Anda di halaman 1dari 17

WOC Decomp Cordis

Diposkan oleh

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga
referat yang berjudul Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Sakit Perut Pada Bayi dan
Anak ini dapat kami selesaikan. Referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran
Universitas
Andalas
Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini, khususnya kepada Dr. Yusri Dianne, Sp.A sebagai preseptor dari Clinical
Science Section dan Dr. Susetyo Cahyohadi selaku pembimbing yang telah memberikan saran,
bimbingan dan dukungan moril maupun materi dalam penyusunan referat ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang banyak
membantu
dalam
penyusunan
referat
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan
referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat menambah wawasan,
pengetahuan dan pemahaman semua pihak tentang Patogenesis, Diagnosis dan
Penatalaksanaan Sakit Perut pada Bayi dan Anak.
Padang, April 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Klasifikasi
2.4 Etiologi
2.4.1 Sakit perut mendadak (akut)
2.4.2 Sakit perut berulang (kronik)
BAB III PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
3.1 Patofisiologi
3.2 Patogenesis
BAB IV MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
4.1 Manifestasi klinis
4.2 Diagnosis
4.2.1 Anamnesis
4.2.2 Pemeriksaan fisik
4.2.3 Pemeriksaan laboratorium dan penunjang

4.2.4 Kriteria diagnosis


BAB V PENATALAKSANAAN
BAB VI PROGNOSIS
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sakit perut pada bayi dan anak, baik akut maupun kronik, sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Rasa sakit dapat bervariasi, dari yang paling ringan sampai yang paling
berat. Rasa sakit dapat terlokalisir di suatu tempat, tetapi dapat pula diseluruh perut, bahkan
dapat menjalar ke tempat lain. Rasa sakit dapat pula hanya berupa nyeri tumpul (dull pain),
bagaikan ditusuk-tusuk atau disayat-sayat, dapat pula seperti dililit (kolik), yang tidak jarang
menyebabkan penderita sampai berguling-guling. Penyebab sakit perut dapat bermacammacam, mulai yang berasal dari dalam perut sendiri atau di luar perut, bahkan ada pula yang di
luar
tubuh.1
Sakit perut yang berulang sering terjadi pada anak. Anak perempuan cenderung lebih
sering menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki. Delapan puluh persen kasus sakit perut
berulang disebabkan kelainan fungsional saluran cerna. Dan sekitar 5 15,6 % sakit perut
berulang disebabkan oleh kelainan organik. Pada anak dibawah 4 tahun sebagian besar
penyebabnya adalah organik, sedangkan pada anak yang lebih besar kelainan fungsional saluran
cerna
merupakan
penyebab
terbanyak.1
Pendekatan diagnosis nyeri perut berulang dimulai dari anamnesis yang teliti dan lengkap,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dasar. Hanya kasus yang diduga disebabkan
kelainan
organik
yang
memerlukan
pemeriksaan
penunjang
lanjutan.1
Apapun penyebabnya, suatu hal yang pasti adalah bahwa hanya sebagian kecil dari sakit
perut ini baik yang akut maupun yang kronik, yang memerlukan tindakan bedah. Sebagian besar
sakit perut tidak memerlukan tindakan bedah, cukup dengan pengobatan medikamentosa.1
1.2
Batasan
Masalah
Refrat ini membahas mengenai patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan nyeri perut pada
bayi
dan
anak.
1.3
Tujuan
Penulisan
Mengetahui patofisiologis, diagnosis dan penatalaksanaan nyeri perut pada bayi dan anak.
1.4
Metode
Penulisan
Refrat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatur.

BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi
Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan region inguinalis.2 Nyeri perut
bukanlah suatu diagnosis, tapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Akut abdomen
didefinisikan sebagai serangan nyeri perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta
membutuhkan tindakan bedah untuk mengatasi penyebabnya. Appley mendefinisikan sakit
perut berulang sebagai serangan sakit perut yang berlangsung minimal 3 kali selama paling
sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu aktivitas sehari-hari.1
2.2
Epidemiologi
Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara frekuensi tertinggi
pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut terjadi pada 10-12% anak laki-laki
usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu. Anak perempuan cenderung lebih sering
menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki (Perempuan : Laki-laki = 5:3). Sakit perut ini
jarang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun dan di atas 15 tahun.3.5,7
2.3
Klasifikasi
Pada garis besarnya sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan lamanya
serangan, yaitu akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi lagi atas kasus bedah dan
non bedah (pediatrik). Selanjutnya dapat dibagi lagi berdasarkan umur penderita, yang di
bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun, yang masing-masing dapat dikelompokkan menjadi
penyebab
gastrointestinal
dan
luar
gastrointestinal.3
Konsep yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik (fungsional) dan
psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab organik, bila tidak ditemukan
bisa dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik . Cara pendekatan seperti ini tentu akan
banyak
memakan
waktu
dan
biaya.3
Barr mengajukan konsep yang agak berbeda. Sakit perut berulang digolongkan atas 3 kelompok,
yaitu: organik, disfungsional, dan psikogenik. Nyeri organik disebabkan oleh suatu penyakit,
misalnya infeksi saluran kemih . Nyeri disfungsional disebabkan oleh berbagai variasi fisiologi
normal dan dibagi dalam dua kategori, yaitu sindrom nyeri spesifik (yang mekanisme penyebab
nyerinya diketahui, misalnya defisiensi laktase dan konstipasi) dan sindrom nyeri nonspesifik
(mekanisme penyebab nyeri tidak jelas atau tidak diketahui). Nyeri psikogenik disebabkan oleh
tekanan emosional atau psikososial tanpa adanya kelainan organik atau disfungsi3
Untuk memastikan diagnosis kelompok nyeri psikogenik maka ada tiga kriteria yang harus
dipenuhi
yaitu3:
Ada bukti yang cukup kuat untuk menghilangkan penyebab kelainan organik
Ada bukti positif bahwa ada gangguan emosional dan ada kaitan waktu antara timbulnya sakit
perut
dengan
periode
meningkatnya
stress
yang
dialami
anak
Sakit perut ini akan bereaksi langsung dengan hilangnya ketegangan emosional meskipun
kemungkinan
hal
ini
tidak
selalu
terjadi

Konsep ketiga diajukan oleh Levine dan Rappaport (1984) yang menekankan adanya penyebab
multifaktor. Sakit perut berulang merupakan perpaduan dari empat faktor, yaitu:
1.
Predisposisi
somatik,
disfungsi,
atau
penyakit
2.
Kebiasaan
dan
cara
hidup
3.
Watak
dan
pola
respons
4.
Lingkungan
dan
peristiwa
pencetus
Faktor-faktor tersebut berperan meningkatkan atau meredakan rasa sakit. Dengan demikian
dapat diterangkan mengapa beberapa anak menderita konstipasi tanpa sakit perut berulang.
Demikian pula halnya dengan kondisi psikososial yang buruk akan menimbulkan sakit perut
berulang
pada
anak
tertentu,
tetapi
tidak
pada
anak
lain.3
2.4
Etiologi
Dari penelitian terdahulu hanya 7 % kasus yang disebabkan oleh kelainan organik yang akan
menimbulkan sakit perut (Apley, 1959), hal ini meningkat terhadap berbagai kondisi seperti
konstipasi, abdominal migrain (Symon & Russel, 1995), gastritis, ulkus peptikum dihubungkan
dengan Helycobacter pylori (Wewer dkk, 1994) dan irritable bowel syndrome (Hyams dkk,
1995).4,5,7
Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran
cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1)7. Penyebab sakit perut berulang yang terbesar adalah
faktor psikofisiologi.3

Tabel 1. Beberapa penyebab organik sakit perut berulang


Extra - Abdominal Intra Abdominal
Gastrointestinal Ginjal Lain lain
Keracunan Timbal
Porfiria
Epilepsi
Diabetes
Asma
Demam Rematik
"Sickle-cell anemia"
Hiperparathyroidism
Hipertrigliserid
Peritonitis
Tumor/Kista
Medulla spinalis
Perinkotritis
Leukemia
Limfoma
Thalasemia
Malrotasi
Duplikasi
Stenosis
Gastritis
Hiatus hernia
Hernia inguinalis
Volvulus
Intususepsi
Kolitis ulseratif
Konstipasi kronik

Intoleransi laktosa
Askariasis
Ulkus peptikum
Penyakit Crohn
Apendisitis kronik
Hiperplasia limfoidnoduler
Limfoma
Konstipasi
Coeliac
Intoleransi laktosa
Refluks gastroesofagal
H. pylori
Pankreatitis kronik
Inflamatory Bowel Desease
Malrotasi
Divertikulum Meckel
Kolelitiasis
Hepatitis
Ulkus peptikum
Pielonefritis
Hidronefrosis
Batu ginjal
Obstruksi uretero
pelvic
Pielonefritis
Hidronefrosis
Batu ginjal
Infeksi di daerah pelvis
Dismenore
Kista ovarium
Endometriosis
Kehamilan ektopik Hepatomegali
Splenomegali
Kolesistitis
Kolelitiasis
Pankreatitis kronik
Kista ovarium
Endometriosis
Keracunan timbal
Porfiria
Diabetes melitus
Purpura HenochSchonlein
Epilepsi perut
Migrain
Hiperlipidemia
Edema angioneurotik
2.4.1
Sakit
Perut
Mendadak
(Akut)
Pada bayi dan anak di bawah usia 2 tahun, sakit perut mendadak lebih sering disebabkan oleh
kasus bedah daripada anak di atas 2 tahun. Penyebab utama sakit perut mendadak non bedah
(pediatrik) pada umur di bawah 2 tahun ialah berbagai macam infeksi, terutama infeksi saluran

pencernaan dan saluran kemih. Pada umur di atas 2 tahun juga disebabkan berbagai macam
infeksi di dalam saluran cerna maupun di luar saluran cerna.1,6

Tabel 3 Penyebab sakit perut mendadak (a) Pediatrik; (b) Bedah


a. b.

2.4.2 Sakit perut berulang (kronik)


Sakit perut berulang (kronik) ialah serangan sakit perut yang berulang, sekurang-kurangnya 3
kali dalam jangka waktu 3 bulan sehingga aktivitas penderita terganggu.1,3
Pada garis besarnya, sakit perut berulang dapat dibagi menurut penyebab gastrointestinal dan
non-gastrointestinal. Penyebab gastrointestinal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab
dari dalam saluran cerna (usus) dan luar saluran cerna (hepatobiliaris dan pankreas). Penyebab
non-gastrointestinal dapat dibedakan pula ke dalam 2 golongan yaitu penyebab dari dalam
perut dan luar perut.1,3
Tabel 4 Penyebab sakit perut berulang (kronik)

BAB III
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
3.1. Patofisiologi
Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber pada1,3:

1. Visera perut
2. Organ lain di luar perut
3. Lesi pada susunan saraf spinal
4. Gangguan metabolik
5. Psikosomatik
Rasa sakit perut somatik berasal dari suatu proses penyakit yang menyebar keseluruh
peritonium dan melibatkan visera mensentrium yang berisi banyak ujung saraf somatik , yang
lebih dapat meneruskan rasa sakit nya dan lebih dapat melokalisasi rasa sakit daripada saraf
otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan pada visera pada mulanya akan menyebabkan
rasa sakit visera, tetapi kemudian akan diikuti oleh rasa sakit somatik pula, setelah peritoneum
terlibat. Rasa sakit somatik yang dalam akan disertai oleh tegangan otot dan rasa mual yang
merupakan gejala khas peritonitis. Refleks rasa sakit perut dapat pula timbul karena adanya
rangsangan pada nervus frenikus, misalnya pada pneumonia. Rasa sakit yang berasal dari usus
halus akan timbul didaerah perut bagian atas dan epigastrium, sedangkan rasa sakit dari usus
besar
akan
timbul
dibagian
bawah
perut.
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin yang
berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut saraf
C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan lebih lama dari rasa sakit yang
dihantarkan
dari
kulit
oleh
serabut
saraf
A.1
Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa dari organ di
abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju ke ganglia pre dan
paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen akan melewati medula spinalis
pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke talamus, kemudian ke konteks serebri.1
Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan ambang nyeri
pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas
serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas,
hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6,7,8 serta
dirasakan
didaerah
epigastrium.1
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura
hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari kolon distalis,
ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls nyeri mencapai segmen Th 11
dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah supra publik dan kadangkadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka
impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke radiks spinals segmentalis.1,3
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin
belum
jelas
patofisiologi
dan
patogenesisnya.3
Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan organik)
masih sulit dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut berulang fungsional
dengan penurunan ambang rangsang nyeri. Berbagai faktor psikologik dan fisiologik dapat
berperan sebagai mediator dari sakit perut berulang fungsional.3
Tabel 5. Mediator dari sakit perut berulang fungsional
Psikologik Fisiologik
Faktor stress
Depresi
Ikatan Keluarga
"Operant conditioning"
Somatisasi Intoleransi
Dismotilitas usus
Konstipasi

Ketidak stabilan otonom

Telah diketahui ada hubungan yang kuat antara sakit perut berulang fungsional dengan tipe
kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu ingin sempurna. Pada anggota
keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan psikosomatik seperti migraine dan kolon
iritabel.3,10,11
3.2. Patogenesis4
Patogenesis sakit perut fungsional belum diketahui secara pasti. Motilitas saluran cerna dan
hipersensitivitas visera diduga sangat berperan terhadap kejadian nyeri perut non-organik pada
anak. Gangguan motilitas terlihat pada anak yang dilakukan pemeriksaan manometri. Pada
pemeriksaan manometri terlihat peningkatan intensitas kontraksi otot pada usus halus dan usus
besar, serta waktu singgah di dalam usus yang lambat (delayed intestinal transit time). Konsep
keterlibatan hipersensitivitas visera didapat dari penelitian yang memperlihatkan perubahaan
ambang reseptor pada dinding saluran cerna, perubahan modulasi dalam mengkonduksi impuls
sensorik, dan perubahan ambang kesadaran di susunan saraf pusat pada pasien dengan irritable
bowel syndrome. Peranan inflamasi dan imunomodulasi dalam patogenesis sakit perut
fungsional, perlu dipertimbangkan dengan ditemukannya proses inflamasi nonspesifik pada
biopsi
jaringan
saluran
cerna.3,4,12
Mekanisme
timbulnya
sakit
perut
organik,
ialah3,4:
1. Gangguan vaskuler. Emboli atau trombosis, ruptur, oklusi akibat torsi atau penekanan seperti
pada
kista
ovarium
terpuntir
dan
jepitan
usus
pada
invaginasi.
2. Peradangan. Peradangan organ di dalam rongga peritonium menimbulkan rasa sakit bila
proses peradangan telah mengenal peritoneum parietalis. Mekanisme perjalaran nyeri sama
seperti peradangan pada umumnya yang disalurkan melalui persyarafan somatik.
3. Gangguan pasase. Nyeri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan pasase atau obtruksi organ
yang berbentuk pembuluh, baik yang terdapat di dalam rongga peritoneal atau pun
retroperitoneal. Bila pasase dalam saluran-saluran tersebut terganggu akan timbul rasa sakit
akibat tekanan intra lumen yang meninggi di bagian proksimal sumbatan. Sakit dirasakan hilang
timbul
atau
terus
menerus
dengan
puncak
nyeri
yang
hebat
(kolik).
4. Penarikan dan peregangan peritoneum viseralis. Penarikan dan peregangan pada peritoneum
viseral dapat merangsang terjadinya nyeri yang bersifat tumpul (dull pain).
Dalam prakteknya, keempat mekanisme timbulnya sakit perut jarang ditemukan sendiri-sendiri,
tapi umumnya merupakan proses campuran.
BAB IV
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
4.1.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinik sakit perut pada bayi dan anak bergantung pada umur penderita. Pedoman
yang dipakai untuk menyatakan seorang bayi atau anak sakit perut adalah sebagai berikut3,9:

0
3
bulan
:
umumnya
digambarkan
dengan
adanya
muntah
3 bln - 2 th : muntah, tiba-tiba menjerit, menangis tanpa adanya trauma yang dapat
menerangkannya
2 th 5 th : dapat mengatakan sakit perut tetapi lokalisasi belum tepat

>
5
th
:
dapat
menerangkan
sifat
dan
lokalisasi
sakit
perut
Sakit perut berulang variasinya cukup luas baik dalam hal frekuensi, waktu, intensitas, lokasi

dan gejala yang mengikuti. Mual, keringat, dingin, muntah, pusing, pucat dan palpitasi sering
menyertai sakit perut berulang. Gejala klinis sakit perut berulang yang klasik dapat dilihat
pada tabel 4. Pada sakit perut berulang dengan gambaran klasik ini, etiologinya bukan kelainan
organik.3,6
Diketahui tiga tipe sakit perut berulang yaitu : kolik periumbilikus (paling sering), peptic
symptomss (hampir sama dengan dispepsia non ulser pada dewasa) dan nyeri perut bawah
dengan gangguan buang air besar (ekivalen dengan sindrom usus iritabel). Gejala klinis ini
dapat menetap sampai dewasa pada 30 - 50% kasus. Sakit perut berulang merupakan salah satu
manifestasi dini dari irritable bowel syndrome (IBS).3
Tabel 6. Gejala klinis sakit perut berulang klasik4
Paroksismal
Daerah perlumbilikus atau suprapubis
Nyeri berlangsung kurang satu jam
Nyeri tidak menjalar, kram atau tajam, tak membangunkan anak malam hari
Nyeri tidak berhubungan dengan makanan, aktifitas, kebiasaan buang air besar
Mengganggu aktivitas
Di antara dua episode terdapat masa bebas gejala
Pemeriksaan fisik normal, kecuali kadang-kadang sakit perut di kiri bawah
Nilai laboratorium normal
4.2. Diagnosis1,3,4
4.2.1. Anamnesis
Usia. Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5 - 14 tahun.
Jenis kelamin. Perempuan lebih sering mengalami sakit perut berulang dibandingkan laki-laki
(5:3).
Riwayat sakit perut.
a. Lokalisasi. Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya
dirasakan di daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks dirasakan di daerah
perut kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi usus ataupun gangguan psikis
lokalisasinya
sukar
ditentukan.
b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit. Sakit yang berasal dari spasme
otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris, biasanya berupa kolik yang sukar ditentukan
lokalisasinya dengan tepat dan tidak dipengaruhi oleh adanya batuk atau penekanan abdomen.
Sakit yang berasal dari iritasi peritoneum akan terasa menetap di tempat iritasi dan menghebat
bila penderita batuk atau ditekan perutnya.
c. Waktu timbul : berhubungan dengan makan atau tidak.
d. Lama sakit perut.
e. Frekuensi.
f. Gejala yang mengiringi.
Pola defekasi
Pola kencing
Siklus Haid
Akibat sakit perut pada anak
a. Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut?
b. Bagaimana nafsu makan anak?
Gejala / gangguan traktus respiratorius
Gangguan muskuloskeletal
Aspek psikososial
a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan, penggunaan toilet
b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah, persaingan sesama

saudara
kandung,
beban
keuangan,
disiplin
yang
terlalu
kaku
c. Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi stress di masa lampau,
gampang
bergaul,
kaku,
perfeksionis,
obsesif,
depresi
kronik,
sulit
diatur
Trauma. Trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosal ataupun pankreatitis
Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga. Adakah di antara keluarga yang menderita kista
fibrosis, pankreatisis, ulkus peptikum, kolon irritable. Adakah faktor stress dalam keluarga.
Pada anamnesis yang teliti kita sudah dapat mengetahui apakah penyebab sakit perut berulang
itu kelainan organik atau bukan (Tabel 7)3
Tabel 7. Tanda peringatan sakit perut berulang yang disebabkan kelainan organik
Nyeri terlokalisir, jauh dari garis tengah
Nyeri menjalar (punggung, bahu, ektremitas bawah)
Membangunkan anak pada malam hari
Timbul tiba-tiba
Muntah
Gangguan motilitas (diare, obstripusi, inkontinensia)
Pendarahan saluran cerna
Dysuria
Gangguan tumbuh kembang
Gejala sistemik : panas, arthalgia, ruam kulit
Riwayat keluarga : ulkus peptikum, H pylori, intoleransi laktosa, IBD
Usia kurang dari 4 tahun atau lebih 15 tahun
4.2.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap mulai dari kepala sampai keujung kaki
walaupun titik beratnya pada abdomen. Perhatikan keadaan umum anak dan posisi anak pada
waktu berjalan atau waktu tidur di tempat periksa. Jika ia terbaring diam dan kesakitan bila
berubah
posisi
maka
ini
mungkin
tanda
abdomen
akut.3,4,6
Pemeriksaan pada abdomen harus dilakukan pada posisi anak yang santai dan dilihat/dicari:
asimetri perut, bentuk perut (buncit, skapoid), gambaran usus, nyeri terlokalisasi, adanya
ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan tangan, massa tumor, cairan
ascites, nyeri tekan, bagaimana bising usus di seluruh perut dan colok dubur.4
Perlu dicari tanda-tanda kedaruratan seperti dinding abdomen yang kaku, defens muskuler,
nyeri tekan dan nyeri lepas. Disamping itu perlu juga dicari kemungkinan adanya hernia
inguinalis
strangulata
atau
inkarserata
dan
pneumonia.3
Perhatikan keadaan umum pasien, apakah tampak sakit ringan, sedang, atau berat. Bila sangat
berat dan disertai muntah hebat kemungkinan besar kasus bedah. Sakit perut yang timbul
karena rangsangan, batuk, nafas dalam dan pergerakan kemungkinan disebabkan peritonitis.
Bila nyeri terasa saat pasien membungkuk mungkin disebabkan oleh pankreatitis. Bila disertai
diare, muntah dan kencing sedikit berarti sudah terdapat dehidrasi. Pemeriksaan perut harus
dilakukan dalam keadaan lemas (relaks). perut yang tegang, adanya tahanan, nyeri tekan dan
nyeri lepas mungkin merupakan kasus bedah, karena pada infeksi saluran cerna biasanya hanya
terdapat nyeri tekan demikian pula dengan adenitis mesenterik. Perut yang kembung
(meteorismus) bisa disebabkan adanya intoleransi karbohidrat. Perhatikan adanya hernia atau
pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis ) didaerah lipat paha (inguinal). Lihat juga
apakah ada purpura terutama didaerah bokong dan punggung kaki, ada atau tidaknya
pneumonia dan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bagian
bawah.3,4
4.2.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Mengingat begitu luasnya daftar diagnosis banding untuk sakit perut, maka berbagai prosedur
pemeriksaan dapat saja dilakukan untuk mencari penyebabnya, tapi perlu diingat bahwa
prosedur tersebut memerlukan biaya dan sering tidak memberikan hasil positif. Lagipula
beberapa pemeriksaan bersifat invasif dan menyakitkan anak, oleh karena itu anamnesis yang
cermat dan terarah, pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh dapat mengarahkan pada
prosedur
pemeriksaan
yang
diperlukan.3,4
Pemeriksaan
laboratorium
Apusan darah dengan gambaran anemia zat besi dapat menyertai kehilangan darah kronik.
Leukositosis biasanya menyertai infeksi saluran kemih dan usus, tetapi infeksi Salmonella
biasanya leukopenia. LED meningkat pada infeksi usus. Pemeriksaan ureum dan elektrolit darah
penting
pada
diare
dengan
dehidrasi.3,4
Pemeriksaan urin perlu dilakukan untuk menentukan adanya infeksi saluran kemih, batu saluran
kemih,
kelainan
hepatobilier,
glomerulonefritis
akut
dan
sindrom
nefrotik.4
Analisis tinja dapat dilakukan untuk melihat adanya kelainan hepatobilier, kerusakan pankreas,
infeksi bakteri atau parasit, alergi protein susu sapi, kelainan bedah (invaginasi) dan
malabsorpsi karbohidrat yang sering ditemukan pada sindrom usus inflamatorik. Intoleransi
laktosa dapat diperiksa dengan mengukur pH tinja dan tes reduksi dalam tinja (Clini test).4
Pemeriksaan biokimia seperti klirens urea, kreatinin, amilase dan lipase dapat membantu
mengetahui
adanya
kelainan
pada
pankreas,
hati
dan
sistem
bilier.4
Pemeriksaan
penunjang
Foto polos abdomen, berbaring dan tegak sangat penting untuk melihat obstruksi usus, massa
atau tinja dalam kolon, kalsifikasi pada pankreatitis kronik dan beberapa jenis tumor, batu
empedu dan gambaran mukosa usus pada colitis ulseratif kronik. Foto polos tiga posisi sangat
diperlukan untuk menegakkan diagnosis adanya obstruksi dan kelainan diluar traktus digestivus.
Foto polos perut dan pielografi intravena penting untuk menegakkan diagnosis traktus urinarius
dan
batu
di
dalam
saluran
kemih.3,4,11
Barium kontras X-Ray merupakan indikasi utama untuk menentukan kelainan pada saluran
pencernaan bagian atas seperti ulkus peptikum dan lesi peradangan kronik. Pemeriksaan
barium meal untuk melihat kelainan usus halus. Double contrast enema untuk melihat kelainan
mukosa secara terperinci. Kolesistografi dilakukan untuk melihat malfungsi saluran empedu
atau batu empedu. Pemeriksaan kolangiografi atas indikasi bila dicurigai adanya kista koledokus
atau pankreatitis. Pemeriksaan kontras saluran kemih (IVP, sistogram, dll) bila dicurigai adanya
infeksi
atau
disfungsi
saluran
kemih.3,4
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan bila diduga adanya kelainan perut dan
hepatobilier. Electroensefalograf (EEG), Electromiograf (EMG), Electrocardiograf (EKG) untuk
menyokong kecurigaan pada epilepsi perut, spasmofilia atau hipokalsemia.3,4
Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi dilakukan untuk mendeteksi kolitis ulserativa,
kolitis pseudomembran atau penyakit Crohn. Pemeriksaan endoskopi dan radiologi dikerjakan
apabila gejala klinis tidak memperlihatkan perbaikan dan masih dipikirkan keterlibatan
kelainan organik seperti ulkus peptikum, lesi peradangan kronik pada lambung atau
duodenum.3,4
Pemeriksaan psikologik perlu dilakukan bila diduga kemungkinan penyebab psikogenik atau
pada
pemeriksaan
lainnya
tidak
ditemukan
kelainan.3
Oleh karena sebagian besar penyebab sakit perut tidak diketahui maka perlu dipilih
pemeriksaan mana saja yang benar-benar harus dilakukan dan tahap-tahapnya sehingga tidak
membebani anak dan keluarga dengan pemeriksaan yang tidak perlu atau sebaliknya ada
pemeriksaan yang perlu dilakukan tetapi terlewati.4

4.2.4. Kriteria Diagnosis


Keluhan saluran cerna fungsional umumnya bersifat kronis atau rekuren. Pendekatan diagnosis
sangat bergantung kepada kemampuan anak mengemukakan keluhan yang dirasakannya,
sehingga beberapa kelainan tidak ditemukan pada anak di bawah usia tertentu. Pemastian
seorang anak menderita sakit perut fungsional tidak boleh hanya berdasarkan ditemukannya
gangguan emosi pada anak tersebut. Perlu diingat bahwa kelainan organik yang berkepanjangan
juga akan memberikan dampak gangguan emosi pada seorang anak, karena itu anamnesis yang
teliti dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan hal terpenting dalam melakukan evaluasi
anak
dengan
sakit
perut.
6
Adanya suatu kelainan organik perlu dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
ditemukan beberapa hal (alarm symptoms) seperti di bawah ini3 :
Tabel 8. Alarm symptoms
Alarm symptoms
Lokasi nyeri jelas dan jauh dari umbilicus
Nyeri berhubungan dengn fungsi saluran pencernaan (konstipasi, diare, inkontinensia)
Muntah
Serangan nyeri mendadak dn menetap dalam beberapa menit sampai hari
Nyeri menjalar ke punggung, bahu atau ekstremitas
Disuria
Perdarahan rektum
Usia kurang dari 4 tahun dan di atas 15 tahun
Riwayat keluarga menderita penyakit saluran cerna atau sistemik ( ulkus peptikum,
inflammatory bowel disese, infeksi Helicobacter pylori )

Diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah Kriteria Rome3,. Kriteria Rome
membagi keluhan nyeri perut non-organik menjadi 5 kategori diagnosis, yaitu3,8 :
1.
Dispepsia
Fungsional
Dispepsia adalah rasa sakit atau tidak nyaman (discomfort) pada perut bagian atas (di atas
umbilikus). Keluhan telah dirasakan selama paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan,
dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Rasa sakit tidak berhubungan dengan pola defekasi dan
bentuk tinja. Berdasarkan gejala klinis, Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu (1)
Ulcer like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa sakit, (2) dysmotility like dyspepsia, bila
yang dirasakan adalah rasa tidak nyaman, dan (3) Unspecified (non specific) dyspepsia, bila
keluhan yang disampaikan pasien tidak memenuhi kriteria ulcer atau dysmotility dyspepsia.
Rasa tidak nyaman dapat berupa rasa penuh, cepat kenyang, sering sendawa, mual, retching,
atau muntah. Semua keluhan di atas mencerminkan gangguan pada saluran cerna atas.
1.
Sindrom
Usus
Iritabel
Sakit perut atau rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan perubahan pola defekasi dan
bentuk tinja. Anak telah cukup matang untuk menjelaskan rasa sakit yang dialami selama
paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Keluhan
akan hilang setelah defekasi. Kemungkinan adanya kelainan organik perlu dipikirkan bila
ditemukan rasa sakit pada malam hari, diare, perdarahan per rektum, demam atau penurunan
berat
badan
dan
riwayat
sindrom
usus
iritabel
dalam
keluarga.
2.
Nyeri
perut
fungsional
Sakit dirasakan di daerah periumbilikus berlangsung secara terus menerus pada anak usia

sekolah atau remaja, tidak berhubungan dengan keadaan fisiologis seperti makan, defekasi,
atau menstruasi, beberapa kasus mengganggu aktivitas sehari-hari. Episode berlangsung kurang
dari 1 jam, bahkan kadangkala hanya berlangsung beberapa menit. Rasa sakit umumnya tidak
sampai membangunkan anak pada saat tidur, tetapi sakit yang dirasakan pada malam hari
seringkali menyebabkan anak tidak dapat tidur. Anak umumnya mempunyai masalah emosi,
sifat perfeksionis, kesulitan belajar, dan orangtua mempunyai harapan yang terlalu besar
kepada anak. Anak sering pula mengeluh sakit kepala, mual (tanpa muntah), dan letih. Faktor
psikologis berupa kecemasan atau depresi, gejala somatisasi, serta fobia sekolah perlu
dipikirkan.
3.
Migren
perut
Sakit perut timbul secara paroksismal pada daerah garis tengah perut, non-kolik, berlangsung
selama beberapa jam sampai beberapa hari dan diselingi periode tidak sakit selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan. Keluhan lain (minimal 2 keluhan) seperti sakit kepala, takut
terhadap cahaya, riwayat migren di dalam keluarga, sakit kepala pada satu sisi, dan aura
sebagai prodomal serangan sakit (visual, sensorik, atau motorik) juga ditemukan pada anak
dengan migren perut. Keluhan telah berlangsung dalam kurun waktu 12 bulan dengan minimal 3
kali
serangan.
4.
Erofagia
Udara yang tertelan dapat menyebabkan distensi perut secara berlebihan sehingga mengganggu
masukan minum/makan anak. Keluhan berlangsung selama minimal 12 minggu, tidak perlu
berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisis terlihat
distensi perut akibat adanya udara di dalam lumen usus, sendawa berulang kali, dan sering
flatus. Erofagia seringkali tidak terlalu diperhatikan oleh orangtua. Erofagia perlu dipikirkan
apabila pada saat pemeriksaan fisis ditemukan suara menelan berulang kali yang disertai
keluhan tersebut di atas. Keluhan dan gejala klinis akan hilang pada saat tidur. Kecemasan yang
dialami oleh seorang anak dapat menyebabkan perilaku menelan secara berlebihan.6
BAB V
PENATALAKSANAAN
Pertama kali yang harus diperhatikan dalam menghadapi nyeri perut pada anak adalah memilah
apakah kelainan fungsional ( kelainan organik ) atau psikogenik ( psikosomatik ) yang mendasari
keluhan tersebut. Pemeriksaan penunjang tidak menjadi urutan pertama pada nyeri perut
tanpa alarm symptoms. Meskipun belum disepakati oleh semua negara tetapi sebagian besar
sudah menyetujui penggunaan Kriteria Rome untuk diagnosis nyeri perut fungsional. Tata
laksana dimulai dengan melakukan wawancara dengan anak dan orangtuanya secara bersamasama. Interaksi orang tua dan anak selama wawancara merupakan hal penting yang harus
diperhatikan. Penggunaan buku harian oleh orangtua dan anak untuk mencatat jenis makanan,
derajat nyeri (skor), pola defekasi dan keluhan spesifik lainnya. Dengan pemantauan tersebut
diharapkan mereka akan lebih memberikan perhatian terhadap keluhan yang dirasakan. Anak
diajak ikut serta mengevaluasi penyakitnya dengan menuliskan apa yang dirasakan. Beberapa
data perlu diketahui seperti prestasi belajar, stres emosi di keluarga maupun di sekolah,
aktivitas sosial, dan perkembangan aktivitas dalam beberapa bulan terakhir. Pemeriksaan fisis
harus dilakukan secara menyeluruh dan cermat. Pemeriksaan colok dubur diperlukan pada
kasus yang dicurigai adanya kelainan pada usus daerah sigmoid, rektum, dan anus, seperti
fisura,
fistel,
atau
kelainan
lainnya.3
Seringkali sulit untuk memilah melakukan pendekatan psikogenik atau organik, maka sesuai

dengan data epidemiologi kejadian nyeri perut pada anak, umur 4 tahun dipakai sebagai batas
umur untuk memilah melakukan pendekatan diagnostik, dimana anak di bawah 4 tahun lebih
dihubungkan dengan kelainan organik, pemeriksaan penunjang tetap dilakukan walaupun
sebagian besar kasus nyeri perut pada anak tidak memperlihatkan kelainan organik. Pada
keadaan tersebut, alarm symptoms atau signal sign dapat digunakan sebagai dasar pendekatan
tata
laksana.10
Beberapa kelainan nyeri perut non-organik memerlukan medikamentosa sebagai terapi suportif,
walaupun sejauh ini penelitian kontrol mengenai terapi dispepsia fungsional pada anak masih
terbatas. Obat dan makanan yang dianggap dapat menimbulkan keluhan sebaiknya dihentikan.
Agonis reseptor H2, Pompa Proton Inhibitor banyak diberikan pada dyspepsia, prokinetik dapat
diberikan pada dispepsia tipe dismotilitas. Faktor psikologis sebagai pencetus keluhan perlu
diketahui. Apabila faktor stres psikologis sangat menonjol, maka diperlukan kerjasama antara
dokter dan keluarga dalam menyusun strategi mengurangi faktor stres tersebut. Penjelasan
kepada anak dan orangtua tentang penyakitnya sangat diperlukan, meskipun keluhan yang
dirasakan sangat mengganggu, anak perlu tahu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang
serius. Pencatatan harian tentang keluhan yang diderita sangat membantu dalam proses
penyembuhan. Obat-obat anti-depresi seperti imipramin atau amitriptilin digunakan pada orang
dewasa, sedangkan pada anak belum ada laporan studi kontrol. Siproheptadine efektif pada
beberapa kasus dengan sakit kepala migren dan muntah. Pada kasus dengan konstipasi sangat
dianjurkan pemberian diet tinggi serat (diet yang direkomendasikan : umur dalam tahun + 5
gr), dan penggunaan minuman yang mengandung bikarbonat harus dihentikan.3,6,7
Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit berulang fungsional pengobatan ditujukan
kepada penderita dan keluarga bukan hanya mengobati gejala. Tujuan pengobatan ialah
memberikan rasa aman serta edukasi kepada penderita dan keluarga sehingga kehidupan
keluarga menjadi normal kembali dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga dapat melaksanakan
aktivitas
sehari-hari
dengan
baik
(seperti
terlihat
pada
tabel
9).3,4
Penting untuk menentukan apakah nyeri perut membutuhkan suatu tindakan bedah atau tidak,
perlu dipikirkan pada keadaan sakit mendadak, kolik, tempatnya tertentu, jauh dari umbilikus,
bertambah nyeri dengan aktivitas, muntah yang berwarna hijau atau feses. Pada keadaan ini
maka
anak
harus
dirawat
di
rumah
sakit.4
Untuk nyeri psikogenik kadang-kadang diperlukan pula konsultasi ke psikolog dan atau psikiater
anak. Pemberian obat seperti antispasmodik, antikolinergik, antikonvulsan dan anti-depresan
tidak bermanfaat.4
Tabel 9. Ringkasan penatalaksanaan sakit perut berulang fungsional
Menyakinkan bahwa penyakitnya ringan
Menerangkan masalah berdasarkan pada temuan positif maupun negatif
Menemukan stress dan kecemasan yang mencetuskan rasa sakit
Mengidentifikasi pengaruh keluarga / sosial yang mencetuskan sakit
Menghindari gejala sakit yang berkepanjangan dan mengembalikan anak dalam kehidupan
normal
Tatalaksana penyebab yang didapat : kurangi laktosa, diet tinggi serat, dll
Follow-up teratur untuk mengetahui perubahan gejala, meningkatkan rasa percaya diri dan
mendorong keluarga serta anak untuk mengatasi masalahnya
Hasil pengobatan jangan dipakai untuk membuat diagnosis
Tabel 10. Penatalaksanaan sakit perut mendadak

Tabel 11 Penatalaksanaan sakit perut berulang (kronik)

BAB VI
PROGNOSIS
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
sakit
perut
pada
anak4:
1. Anak dari keluarga yang banyak menderita sakit perut cenderung mengalami sakit perut
berulang
dibanding
keluarga
yang
normal.
2. Anak perempuan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari sakit perutnya
daripada anak laki-laki tetapi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi
gejala
lain.
3. Lebih muda anak yang menderita sakit perut (sebelum usia 6 bulan) mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk sembuh sempurna.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
1. Sakit perut pada anak didefinisikan sebagai terjadinya serangan nyeri abdomen yang dapat
mempengaruhi
aktivitas
anak.
2. Klasifikasi sakit perut pada anak secara umum dibagi menjadi organik (fungsional),
disfungsional,
dan
psikogenik
(psikosomatik).
3. Sakit perut pada anak biasanya berasal dari organ perut, organ lain di luar perut, lesi pada
susunan
saraf
spinal,
gangguan
metabolik
dan
psikosomatik.
4. Patogenesis sakit perut organik ialah adanya gangguan vaskuler, peradangan, gangguan
pasase,
penarikan
dan
peregangan
peritoneum
viseralis.
5. Diagnosis sakit perut pada anak ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan
fisik
ditambah
pemeriksaan
laboratorium
penunjang.
6. Tatalaksana sakit perut pada anak diberikan sesuai etiologi. Penting untuk menentukan
apakah
penyakitnya
membutuhkan
tindakan
bedah
atau
tidak.
7.2
Saran
1. Perlunya anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat
agar
dapat
dilakukan
tata
laksana
penyakit
secara
optimal.

2. Perlunya pemberian konseling pada orangtua dalam mencegah dan mewaspadai timbulnya
gejala
sakit
perut
pada
anak
untuk
penatalaksanaan
lebih
dini.

DAFTAR

PUSTAKA

1. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.1991. 4936.
2. Medical Dictionary. Abdominal Pain. http://www.medhelp.org/ [diakses tanggal 10 April
2009]
3. Boediarso A. D. Sakit Perut Berulang. http://www.pdpersi.co.id/ [diakses tanggal 10 April
2009]
4. Ulshen M. Nyeri perut berulang pada masa anak. Dalam Behrman, Kliegman Arvin, editor.
Wahab AS, editor ed. Bahasa Indonesia. Nelson Ilmu Kesehatan Anak vol. 2. Ed 15. Jakarta:
EGC,
2000.
hlm:
1361-1364.
5. Apley J. The Child with Abdominal Pain, 2nd ed. Oxford; Blackwell Seientific Publ., 1975
6. Syarif BH. Nyeri Perut Pada Anak. Jakarta : Divisi Gastroenterologi Anak FKUI/RSUPN Dr.
Cipto
Mangunkusumo,
2008.
7. Suraatmaja S (ed). Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Sagung Seto, Jakarta. 2007.
8. Chang L. From Rome to Los Angeles. The Rome III Criteria for the Functional GI Disorders.
http://www.medscape.com/viewarticle/533460
[diakses
10
April
2009].
9. Boediarso A.D. Sakit Perut Pada Anak. Dalam: Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit
FKUI,
Jakarta.
1988.
219-30
10. Hyman PE dkk. Childhood Functional Gastrointestinal Disorders: Neonate/Toddler.
Gastroenterology

Anda mungkin juga menyukai