TYPHOID FEVER
DISUSUN OLEH
Nirwan Fathur Rahman
:
2010730079
DOKTER PEMBIMBING:
dr. Sanoesi, SpPD-KR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas laporan kasus yang berjudul Typhoid
Fever pada stase Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Terima
kasih kepada dr. Sanoesi, Sp.PD-KR selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers
patch.
Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per
10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai
dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596
menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan
sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di
daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR)
demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun
1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.
Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19
tahun mencapai 195 kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika
Selatan. Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan / minuman
yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar
bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal).
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
TTL
Usia
Alamat
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
No.Rekam Medik
Tgl Masuk RS
: Nn. U
: Perempuan
: Jakarta, 15 Juli 1994
: 20 tahun
: Kelapa Gading, Jakarta Utara
: SMA
: Mahasiswa
: 00-85-44-xx
: 9-9-2015
Autoanamnesis pada tanggal 9 September 2015 di Ruang Zam Zam RS Islam Jakarta
Cempaka Putih
A. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan
Mual
Nyeri ulu hati
Sakit kepala
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu, demam dirasakan naik
turun, timbul terutama saat sore, saat pagi demam turun, tidak tinggi. Pasien juga
mengeluh mual dan nyeri ulu hati. Keluhan muntah disangkal. Pasien mengeluh sakit
kepala jika demam meninggi. Keluhan lain yang dirasakan yaitu batuk tidak
berdahak, dan nyeri tenggorokan sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku lidah terasa
pahit sehingga tidak nafsu makan. Pasien merasa lemas. Pasien belum BAB sejak 2
hari SMRS. BAK normal, warna kuning jernih tidak nyeri.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat hipertensi,
DM, asma, dan TBC Paru disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama seperti ini. Riwayat DM,
HT, asma di keluarga disangkal.
4
6. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah datang ke RS Thamrin namun dirujuk karena tempat penuh. Pasien
tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan
7. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan dan obat-obatan
8. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien mengaku sering mengkonsumsi jajanan di pinggir jalan. Sebelum menderita
keluhan, pasien mengkonsumsi rujak.
B. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran/GCS : compos mentis
- Tanda Vital
: TD = 110/80 mmHg
N
= 68 x/menit
RR
= 20 x/menit
= 37,8 C
Status Generalisata
-
Kepala
dicabut.
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor :
Inspeksi
Abdomen
:
5
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
D. RESUME
Nn. I, wanita usia 20 tahun datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS,
demam naik turun, naik terutama sore hari. keluhan disertai dengan mual, nyeri ulu
hati, dan sakit kepala. Pasien belum BAB sudah 2 hari, nafsu makan menurun karena
lidah terasa pahit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu 37,8C, lidah kotor dan
nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 11,5 g/dl,
jumlah leukosit 3.480/ ul, Kalium 2,9 mEq dan serologi Widal peningkatan titer 1/320
Salmonella typhi O, 1/320 paratyphi AO, 1/160 paratyphi BO, dan 1/160 paratyphi
BH, SGOT 75 U/L, SGPT 60 U/L.
E. DAFTAR MASALAH
1. Febris
2. Dispepsia
3. Hipokalemi
4. Anemia
F. ASSESSMENT
1. Febris
S: OS mengeluh demam sejak 5 hari SMRS, demam naik turun, naik terutama
sore hari. Keluhan disertai dengan mual, nyeri ulu hati, dan sakit kepala.
O: T 37,8C, lidah kotor (+), nyeri tekan epigastrium (+)
Leukosit 3.480/ ul. 1/320 Salmonella typhi O, 1/320 paratyphi AO, 1/160
paratyphi BO, dan 1/160 paratyphi BH, SGOT 75 U/L, SGPT 60 U/L.
A: Febris ec. Typhoid fever
DD Hepatitis A
P: Paracetamol 3x500 mg tab
Ciprofloxacin 2X500 MG
2. Dispepsia
S: Pasien mengeluh nyeri ulu hati dan mual.
6
4. Anemia
S: Pasien merasa lemas, tidak nafsu makan.
O: Hb 11,5 g/dl
A: Anemia normokromik normositik
P: Intake adekuat dan tinggi zat besi
G. DIAGNOSTIK
Febris e.c Typhoid Fever
DD Hepatitis A
H. RENCANA TINDAKAN
- Planning Diagnostik
Pemeriksaan kultur darah
Pemeriksaan Anti HAV
- Planning Terapi
Infus RL 500 ml/ 8 jam
Ciprofloxacin 2x500 mg
Ranitidin 2x150 mg
Domperidone 3x10 mg
- Planning Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
I.
FOLLOW UP JAGA
PLANNING
TANGGAL
9
September
2015
FOLLOW UP
Diagnostik: pemeriksaan
S : Demam (+), mual(+), muntah(-), nyeri
hematologi rutin, pemeriksaan
ulu hati (+), nafsu makan membaik. BAB
anti HAV
(+)
Terapeutik: Infus RL 500 ml/ 8
O : KU: Tampak sakit sedang, Kes: CM
TD: 120/80 mmHg, N: 84, T: 37,3C, R:
20x/menit
jam
-
Ciprofloxacin 2x500
mg
Ranitidin 2x150 mg
Domperidone 3x10
mg
September
2015
Diagnostik: pemeriksaan
hematologi rutin, pemeriksaan
anti HAV
membaik, Demam (-), mual(-), muntah(-), Terapeutik:
Rencana pulang
- Ciprofloxacin 2x500
O : KU: Tampak sakit sedang, Kes: CM
mg
Ranitidin 2x150 mg
TD: 120/80 mmHg, N: 84, T: 36,6C, R:
- Domperidone 3x10
20x/menit
mg
A: Febris e.c Typhoid fever
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
3.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik
berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita
demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut.
3.3 Patogenesis
Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus kemudian
melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organterutama hati dan
limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organorgan tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali
ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut
dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin yang dieksresikan oleh basil S.typhi sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus.
3,4 Gejala Klinis
Masa inkubasi Demam tifoid 10-14 hari, rata-rata 2 minggu. Gejala timbul secara
tiba-tiba atau berangsur angsur. Penderita demam tifoid merasa cepat lelah, malaise,
anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh. Pada minggu pertama
demam (suhu berkisar 39-400C), nyeri kepala, pusing, nteri otot, anoreksia, mual muntah,
konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis. Minggu kedua demam,
bradikardi, lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran.
9
10
3.6 Penatalaksanaan
Management atau penatalaksanaan secara umum meliputi managemen
medikamentosa, managemen nutrisi yang baik serta perawatan medik yang baik merupakan
aspek penting dalam pengobatan demam tifoid. Sampai saat ini masih dianut trilogi
penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Managemen Medikamentosa
A. Etiologik
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau
kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga
adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun.
Pada keadaan malnutrisi atau penyulit lain diberikan hingga 21 hari. Bilamana terdapat
11
Cefixim merupakan pilihan alternatif, terutama pada kasus leukosit < 2000/uL dengan
anak.
Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
tidak diberikan karena dapat menyebabkan keringat yang banyak dan penurunan tekanan
darah (bradikardi relatif).
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih
dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan
ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun
perforasi intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya
pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
Demam Tifoid dengan Komplikasi
12
Sebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ utama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada demam tifoid yaitu :
a.
Komplikasi Intestinal
Komplikasi intestinal yang dapat terjadi, yaitu perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus
paralitik, pankreatitis.
Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk
tukan/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan
juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor.
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal. Jika penanganan
terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80
%. Bila transfusi yang diberikan tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka
tindakan bedah perlu dipertimbangkan.
Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid
yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut
dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak
hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas diabdomen. Tanda-tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada rongga
peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan
terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kejadian perforasi adalah umur (biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan,
beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
13
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S. Typhi tetapi
juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan aerobik pada flora usus. Umumnya
diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena.
Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan
dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube.
Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.
b.
Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan
protombin time, peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation
product sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID) dapatditemukan pada kebanyakan
pasien demam tifoid. Trombositopenia sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena
menurunnya produksi trombosit di sum-sum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya
destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memiliki peranan.
Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering dikemukakan
adalah endotoksinmengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan fibrinolisis.
Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan
endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi;
baik KID kompensata maupun dekompensata.
Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah, substitusi trombosit
dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin, meskipun ada pula yang tidak sependapat
tentang manfaat pemberian heparin pada demam tifoid.
Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan demam
tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi. untuk membedakan
apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan
kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hatti. Pada demam tifoid
kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk
membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien
dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi
hepatoensefalopati dapat terjadi.
Pankreatitis tifosa
14
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat
disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi.
Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta USG/CT scan dapat membantu diagnosis
penyakit ini dengan akurat.
Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada
umumnya; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti ceftriakson atau
quinolon.
Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan
elektrokardiografi (EKG) dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan miokarditis
biasanya tanpa gejala kardiovaskuler atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung
kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi.
Perubahan EKG yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan
ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi dan miokarditis sering sebagai
penyebab kematian. Biasanya pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.
Manifestasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma
atau koma, parkinson rigidity/transient parkinsonism, sindroma otak akut, mioklonus
generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillen-Bare, dan psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau
penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, aatis, delirium, somnolen, sopor atau koma)
dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaancairan otak
masih dalam batas normal. Sindrom klinik seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai
tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutkan dengan demam tifoid berat, demam
tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial ekonomi
yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan
kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan
akibatnya meningkatkan angka kematian.
Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam tifoid berat,
langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah ampisilin 4 x
1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
2. Managemen Nutrisi
15
Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat maksimal 8
gr/hari. Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi perorangan
Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai dengan toleransi
perorangan.
Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam.
Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu panas dan
dingin
Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet perlu
disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau makanan parenteral.
Tabel 1. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa rendah 1
Bahan makanan
Dianjurkan
Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat
Bubur saring, roti bakar,
Beras tumbuk, beras ketan,
krakers, tepung-tepungan
manis.
Daging berserat kasar,
minuman
Tahu ditim dan direbus,
susu.
Kacang-kacangan seperti
susu kedelai
Sayuran
Buah-buahan
Minuman
Sari sayuran
Sari buah
Teh, sirup, kopi encer
utuh
Buah dalam keadaan utuh
Teh dan kopi kental,
minuman beralkohol dan
17
Bumbu
mengandung soda
Bawang, cabe, jahe, merica,
ketumbar, cuka dan bumbu
lain yang tajam
krakers, tepung-tepungan di
manis.
Daging berserat kasar,
perhari.
Tahu ditim direbus, ditumis,
Kacang-kacangan seperti
18
Buah-buahan
Lemak
Minuman
ditumis.
Sari buah; buah segar yang
mentah
Buah yang dimakan dengan
avokad, nenas
nangka.
Minyak untuk menggoreng,
santan
Bumbu
mengandung soda
cabe, merica
3. Perawatan Medis
19
Tirah baring dan perawatan medis (medical care) bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan,
minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai.
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktuwaktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi
dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih.
3.8 Pengidap Tifoid (Karier)
Kasus demam tifoid karier merupakan faktor risiko terjadinya outbreak demam tifoid.
Pada daerah endemik dan hiperendemik penyandang kuman S.typhi ini jauh lebih banyak
serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi rendah semakin mempersulit usaha
penanggulangannya. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia sebesar 1.000/100.0000
populasi pertahun, insiden rata-rata 62% di Asia, dan 35 % di Afrika dengan mortalitas
rendah 2-5% dan sekitar 3% menjadi karier. Di antara demam tifoid yang sembuh klinis, pada
20 % diantaranya masih ditemukan kuman S.typhi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan
pada bulan ketiga serta 3 % masih ditemukan setelah 1 tahun. Kasus karier meningkat seiring
peningkatan usia dan adanya penyakit kandung empedu, serta gangguan traktus urinarius.7
a.
c.
maupun tumor di traktus urinarius. Oleh karena itulah insidens tifoid karier meningkat pada
wanita maupun pada usia lanjut karena adanya faktor tersebut di atas. Penatalaksanaan tifoid
karier dibedakan berdasarkan ada tidaknya penyulit yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Terapi Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid Karier7
Tanpa disertai kasus kolelitiasis
Pilihan regimen terapi selama 3 bulan
1. ampisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
2. amoksisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
3. kotrimoksazol 2 tablet/2kali/hari
Disertai kasus Kolelitiasis
Kolesistektomi + regimen tersebut diatas selama 28 hari, kesembuhan 80% atau
kolesistektomi + salah satu regimen terapi di bawah ini:
1. Ciprofloksasin 750 mg/2kali/hari
2. Norfloksasin 400 mg/2kali/hari
Disertai Infeksi Schistoma Haematobium pada Traktus urinarius
Pengobatan kasus ini harus dilakkan eradikasi Schistoma Haematobium
1. prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal
2. metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2
minggu. Setelah eradikasi S.Haematobium tersebut batu diberikan
regimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.
berkurang dapat dilakukan terapi pergerakan pasif (Pasive motion), massage, dan frictions.
Eradikasi tifoid dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti dibahas diatas.
b. Tifoid dengan Malaria
Infeksi campuran ini ditegakan bila dari gejala klinis dan laboratorium didapat khas tifoid dan
klinis malaria bersamaan. Juga dari laboratorium didapat widal reaktif dan ditemukan
Plasmodium. Terapi yang diberikan sesuai dengan terapi masing-masing infeksi. Malaria
dapat diobati dengan Primakuin 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk P.falciparum, sedangkan
untuk P.vivax dengan dosis 15 mg/hari selama 14 hari. Kina dosis yang dianjurkan 3 x
10mg/kgBB selama 7 hari (1 tablet 220 mg), atau dengan preparat kina ataupun artemisin.
Sedangkan untuk tifoid dapat diberikan Ciprofloksasin 500 mg selama 7 10 hari.
c.
23
Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci tangan dengan
sabun dan air bersih sebelum menyediakan atau memakan makanan, membuang sampah,
memegang bahan mentah atau setelah buang air besar.
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Di era Multi Drug Resisten seperti saat sekarang ini,
pilihan pengobatan haruslah lebih cermat. Penggunaan antibiotik golongan Quinolon
merupakan pilihan utama pengobatan demam tifoid untuk saat ini. Tak hanya dengan obatobatan, perawatan medis yang baik dan benar serta penanganan nutrisi yang tepat juga
memiliki peranan penting dalam penatalaksanaan demam tifoid.
4.2 Saran
Diperlukan ketepatan dalam mendiagnosa demam tifoid agar tidak terjadi pemakaian
antibiotik yang tidak seharusnya. Pemilihan antibiotik yang adekuat dapat mengurangi angka
terjadinya resistensi. Perlunya kerjasama antara dokter dan paramedis lain untuk bersamasama membantu mengobati pasien serta memberikan edukasi yang tepat kepada pasien dan
keluarganya agar dapat membantu proses penyembuhan.
Pencegahan sangat penting yaitu dengan menjaga higiene lingkungan tempat tinggal
dan sekitarnya, higiene makanan serta tidak buang air besar sembarangan. Tutup rapat
makanan agar tidak dihinggapi lalat.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri Tropis;
Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UI, Jakarta : 2010.
2. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A
Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.
3. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi IV;
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007
4. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003
5. Papadakis, MA. Current Medical Diagnosis and Treatment 2015, Mc Graw Hill 2015
26