PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya
otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3
tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1
episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3
kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia
10 tahun ( Abidin, 2009. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6
tahun
Mengingat masih tingginya angka otitis media pada anak-anak, maka diagnosis dini
yang tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian
komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronis.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan khusus
: Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMA dan OMK seperti
pengertian,etiologi,patofisiologi dan lain-lain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya
pendengaran, tinitus dan vertigo.
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti
peradangan dari telinga tengah.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. ( Soepardi, iskandar ,1990)
Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (Mediastore,2009 )
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas
pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta
migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel
goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu:
OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif .
OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe
ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak
teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi,
teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi
akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan
mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam
dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
2. Telinga tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan
kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.
Membran timpani berfungsi untuk menyalurkan suara secara mekanik kemudian diteruskan
ke tulang osikuli. Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi
osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan
dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah
mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga
tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Jendela oval berfungsi untuk
merubah intensitas bunyi, karena kerapatan medium antara udara dan cairan berbeda. Bagian
dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat
memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus
jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari
dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
3. Telinga dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII
(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu
sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea
berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran
spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam
lulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, Labirin membranosa terendam dalam
cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan cerebrospinal
dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus,
akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ Corti. Labirin membranosa
memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat
antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi
bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan
telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa.
Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus
kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel
rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak
oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis
(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut dan asupan
darah ke batang otak.
2.3 Etiologi
2.3.1 Otitis Media Akut
Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas
(common cold). Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun bakteri. Virus
atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau
kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya
penyumbatan pada sinus atau tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba
eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi
jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( rhinitis alergika).
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus
peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
2.3.2 Otitis Media Kronis
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut
penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau
akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat
kimia. Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara lain:
Streptococcus.
Stapilococcus.
Diplococcus pneumonie.
Hemopilus influens.
Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Penyebab OMK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem selsel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan/ atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora
tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan
negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap
pada OMK adalah Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang
mengurangi penutupan spontan pada perforasi. Beberapa perforasi yang besar mengalami
penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel
skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran
timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1 Otitis Media Akut
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan
membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat
berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau
dua kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang
dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan
berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna
putih mengkilat. Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya
kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media
nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada
koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatom.
Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:
1. Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media kronis
bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau karena telinga
kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya adalah bakteri. Dari
telinga keluar nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan
terbentuk pertumbuhan menonjol yang disebut polip, yang berasal dari telinga tengah dan
melalui lubang pada gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi
yang menetap juga bisa menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulangtulang kecil di telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam)
sehingga terjadi tuli konduktif.
2. Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli
konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Otitis Media Akut
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
2.6 Patoflow
Infeksi bakteri
Proses peradangan
Peningkatan produksi
Cairan serosa
Nyeri
Tekanan udara
telinga tengah(-)
Akumulasi cairan
Retraksi membrane
timpani
terjadi erosi
tekanan mastoiddektomi
pd kanalis semisirkularis
Gangguan persepsi
Sensori : pendengaran
Resiko injury
Resiko infeksi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop.
Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap cairan yang
keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya
penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga. Tes Audiometri dilakukan untuk
mengetahui pendengaran menurun. X ray terhadap kolesteatoma dan kekaburan mastoid.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Otitis Media Akut
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.
1.
Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun
atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah
terjadi mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Observasi
dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau
ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi
dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia
Diagnosis pasti
Diagnosis meragukan
< 6 bln
Antibiotik
Antibiotik
6 bln 2 th
Antibiotik
2 thn
Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau
demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas
dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar
anak adalah amoxicillin. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician)
menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80
mg/kg berat badan hari untuk anak dengan risiko tinggi.
Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat
sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir. WHO
menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg. AAP
menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan meningkatnya
persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika Serikat. Sampai
saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang
bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten
terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24
jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika
pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan
yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik
lini kedua. Misalnya: Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan
disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian
dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillinclavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam
14 hari.
Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti
cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin
Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.
Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan
amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga
azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat
membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di
tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan
ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini
kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia
di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran
pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu
kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu
pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian
antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi
bakteri
b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri
Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia). Analgesia yang
umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau ibuprofen.
Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa
anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat
memperparah iritasi saluran cerna.
c. Obat lain
Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak
memberikan manfaat bagi anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan. Myringotomy (myringotomy:
melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga
hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada
komplikasi.
Cairan yang keluar harus dikultur. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah
berulangnya OMA tidak memiliki bukti yang cukup.
2.8.2 Otitis Media Kronis
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan
haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahanperubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan
operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.
1. OMK BENIGNA
a. OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
b. OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
Toilet telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan
kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain
dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif
dan gentamisin kerjanya sedang dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison,
bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila
diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali
Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (
Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung
aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik
terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus,
Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :
1. Stafilokokus, koagulase positif, 99%
2. Stafilokokus, koagulase positif, 95%
3. Stafilokokus group A, 100%
4. E. Koli, 96%
5. Proteus sp, 60%
6. Proteus mirabilis, 90%
7. Klebsiella, 92%
8. Enterobakter, 93%
9. Pseudomonas, 5%
10. Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin
dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk
metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol)
pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 24 minggu1.
2. OMK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada
tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan
agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang
paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada
OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma.
2. 9 Komplikasi
2.9.1 Otitis Media Akut
Komplikasi yang serius adalah:
2.
3.
4.
5.
2.10 Prognosis
2.10.1 Otitis Media Akut
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik
yang tepat dan dosis yang cukup ).
2.10.2 Otitis Media Kronik
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi
sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus
eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab
dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik.
2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood )
: Nadi meningkat
B3 (Brain)
refleks kejut
B5 (Bowel)
: Nausea vomiting
B6 (Bone)
: Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktivitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes audiometri : pendengaran menurun
b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
- Tes suara bisikan, tes garputala
DX
DX 1
INTERVENSI
1. Ajarkan
klien
untuk
1.
mengalihkan suasana dengan
melakukan metode relaksasi saat
nyeri yang teramat sangat
2.
muncul,
relaksasi
seperti
menarik napas panjang
2. Kompres dingin di sekitar area
3.
telinga
3. Atur posisi klien.
4.
4. Untuk
kolaborasi,
beri
aspirin/analgesik
sesuai
instruksi, beri sedatif sesuai
indikasi
RASIONAL
Metode pengalihan suasana dengan
melakukan relaksasi bisa mengurangi
nyeri yang diderita klien.
Kompres dingin bertujuan mengurangi
nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh
rasa dingin di sekitar area telinga
Posisi yang sesuai akan membuat klien
merasa nyaman.
Analgesik merupakan pereda nyeri
yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam
2. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran
Tujuan : Persepsi / sensoris baik
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai
pada tingkat fungsional
Intervensi keperawatan :
No
DX
Intervensi
Rasional
ujuan
Keefektifan
alat
pendengaran
tergantung pada tipe gangguan /
ketulian,
pemakaian
serta
perawatannya yang tepat.
Apabila penyebab pokok ketulian tidak
progresif, maka pendengaran yang
tersisa sensitif terhadap trauma dan
infeksi sehingga harus dilindungi
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga
atau
terhadap
masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen
Penghentian terapi antibiotika sebelum
waktunya
dapat
menyebabkan
organisme sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan berlanjut
3. 3. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan graft, trauma bedah terhadap jaringan.
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat hilang atau
teratasi
Kriteria Hasil : a. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No
DX
Intervensi
Rasional
3. Mencegah infeksi
3.4
1.
2.
3.
4.
No
DX
Intervensi
1. Pegangi anak atau dudukkan anak di
1.
pangkuan saat makan
2.
2. Pasang restraint pada sisi tempat tidur
3.
3. Jaga anak saat beraktivitas
4.
4. Tempatkan perabot teratur
Implementasi
rasa nyeri yang di rasakan klien berkurang
persepsi sensori klien kembali membaik
resiko infeksi yang di rasakan klien berkurang
tidak terjadi nya resiko injuri atau perlukaan
Rasional
meminimalkan anak agar tidak jatuh.
meminimalkan agar anak tidak jatuh.
meminimalkan agar anak tidak jatuh
meminimalkan
terluka
agar
anak
tidak
3.5 Evaluasi
1. DX 1 : S : klien mengatakan nyeri berkurang
O : klien tampak tidak merasakan nyeri kembali
A : intervensi tercapai
P : tindakan di pertahan kan
2. DX 2 : S : klien mengatakan mengalami peningkatan pendengaran
O : klien tampak kembali mendengar
A : intervensi tercapai
P : tindakan di pertahan kan
3. DX 3 : S : klien mengatakan tidak terdapat infeksi
O : klien tampak tidak terjadi infeksi
A : intervensi tercapai
P : tindakan di pertahan kan
4. DX 4 : S : klien mengatakan tidak terjadi perlukaan
O : klien tampak tidak terjadi luka
A : intervensi tercapai
P : tindakan di pertahan kan
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Otitis Media Akut
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga
tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan
sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga
dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam
tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel
(bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.Dan yang
paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.
2.3.2
kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan
keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media
berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi
tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar
masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk
pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang
cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti
dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi
atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus
dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga
tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal.
Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke
telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus
keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang,
kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada
saluran napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan
secret yang mukoid atau mukopurulen.