Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN CARBOXYMETHYL STARCH GRAFT POLYACRYLAMIDE DAN KARAKTERISASINYA

Astya W., Ni Made1, Nurafrida, Risa2


Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITS
email : Emi_brahmacharya@yahoo.co.id 1; Risanurafrida@gmail.com 2
ABSTRAK
Agar starch dapat digunakan untuk tujuan
tertentu, salah satunya dalam aplikasi biomedical (drug
release obat) maka diperlukan proses modifikasi starch
diantaranya dengan proses karboksilasi dan grafting.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh daya
kelarutan produk kopolimer CMS-g-PAM terhadap air.
Dimana sebelumnya dilakukan sintesa karboksimetil
amylose starch yang diharapkan memiliki sifat yang lebih
hidrofilik. Penggabungan carboxymethyl starch amylose
dan polyacrylamide ini dilakukan dengan metode grafting
to dan teknik polimerisasi larutan.. Hasil sintesa CMS-gPAM ini kemudian dikarakterisasi berupa Spektroskopi
Fourier Transform Infra Red (FTIR), derajat swelling,
serta persentase grafting efisiensi (%GE) dan persentase
grafting yield (%GY). Produk CMS-g-PAM yang
dihasilkan diharapkan memiliki kemampuan menyerap air
yang tinggi dan bersifat biodegradable. Dari penelitian
yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa CMS-gPAM dengan konsentrasi NaOH 2 M memiliki % GE
dan %GY terbesar yaitu 100,7% dan 120, 1%. Sedangkan
derajat swelling terbesar terdapat pada CMS-g-PAM
dengan konsentrasi NaOH 2,5% .
Kata kunci : Carboxymethyl Starch Amylose,
Polycrylamide, Carboxymethyl Starch Amylose graft
Polyacryamide, kelarutan
1 PENDAHULUAN
Polisakarida merupakan bahan yang sangat
melimpah di alam dimana starch adalah salah satunya.
Starch disimpan sebagai cadangan makanan pada
tumbuhan di dalam biji buah (padi, jagung), didalam umbi
(ubi kayu, ubi jalar, garut) dan pada batang (sagu, aren).
Secara umum starch terbentuk dari dua polimer molekul
glukosa yaitu amylose dan amylopectin. Amylose
merupakan polimer rantai panjang yang tidak bercabang
sedangkan amylopectin
merupakan polimer dengan
susunan yang bercabang-cabang. Komposisi kandungan
amylose dan amylopectin ini akan bervariasi dalam
produk pangan dimana produk pangan yang memiliki
kandungan amylose tinggi akan semakin mudah untuk
dicerna.
Beberapa polimer alami dalam hal ini starch
memiliki sifat resistensi yang baik terhadap shear
degradation karena starch merupakan polisakarida yang
mempunyai rantai yang kuat dan kaku (shear stable).
Selain itu starch juga memiliki sifat non toxic, hidrofilik
dan biodegradable. Sifat biodegradable dari polimer
alami ini menjadi kelebihan juga sekaligus kelemahannya
karena dapat mengurangi umur penyimpanannya sehingga

mengurangi efisiensi karena menurunnya berat molekul.


Sedangkan polimer sintetis, salah satunya yaitu
Polyacrylamide, memiliki berat molekul yang tinggi,
unbiodegradable
namun
memiliki
kelemahan
ketidakstabilan terhadap gesekan mekanis (unshear stable)
dan tidak hidrofilik (tidak dapat menyerap air) (Rath,
2000). Kelompok Polyacrylamide dan kopolimernya
merupakan polimer yang sering digunakan dalam
berbagai aplikasi. Umumnya digunakan sebagai flokulan
untuk menjernihkan air minum dan pengolahan air limbah.
Selain itu juga digunakan dalam penyulingan minyak,
pengolahan tanah, pertanian dan digunakan juga dalam
bidang biomedical.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk
mendapatkan properties yang lebih baik dari bahan
berbasis starch (starch) ini. Dengan menggabungkan
kelebihan yang dimiliki oleh polimer alami dan polimer
sintetik, sehingga dihasilkan polimer yang shear stable,
lebih efektif dan tidak mudah terurai. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan metode kopolimerisasi graft dari
polimer sintetik pada backbone polimer alami.
2. CARBOXYMETHYL STARCH (CMS)
Carboxymethyl Starch dihasilkan dengan
mereaksikan starch dan asam kloroasetat dengan
menambahkan
sodium
hidroksida.
Metode
ini
berdasarkan sintesa ether Williamson (Lexington, 1989).
Prinsip reaksi ini adalah dengan memindahkan dua
molekul nukleofilik.
Reaksi ini merupakan reaksi two-step.Tahap
pertama dari reaksi ini adalah alkalisasi starch (Finch,
1983), yaitu:
OH

OH

H2C

O- Na+

H2C

OH

H2C
+ Na OH

OH

OH

OH

OH

OH
H2C

OH

OH

OH

Gambar I. Tahap Alkalisasi Starch


Pada reaksi ini, starch berfungsi sebagai
backbone . Tahap kedua dari reaksi ini adalah reaksi
eterifikasi, yaitu:
-

O Na
H2C

OH
H2C

OH

O CO2H
CH2

H2C

Cl
OH

O
OH

OH

OH
OH

OH
OH

Gambar II. Tahap Eterifikasi

OH

O
OH

(i) Inisiasi
karboksimetil
yang
terbentuk
Jumlah
diindikasikan dengan derajat subtitusi (DS). DS
didefinisikan sebagai jumlah rata-rata substituen per unit
Anhydro Glucose.
DSt didefinisikan sebagai pencapaian substitusi
maksimal yang bergantung pada jumlah molar limiting
reactan (baik asam kloro asetat maupun NaOH).Re
adalah effisiensi reaksi yang ditentukan dengan rumus
berikut:

K+ --O

K+

CH 3
H2
C

+ --

CH 3

CH3

K+ --O

CH3

radikal TEMED
H3C

CONH2

akrilamida

CH 3
H2
C

H2
C

N
H3C

CH

H2C

CH3

H3C

radikal TEMED

kalium hidrogen sulfat


CH3

H2
C

H
C

H3C

K+HSO4--

H 3C

radikal persulfat

+ --O

H2
C

H
C

radikal persulfat
O

TEMED

H 3C

H2
C

H3C

K - persulfat

3. KOPOLIMERISASI CARBOXYMETHYL STARCH


GRAFT POLYACRYLAMIDE
Pada sintesa CMS-g-PAM dengan inisiator
K2S2O8, Amylose starch selain sebagai backbone dari
kopolimer graft juga berperan sebagai agen pereduksi
oleh adanya gugus hidroksil. Jika radikal bebas
diproduksi pada molekul polimer backbone maka akan
menghasilkan kopolimer graft.
Pada penelitian kali ini, sintesa dilakukan dengan
metode grafting to. Pada metode ini Polyacrylamide
disintesa terlebih dahulu tanpa adanya proses terminasi.
Sintesa Polyacrylamide dilakukan dengan metode
polimerisasi larutan.
a. Metode sintesa non-terminated Polyacrylamide
dengan polimerisasi larutan
Polyacrylamide disintesa terlebih dahulu tanpa
adanya proses terminasi membentuk non terminatedpolyacrylamide sesuai dengan mekanisme berikut:

(2-1)
(2-2)
nAGU,0 adalah jumlah mol anhydroglucose
(AGU) didalam starch dan nA,0 adalah jumlah mol awal
dari limiting reaktan.CMS secara luas digunakan pada
berbagai industi di antaranya digunakan pada industri
makanan sebagai emulsification stabilizing agent pada
industri pembuatan ice cream, dan suspension stabilizing
agent pada industri pembuatan soft drink.Selain
digunakan di industri makanan, CMS juga digunakan
pada industri tekstil sebagai fluidity and penetrability,
intensifier pada industri pembuatan kertas, dan swelling
pada industri farmasi.

H3C
--

H2C

CH 3

CONH2

radikal akrilamida

Gambar III. Tahap Inisiasi Polyacrylamide


(ii) Propagasi
O

K+ --O

O + H2C

CONH 2

H2C

H2
C

CONH2

H2C

H2
C

CONH2

+ H2C

+ H2C

CH

H2
C

CONH2

CONH2

CH

H2C

CH

CONH2

CONH 2

CH

CONH 2

H2
C

H2 C

CONH2

H2
C

H
C

CONH 2

CH + H2C

H2
C

H2C

CONH2

CONH2

H
C

CH

CH

CONH2

H2
C

CONH2

CONH2
H
C

H2
C

CONH2

CH
CONH2

H2
C

H2C

H2
C

H
C

CONH2

CH

CONH2

polyacrylamide, acrylamide, dan Carboxymethyl starch


sebenarnya yang terlibat dalam reaksi.

CH

+ H2C

CONH2

CONH2

%GE = 100 ( W2 W1 ) / W3
%GY = 100 ( W2 W4 ) / W3

H2
C

H2C

H2
C

H
C

CONH2

CONH2

H2
C

H
C

CONH2

CH
CONH2

nt-PAM
Gambar II.15 Tahap Propagasi Polyacrylamide
b. Penggabungan amylose starch dan non-terminated
Polyacrylamide
Pencangkokan (grafting) dilakukan antara
amylose starch dengan non-terminated Polyacrylamide
yang telah terbentuk dengan backbone starch sesuai
dengan mekanisme sebagai berikut:
OH

O CO2H
CH2

OH

OH

O
OH

OH

H2C

OH

OH

OH

OH

O CO2H
CH2

OH

O CO2H
CH2

H2C

H2C
+
OH

CONH2 CONH2

O CO2H
CH2

H2C

O
OH

H2 H
C C

H2
C SO4

CONH2

OH

OH

OH

H2 H
CH3 C C

5. ANALISIS GUGUS FUNGSI


Analisis gugus fungsi dalam suatu sampel dapat
dilakukan dengan spektroskopi infra merah dengan
menggunakan alat Fourier Transform Infra Red (FTIR).
Spektroskopi infra merah adalah suatu teknik untuk
menentukan adanya suatu gugus fungsi dalam sampel
dengan menganalisis ikatan kovalen yang terdapat dalam
molekul. Intiinti atom yang terikat oleh ikatan kovalen
akan mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi. Bila
molekul tersebut menyerap radiasi inframerah maka
energi yang diserap tersebut akan menyebabkan kenaikan
dalam amplitude getaran atomatom yang terikat. Pada
keadaan ini molekul berada dalam keadaan vibrasi
tereksitasi. Panjang gelombang dari absorpsi oleh suatu
tipe ikatan tertentu bergantung pada macam getaran dan
ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan
akan menyerap radiasi infra merah pada panjang
gelombang yang berlainan (Fessenden, 1996).
Sampel untuk analisis dengan FTIR dapat berupa
gas, cairan murni, larutan, dan padatan. Sampel yang
berupa cairan murni dapat dilakukan dengan cara
menginjeksikan sampel pada sel NaCl. Jika sampel
tersebut berupa padatan, maka dapat dilakukan dengan
cara nujol mull dan pellet KBr. Dengan membandingkan
nilai absorpsi spectrum yang didapat dari hasil
eksperimen dengan nilai absorpsi gugus fungsi yang
terdapat pada literatur, maka dapat ditentukan gugus
fungsi yang terdapat dalam sampel.

adanya reaksi grafting


H2 H
CH C C
CONH2 CONH2

OH

H2 H
C C

H2
C SO4

CONH2

O
OH

Gambar IV. Proses Grafting Carboxymethyl Starch


dengan Polyacrylamide
4. PERHITUNGAN %GE DAN %GY
%GE adalah persentase grafting terhadap jumlah
starch awal , sedangkan %GY adalah persentase grafting
terhadap jumlah starch real yang terlibat di dalam
reaksi.Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut, dengan terlebih dahulu mengukur W1, W2, W3,
dan W4 (Fares, 2003).
Dimana W1, W2, W3, W4 berturut-turut adalah
berat Carboxymethyl starch, Carboxymethyl starch-g-

6. DERAJAT SWELLING
Derajat swelling diartikan sebagai derajat
penggembungan. Swelling menunjukkan banyaknya rantai
polimer yang dapat mengembang pada saat berinteraksi
dengan pelarut pada rentang waktu tertentu. Swelling
berkaitan dengan proses pelarutan. Ciriciri terjadinya
swelling adalah terjadinya peningkatan massa dan volume
polimer. Swelling terbagi menjadi 2 jenis, yaitu unlimited
swelling (tak hingga) dan limited swelling (terbatas). Pada
unlimited swelling, akan terjadi swelling yang berlanjut ke
tahap pelarutan. Hal ini dapat terjadi pada polimer yang
larut dalam pelarut dan akan digunakan dalam analisa
swelling. Untuk swelling terbatas, swelling yang terjadi
tidak berlanjut ke tahap pelarutan.
Pengukuran nilai swelling polimer
cukup penting karena berkaitan dengan aplikasi polimer.
Penentuan swelling biasanya dilakukan dengan merendam
polimer di dalam suatu pelarut dan dalam jangka waktu
tertentu, lalu menimbang massa polimer sebelum dan
sesudah direndam. Pelarut yang umum digunakan adalah
akuades. Sedangkan waktu perendaman biasanya
dilakukan selama 24 jam. Perhitungan swelling dapat

dilakukan dengan membandingkan nilai massa pelarut


yang masuk ke rantai polimer dengan massa polimer
sebelum direndam dalam pelarut (Smitha, 2004).
Derajat

Swelling

w w0
x 100 %
w0

(2-3)

dimana w0 adalah massa polimer sebelum


swelling dan w adalah massa polimer sesudah swelling.
5 UJI COBA DAN EVALUASI
Sintesa CMS-g-PAM dilakukan melalui dua tahap.
Tahap pertama diawali dengan membuat CMS
(Carboxymethyl Starch), sedangkan tahap kedua
dilakukan dengan mencangkokkan nt-PAM kedalam
rantai backbone CMS. Tahap awal pembuatan CMS
dilakukan dengan memvariasikan NaOH yaitu dengan
variasi konsentrasi sebesar 0,5 M-2,5 M. Penambahan
NaOH ini bertujuan untuk mempengaruhi banyak
sedikitnya karboksimetil yang terbentuk. Hasil CMS
tersebut kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui nilai
derajat substitusi. Pada tahap selanjutnya dilakukan proses
pencangkokan CMS dan nt-PAM dengan teknik
polimerisasi larutan menggunakan inisiator K2S2O8 dan
menggunakan metode grafting to.
Hasil yang didapatkan yaitu CMS-g-PAM
dikarakterisasi berupa %GE , %GY, analisa gugus
menggunakan spektrum FTIR, serta diukur nilai derajat
swellingnya. Nt-PAM yang sebelumnya didapatkan juga
dikarakterisasi berat molekulnya
Karakterisasi CMS diperlukan untuk membuktikan
bahwa CMS berhasil terbentuk. Karakterisasi ini
dilakukan dengan menggunakan analisa FTIR (Fourier
Transform Infra Red) dan derajat subtitusi. Analisa FTIR
digunakan untuk mengidentifikasi gugus-gugus yang
mereprentasikan terbentuknya CMS. Gugus-gugus yang
diidentifikasi dalam produk CMS haruslah merupakan
gabungan gugus-gugus yang merepresentasikan adanya
starch dan gugus karboksimetil. Sedangkan analisa
derajat subtitusi digunakan untuk mengetahui jumlah
gugus karboksimetil yang tersubtitusi.

Gambar V menunjukkan nilai derajat substitusi


CMS yang dipengaruhi oleh variasi konsentrasi NaOH.
Pada gambar tersebut terlihat hubungan yang linear antara
konsentrasi NaOH dengan derajat substitusi (DS).
Penambahan konsentrasi NaOH dilakukan pada tahap
pertama yaitu saat alkalisasi atau protonasi. Tujuan
protonasi ini adalah untuk mempercepat reaksi eterifikasi
yaitu substitusi gugus alkokida dengan gugus
karboksimetil. Secara teoritis, semakin banyak jumlah H
yang terprotonasi pada pati amilosa maka semakin besar
kemungkinan terjadinya substitusi dengan gugus
karboksimetil dari asam kloroasetat (Lemieux et al., 2010;
Stojanovic et al., 2005; Sangseethong et al., 2005).
Pada Gambar V nilai derajat subtitusi CMS yang
didapatkan berkisar 0,1955 0,4408. Secara teoritis, nilai
DS CMS antara 0 3. Hal ini didefinisikan sebagai
jumlah substituent per unit anhydroglucose (AGU)
(Heinze, 2005). Untuk rantai polimer, semakin panjang
rantai AGU yang terbentuk maka nilai DS dimungkinkan
semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh tidak semua gugus
OH pada atom C-6 terprotonasi secara sempurna sehingga
reaksi substitusi yang terjadi juga tidak sempurna.
Namun, dengan panjang rantai sama, dimana konsentrasi
NaOH semakin besar maka protonasi gugus OH semakin
banyak. Akibatnya jumlah gugus karboksimetil yang
tersubstitusi semakin banyak sehingga nilai DS bertambah.
Analisa FTIR CMS

Gambar VI. Hasil Analisa FTIR Starch


(amylose)

Nilai Derajat Substitusi

Analisa Derajat Subtitusi


0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0.0

1.0

2.0

3.0

Konsentrasi NaOH

Gambar V. Pengaruh NaOH terhadap derajat


substitusi CMS

Gambar VII. Hasil Analisa FTIR CMS


CMS merupakan starch (amylose) yang
dikarboksilasi dengan menggunakan asam kloroasetat.
Untuk itu diharapkan gugus-gugus dari CMS haruslah
mengandung gugus C-H, O-H, CH2-O-CH2, COO- dan
CN.
Pada spektrum FTIR yang ditunjukkan oleh
Gambar VI terlihat spektrum
starch (amylose)
mempunyai puncak melebar pada 3525 cm1 yang
menunjukkan gugus OH, dan puncak kecil pada 2924,18
cm1 yang menunjukkan CH stretching vibration. Pada

Karakterisasi Berat Molekul Polyacrylamide


400
ln r/c (dl/g)

380
360
340
320
300
280
0

0.0005

0.001

0.0015

C (g/dL)
Gambar VIII. Grafik konsentrasi nt-PAM vs
viskositas inherent
Metode pengukuran berat molekul rata-rata (Mw)
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
viskometri. Peralatan yang digunakan adalah viskometer
Ubbelohde. Pengukuran berat molekul kopolimer
dilakukan dengan mengkorelasikan hasil pengukuran
viskositas (viskositas intrinsik) kopolimer yang dibuat
dalam bentuk larutan dengan berat molekul rata-rata
kopolimer melalui persamaan Mark-Houwink. Semakin
tinggi nilai viskositas yang terukur pada konsentrasi yang
sama berarti berat molekul kopolimer semakin tinggi.
Dengan metode ini akan didapatkan viskositas
intrinsik yang dihubungkan ke berat molekul rata-rata (M)
dengan menggunakan persamaan Mark-HouwinkSakurada :

derajat swelling digunakan untuk menunjukkan


banyaknya rantai polimer yang dapat mengembang pada
saat berinteraksi dengan pelarut pada rentang waktu
tertentu. Persentase grafting yang diuji berupa persentase
grafting efficiency (%GE) dan persentase grafting yield
(%GY). Pada perhitungan %GE diasumsi semua CMS
yang ditambahkan habis bereaksi. Acrylamide yang
mengalami grafting dihitung sebagai berat produk CMSg-PAM dikurangi berat CMS awal. Selanjutnya
didapatkan harga %GE yaitu berat acrylamide yang
mengalami grafting dibanding berat acrylamide yang
ditambahkan diawal. Dalam kenyataannya, tidak semua
CMS terlibat dalam reaksi, sehingga diperlukan
perhitungan yang didasarkan pada berat CMS yang
terlibat dalam reaksi. %GY adalah persentase grafting
terhadap CMS yang sebenarnya terlibat pada reaksi.
Acrylamide yang mengalami grafting dihitung sebagai
berat produk CMS-g-PAM dikurangi berat CMS yang
terlibat dalam reaksi. Didapatkan harga %GY yaitu berat
acrylamide yang mengalami grafting dibanding berat
acrylamide yang ditambahkan di awal. Jadi, dengan
penentuan %GE dan %GY kita bisa mengetahui efisiensi
dan yield dari proses grafting pada saat sintesa CMS-gPAM. Harga %GY akan selalu lebih besar dari
harga %GE.
Pengaruh Konsentrasi NaOH Terhadap Persentase
Grafting Efficiency (%GE) dan Persentase Grafting
Yield (%GY)
105

Persentase GE (%)

bilangan gelombang 1084 dan 1016 cm1 menunjukkan


CH2OCH2. Sedangkan pada spektrum CMS yang
ditunjukkan oleh Gambar VII bagian kiri, terlihat bahwa
pada 3421 cm1 puncak OH tajam dan pada puncak 2924
menunjukkan CH stretching vibration. Pada bilangan
gelombang 1080 dan 1016 cm1 menunjukkan CH2O
CH2 serta pada puncak 1666 dan 1416 menunjukkan
gugus yang merupakan CMS. Hasil FTIR ini
menunjukkan bahwa sintesa CMS pada penelitian ini
berhasil dilakukan karena telah mengandung gugus
karboksimetil dan gugus yang terdapat pada starch.

Karakterisasi CMS-g-PAM
Karakterisasi CMS-g-PAM yang terbentuk
berupa persentase grafting dan derajat swelling. Analisa

95
90
85
80
75
70
0.0

1.0

2.0

3.0

Konsentrasi NaOH (M)


Gambar IX. Pengaruh konsentrasi NaOH
Terhadap Persentase grafting efficiency

[ ] = KM va

122
Persentase GY (%)

Dimana nilai K = 9,33 x 103 dl/g dan nilai a = 0,75


(Ullman Ensiklopedia, 1990).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa BM
Polyacrylamide yang dihasilkan adalah 1,47 x 106 . Hasil
ini sesuai dengan literatur dimana berat molekul
polyacrylamide tidak ada yang berada di bawah 1 x 105.
Polyacrylamide dengan berat molekul (1 - 2) x 105
digunakan sebagai retention aid dalam proses pembuatan
kertas, Sedangkan polyacrylamide dengan berat molekul
(2 - 20) x 106 biasanya digunakan dalam proses yang
melibatkan flokulasi (Ullman Ensiklopedia, 2003).

100

118
114
110
106
102
0

Konsentrasi NaOH (M)


Gambar X. Pengaruh konsentrasi NaOH
Terhadap Persentase grafting Yield

Gambar IX. menunjukkan semakin besar


konsentrasi NaOH yang digunakan maka nilai persentase
grafting efficiency juga semakin besar. Begitu pula grafik
pada gambar X menunjukkan semakin besar konsentrasi
NaOH maka nilai persentasi grafting yield juga semakin
besar. Pada reaksi grafting ini terjadi kompetisi gugus ntPAM yang hendak tercangkok ke dalam backbone CMS
dengan gugus karboksimetil yang telah tersubstitusi pada
sintesis CMS. Semakin banyak gugus karboksimetil yang
telah tersubstitusi maka gugus nt-PAM yang
tercangkokan akan berkurang. Namun, pada DS 5, yaitu
CMS dengan konsentrasi NaOH 2,5 M nilai %GE
dan %GY menurun. Hal ini disebabkan kemungkinan
proses pencangkokan nt-PAM ke rantai backbone CMS
telah selesai dan rantai backbone CMS telah tersubstitusi
oleh gugus karboksimetil sebelumnya pada sintesis CMS.
Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap besarnya
derajat swelling
Derajat Swelling (%)

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

Konsentrasi NaOH (M)


Gambar XI. Grafik Pengaruh Konsentrasi NaOH vs
derajat swelling
Pada Gambar IV.11 terlihat hubungan linear
antara konsentrasi NaOH pada derajat substitusi CMS
dengan nilai derajat swelling CMS-g-PAM. Semakin
besar nilai derajat substitusi CMS maka nilai derajat
swelling CMS-g-PAM semakin besar. Derajat swelling
yang semakin besar ini menunjukkan kelarutan yang
semakin besar pada CMS-g-PAM.
Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa
semakin besar nilai persentase grafting maka kelarutan
semakin besar (Fanta et al., 1972; Li et al., 2005).
Sedangkan Sen dan Pal (2009), mensintesis CMS-g-PAM
dimana dilakukan variasi komposisi monomer akrilamida
saat polimerisasi, dan hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa semakin besar nilai persentase grafting maka
kelarutan akan semakin kecil. Hal ini dapat dijelaskan
oleh penambahan poliakrilamida yang tercangkokan
menyebabkan
kristalinitas
bertambah
sehingga
kelarutannya kecil. Sedangkan pada penelitian ini
komposisi PAM yang digunakan dibuat tetap sedangkan
nilai derajat substitusi CMS berbeda. Sehingga dapat
diperkirakan bahwa semakin besar nilai derajat substitusi
maka kelarutan semakin besar dan nilai persentase
grafting juga semakin besar.

Analisa FTIR CMS-g-PAM

Gambar XII. Hasil Analisa FTIR CMS-g-PAM


CMS-g-PAM merupakan gabungan dari CMS
dan polyacrylamide. Untuk itu diharapkan gugus-gugus
dari CMS-g-PAM haruslah mengandung gugus yang
dimiliki oleh CMS dan polyacrylamide. Untuk
mengetahui gugus-gugus yang terdapat dalam CMS-gPAM hasil sintesa maka dapat dilakukan karakterisasi
produk menggunakan Spektroskopi Fourier Transform
Infra Red (FTIR).
Polyacrylamide mengandung ikatan C-H, C=O,
N=H, C-N, sedangkan CMS mengandung ikatan-ikatan
C-H, O-H, CH2-O-CH2, COO- dan CN. Maka diharapkan,
CMS-g-PAM memiliki ikatan O-H, C-H, CH2-O-CH2,
COO- , CN, C=O, dan NH amida. Pada spektrum CMSg-PAM yang ditunjukkan oleh Gambar IV.11 bagian
kanan, terlihat bahwa pada 3422 cm1 merupakan puncak
OH yang bertindihan/ overlaping dengan NH primer.
Kemudian pada puncak 2924 menunjukkan CH
stretching vibration. Pada gelombang 1674 dan 1650 cm1
masing-masing menunjukkan gugus amida (C=O dan NH)
sedangkan pada 1392 cm1 menunjukkan puncak CN
serta pada 2924 cm1 menunjukkan CH. Adanya ikatanikatan yang menunjukkan CMS dan polyacrylamide pada
produk menunjukkan bahwa CMS-g-PAM telah berhasil
disintesa. Dari gambar IV.4, IV.5 dan IV.12 ,maka
spektrum FTIR dapat disimpulkan pada Tabel 1 di bawah
ini :
KESIMPULAN
1. Dari hasil FTIR terbukti bahwa CMS-g-PAM berhasil
dilakukan dengan menggunakan metode grafting to.
2. Berat molekul polyacrylamide yang diperoleh dari
hasil analisa dengan menggunakan persamaan MarkHouwink Sakurada adalah 1.4 x 106 .
3. Semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan
dalam pembuatan Carboxymethyl starch maka derajat
subtitusi yang didapatkan juga akan semakin besar.
4. Derajat subtitusi akan berpengaruh terhadap derajat
swelling. Semakin besar derajat subtitusi CMS yang
digunakan dalam pembuatan CMS-g-PAM, maka akan
semakin besar pula derajat swelling dari CMS-g-PAM
yang dihasilkan.
5. Persentase grafting efficiency (%GE) dan persentase
grafting yield (%GY) CMS-g-PAM untuk DS 1
sampai dengan DS 4 cenderung meningkat kemudian
menurun untuk DS 5.

REFERENSI
1. Assad, E., dan Mateescu, M.A. (2010), The
Influence of Protonation Ratio on Properties of
Carboxymethyl Starch Excipient at Various
Substitution Degrees: Structural Insights and Drug
Release Kinetics, International Journal of
Pharmaceutics. 394, 75-84.
2. Assad, E., Wang, Y.J., Zhu, X.X., dan Mateescu,
M.A. (2011), Polyelectrolyte Complex of
Carboxymethyl Starch and Chitosan as Drug Carrier
for Oral Administration, Carbohydrate Polymer. 84,
1399-1407.
3. Athawale, V.D., dan Rathi, S.C. (1997), Role and
relevance of polarity and solubility of vinyl
monomers in graft polymerization onto starch,
Reactive and Functional Polymers. 34, 11-17.
4. Billmeyer, F.W. (1970). Textbook of Polymer Science,
2nd ed., John Wiley & Sons, Inc. USA
5. Benda, D. (2001), Oxygen Inhibition and the
influence of pH on the Inverse Emulsion
Polymerization of acrylic monomer , European
Polymer Journal. 37,1247-1253
6. Desmukh, S.R.(1991) Drag Reduction Efficiency,
Shear Stability and Biodegradability Resistance of
Carboxymethylcellulose based and Starch Based
Graft Copolymers. Journal of Applied polymer
Science. 43,1091.
7. Erny, K. (2006) Pembuatan Flokulan Non Ionik dari
Starch dan Acrylamide dengan Metode Grafting to,
Skripsi Teknik Kimia ITS, Surabaya
8. Fares, M. (2003) Graft Copolimerization onto Starch
and Optimization of starch graft with N-tertButylacrylamide Copolymer and its Hydrogels,
Journal of Polymer Research. 10,119-125
9. Fessenden R. J., dan Fessenden J. S. (1987), Organic
Chemistry , 3rd ed, Erlangga, Jakarta.
10. Gautam Sen and Sagar Pal,(2008) Microwave
Initiated Synthesis of Polyacrylamide grafted
Carboxymethyl starch(CMS-g-PAM) Application as a
Novel Matrix for Sustained Drug Release,
Department of Applied Chemistry. 79,409-412
11. Heinze T. (2005), Carboxymethyl Ethers of
Cellulose and Starch A Review, . 3, 13-29.
12. Henze, Herremoes, Jansen la Couer, and Arvin.
(1996) Wastewater Treatment. 2nd ed. Springer
13. Joshi, J.M., dan Sinha, V.K., (2007), Ceric
Ammonium
Nitrate
Induced
Grafting
of
Polyacrylamide Onto Carboxymethyl Chitosan,
Carbohydrate Polymers. 6,427-435.
14. Kumar, A. and Gupta, R.K. (1998) Fundamental of
Polymer. Mc Graw Hill International Edition.
15. Lu, S., et al, (2003), Inverse Emulsion of Starchgraft-Polyacrylamide. Starch/Starke. 55, 222-22.
16. Mulhbacher, J., Ispas-Szabo, P., Lenaerts, V., dan
Mateescu, M.A. (2001), Crosslinked High Amylose
Starch Derivatives as Matrices for Controlled
Release of High Drug Loadings, Journal of
Controlled Release. 76, 51-58.

17. Odion, G. (1991), Principles Polymerization. 3rd


Ed, John Wiley & Sons, Inc, 17-48.
18. Rath, S.K, dan Singh, R.P. (1998), Grafted
amylopectin : Applications in Flocculation, Elsevier
Science. 46,129-135.
19. Saboktakin, M.R.,et al, (2011), Synthesis and in vitro
evaluation of Carboxymethyl Starch-Chitosan
Nanoparticles as Drug Delivery System to The Colon,
International Journal of Biological Macromoleculs.
48, 381-385.
20. Sangseethong, K., Ketalip, S., dan Sriroth, K. (2005),
The Role of Reaction Parameters on the
Preparation and Properties of Carboxymethyl
Cassava Starch, Starch/Starke. 57, 84-93.
21. Singh, R.P. (2000). Novel biodegradable Flocculant
Based on Polysaccharides, Current Science. 78,
798-802.
22. Stevens, M.P. 2001.Kimia Polimer, P.T. Pradnya
Paramita, cetakan pertama, Jakarta.
23. Stojanovic, Z., Jeremic, K., Jovanovic, S., dan
Lechner M.D. (2005), A Comparison of Some
Methods for The Determination of The Degree of
Substitution of Carboxymethyl Starch, Starch-Starke.
57, 79-83.
24. Ulmanns (1982) Encyclopedia of Industrial
Chemistry. 5th ed, Completely Revised Edition , New
York.
25. Zhang, et al, (2004) Progress in The Synthesis and
Application of Green Chemicals, Carboxymethyl
Starch Sodium, The State Key Laboratory of Fine
Chemicals, Dalian University of Technology. 32,
369-372.

Anda mungkin juga menyukai