Anda di halaman 1dari 10

Perlawanan Patimura Menghadapi

Kolonialisme
Perlawanan Patimura Menghadapi
Kolonialisme

A.

Latar Belakang Perlawanan

Perlawanan Pattimura terjadi di Sapura, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Sebabsebab terjadinya perlawanan :
a)

Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku dari tangan Inggris.

b) Pemerintahan kolonial Belanda memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib yang
sudah dihapuskan oleh Inggris.
c)

d)

Pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang
sudah berlaku di Maluku, yang menambah kegelisahan rakyat.
Belanda mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi tentara Belanda.

B.

Tokoh-tokoh Perlawanan

a)

Kapiten Pattimura (Thomas Mattulessi)

b)

Rhebok

c)

Thomas Pattiwel

d)

Raja tiow

e)

Lukas Lutamahina

f)

Johanes Mattulessi

C.

Jalannya Perang

Sejak awal bulan Maret 1817 berbagai kelompok Maluku Tengah sudah mulai mengadakan
pertemuan-pertemuan untuk membicarakan situasi baru akibat adanya rencana-rencana
pemindahan kekuasaan dari tangan Inggris ke Belanda. Pada pertemuan tanggal 14 Mei 1817 di
Pulau Saparua para pemuda dan penguasa-penguasa desa (raja atau patih dan orang kaya)
memutuskan untuk menghancurkan pusat kekuasaan kolonial do Banten Duurstade yang terletak
di pulau Saparua. Keputusan yang sangat dirahasiakan ini diteruskan kepada setiap negeri di
pulau itu. Selain itu dalam musyawarah di tempat itu mereka juga memilih Thomas Mattulessi
sebagai pemimpin perang dengan julukan Pattimura.

Nyaris rencana penyerbuan Duurstede buyar karena beberapa golongan pemuda dari desa Porto
tidak sabar. Pada malam hari tanggal 14 Mei 1817, kelompok pemuda ini mendatangi dan

membongkar perahu milik pemerintah yang sedianya akan mengangkut kayu bahan bangunan
dari Porto ke Ambon. Pada malam hari hari itu juga para pemuda mulai berdatangan sekitar
benteng Duurstede dan pagi harinya tanggal 15 mei 1817 tembakan-tembakan mulai
dilancarkan. Tidak lama kemudia Kapiten Pattimura tiba untuk memimpin penyerbuan ke arah
Duurstede. Dua kali penyerbuan dilakukan tanpa hasil. Tembakan-tembakan meriam dari arah
benteng tidak dapat ditandingi para pemuda yang hanya bersenjatakan beberapa bedil, pedang,
tombak, dan lain-lain. Namun karena tembakan-tembakan mesiu itu habis dan akhirnya para
serdadu yang berada di dalam benteng menyerahkan diri. Setiap penguni benteng tersebut
termasuk Residen Van Den Berg beserta keluarganya musnah, kecuali seorang puteranya yang
berumur lima tahun.

Jatuhnya Duurstede bagi Belanda merupakan suatu pukulan besar. Sebab itu tidak lama
kemudian mereka menyusun suatu kekuatan untuk merebutnya kembali. Pasukan yang dipimpin
Mayor Beetjes itu tiba di Saparua pada tanggal 20 Mei 1817. Pasukan Beetjes tiba sekitar pukul
11.00 dan mendarat di sebelah barat dari benteng Duurstede.

Sejak armada kapal Beetjes memasuki teluk Saparua, Kapitan Pattimura sudah siap dengan
strategi yang telah disusunnya. Seluruh pasuka telah disusun rapi di sepanjang pantai. Setiap
gerakan armada diikuti oleh pasukan itu dengan cermat. Sekitar 1000 orang yang bersenjatakan
bedil dan sebagian lagi bersenjatakan pedang dan tombak segera dikonsentrasikan di tempat
pendaratan Belanda. Strategi yang diterapkan oleh Pattimura berhasil menghancurkan pasukan
Beetjes pada tanggal 25 Mei 1817. setelah itu strategi selanjutnya dari Pattimura yaitu
melakukan penyerbuan ke arah benteng Zeelandia di Pulau Haruku.

Penyerbuan pertama dilakukan pada tanggal 30 Mei 1817, serangan pasukan Pattimura yang
pertama berhasil digagalkan oleh pihak Belanda. Para pasukan Pattimura tidak berani untuk
mendekati Benteng Belanda, karena tembakan meriam yang dilakukan oleh serdadu Belanda dari
arah Benteng tersebut. Sedianya keesokan harinya akan dilakukan serangan lagi dari pihak
Pattimura, tapi rencana itu tertunda, dikarenakan Belanda berhasil menangkap salah seorang
pasukan, dan disiksa sehingga terpaksa harus menceritakan rencana tersebut.

Tiga hari setelah itu, serangan dilancarkan kembali dari pukul 08.30 sampai sekitar pukul 11.30.
Serangan yang dilakukan beberapa jam ini mendapat balasan dari pihak Belanda yang
menembakkan meriam ke arah pasukan Pattimura sehingga gerombolan pasukan yang dipimpin
Pattimura menjadi buyar dan berserakkan. Setelah satu minggu setelah penyerbuan ke benteng
Zeelandia ini, muncul beberapa pihak yang mencoba untuk melakukan perundingan. Sebuah
bendera di tancapkan di tepi pantai dengan sepucuk surat yang memaklumkan gencatan senjata
24 jam untuk menjajaki usaha-usaha perundingan.

Namun Perundingan yang diprakarsai oleh Groot ternyata gagal, kecurigaan dari pihak Grootlah
yang menyebabkan perundingan ini menjadi gagal. Dengan demikian peperangan dilancarkan
kembali. Armada dan pasukan Groot kini menuju ke Duurstede yang memang sengaja dilepaskan
oleh kapitan Pattimura karena sudah sejak semula mesiu dari meriam-meriamnya telah habis.
Sekalipun pasukan-pasukan Groot berhasil menguasai benteng tersebut, namun di luar temboktemboknya pasukan Pattimura tetap berkuasa.

D. Akhir Perang

Perlawanan yang tidak kunjung reda di Saparua, Haruku dan Ambon dengan bantuan pasukanpasukan Alifuru dari Seram itu berlangsung terus dalamm bulan Agustus sampai November.
Sekalipun persenjataan Pattimura tidak lengkap karena hanya kira-kira 20% saja dari pasukannya
memiliki bedil tua yang biasanya dipakai untuk berburu, sedangkan sebagian besar hanya
memakai parang, tombak, dan perisai. Kendati demikian walau hanya dengan persenjataan yang
seadanya tetapi itu semua didukung oleh strategi yang mempuni sehingga penyerangan dapat
dilakukan secara efektif.

Dalam bulan November 1817, pasukan Belanda mendapatkan bantuan 1500 orang dari kerajaan
ternate dan tidore atas permintaan Gubernur Middelkoop, dan sebuah armada yang lebih kuat
dari jawa yang dipimpin langsung oleh Laksamana Muda A.A Buyskes yang selain menjabat
panglima armada di Hindia belanda juga menjadi Komisaris Jenderal I atau orang pertama di
Batavia.

Dengan kekuatan yang besar, Buyskes mengirimkan sebuah pasukan kecil yang terdiri dari
orang-orang ternate dan tidore untuk memotong jalan melalui hutan dan pegunungan arah ke
Ambon. Pada Desember 1817 Pasukan pimpinan Buyskes berhasil meredakan pertempuran dan
menangkap Kapitan pattimura bersama dengan tiga orang panglimanya, dan mereka dijatuhi
hukuman mati yang dijalankan di Benteng Niuew Victoria di Ambon. beberapa pemimpin yang
lain juga bernasib sama.
Diposkan

PERLAWANAN PATIMURA(1817)
PERLAWANAN PATIMURA(1817)

Kebijakan pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin


intensif dan pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan
penduduk pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah
berbagai bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil,
atau gerakan sosial, dan perlawanan besar.
1. Perlawanan Pattimura (1817)
A.

LATAR
BELAKANG
TERJADINYA
PERLAWANAN
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang
kemudian berhasil memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku
hanya boleh dijual kepada Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka
mereka
dicap sebagai penyelundup dan pembangkang. Maka latar belakang terjadinya
perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal
dengan
nama
Kapiten
Pattimura,
adalah
sebagai
berikut.
1)
Kembalinya
pemerintahan
kolonial
Belanda
di
Maluku
dari
tangan
Inggris.
Perubahan
penguasa
dengan
sendirinya
membawa
perubahan
kebijaksanaan
dan
peraturan.
Apabila
perubahan
itu
menimbulkan
banyak
kerugian
atau
penghargaan
yang
kurang,
sudah
barang
tentu
akan
menimbulkan
rasa
tak
puas
dan
kegelisahan
.
2)
Pemerintah
kolonial
Belanda
memberlakukan
kembali
penyerahan
wajib
dan
kerja
wajib.
Pada
zaman
pemerintahan
Inggris
penyerahan
wajib
dan
kerja
wajib
(verplichte
leverantien,
herendiensten)
dihapus,
tetapi
pemerintah
Belanda
mengharuskannya
lagi.
Tambahan
pula
tarif
berbagai
barang
yang
disetor
diturunkan,
sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3)
Pemerintah
kolonial
Belanda
sebagai
pengganti
uang
logam
Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
4)
Belanda
juga
kepulauan
Maluku
Belanda.

B.

mulai
untuk

mengeluarkan
yang
sudah

uang
kertas
berlaku
di

menggerakkan
tenaga
dari
menjadi
Serdadu
(Tentara)

JALANNYA
PERLAWANAN
Protes rakyat di bawah pimpinan Thomas Matulessi diawali dengan
penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh

21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak
mendapat tanggapan dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus
orang,
di antaranya Thomas Matulessi berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan
untuk menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya.
Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat
tersebut.
Dipilihnya
Thomas
Matulessi
sebagai
kapten.
Serangan dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di
Porto. Residen Van den Berg dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi.
Keesokan harinya rakyat mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh
semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh termasuk residen Van den Berg beserta
keluarga
dan para perwira lainnya. Rakyat Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede.
Setelah kejadian itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon
lengkap dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini
berangkat tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal
20 Mei 1817 pasukan itu tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan
pasukan
Pattimura. Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
Belanda
berusaha
mengadakan
perundingan
dengan
Pattimura
namun
tidak
berhasil
sehingga
peperangan
terus
berkobar.
Belanda
terus-menerus
menembaki
daerah
pertahanan
Pattimura
dengan
meriam,
sehingga
benteng
Duurstede
terpaksa
dikosongkan.
Pattimura
mundur,
benteng
diduduki
Belanda,
tetapi
kedudukan
Belanda
dalam
benteng
menjadi
sulit
karena
terputus
dengan
daerah
lain.
Belanda
minta
bantuan
dari
Ambon.
Setelah
bantuan
Belanda
dari
Ambon
yang
dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan
besarbesaran
(November 1817).
C.

AKHIR
PERLAWANAN
Serangan Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura semakin
terdesak.
Banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang
tertangkap yaitu Rhebok, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas
Latumahina,
dan Johanes Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang
kemudian dibawa ke Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja
sama, namun Pattimura menolak. Oleh karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817
Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum digantung,
Pattimura berkata Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu
kelak
Pattimura-Pattimura
muda
akan
bangkit.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut
menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya
Maluku dapat dikuasai oleh Belanda.

Pattimura (1817) Belanda melakukan monopoli perdagangan dan memaksa rakyat Maluku menjual
hasil rempah-rempah hanya kepada Belanda, menentukan harga rempah-rempah secara semenamena, melakukan pelayaran hongi, dan menebangi tanaman rempahrempah milik rakyat. Rakyat
Maluku berontak atas perlakuan Belanda. Dipimpin oleh Thomas Matulessi yang nantinya terkenal
dengan nama Kapten Pattimura, rakyat Maluku melakukan pada tahun 1817. Pattimura seorang
pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Perang melawan Belanda meluas ke berbagai daerah di
Maluku, dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan seperti Ambon,
Seram, Hitu, dan lain-lain. Belanda mengirim pasukan besarbesaran. Pasukan Pattimura terdesak dan
bertahan di dalam benteng. Akhirnya, Pattimura dan kawan-kawannya tertawan. Pada tanggal 16
Desember 1817,Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria di Ambon.Setelah itu Pattimura
melanjutkan

peperangan

di

saparua

Perlawanan pasukan Pattimura pada tahun 1829 di Saparua merupakan kelanjutan Perang Pattimura
1817. Sebab musabab yang mendasari Perang Pattimura juga menjadi alasan bagi pasukan Pattimura
untuk melakukan aksi. Semula mereka bersama Kapitan Pattimura telah minum sumpah (angkat janji
setia melalui tetesan darah yang diminum bersama) untuk berjuang mengusir penjajah Belanda dari
wilayahnya, di Bukit Saniri dalam suatu musyawarah besar. Janji setia kepada Kapitan yang mereka
kagumi dan ketaatan pada tanah tumpah darah yang melahirkan mereka, memberikan pilihan hidup
atau mati untuk perjuangannya. Mereka menyaksikan pemimpin-pemimpinnya mati digantung di
depan bentengVictoria oleh penguasa untuk menakut-nakuti rakyat, karena itu mereka akan lebih
berhati-hati

dalam

mengatur

strategi.

Organisasi pemerintahan negeri sesudah perang Pattimura tidak dapat menampung dan menyalurkan
aspirasi rakyat karena telah diawasi secara ketat melalui Stb. 1824. No. 19. a. tentang pemerintahan
negeri. Satu-satunya wadah yang dapat dijadikan sebagai kendaraan untuk menyatukan persepsi dan
menyalurkan aspirasi adalah organisasi tradisional masyarakat yang disebut Kewang. Kewang adalah
satu-satunya

organisasi tradisional masyarakat

yang

lepas

dari

pengamatan

Hindia

Pemimpinnya

Belanda.
disebut

Latukewano atau raja hutan, pengelola disebut Sina Kewano dan para anggota disebut Ana Kewano
atau anak Kewang. Para Kewang (pemuda negeri anggota Kewang) berhubungan secara rahasia antar
sesama mereka dari berbagai negeri untuk saling menyampaikan dan melengkapi informasi. Untuk itu
mereka sering mengadakan rapat di hutanhutan. Hasil pertemuan dilaporkan kepada para serdadu
Saparua yang berada di Ambon. Para serdadu ini mempunyai sikap yang sama terhadap Pemerintah
Hindia Belanda, hanya saja mereka bernasib lebih baik karena tidak dicurigai. Tatkala terdengar berita
bahwa mereka akan dikirim ke luar daerah (Ambon) untuk berperang di Jawa dan Sumatera mereka
memutuskan bahwa itulah saat yang tepat untuk menyerang Pemerintah Hindia Belanda. Mereka tidak
mau meninggalkan tanah tumpah darah mereka dan dipisahkan dari keluarga. Karena itu mereka
intensifkan komunikasi dengan para Kewang dan sisa-sisa pasukan Pattimura yang berada di Saparua.
Mereka menyurat dan menyampaikan berita ini kepada pasukan Pattimura di Saparua yang dipimpin
Izaak Pollatu, Marsma Sapulette dan Tourissa Tamaela. Ketiga orang itu selain sebagai pemimpin
kelompok yang telah siap melawan Belanda juga adaiah kepala Kewang dari negeri-negeri Tuhaha,
Ulath

dan

Porto

di

pulau

Saparua.

Rapat-rapat makin diintensifkan antara lain di rumah Izaak Pollatu, kemudian di Marsma apulette.
Mereka membahas surat dari serdadu di Ambon dan sebagian lagi siap untuk menyerang Belanda di
Saparua.

Salah

satu

surat

yang

ditujukan

untuk

raja

Saparua

jatuh

ke

tangan

residen.

Akhirnya rahasia perlawanan bocor dan Pemerintah Hindia Belanda mengambil langkah-langkah
pengamanan dan menggagalkan usaha para Kewang yang telah bertahun-tahun mempersiapkan
rencana itu. Perlawanan pasukan Pattimura di Saparua tahun 1829 yang bekerjasama dengan serdadu

Saparua di Ambon itu pun gagal. Mereka ditangkap dan diajukan ke pengadilan negeri di Ambon.
Pergolakan rakyat di daerah ini berakhir di sini.

PERLAWANAN PATTIMURA (1817)

A.Latar belakang terjadinya perlawanan


Maluku termasuk daerah yang paling awal di datangi oleh
belanda yang kemudian berhasil memaksakan monopoli
perdagangan . maka latar belakang terjadinya perlawanan
rakyat Maluku di bawah pimpinan THOMAS MATULESSI yang
lebih di kenal dengan nama KAPITEN PATTIMURA , adalah
sebagai berikut :
1.Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku dari
tangan Inggris .
Perubahan penguasa dengan sendirinya membawa
perubahan kebijaksanaan dan peraturan . Apabila perubahan
itu menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan yang
kurang, sudah barang tentu akan menimbulkan rasa tak puas
dan kegelisahan.
2.pemerintah kolonial belanda memberlakukan kembali
penyerahan wajib dan kerja wajib . Pada zaman
pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib
( verplichte leverantien, herendiensten ) dihapus, tetapi
pemerintah Belanda mengharuskannya lagi.Tambahan pula
tarif berbagai barang yang disetorkan diturunkan, sedang
penyembayarannya ditunda-tunda .
3.pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas
sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di Maluku,
menambahkan kegelisahan rakyat.
4.Belanda juga mulai menggerakan tenaga dari kepulauan
Maluku untuk menjadi Serdadu (tentara) Belanda .
B.Jalanya Perlawanan
Protes rakyat dibawah pimpinan THOMAS MATULESSI diawai
dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda.
Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih,
raja dari Saparua dan Nusa laut. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira

seratus orang diantaranya Thomas Matulessi berkumpul dihutan


Warlutun dan memutuskan untuk menghancurkan benteng di
Saparua dan membunuh semua penghuninya. Pada tanggal 9 Mei
berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat
tersebut.
Serang dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu
pos Belanda di Porto. Residen van den berg dapat ditawan,
namun kemudian dilepas lagi.
Rakyat mengepung benteng Duurstede dan disebut dengan
penuh semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh termasuk
residen Van den Berg beserta keluarga dan para perwira lainnya.
Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon lengkap
dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi
ini berangkat tanggal 17 Mei 1817. Pada tanggal 20 Mei 1817
pasukan itu tiba di Sapura dan terjadilah pertempuran dengan
pasukan Pattimura. Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan
Mayor Beetjes mati tertembak.
Setelah bantuan Belanda dari Ambon yang dipimpin oleh
Kapiten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan
besar-besaran (November 1817).
C.Akhir Perlawanan
Serangan Belanda menyebabkan pasukan Pattimura semakin
terdesak.Para pemimpin juga banyak yang tertangkap
yaitu Rhebook, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas
Latumahina, dan Johanes matulessi.Pada tanggal 16 Desember
1817 Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria
Ambon. Sebelum digantung, Pattimura berkata .
Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu
kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit.
Tertangkapnya pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani
tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan
Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh
Belanda.

Perlawanan rakyat Maluku terhadap Kompeni sudah terjadi sejak abad ke-17, namun perlawanan yang
dahsyat baru muncul pada permulaan abad ke-19, di bawah pimpinan Thomas Matulessi (lebih dikenal
dengan nama Pattimura).

Patung Pattimura, Lokasi: Ambon (sumber:


wisatanasional.com)

Thomas Matulessi (Pattimura)

Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya tekanan-tekanan yang berat di bidang
ekonomi semenjak kekuasaan VOC, juga dikarenakan:
1.

Sebab Ekonomis, yakni: (1) Adanya tindakan-tindakan pemerintah Belanda yang memperberat kehidupan
rakyat, seperti sistem penyerahan secara paksa, kewajiban kerja blandong, penyerahan atap dan gabagaba, penyerahan ikan asin, dendeng dan kopi, (2) Beredarnya uang kertas, yang rakyat Maluku tidak
dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari.

2.

Sebab Psikologis, yaitu: (1) Adanya pemecatan guru-guru sekolah akibat pengurangan Sekolah dan Gereja,
dan (2) Pengiriman orang-orang Maluku untuk dinas militer ke Batavia.

Hal-hal tersebut di atas merupakan tindakan penindasan pemerintah Belanda terhadap rakyat Maluku. Oleh karena
itu, rakyat Maluku bangkit dan berjuang melawan imperialisme Belanda. Aksi perlawanan meletus pada
tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerang benteng Belanda Duurstede di Saparua. Setelah terjadi
pertempuran sengit, akhirnya benteng Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku di bawah pimpinan
Pattimura. Banyak korban di pihak Belanda termasuk Residen Belanda, Van den Berg ikut terbunuh dalam
pertempuran tersebut.

Dengan kekalahan Belanda, memperbesar semangat perlawanan rakyat, sehingga perlawanan meluas ke
Ambon, Seram dan pulau-pulau lain. Di Hitu perlawanan rakyat muncul pada permulaan bulan Juni 1817 di
bawah pimpinan Ulupaha. Rakyat Haruku di bawah pimpinan Kapten Lucas Selano, Aron dan Patti Saba.
Situasi pertempuran berbalik setelah kedudukan Belanda makin kuat, lebih-lebih setelah datangnya bala
bantuan dari Batavia di bawah pimpinan Buyskes. Pasukan Belanda terus mengadakan penggempuran dan
berhasil menguasai kembali daerah-daerah Maluku. Perlawanan makin mereda setelah banyak para
pemimpin tertawan, seperti Thomas Matulessi (Pattimura), Anthonie Rheebok, Thomas Pattiweal, Lucas
Latumahina, dan Johanes Matulessi. Dalam perlawanan ini juga muncul tokoh wanita yakni Christina
Martha Tiahahu.

Christina Martha Tiahahu

Patung Christina Martha Tiahahu, Lokasi: karang Panjang Ambon (sumber:


wisatanasional.com)

Pada tanggal 16 Desember 1817, Thomas Matulessi dan kawan-kawan seperjuangannya menjalani
hukuman mati di tiang gantungan sebagai pahlawan rakyat yang tertindas oleh penjajah.

21Oct2012
Diposkan oleh irmawan hadi saputra

Anda mungkin juga menyukai