A=
Persamaan empiris berikut ini kemudian digunakan untuk menghitung Indeks Penetrasi dalam PI
(pen/pen):
IP =
20 500 A
1 + 50 A
Semakin rendah nilai PI, semakin peka suatu aspal terhadap temperatur. Pada umumnya aspal
untuk perkerasan memiliki nilai PI antara +1 dan 1. Aspal-aspal jenis airblown yang telah
dikurangi sifat kepekaan temperaturnya dapat memiliki PI cukup tinggi. Aspal semen yang
memiliki PI kurang dari 2 sangat peka terhadap temperatur dan biasanya menampakkan sifat
getas (brittle) pada suhu rendah, serta mudah meneruskan retak pada musim-musim dingin.
Disamping itu berdasar Brown (1990) nilai PI ini dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini,
yang mendasarkan penentuan PI dengan angka penetrasi dan titik lembek aspal.
PI
dengan :
PI
= penetration index
pen
= nilai penetrasi aspal
SP
:S
t
T
Perilaku viskos
Pada lama pembebanan yang sangat pendek dan/atau temperatur rendah, perilaku perkerasan
dapat dianggap elastis dan kekakuannya, S, menjadi analog dengan modulus elastisitas E. Pada
lama pembebanan yang lebih panjang dan suhu yang lebih tinggi, kekakuan secara sederhana
merupakan relasi antara tegangan yang bekerja dan regangan yang dihasilkannya. Sebaliknya,
jika kekakuan pada suatu waktu pembebanan dan suhu tertentu, serta salah satu dari: tegangan
atau regangannya diketahui, maka regangan atau tegangan yang terjadi pada campuran dapat
diperkirakan.
Terdapat dua cara pendekatan untuk mengukur kekakuan aspal semen, yaitu pendekatan
langsung (direct method) dan pendekatan tak langsung (indirect method). Kekakuan yang dicari
melalui pendekatan langsung diperoleh dari pengujian langsung terhadap kekakuan aspal,
sedangkan pada pendekatan tak langsung, kekakuan diperkirakan melalui data rutin aspal
menggunakan formula maupun nomogram yang telah dikembangkan oleh Brown Brunton, Shell
maupun Van Der Poel.
Meski cepat dan mudah digunakan, metode tak langsung memiliki beberapa kelemahan yaitu: (a)
ketelitian dan kecermatan diperlukan dalam menentukan suatu titik pada skala logaritmik (b)
tidak dapat memperkirakan seberapa besar kesalahannya dalam menentukan kekakuan, dan (c)
terkesan kurang scientific bagi beberapa kalangan. Namun demikian, metode tak langsung ini
dapat memberikan perkiraan awal bagi kekakuan aspal saat metode pengujian langsung tidak
dapat dilakukan.
4). recovered Penetration Index/ (PIr). Parameter ini menunjukkan sifat kepekaan aspal terhadap
perubahan temperatur, dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut :
PIr
dengan :
PIr
= recovered Indek Penetrasi
Pen = Penetrasi aspal pada suhu 250 C
SP = Temperatur titik lembek ( 0 C)
5).
Lama pembebanan (time of loading), yaitu waktu di mana ban kendaraan menyentuh
permukaan perkerasan saat lewat di atasnya, dengan demikian tergantung dari kecepatan
kendaraan yang dinyatakan sebagai kecepatan beban (V). Hubungan antara lama
pembebanan terhadap kecepatan ditunjukkan untuk tebal perkerasan 100-350 mm digunakan
persamaan
t=
1 / V det
dengan :
t = lama pembebanan (time of loading) (detik)
V = kecepatan pembebanan (km/jam)
Nilai modulus kekakuan aspal atau bitumen (Sbit) selanjutnya dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut :
Sbit = 1,157 . 10 -7 . t 0,368.2,718-PIr.( SPr - T) 5
dengan :
Sbit = Modulus kekakuan bitumen, Mpa
Pir = Recovered Penetration Index
SPr = Recovered softening point , o C
T = Temperatur udara , o C
b. Indek penetrasi aspal (Penetration Index/PI). Pada parameter ini menunjukkan sifat
kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur. Besarnya dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan berikut
PI
dengan :
PI = Indek Penetrasi
Pen = Penetrasi aspal pada suhu 250 C
SP = Temperatur titik lembek ( 0 C)
Selain menggunakan persamaan di atas, nilai PI dan besarnya T800 dapat juga diukur
dengan menggunakan nomogram yang dikembangkan oleh Van der Poel seperti pada Gambar 2
berikut.
1
t=
V
detik
dengan :
t = lama pembebanan (time of loading) (detik)
V = kecepatan pembebanan (km/jam)
Dengan menggunakan keempat parameter di atas maka dapat diperoleh nilai kekakuan aspal
(Sbit) dengan menggunakan nomogram Van Der Poel seperti pada Gambar 3. T different
merupakan perbedaan antara temperatur titik lembek ( TRB) dengan temperatur perkerasan (T).
mempunyai 3 elemen penyusun yaitu batuan (agregat), aspal dan udara. Sifatsifat mekanik
campurannya tergantung pada perbandingan volume bahan penyusunnya. Apabila perbandingan
bahan dalam berat maka perlu disetarakan dalam perbandingan volume. Komposisi dari suatu
unit volume campuran seperti pada Gambar berikut.
Volume 1m3
Berat
Udara
Vv
Aspal
Vb = Mb/(Gb. w)
Mb = MB. m /100
Agregat
Va = Ma / (Ga. w)
Ma = Ma. m /100
Nilai VB dan VV dapat diperoleh melalui tes Marshall dengan menganalisis parameter VITM
(voids in the mix) dan volume aspal dalam campuran agregat aspal (VB ). Hubungan antara VB
dengan kadar aspal optimum campuran bisa dilihat pada persamaan.persamaan berikut,
sedangkan hubungan antara VV dengan VITM dapat dilihat pada persamaan selanjutnya.
Dengan demikian nilai VMA dapat dihitung dengan persamaan terakhir.
VB =
VV
g
f
h
b g
=
a
g
x 100 %
Bj aspal
(100 a) Bj aspal
= VITM
=c/f
= de
=
100
% agregat / Bj Agregat + % aspal
VMA =
b g
Bj aspal
100 -
100 g
h
dengan:
a
= kadar aspal optimum terhadap batuan (%)
b
= kadar aspal optimum l terhadap campuran ( % )
c
= berat kering benda uji sebelum direndam (gram)
d
= berat basah jenuh benda uji SSD (gram)
e
= berat benda uji didalam air (gram )
f
= volume isi benda uji (gr/cc)
g
= berat Volume benda uji (gr/cc)
h
= berat jenis maksimum teoritis campuran (gr/cc)
BJ agregat = Berat jenis agregat (gr/cc)
BJ Aspal = Berat jenis aspal (gr/cc)
% agregat = Prosentase agregat dalam campuran
% aspal
= Prosentase aspal dalam campuran
Setelah nilai VMA yang menyatakan tingkat kepadatan campuran dan nilai kekakuan aspal
sebagai bahan ikat diketahui, nilai modulus elastik campuran bisa ditentukan. Nilai mobulus
elastik campuran beton aspal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dari Brown dan
Brunton (1984) seperti ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
n
257,5 2,5 VMA
Sme = Sb
1 +
n x (VMA -3 )
Selain dengan menggunakan nomogram, angka kekakuan beton aspal dapat ditentukan
persamaan dari Heukelomp dan Klomp yang ditunjukkan pada persamaan berikut
n
2,5 X Cv
Sm = Sb 1 +
n x (1-Cv )
dengan :
Sm = kekakuan campuran beton aspal / Mix Stiffness (N/m2)
Sb = kekakuan aspal / Bitumen Stiffness (N/m2)
n = 0,83 x log(4.1010/Sb)
Vg
Cv =
Vg + Vb
Persamaan diatas dapat digunakan jika kadar pori udara dalam campuran 3 % dan nilai Cv
berkisar 0,70 - 0,90 . Fijn von Draat dan Sommer memberikan koreksi pada keadaan dimana
campuran beton aspal mempunyai kadar pori udara lebih dari 3%, digunakan parameter Cv yang
besarnya ditentukan dengan persamaan berikut
Cv
Cv =
1+ H
dengan H adalah pori udara nyata dalam campuran dikurangi 0,03. Koreksi ini berlaku jika
campuran mempunyai faktor konsentrasi volume aspal (Cb) seperti disajikan pada persamaan
berikut
Cb > 2/3 x (1-Cv)
Adapun nilai Cb ditentukan dengan persamaan berikut
Vb
Cb =
Vg + Vb