan ‘ menggunakan bahasa Lampung di negeri
lampung.’
h. Perlu kesadaran yang penuh dari masyarakat serta dukungan dan sikap
menghargai penuh dari para pendatang supaya bahasa Lampung dapat
lestari sehingga mampu mendobrak nilai-nilai sosial budaya Lampung
yang kian hari kian menurun.
i. Mulailah dengan menggunakan bahasa Lampung sebagai bahasa sehari-
hari.
26