Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Berbagai penyakit kulit yang manifestasi kliniknya ditandai terutama oleh adanya vesikel
dan bula, antara lain adalah penyakit yang dermatitis vesikobulosa kronik, yang termasuk
golongan ini ialah :1
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemfigus
Pemfigoid Bulosa
Dermatitis Herpetiformis
Chronic Bullous Disease of childhood
Pemfigoid Sikatrisial
Pemfigoid Gestationis
Di dalam referat ini kita akan membahas satu persatu penyakit ini secara sistematis, baik

dari definisi, etiologi, pathogenesis, gejala klinis, serta penatalaksanaannya.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
1

A. Anatomi kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan.1
Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu:1
1. Lapisan epidermis atau kutikel
a. Stratum korneum (lapisan tanduk); terdiri dari sel-sel gepeng mati, tak berinti
dan protoplasma menjadi keratin
b. Stratum lusidum; terdiri dari sel-sel gepeng mati, tak berinti dan protoplasma
menjadi protein eleidin
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin); sel-sel gepeng berbutir kasa dan
berinti
d. Stratum spinosum; sel- sel yang mengalami mitosis, terdapat sel langerhans
e. Stratum basale; sel-sel yang mengalami mitosis, berfungsi reproduktif dan
mengandung melanosit

2. Lapisan dermis ( korium, kutis vera, true skin)


a. Pars papilare; bagian yang menonjol ke arah lapisan epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare; bagian di bawahnya yang menonjol ke arah lapisan subkutan,
berisi serabut-serabut penunjang seperti kolagen, elastin dan retikulin.
3. Lapisan subkutis ( hipodermis ) terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
di dalamnya, yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
B. Fisiologi kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting diantaranya adalah :1
1. Proteksi

: kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis

dengan bantalan lemak, melanosit (tanning), keratinisasi (barrier)


2. Absorpsi : permeable tehadap O2, CO2 dan uap air sehingga mengambil bagian
dalam fungsi respirasi
3. Ekskresi

: kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa

metabolism dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat dan ammonia.
4. Persepsi

: terdapat ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

a. Badan Ruffini panas


b. Badan Krause dingin
c. Badan taktil Meissner rabaan
d. Badan Merkel Ranvier rabaan
e. Badan Veter Paccini tekanan
5. Pengaturan suhu tubuh

dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan

(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.

6. Pembentukan pigmen

: melanosom yang dibentuk oleh melanosit tergantung

pajanan sinar matahari.


7. Keratinisasi

: berlangsung selama 14-21 hari dan dapat membantu peranan

perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.


8. Pembentukan vitamin D : dengan bantuan sinar matahari memungkinkan perubahan
7 dihidroksi kolesterol.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah,
kelenjar keringat, dan otot otot di bawah kulit.

BAB III
DERMATOSIS VESIKOBULOSA KRONIK
A. PEMFIGUS
Definisi
Istilah Pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) yang berarti lepuh atau gelembung,
merupakan kelompok penyakit berbula kronik, menyerang kulit dan membrane mukosa yang
secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal, dimana akibat dari autoantibodi yang
secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan hilangnya adhesi antara
keratinosit melalui proses yang disebut akantolisis. Dan secara imunopatologik ditemukan
antibody terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat
maupun yang bebas di dalam sirkulasi darah.1
Pemfigus dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering adalah usia
pertengahan. Secara garis besar bentuk pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu pemfigus
vulgaris, pemfigus eritematous, pemfigus foliaseus, dan pemfigus vegetans.2
Menurut letak dan celah pemfigus di bagi menjadi 2 yaitu1,2
1. Di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans
2. Di stratum granulosum ialah pemfigus eritematous dan variannya pemfigus foliaseus.
Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas, yaitu.1,2
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan mudah pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolski positif).
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat
ditemukan di dalam serum, meupun terikat di epidermis.
1. Pemfigus Vulgaris
5

A. Epidemiologi
Pemfigus Vulgaris merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua
kasus). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.
Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan
(dekade ke-4 dan ke-5) tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk anak. 1,3
B. Etiopatogenesis
Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan
autoantibody, juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced pemphigus), misalnya Dpenisilamin dan kaptopril. Pemfigus yang diinduksi obat dapat berbentuk pemfigus
foliaseus(termasuk pemfigus eritematous) atau pemfigus vulgaris. Pemfigus foeliaseus
lebih

sering

timbul

dibandingkan

dengan

pemfigus

vulgaris.

Pemeriksaan

imunoflouresensi langsung pada kebanyakan kasus positif sedangkan pemeriksaan


imunoflouresesnsi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang positif.1,2,3
Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu:2,3
1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis(akantolisis)
2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada permukaan
keratinosit yang saedang berdiferensiasi.
Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada permukaan
keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik. Antigen PV yang
dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam
perlekatan interselular pada epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluar
region terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi
kaderin. Desmoglein 3 dapat ditemukan pada desmosom dan pada sel keratinosit. Dapat
dideteksi pada saat diferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih
padat pada mukosa bucal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan
antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1 yang ditemukan di pada epidermis dan lebih
padat pada epidermis atas. Pengaruh faktor lingkungan dan cara hidup individu belum
dapat dibuktikan berpengaruh terhadap PV, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan
genetik pada kebanyakan kasus. 2,4
Desmoligen ialah salah satu komponen desmosome. Komponen yang lain,
misalnya desmoplakin, plakoglobin, dan desmokolin. Fungsi desmosome ialah
6

meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang terdapat pada kulit dan
mukosa.2,4
Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibody IgG pada permukaan
keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan
antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang
merupakan gambaran pada penyakit PV. 3,4,5
Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya PV adalah autoantibodi
yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini menyebabkan
terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron dapat menentukan
lokasi antigen pada desmosom untuk kedua PV dan pemifigus Foliaseus, yang lebih
sering pada perlekatan sel-sel pada epitel bertanduk. 3,4

Gambar 1. Adhesi sel epidermis


C. Gejala klinis
Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di
kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi
yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai pioderma
pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder Lesi di tempat
tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.2,4
Semua selaput lender dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput lender
konjungtiva, hidung, farings, larings, esophagus, uretra, vulva, dan serviks. Kebanyakan
penderita menderita stomatitis aftosa sebelum di diagnosis pasti ditegakkan. Lesi dimulut
muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan mudah pecah dan mengakibatkan erosi
mukosa terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan
tenggorokan akan mengakibatkan timbulmya suara serak dan kesulitan menelan.4
Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit
terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit yang
terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal atau yang
7

eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis.
Cara mengetahui tanda tersebut ada dua yaitu dengan menekan dan menggeser kulit
diantara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas atau dengan menekan bula, maka
bula akan meluas karena cairan yang di dalamnya mengalami tekanan.1,4
Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri
pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan meninggalkan
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan parut.

Gambar 2. Stomatitis Aftosa


Gambar 3. Pemfigus Vulgaris

Gambar 4. Lesi oral pemfigus vulgaris

Gambar 5. Pemfigus vulgaris

D. Histopatologi

Pada gambaran histopatologik didapatkan bula Intraepidermal suprabasal dan selsel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan percobaan
Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya sel-sel akantolitik, tetapi
bukan diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan perubahan patologik ialah
perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat perusakan desmosom dan tonofilamen
sebagai peristiwa sekunder.1

Gambar 5.Histopatologi Pemfigus Vulgaris

E. Imunologi
Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi interselular tipe IgG dan
C3. Pada tes imunofloresensi tidak langsuog didapatkan (antibodi pemfigus tipe IgG). Tes
yang pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi positif pada
permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan tetap positif pada
waktu yang lama meskipun penyakitnya telah membaik.4,5,6
Antibodi pemfigus ini sangat spesifik untuk pemfigus. Kadar titernya umumnya
sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan
kortikosteroid.1,3
F. Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis PV diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang


lengkap. Lepuh dapt dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam
penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk
membuktikan adanya tanda Nikolski yang menunjukkan adanya PV. Untuk mencari tanda
ini, dokter akan dengan lembut menggosok daerah kulit normal di dekat daerah yang
melepuh dengan kapas atau jari. Jika memiliki PV, lapisan atas kulit akan cenderung
terkelupas. Tanda ini tampaknya adalah patognomonik karena hanya ditemukan pada
pemfigus dan Nekrolisis Epiderma Toksik.4,6
Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain :5
1. Biopsi Kulit dan patologi anatomi
Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa
di bawah mikroskop. Pasien yang akan di biopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih
baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah adanya
akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.5,6
2. Imunofloresensi
2.1 Imunofloresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan flouresens. Pemeriksaan
ini dinamakan direct immunoflourescence (DIF). DIF menunjukan deposit antibodi
imonureaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukan
IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.5
2.2 Imunofloresensi tidak langsung.2,3
Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini
ditegakkan jika pemeriksaan imunofloresensi langsung dinyatakan positif. Serum
penderita mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi
dengan pemeriksaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan sebagai
penderita PV.1,4,5
G. Diagnosis banding
Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid
bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan dewasa, keadaan umumnya
baik, keluhannya sangat gatal, ruam polimorf, dinding vesikel/bula tegang dan
berkelompok, dan mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terdapat
pada orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan
biasanya generalisata.5
10

Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemphigus vulgaris karena keadaan umumnya


baik, dinding bula tegang, letaknya disubepidermal, dan terdapat lgG linear.5
H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid
yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison
bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula
yang menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat.1,3
Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasi dengan
adjuvant yang kuat yaitu sitostatik. Efek samping kortikosteroid yang berat adalah atrofi
kelenjar adrenal bagian korteks, ulkus peptikum, dan osteoporosis yang dapat
menyebabkan fraktur kolumna vertebralis pars lumbalis. Tentang penggunaan sitostatik
sebagai ajuvan terdapat dua pendapat yaitu:6
1. Sejak semula diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid sistemik.
Maksudnya agar dosis kortikosteroid tidak terlampau tinggi sehingga efek
sampingnya lebih sedikit.
2. Sitostatik diberikan, bila :
-

Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurang memberi respons

Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum, diabetes mellitus,


katarak, dan osteoporosis

Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti yang
diharapkan.

Obat sitostatik untuk pemphigus adalah azatioprin, siklofosfamid, metrotreksat,


danmikofenolat mofetil.
Ajuvan lain yang dapat digunakan yaitu diaminodifenilsulfon (D.D.S). khasiat
D.D.S tidak sekuat sitostatik, namun efek sampingnya jauh lebih sedikit dan hasilnya
cukup baik.
2. Non medikamentosa

11

Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan
gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat
penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan
mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif
penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga
makan dan minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras,
dan renyah).4
I. Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita
dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan
elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.1
2. Pemfigus Eritematosa
A. Gejala Klinis
Keadaan umum penderita baik. Lesi mula-mula sedikit dan dapat berlangsung
berbulan-bulan, sering disertai remisi. Lesi kadang-kadang terdapat di mukosa. Kelainan
kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama dan krusta di muka
menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika.
Hubungannya dengan lupus eritematosus juga terlihat pada pemeriksaan imunofloresensi
langsung. Pada tes tersebut didapati antibodi di interseluler dan juga di membrana basalis.
Selain di muka, lesi juga terdapat di tempat-tempat tersebut selain kelainan yang telah
disebutkan juga terdapat bula yang kendur. Penyakit ini dapat berubah menjadi pemfigus
vulgaris atau foliaseus.6

Gambar 6. Pemfigus eritematous


B. Histopatologi
12

Gambaran histopatologiknya identik dengan pemfigus foliaseus. Pada lesi yang


lama, hiperkeratosis folikular, akantosis, dan diskeratosis stratum granulare tampak
prominen.6,7
C. Diagnosis banding
Selain dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa, penyakit ini mirip
lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Pada lupus eritematosus, kecuali eritema
dan skuama juga terdapat atrofi, telangiektasia, sedangkan skuamanya lekat dengan kulit.
Di samping itu terdapat sumbatan keratin dan biasanya tidak ada bula.7
D. Pengobatan
Pengobatannya dengan kortikosteroid seperti pada pemfigus vulgaris, hanya
dosisnya tidak setinggi seperti pada pengobatan pemfigus vulgaris. Kortikosteroid yang
paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi
bergantung pada berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari. Bila
perlu dapat ditambahkan ajuvan seperti pada pemfigus1,3
E. Prognosis
Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemfigus, karena itu prognosisnya
lebih baik daripada pemfigus vulgaris.1
3. Pemfigus Foliaseus
A. Definisi
Pemfigus foliaseus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik
dengan karakteristik ada lesi krusta.1,5,6
B. Gejala klinis
Umumnya terdapat pada orang dewasa, antara umur 40 - 50 tahun. Gejalanya
tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi temporer.
Penyakit mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit eksudatif,
kemudian memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang
berambut, muka, dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika. Kemudian
13

menjalar simetrik dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah
terdapatnya eritema yang menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula
yang berdinding kendur hanya sedikit, agak berbau. Lesi di mulut jarang terdapat.7

Gambar 7. Pemfigus foliaseus


C. Histopatologi
Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas di stratum granulosum. Kemudian
terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering subkorneal dengan akantolisis sebagai
dasar dan atap bula tersebut. 1,3

Gambar 8. Histopatologi pemfigus foeliaseus


D. Diagnosis banding

14

Karena terdapat eritema yang menyeluruh, penyakit ini mirip eritroderma.


Perbedaannya dengan eritroderma karena sebab lain, pada pemfigus foliaseus terdapat
bula dan tanda Nikolski positif. Kecuali itu pemeriksaan histopatologik juga berbeda.1,6,7
E. Pengobatan
Pengobatannya dengan kortikosteroid, kortikosteroid yang paling banyak
digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung
pada berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari. 1
F. Prognosis
Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus
yang lain. Penyakit akan berlangsung kronik.6,7
4. Pemfigus Vegetans
A. Definisi
Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.1
B. Klasifikasi
Terdapat 2 tipe ialah :1,3,4
1. Tipe Neumann
2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)
C. Gejala kinis
1. Tipe Neumann
Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali timbulnya pada usia lebih muda.
Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang lain.1
Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang kendur, menjadi
erosi dan kemudian menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah
intertrigo. Lesi oral hampir selalu ditemukan. Perjalanan penyakitnya lebih lama daripada
pemfigus vulgaris, dapat terjadi lebih akut, dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih
dominan dan dapat fatal. 7

15

Histopatologi Tipe Neumann


Lesi dini sama seperti pada pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul proliferasi
papil-papil ke atas, pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-abses
intraepidermal yang hampir seluruhnya berisi eosinofil. 7,8
2. Tipe Hallopeau
Perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi
primer ialah pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan
menutupi daerah yang luas di aksila dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat
gambaran yang khas ialah granulomatosis seperti beludru. 7
Histopatologi Tipe Hallopeau
Lesi permulaan sama dengan tipe Neumann, terdapat akantolisis suprabasal,
mengandung banyak eosinofil, dan terdapat hiperplasi epidermis dengan abses eosinofilik
pada lesi yang vegetatif. Pada keadaan lebih lanjut akan tampak papilomatosis dan
hiperkeratosis tanpa abses. 7

Gambar 9. Pemfigus Vagetans


D. Pengobatan
16

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid


yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison
bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. 7
E. Prognosis
Tipe hallopeau, prognosisnya lebih baik karena berkecenderungan sembuh. 8
B. PEMFIGOID BULOSA
1. Definisi
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang pada kulit, dan pada pemeriksaan
imunopatologik ditemukan C3(komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane
zone. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal
menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa mulut, tetapi memiliki angka morbiditas yang
tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama.
Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi
kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.1,5

2. Epidemiologi
Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun . Meskipun
demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak, dan laporan di sekitar awal tahun
1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi lebih luas) adalah tidak
akurat karena kemungkinan besar data tersebut memasukkan anak-anak dengan penanda IgA,
daripada IgG, di zona membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang
memiliki kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid Bulosa
diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.6
3. Etiologi

17

PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan dengan respon
humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen: antigenPB 180 (PB180, PBAG2 atau
tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230atau PBAG1.1,4
Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi
pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan
menghasilkan antibodi terhadap membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan
lapisan luar kulit (dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu
aktivitas inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit.4,5
4. Patogenesis
Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imunseluler dan
humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal.
Antigen P.B. merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi
oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z. (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis.
Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis, strukturnya
berbeda dengan desmosom. 5,6
Terdapat 2 jenis antigen P.B. ialah yang dengan berat molekul 230 kD disebut PBAgl
(P.B. /Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak
ditemukan daripada PB180.7
Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif
kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis
dan dermis.7
Autoantibodi pada PB terutama IgG1, kadang-kadang IgA yang menyertai IgG. Isotipe
IgG yang utama ialah IgG1 dan IgG4, yang melekat pada kompelemen hanya IgG1. Hampir 70%
penderita mempunyai autoantibodi terhadap B.M.Z dalam serum dengan kadar yang sesuai
dengan keaktivasi penyakit..7
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada pemfigus bulosa
terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan lamina densa. Terbentuknya bula
pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament dan hemidesmosom.
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibody terhadap antigen
Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik komplemen.
18

Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produkproduk sel menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor kemotaktik
eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan pemisahan
epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran basal pada lesi
Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2,
yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula
5. Diagnosa
1. Gambaran Klinis
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-bulosa,
tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai parah atau dalam
hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan
selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satusatunya tanda-tanda penyakit.
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit
normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat
papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang,
diameter 1 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari,
meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris,
dan dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut.
Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih
jarang, miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa
hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada
sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik. Penyakit
PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara sporadik, dapat
generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai,
walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis.

19

Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.4
Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula.
Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang
eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal
maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa
dan arciform.3
Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.3

Gambar 10. Pemfigoid bulosa

Gambar 11. Pemfigoid bulosa


6. Histopatologi

20

Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya celah di perbatasan
dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama adalah eosinophil.8
7. Imunologi
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita di
B.M.Z. (Basement Membrane Zone). 1
Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF) menunjukkan IgG dan biasanya juga C3,
deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan substansi intraseluler dari epidermis.4
8. Diagnosis banding
Penyakit ini dibedakan dengan 21pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis.
Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius,dengan bulla, dapat
bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membrane mukosa yang sering berakibat fatal kecuali
diterapi dengan agen imunosupresif. Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, dinding
bula kendur, generalisata, letak bula intraepidermal, sering menyerang mukosa mulut dan
terdapat IgG di stratum spinosum.9
Pada dermatitis herpetiformis, sangat gatal, ruam yang utama ialah vesikel berkelompok,
terdapat IgA tersusun granular. 1,3
9. Pengobatan
Pengobatan penyakit ini adalah dengan kortikosteroid. Dosis prednison 40-60 mg sehari.
Jika telah tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan-lahan. Sebagian besar kasus dapat
disembuhkan dengan kortikosteroid saja. 1,6
Jika dengan kortikosteroid belum tampak perbaikan dapat dipertimbangkan pemberian
sitostatik yang dikombinasikan dengan kortikosteroid. Cara dan dosis pemberian sitostatik sama
dengan pengobatan pemfigus. 1,8
Obat lain yang dapat digunakan ialah DDS dengan dosis 200-300 mg sehari, seperti pada
pengobatan dermatitis herpetiformis, bila sel infiltratnya lebih banyak neutrofil.
10. Prognosis
Kematian jarang dibandingkan dengan 21acrum21hi vulgaris, dapat terjadi remisi
spontan.1
21

C. DERMATITIS HERPETIFORMIS
1. Definisi
Dermatitis herpetiformis (D.H) adalah penyakit menahun dan residif, ruam bersifat
polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat
gatal.
Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah papulovesikel
pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi netrofil pada papilla dermis
disertai formasi vesikel pada epidermal-dermal junction, deposisi granular IgA pada papilla
dermis pada kulit normal di sekitar lesi, respon kulit tetapi bukan penyakit kulit akibat terapi
Dapson.1
2. Epidemiologi
Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi pada penduduk Eropa Utara. Jarang terjadi pada
penduduk Afrika-Amerika dan Asia. Berdasarkan studi di Finlandia (1978), tingkat prevalensi
DH adalah 10,4/100.000 orang dan insidensi per tahun adalah 1,3/100.000 orang. Onset penyakit
ini terjadi sekitar umur 40 tahun, tapi dapat terjadi pada umur 2-90 tahun. Anak-anak dan remaja
jarang mendapat penyakit ini. DH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Rasio pria :
wanita adalah 2:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan lakilaki. Dari 1979 sampai 1996, insidensi familial DH di Finlandia dipelajari secara prospektif. DH
didiagnosis pada 1018 pasien dan 10,5% pada satu atau lebih keturunan pertama.1
3.

Etiologi
Etiologinya belum diketahui pasti. Di antara penderita DH, 77%-87% memiliki antigen

HLA B8 dan 90% memiliki antigen HLA DW3. Antigen permukaan ini ditandai oleh gen yang
terikat dekat gen respon imun sehingga terdapat peningkatan respon imun terhadap berbagai
antigen termasuk self. DH merupakan akibat dari respon imun yang terlalu aktif terhadap
antigen yang ada secara alamiah.Petanda HLA ini dihubungkan dengan penyakit autoimun yang
yang lain dan merupakan petanda seorang pasien dengan respon imun berlebih terhadap
beberapa antigen dan dapat menjelaskan kompleks imun yang terjadi secara perlahan.5
Gluten, merupakan protein yang terdapat pada gandum, seperti sereal, memprovokasi
terjadinya DH. Iodin oral juga memperberat penyakit ini.3
4. Patogenesis
Pada D.H. tidak ditemukan antibodi IgA terhadap papil dermis yang bersirkulasi dalam

22

serum. Komplemen diaktifkan melalui jalur alternatif. Fraksi aktif C5a bersifat kemotaktik
terhadap neutrofil.
Sebagai antigen mungkin ialah gluten, dan masuknya antigen mungkin di usus halus, sel
efektornya ialah neutrofil. Selain gluten juga yodium dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan
eksaserbasi. Tentang hubungan kelainan di usus halus dan kelainan kulit belum jelas diketahui
5. Gejala klinis
D.H. mengenai anak dan dewasa. Perbandingan pria dan wanita 3:2, terbanyak pada umur
dekade ketiga. Mulainya penyakit biasanya perlahan-lahan, perjalanannya kronik dan residif
Biasaya berlangsung seumur hidup, remisi sponta terjadi pada 10 15% kasus.
Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat predileksinya ialah di
punggung, daerah sacrum, bokong, daerah ekstensor di lengan atas, sekitar siku, dan lutut. Ruam
berupa eritema, papulovesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan sistemik.
Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh karena itu disebut herpetiformis yang berarti
seperti herpes zoster Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinar atau sirsinar. Dinding vesikel
atau bula tegang.

Gambar 12. Dermatitis Herpetiformis

Gambar 13. Dermatitis herpetiformis


23

Kelainan intestinal
Pada lebih dari 90% kasus D.H didapati spectrum histopatologik yang menunjukan

enteropati sensitive terhadap gluten pada jejunum dan ileum. Kelainan yang didapat bervariasi
dari infitrat mononuclear ( limfosit dan sel plasma) di lamina propia dengan atrofi vili yang
minimal hingga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus disertai
steatore. Dengan diet bebas gluten kelainan tersebut akan membaik.
7. Histopatologi
Terdapat kumpulan neutrofil di papil dermal yang membentuk mikroabses neutrofilik.
Kemudian terbentuk edema papilar, celah subepidermal, dan vesikel multiokular dan
subepidermal. Terdapat pula eosinofil pada infiltrat dermal, juga di cairan vesikel.1

Gambar 13. Histopatologi dermatitis herpetiformis


8. Diagnosis banding
D.H. dibedakan dengan pemfigus vulgaris V (P.V.), pemfigoid bulosa, dan Chronic
Bulous Diseases of Childhood (C.B.D.C.).
Pada P.V. keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama ialah bula yang berdinding
kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak. Pada gambaran histopatologik terdapat
akantolisis, letak vesikel intraepidermal. Terdapat IgG di stratum spinosum.

24

P.B. berbeda dengan D.H. karena ruam yang utama ialah bula, tak begitu gatal, dan pada
pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di subepidermal.
C.B.D.C. terdapat pada anak, kelainan utama ialah bula, tak begitu gatal, eritema tidak
selalu ada, dan dapat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA yang linear.8,9
9. Pengobatan
Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini melibatkan
penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian dari diet pasien DH. Mungkin
diperlukan dua atau lebih tahun untuk deposit IgA bawah kulit untuk benar-benar jelas.1,5
Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh dimulai sebelum
ada

diagnosis

pasti

DH.

Memulai

diet

tanpa

pemeriksaan

lengkap

tidak

disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk mengkonfirmasi DH bisa negatif
jika seseorang berada di diet GF untuk jangka waktu tertentu. Untuk diagnosis yang valid, gluten
perlu dikonsumsi kembali oleh pasien selama beberapa minggu sebelum pemeriksaan lengkap.
DH adalah suatu penyakit keturunan autoimun sehingga konfirmasi DH akan membantu generasi
mendatang sadar akan risiko dalam keluarga.1,4
Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon). Pilihan
kedua yakni sulfapiridin.1
Dapsone
Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari. Jika ada perbaikan akan
tampak dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Efek
sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia. Kecuali
itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg sehari
umumnya tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb, jumlah
leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika klinis
menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan kontraindikasi karena
dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis diturunkan perlahan-lahan
setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari sekali, lalu menjadi seminggu
1x.1,3
Sulfapiridin

25

Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih banyak
dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan akan
menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air. Efek samping
hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan. Khasiatnya kurang dibandingkan
dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.9
Diet bebas gluten
Diet ini harus dilakukan secara ketat, perbaikan pada kulit tampak setelah beberapa
minggu. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditiadakan atau dosisnya dapat
dikurangi. Kelainan intestinal juga mengalami perbaikan juga mengalami perbaikan,
sedangkan dengan obat-obat kelainan ini tidak akan mengalami perbaikan
10 Prognosis
Sebagian besar penderita akan mengalami D.H. yang kronis dan residif.
D. CHRONIC BULLOUS DISEASE OF CHILDHOOD
1 . Definisi
Selain pemfigoid bulosa dan dermatitis hepetiformis rupanya ada bentuk peralihan antara
keduanya yang disebut dermatosis linear IgA. Umumnya penyakit ini terdapat pada anak dan
disebut C.B.D.
C.B.D.C. ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak usia kurang dari 5
tahun ditandai dengan adanya bula dan terdapatnya deposit IgA linear yang homogen pada
epidermal basement membrane.1,3
2. Etiologi
Belum diketahui pasti. Sebagai pencetus ialah infeksi dan antibiotik, yang sering ialah
penisilin.
3. Gejala klinis
Penyakit mulai pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun. Keadaan umum
tidak begitu gatal. Mulai penyakitnya mendadak dapat mengalami remisi dan eksaserbasi.
Kelainan kulit berupa vesikel atau bula, terutama bula, berdinding tegang di atas normal atau
eritematosa, cenderung bergerombol dan generalisata. Lesi tersebut sering tersusun anular
26

disebut cluster jewels configuration. Mukosa dapat dikenali. Umumnya tidak didapati enteropati
seperti pada dermatitis herpetiformis.4,5

Gambar 14. Chronic Bullous Disease of Childhood


4. Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding ialah dermatitis herpetiformis (D.H.) dan pemfigoid bulosa.
Pada D.H. penyakit berlangsung sehingga dewasa jarang pada umur sebelum 10 tahun. Lesi yang
utama ialah vesikel, sangat gatal dan didapati IgA berbentuk granular serta biasanya didapati
enteropati. Mulainya penyakit pada C.B.D.C. lebih mendadak daripada D.H., biasanya tidak
terdapat H.L.A.-B8. Mengenai pengobatan, pada D.H. memberi respons dengan sulfon,
sedangkan CBDC dapat memberi respon atau tidak sama sekali.1
C.B.D.C sukar dibedakan dengan pemfigoid bulosa, pada pemfigoid bulosa didapati IgG
linear pada taut dermo-epidermal dan IgG yang beredar.
5. Pengobatan
Biasanya memberi respons yang cepat (dengan sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin, A
dosisnya 150 mg per kg berat badan sehari. Dapat pula dengan DOS atau kortikosteroid atau
kombinasi. Diet bebas gluten seperti pada D.H. tidak perlu.

E.

PEMFIGOID SIKATRISIAL

1. Definisi
Pemfigoid sikatrisial (P.S.) ialah dermatosis autoimun bulosa kronik yang terutama
ditandai oleh adanya bula yang menjadi sikatriks terutama dimukosa mulut dan konjungtiva.9,10
2. Epidemiologi
Penyakit ini jarang ditemukan.
27

3. Gejala klinis
Keadaan umum penderita baik. Berbeda lengan pemfigoid bulosa, P.S. jarang mengalami
remisi. Kelainan mukosa yang tersering ialah mulut (90%), disusul oleh konjungtiva (66%),
dapat juga di mukosa lain, misalnya hidung, farings, tarings, esofagus, dan genitalia. Permulaan
penyakit mengenai mukosa bukal dan gingiva, palatum mole dan durum biasanya juga terkena,
kadang-kadang lidah, uvula, tonsil, dan bibir ikut terserang. Bula umumnya tegang, lesi biasanya
terlihat sebagai erosi. Lesi di mulut jarang meng-ganggu penderita makan.9,10
Simtom okular meliputi rasa terbakar, air mata yang berlebihan, fotofobia, dan sekret
yang mukoid. Kelainan mata ini dapat diikuti simblefaron, dan berakhir dengan kebutaan
disebabkan oleh kekeruhan kornea akibat kekeringan, pembentukan jaringan parut oleh trikiasis,
atau vaskularisasi epitel kornea.
Mukosa hidung dapat terkena dan dapat mengakibatkan obstruksi nasal. Jika farings
terkena, dapat terjadi pembentukan jaringan parut dan stenosis tarings. Esofagus jarang terkena,
pernah dilaporkan terjadinya adesi dan penyempitan yang memerlukan dilatasi. Lesi di vulva dan
penis biasanya berupa bula atau erosi, sehingga dapat mengganggu aktivitas seksual. Kelainan
kulit dapat ditemukan pada 10 -30% penderita, berupa bula tegang di daerah inguinal dan
ekstremitas, dapat pula generalisata. Jarang sekali timbul kelainan tanpa disertai lesi di membran
mukosa.10
5. Diagnosis banding
Pada permulaan perjalanan penyakit, P.S. dibedakan dengan pemfigus vulgaris, liken
planus oral, eritema multiforme, penyakit Behcet, dan ginggivitis deskuamativa. Bila terdapat
manifestasi alat lainnya, seperti kelainan mata, maka diagnosisnya tidak sulit. Pemeriksaan
imunofluoresensi dari lesi di mulut dapat menyokong diagnosis.1
6. Pengobatan
Hasil pengobatan penyakit ini kurang memuaskan. Kortikosteroid sistemik mungkin
merupakan obat terbaik, dengan prednison dosisnya 60 mg.Oleh karena terbentuk jaringan parut
dan sekuele lainnya, steroid sistemik untuk jangka waktu yang lama mungkin mempunyai alasan
yang tepat, meskipun ada efek sampingnya.Obat imunosupresif, termasuk metotreksat, siklofos-

28

famid, dan azatioprin pernah dicoba, hasiinya menguntungkan pada sebagian penderita, sedangkan pada sebagian penderita yang lain hanya memperiihatkan sedikit kemajuan.1
F. PEMFIGOID GESTATIONIS
1. Definisi
Pemfigoid getationis (P.G.), adalah dermatosis autoimun dengan ruam polimorf yang
berkelompok dan gatal, timbul pada masa kehamilan, dan masa pascapartus.1
2. Etiologi
Etiologinya ialah autoimun. Sering bergabung dengan penyakit autoimun yang lain,
misalnya penyakit Grave, vitiligo, dan alopesia areata.1,2
3 Epidemiologi
Hanya terdapat pada wanita pada masa subur. Insidensnya menurut Kolodny, 1 kasus per
10.000 kelahiran.
4 Gejala klinis
Gejala prodromal, kalau ada, berupa demam malese, mual, nyeri kepala, dan rasa panas
dingin silih berganti. Beberapa hari sebelum timbul erupsi dapat didahului dengan perasaan
sangat gatal seperti terbakar.1,3
Biasanya tertihat banyak papulo-vesikel yang sangat gatal dan berkelompok. Lesinya
polimorf terdiri atas eritema, edema, papul, dan bula tegang. Bentuk intermediate juga dapat
ditemukan, misalnya vesikel yang kecil, plakat mirip urtika, vesikel berkelompok, erosi. dan
krusta. Kasus yang berat menunjukkan semua unsur polimorf, tetapi terdapat pula kasus yang
ringan yang hanya terdiri atas beberapa papul eritematosa, plakat yang edematosa, disertai gatal
ringan.1
Tempat predileksi pada abdomen dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki
dapat pula mengenai seluruh tubuh dan tidak si metrik. Selaput lendir jarang sekali terkena.
Erupsi sering disertai edema di muka dan tungkai. Kalau melepuh pecah, maka lesi akan menjadi
lebih merah ; dan terdapat ekskoriasi dan krusta. Sering pula diikuti radang oleh kuman. Jika lesi
sembuh akan meninggalkan hiperpigmentasi, tetapi kalau ekskoriasinya dalam akan
29

meninggalkan jaringan parut. Kuku kaki dan tangan akan mengalami lekukan melintang sesuai
waktu terjadinya eksaserbasi. Kadang-kadang didapati leukositosis dan eosinofilia sampai 50%.1

Gambar 15. Pemfigoid Gestationis

Gambar 16. Pemfigoid gestationis


5. Pengobatan
Tujuan pengobatan ialah menekan terjadi nya bula dan mengurangi gatal yang timbul.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 - 40 mg per hari dalam dosis terbagi rata.
Takaran ini perlu dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan penyakit yang
meningkat pada waktu melahirkan dan haid, dan akan menurun pada waktu nifas.10
Dianjurkan untuk mengawasi dengan saksama bayi yang akan lahir dari ibu yang
memakai prednison dosis tinggi dalam jangka lama pada waktu hamil, karena obat tersebut dapat
menimbulkan kegagalan adrenal pada neonatus.
6. Prognosis
Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran
mati dan kurang umur akan meningkat.

30

Jika penyakit timbul pada masa akhir kehamilan maka akan lama sembuh dan seringkali
timbul pada kehamilan berikutnya

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiryadi, Benny E., Dermatosis Vesikobulosa., Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005.
2. Hall JC, ed. sauers Manual of skin Disease. 8th edition. Lippincott Williams &
Wilkins.2000;232-36
3. Siregar. S.R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004; 204-08.
4. Wojnarowska F et al. Immunobulosa disease. Burn T et al, ed. Rookstextbook of
dermatology. 7th edition. Australia : Blackwell publication ; 2004;2033-91.
31

5. Hert M, ed. Autoimmune disease of the skin : pathogenesis,diagnosis,management. 2nd


revised edition.Austria : Springer-verlag Wien; 2005;60-79.
6. James WD, Berger TG, Elston DM,eds. Andrews Disease of the Skin Clinical Symptoms.
10th ed. Phildelphia.Saunders Elsevier;2006;581-93.
7. Amagai M. Pemfigus. In:Bolognia JL,Jorizzo JL,Rapini RP (eds). Dermatology.
Spain:Elsevier.2008;5;417-29.
8. Brown, Robin Graham, Tony Burns. Dermatologi Lectures Notes. Edisi Kedelapan.
Erlangga Medical Series.2002;144-46.
9. Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. J L Jorizzo, J L Rapini, R P.
Dermatology, vol 1 2nd Edition by Mosby.
10. MacKie M. R. Clinical Dermatology. 4th Edition. Oxford medical publications;1997. P.
233-235.

32

Anda mungkin juga menyukai