LP Sectio Caesarea
LP Sectio Caesarea
Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi
untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea
Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis:
1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri).
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Mengeluarkan janin dengan cepat.
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan:
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik.
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
2) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Penjahitan luka lebih mudah.
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
umpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
Perdarahan tidak begitu banyak.
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan:
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak.
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
b. SC ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan
demikian tidak membuka cavum abdominal.
Fetal distress.
His lemah/melemah.
Janin dalam posisi sungsang atau melintang.
Bayi besar (BBL > 4,2 kg).
Plasenta previa.
Kalainan letak.
Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul).
Rupture uteri mengancam.
Hydrocephalus.
Primi muda atau tua.
Partus dengan komplikasi.
Panggul sempit.
Problema plasenta.
Sectio Caesarea
Perdarahan
Nyeri Abdomen
Perlukaan
Shock
GangguanIntegritas Kulit
Gangguan Aktivitas
VI. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:
1. Infeksi puerperal (Nifas):
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan:
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
- Perdarahan pada plasenta bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.
VII.Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
Panel elektrolit
GDA
VIII. Penatalaksanaan
1. Memberantas kejang Secepat mungkin.
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4
% secara intravena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum
memberantas
kejang
tidak
boleh
Dilupakan
perlunya
pengobatan penunjang
Semua pakaian ketat dibuka
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen,
bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan
sampai
IX.
2.
3.
4.
5.
C. Intervensi Keperawatan
Dx 1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan
output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi:
a. Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan
faktor utama masalah.
b. Ukur pengeluaran harian.
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post
operasi dan harian.
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian.
R/ Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.
d. Evaluasi status hemodinamika.
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan
fisik.
Dx 2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi
perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien
lebih buruk.
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh
umum.
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi
organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post
operasi dan berkurangnya energi.
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Mengistiratkan klilen secara optimal.
d. Bantu
klien
untuk
melakukan
tindakan
sesuai
dengan
kemampuan/kondisi klien.
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens,
istirahat mutlak sangat diperlukan.
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
R/ Menilai kondisi umum klien.
Daftar Pustaka
Laporan Pendahuluan
Sectio Caesaria
Di RSUD Kepanajen Kab. Malang
Oleh:
Aulia Dwi Zhukmana
(06060006)