Oleh :
TETI DYNAILA PUTERI, S.Farm, Apt
1021213002
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
2012
RINGKASAN
Telah dilakukan analisa efektifitas biaya pengunaan antibiotik pada pasien pneumonia komuniti
yang dirawai di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni
sampai Desember 2011.
Tujuan penelitian adalah menentukan kombinasi antibiotik yang paling cost effective yang
digunakan pada pneumonia komuniti yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M.
Djamil. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dan dianalisa secara deskriptif. Data diambil
dari pasien rawat inap pneumonia komuniti dan mendapatkan terapi antibiotik. Komponen biaya
yang dikumpulkan meliputi biaya antibitok, biaya tindakan, biaya penunjang, biaya rawat inap
dan biaya administrasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap biaya penggunaan antibiotik, kombinasi antibiotik
amoksisilin-gentamisin (Rp 9.448) lebih cost effective daripada amoksisilin-kloramfenikol (Rp
17.669). Terhadap total biaya perawatan, kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin (Rp
256.787) lebih cost effective daripada amoksisilin-kloramfenikol (Rp 309.445). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin lebih cost effective daripada
amoksisilin-kloramfenikol baik ditinjau dari biaya pengunaan antibiotik maupun total biaya
perawatan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Januari 1988 di Dumai, sebagai anak pertama dari
ayah Darman dan ibu Syafni. Penulis menamatkan SD pada tahun 1998, SMP tahun 2001 dan
SMA pada tahun 2004 di Pekanbaru. Penulis memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Andalas Padang tahun 2008.
Sejak tahun 2010 sampai sekarang memperoleh kesempatan meneruskan pendidikan
pada Program Pascasarjana Universitas Andalas di Padang
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sampai saat ini antibiotik tetap menjadi salah satu kategori biaya yang signifikan
dalam anggaran farmasi di rumah sakit karena biaya antibiotik telah menyerap sebagian besar
dari seluruh anggaran rumah sakit. Selain itu penggunaan antibiotik yang tidak rasional telah
menjadi rahasia umum yang sangat meresahkan. Dampak buruk penggunaan antibiotik yang
tidak rasional adalah munculnya resistensi bakteri terhadap antibiotik sehingga perawatan pasien
jadi lebih lama, biaya pengobatan menjadi lebih mahal dan bagi rumah sakit akan menurunkan
kualitas pelayanan rumah sakit bersangkutan (Kerr 1993; Goodman, 2006).
Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit pneumonia karena respon
imunitas mereka belum berkembang dengan baik (Price, 2002). Menurut WHO, pada tahun 2006
pneumonia merupakan penyebab utama kematian anak usia dibawah 5 tahun yaitu 19% atau 1,8
juta balita meninggal setiap tahunnya karena pneumonia. Di negara berkembang, lebih dari 150
juta kasus pneumonia terjadi setiap tahun pada balita yaitu sekitar 95% dari seluruh kasus baru
pneumonia di dunia dan Indonesia menduduki peringkat keenam jumlah penderita terbanyak
(Anonim, 2006). Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu
menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan langsung beberapa
penyebab infeksi. Tanpa disadari pengunaan antibiotik spektrum luas tidak terkendali dan
potensi terjadinya resistensi (Widjojo, 2008).
Analisa farmakoekonomi merupakan analisa untuk pengambilan keputusan pemilihan
antibiotik yang akan dimasukkan dalam standar terapi dan formularium rumah sakit serta
mengevaluasi dampak ekonomi penggunaannya. Farmakoekonomi memperhitungkan semua
jenis hasil terkait dengan penggunaan antibiotik, seperti keberhasilan pengobatan atau kegagalan,
efek samping, resistensi antibiotik dan biaya dari semua sumber daya yang digunakan, seperti
layanan profesional, rumah sakit, tes laboratorium, kunjungan dokter, obat-obatan, pemantauan
indeks hematologis dan biokimia (Kerr, 1993; Goldman, 2007).
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemilihan antibiotik pada penyakit
pneumomia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil telah efektif baik secara
farmakoterapi dan farmakoekonomi. Hasil yang didapat berupa gambaran pengunaan antibiotik,
perhitungan seluruh komponen biaya pengobatan serta besar efektifitas biayanya. Hasil ini
diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penyusunan standar terapi penggunaan
antibiotik di rumah sakit.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk pertimbangan pengambilan keputusan pemilihan
antibiotik yang akan dimasukkan dalam formularium dan standar terapi penyakit pneumonia di
instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Farmakoekonomi
Farmakoekonomi awalnya didefinisikan sebagai deskripsi dan analisa dari biaya
terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian
tentang proses identifikasi, pengukuran dan pembandingan biaya, resiko dan keuntungan dari
suatu program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik (Vogenberg, 2001).
Farmakoekonomi merupakan penggabungan dari 2 disiplin ilmu yaitu ilmu ekonomi
kesehatan
dan
farmasi
klinis.
Farmakoekonomi
merangkum
aspek
ekonomi
yaitu
enghasilkan produk
sumber daya, khususnya untuk negara yang memiliki pembayaran yang besar untuk obat-obat
yang beredar. Farmakoekonomi dapat membantu kita membandingkan obat yang berbeda untuk
pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan yang
berbeda pada kondisi yang berbeda. Sehingga pemerintah dapat mengalokasikan dana dan
sumber daya untuk obat-obat yang benar-benar efektif (Vogenberg, 2001).
life gained. Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran
Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukan tambahan biaya terhadap pilihan
yang lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika
biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Drummond, 1999;
Schulman, 2000)
2.1.3.4 Cost Utility Analysis (Analisa Kegunaan Biaya)
Analisa kegunaan biaya adalah tipe analisis untuk menghitung biaya per kegunaan yaitu
dengan mengukur ratio untuk membandingkan di antara beberapa program. Seperti analisa
efektifitas biaya, analisa kegunaan biaya membandingkan biaya terhadap program kesehatan
yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan
kesehatan. Dalam analisa kegunaan, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian
kualitas hidup (Quality Adjusted Life Years, QALYs) dan hasilnya ditunjukan dengan biaya per
penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi ke dalam nilai
QALYs, sebagai contoh jika pasien benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1
(satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk menggambarkan pengaruhnya
terhadap kualitas hidup. Kekurangan analisa ini bergantung pada penentuan angka (QALYs)
pada status tingkat kesehatan pasien (Tjiptoherijanto, 1994; Walley, 2004).
2.2
Pneumonia
turunnya dada sebelah kanan pada saat pernafasan (Price, 2002; Hisyam, 2003). Ada banyak
mikroorganisme penyebab pneumonia seperti bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur.
Pneumonia didiagnosa berdasarkan tanda klinis, gejala serta hasil pemeriksaan
laboratorium, mikrobiologis dan evaluasi foto X-ray dada. Gambaran adanya infiltrat dari foto
X-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya leukositosis. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilakukan dengan
memeriksa
kultur sputum, juga bisa dengan kultur darah khususnya pada pasien dengan
pneumonia yang fulminant. Pemeriksaan gas darah arteri dapat digunakan untuk menentukan
keparahan pneumonia dan parameter penentuan keputusan apakah perlu dirawat atau tidak di
Intensive Care Unit (ICU) (Anonim, 2005).
2.2.3. Jenis Pneumonia
Secara klinis ditinjau dari patogen maka pneumonia dibagi menjadi 3 macam yang
berbeda penatalaksanaannya antara lain :
a. Pneumonia Komuniti (Community Acquired Pneumonia)
Pneumonia komuniti adalah suatu penyakit yang didapat di luar rumah sakit atau
didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang tidak tinggal dalam
fasilitas perawatan selama 14 hari atau lebih (Tierney, 2002).
Etiologi Pneumonia komuniti adalah coccus gram positif seperti pneumococcus dan
staphylococcus, basil gram negatif seperti Haemophilus influenzae, bakteri anaerob dan virus.
Pada anak-anak patogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae selain bakteri pada pasien dewasa.
b. Pneumonia Nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)
Pneumonia nosokomial sering terjadi pada pasien yang berada dalam perawatan
rumah sakit lebih dari 48 jam atau 72 jam dan tidak sedang mengalami inkubasi suatu infeksi
saat masuk rumah sakit. Organisme penyebab pneumonianosokomial antara lain Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aeruginosa, enterobakter, Klebsiella pneumonia dan Escherichia
coli (Tierney, 2002).
c. Pneumonia pada Immunocompromised Host
Pneumonia pada immunocompromised host terjadi pada pasien immunocompromised
yang disebabkan oleh bakteri, mikobakteria, jamur, protozoa, cacing dan virus. Ada dua tanda
klinis untuk diagnosis pneumonia ini yaitu tingkat imunitas pasien dan penyebab pneumonia
(Tierney, 2002).
Selain itu, menurut Depkes RI juga terdapat jenis pneumonia aspirasi. Pneumonia
aspirasi diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa
didapat pada pasien dengan status mental terdepresi dan pasien dengan gangguan refleks
menelan. Patogen yang menginfeksi pada community acquired aspiration pneumonia disebabkan
kombinasi flora mulut dan flora saluran nafas atas yaitu streptococci anaerob. Bakteri yang
sering menginfeksi biasanya dari campuran bakteri gram negatif batang, Staphylococcus aureus
dan streptococci anaerob (Anonim, 2005)
2.4
Penatalaksanaan Pneumonia
Prinsip terapi pneumonia sama dengan penatalaksanaan infeksi yang disebabkan
bakteri. Awal terapi dimana mikroorganisme belum diketahui dilakukan secara empiris dengan
antibiotik spektrum luas hingga penyebab diketahui. Bila hasil kultur kuman patogen telah
dipastikan, secepat mungkin terapi diganti dengan antibiotik yang lebih spesifik. Tujuan
pengobatan pneumonia adalah penyembuhan secara klinis, menurunkan morbiditas dengan
tetap waspada timbulnya toksisitas antara lain pada fungsi hati, jantung, ginjal dan organ lainnya
(Anonim, 2005; Wells, 2006).
Tabel 1. Antibiotik Pada Terapi Pneumonia (Anonim, 2005)
Kondisi Kini
Sebelumnya
sehat
Patogen
Pneumococcus
Mycoplasma
Pneumoniea
Komorbiditas S. pneumoniae
Haemophilus
influenzae, Moraxella
cattarrhalis,
Mycoplasma,
Chlamydia, Chlamydia
pneumoniae
dan
Legionella
Aspirasi
Anaerob mulut
Terapi
Eritromisin
Klaritromisin
Azitromisin
Sefuroksim
Sefotaksim
Seftriakson
Ampi/Amox
Dosis
Dosis
Pediatrik
Dewasa
(mg/kg/hari)
(/hari)
30-50 hari-1, 1-2 gr
dilanjutkan 5 0,5-1 gr
selama 4 hari
50-75
1-2 gr
100-200
2-6 gr
Community
Hospital
Nosokomial
Pneumonia
Ringan
Onset<5,
Resiko
rendah
Pneumonia
Berat
Onset<5,
Resiko tinggi
Klindamisin
8-20
Anaerob
mulut
S. Klindamisin+Aminogl s.d.a
aureus, gram (-) enterik ikosida
1,2-1,8 gr
s.d.a
K. pneumoniae
P.
aeruginosa,
Enterobacter spp. S.
aureus
s.d.a
s.d.a
s.d.a
100-200
200-300
-
s.d.a
s.d.a
s.d.a
4-8 gr
12 gr
0,4gr
0,5-0,7gr
7,5
150
100-150
4-6 mg/kg
0,5-1,5gr
2-6gr
2-4gr
Sefuroksim
Sefotaksim
Seftriakson
Ampicilin-Sulbaktam
Tikarcilin-Klav
Galifloksacin
Levofloksacin
Klinda+Azitro
K. pneumoniae
Gentamicin/Tabramici
P.
aeruginosa, n atau siprofloksasin)
Enterbacter spp. S. Ceftazidime
atau
aureus
Cefepime
atau
Tikarcilin-Klav
Meropenem/Aztreona
m
Dalam penetapan dosis dan interval pemberian pada anak yang paling benar adalah
berdasarkan berat badan. Pengobatan empiris pneumonia pada anak mengacu pada Tabel 2.
Umur
Mikroorganisme Patogen
Terapi
1.
1 bulan
Ampisillin-sulbactam
Sefalosporin
Karbapenem
2.
1-3 bulan
Ribavirin
Makrolida-azalide, trimetoprimsulfametoksazol
Ribavirin
Pneumococcuss, S. aureus
Semisintesis
penisilin/Sefalosporin
3.
3bulan -
Haemophilus influenzae
6tahun
Pneumococcuss,
RSV, Adenovirus, Parainfluenza
Amoksisilin/Sefalosporin
Ampisilin-sulbaktam
Amoksisilin-klavulanat
Ribavirin
4.
> 6 tahun
Pneumococcus, Mycoplasma
Pneumoniae, adenovirus
Macrolida/Azalide
Sefalosporin, amoksisilinklavulanat
Berikut ini adalah dosis, interval dan biaya obat oral pada terapi pengobatan
pneumonia yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Dosis dan Biaya Beberapa Obat Oral pada Pengobatan Pneumonia (Abramowicz, 2005)
No.
Jenis Obat
1.
Sefalosporin
2.
3.
Biaya ($)
Cefaclor
Cefrozil
15 mg/kg BB q12h
234,88
Cefuroksil
253,36
66,78
Makrolida
Azitromisin
Klaritromisisn
Eritromisin
12,32
Amoksisilin
13,86
Amoksisilin-
166,32
43,32
114,80
Penisilin
klavulanat
4.
Linezolid
10 mg/kg BB q8h
1587,04
terikat dengan protein plasma dan kadar serum puncak dicapai setelah 1 1,5 jam. Waktu t
dicapai bervariasi setelah 1-2 jam dan dilaporkan waktu ini diperpanjang pada neonatus,
pediatrik dan gangguan ginjal. Amoksislin diekresikan melalui urin. Penggunaan obat pada
neonatus dan bayi prematur harus diwaspadai karenaginjal yang masih immatur.
2). Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik dengan aktifitas spektrum luas
terhadap mikroorganisme gram negatif dan positif. Kloramfenikol tidak aktif terhadap jamur,
ragi, virus, protozoa dan Pseudomonas (Bindler, 2007). Mekanisme kerja kloramfenikol adalah
menghambat sintesa protein ribosom dengan mengikat pada 50S subunit ribosom sehingga
menghambat pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol digunakan pada anak untuk indikasi
infeksi berat yang melibatkan Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus
pneumoniae, Chlamydia dan Salmonella Typhi
(Sweetman, 2007).
Pada
penelitian ini
kloramfenikol yan digunakan adalah sediaan injeksi yang mengandung bentuk natrium suksinat
yang akan dihidrolisis di hati, paru, ginjal dan plasma. Kemudian didistribusikan secara luas ke
jaringan dan cairan tubuh. Sekitas 60 % kloramfenikol terikat dengan protein plasma. Waktu
paruh dilaporkan bervariasi antara 1,5-4 jam.
3). Gentamisin
Gentamisin merupakan antibiotik bakterisidal golongan aminoglikosida yang aktif
terhadap mikroorganisme gram negatif aerob dan gram positif. Beberapa bakteri gram negatif
antara
lain
Brucella,
Calymmatobacterium,
Campylobacter,
Citrobacter,
Escherichia,
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama lebih kurang 6 bulan dari bulan Juni sampai bulan
Desember 2011 di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang.
3.2.
Metodologi Penelitian
kefarmasian dan
catatan pembayaran rawat inap pasien di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil
Padang.
3.2.3
Kriteria Inklusi
a) Pasien pneumonia komuniti yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP
DR. M. Djamil Padang pada periode bulan Juni - Desember 2011.
b) Pasien pneumonia komuniti tanpa penyakit penyerta
c) Pasien pneumonia komuniti yang diberi terapi antibiotik
Pengambilan Data
I.
Pengambilan data dilakukan dengan penelurusan data rekam medik dan instalasi
farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Data yang diambil meliputi :
a) Data karakteristik pasien meliputi nomor rekam medik, jenis kelamin, umur,
status gizi dan kejadian anemia.
b) Data klinis pasien meliputi diagnosa utama, lama rawat inap dan follow up pasien.
c) Data penggunaan obat meliputi jenis, dosis, interval, pemberian dan cara
pemberian
d) Data mengenai biaya secara keseluruhan meliputi biaya antibiotik, obat lain,
tindakan, rawat inap, penunjang dan administrasi
II. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara statistik hingga didapat hasil
analisa efektifitas biaya penggunaan antibiotik dan total biaya perawatan.
III. Hasil pengolahan data kemudian dibahas secara farmakoekonomi.
IV. Pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data
3.2.6.2
Analisa Data
10 hari (Menendez,
2003)
3.2.6.2.2 Mengidentifikasian Gambaran Penggunaan Antibiotik
Parameter yang diamati dalam pengidentifikasian gambaran penggunaan antibiotik
antara lain :
a. Jenis antibiotik yang diberikan
b. Dosis dan interval pemberian
c. Cara pemberian
d. Efek samping yang muncul
3.2.6.2.3 Perhitungan Biaya
Semua biaya yang tercatat pada lembar pembayaran rawat inap pasien dicacat
kemudian dihitung jumlah keseluruhannya. Biaya-biaya tersebut meliputi :
a) Biaya antibitok
b) Biaya tindakan
e) Biaya administrasi
c) Biaya penunjang
Keterangan :
C0 = Biaya penggunaan antibiotik standar (Amoksisilin-kloramfenikol)
C1 = Biaya penggunaan antibiotik 1 (Amoksisilin-gentamisin)
E0 = Efektifitas penggunaan antibiotik standar Amoksisilin-kloramfenikol)
E1 = Efektifitas penggunaan antibiotik 1 (Amoksisilin-gentamisin)
Selain terhadap biaya penggunaan antibiotik, ACER dan ICER juga dilakukan
terhadap total biaya perawatan.
Hasil
Pengumpulan data dilakukan secara prospektif selama lebih kurang 6 bulan dari Juni
sampai Desember 2011 di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. Pada
pengolahan data selanjutnya, hanya sebanyak 29 pasien pediaktrik dengan diagnosa pneumonia
komuniti yang termasuk kriteria inklusi. Data hasil penelitian ini kemudian diolah dengan analisa
efektifitas biaya sehingga didapatkan kelompok antibiotik yang paling Cost-effective. Adapun
hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut :
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian
1.
Gambar 1. Persentase pola penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia yang dirawat di
instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
2.
inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni sampai Desember 2011 ditinjau
dari jenis kelamin hampir sama yaitu 48,27 % pasien laki-laki dan 51,71 % pasien perempuan.
Gambar 2. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang berdasarkan jenis kelamin
3.
3 tahun dengan
Gambar 3. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang berdasarkan umur
4.
Hasil Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Gizi dan Kejadian Anemia
Terdapat 3 kategori status pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak
RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni sampai Desember 2011 yaitu baik, kurang dan
buruk.
Gambar 4. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang berdasarkan status gizi
Selain dari status gizi, kejadian anemia ditemukan cukup tinggi pada pasien
pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang yaitu sebesar 28 %
dari total seluruh pasien (Lampiran 6, Tabel 25 ).
Gambar 5. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang berdasarkan kejadian anemia
2.2.2.1.1.
IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kategori
efektif yaitu dengan lama rawat inap
10 hari (Menendez, 2003). Data distribusi lama rawat inap ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 4. Data distribusi lama rawat inap pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap
IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
Lama Rawat
Jumlah Pasien
Persentase
Amoksisilin-
Amoksisilin-
Kloramfenikol
Gentamisin
9 hari
15
12
93,10
10 hari
6,89
Pasien (hari)
Total (%)
mengandung bentuk natrium suksinat yang akan dihidrolisis di hati, paru, ginjal dan plasma.
Kemudian didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh. Sekitas 60 % kloramfenikol
terikat dengan protein plasma. Waktu paruh dilaporkan bervariasi antara 1,5-4 jam.
3). Gentamisin
Gentamisin merupakan antibiotik bakterisidal golongan aminoglikosida yang aktif
terhadap mikroorganisme gram negatif aerob dan gram positif. Beberapa bakteri gram negatif
antara
lain
Brucella,
Calymmatobacterium,
Campylobacter,
Citrobacter,
Escherichia,
instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dapat dilihat pada Lampiran 7
Tabel 26 dan Tabel 27.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa dosis dan interval pemberian antibiotik
amoksisilin dan kloramfenikol telah sesuai dengan literatur. Jika diperlukan dosis lazim yang
terdapat pada tabel dapat diberikan dua kali lipat misalnya untuk infeksi yang lebih serius.
Pengurangan interval dosis antibiotik terjadi pada perhitungan gentamisin yaitu interval dikurang
dari 3 kali sehari menjadi 2 kali sehari. Dosis lazim yang dicantumkan pada tabel ditujukan
untuk anak-anak dengan range umur yang cukup luas yaitu 1 bulan hingga 12 tahun (Bindler,
2007; Sweetman 2007).
4.1.2.3. Cara Pemberian
Amoksisilin, kloramfenikol dan gentamisin pada seluruh pasien diberikan secara
parenteral. Hal ini bertujuan agar obat dapat cepat bekerja dan berefek sehingga dibutuhkan
pemberian obat yang mempunyai onset cepat menuju sistem sistemik. Kekurangan rute ini
adalah suntikan dari beberapa obat menyebabkan homolisis atau reaksi yang tidak diinginkan
pada daerah sekitar tempat suntikan.
4.1.2.4. Efek Samping
Pada penelitian ini pengamatan dilakukan pada efek yang dapat dinilai langsung,
bukan terhadap efek samping yang pengamatannya harus mengunakan alat atau pemeriksaan
laboratorium seperti kejadian hipersensitifitas, diare, mual dan muntah. Hasil yang didapat yaitu
tidak terdapat kejadian efek samping tersebut.
4.1.3. Perhitungan Biaya
4.1.3.1.
Biaya Antibiotik
Biaya pengunaan antibiotik didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh pasien
pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang untuk
pembelian antibiotik. Biaya antibiotik didapat dari catatan penggunaan antibiotik pada rekam
medik pasien kemudian dihitung biaya totalnya sesuai dengan harga antibiotik yang tercantum
dalam buku tarif pelayanan tahun 2011. Rata-rata biaya penggunaan antibiotik per hari
didapatkan dari biaya total penggunaan antibotik masing-masing pasien dibagi lama hari
rawatan. Kemudian seluruh biaya dijumlahkan kemudian dibagi jumlah pasien berdasarkan
kelompok kombinasi antibiotik.
Biaya pengunaan antibiotik tidak sesuai tarif dihitung sesuai kelas perawatan masingmasing pasien. Gambaran distribusi biaya penggunaan antibiotik tidak sesuai tarif dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5. Distribusi rata-rata biaya penggunaan antibiotik pasien pneumonia yang dirawat di
instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
No.
Jumlah
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
18782 5451
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
10543 5938
Untuk keseragaman harga satuan antibiotik maka dihitung pula biaya penggunaan
antibiotik sesuai tarif dan harga yang digunakan sesuai untuk kelas perawatan III. Gambaran
distribusi biaya penggunaan antibiotik sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Distribusi rata-rata biaya penggunaan antibiotik pasien pneumonia yang dirawat di
instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif)
No.
Jumlah
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
17669 5058
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
9448 5869
Biaya Tindakan
Biaya tindakan mencakup seluruh biaya tindakan medis yang dilakukan terhadap
pasien sejak dirawat di rumah sakit antara lain penyuntikan, pemasangan infus, NGT
(Nasogastric tubes) dan urine bag, pemberian oksigen, tindakan oral higience dan kumbah
(suction). Rata-rata biaya tindakan per hari didapat dari biaya total tindakan masing-masing
pasien dibagi lama hari rawatannya. Kemudian seluruh biaya dijumlahkan kemudian dibagi
jumlah pasien berdasarkan kelompok kombinasi antibiotik. Gambaran distribusi biaya tindakan
pasien pneumonia yang tidak sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Distribusi rata-rata biaya tindakan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat
inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
No.
Jumlah
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
79711 66690
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
46341 16705
Jumlah
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
55480 31505
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
37334 18080
pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang yang tidak
sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9. Distribusi rata-rata biaya penunjang pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat
inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
No.
Jumlah
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
105540 77926
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
81796 29447
Jumlah
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
104896 77322
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
60180 16321
4.1.3.4.
fasilitas perawatan berupa kamar perawatan dan kunjungan dokter serta asupan makanan. Setiap
pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
awalnya akan dirawat di ruangan HCU (High Care Unit) selama beberapa hari. Pemantauan
pasien di rungan HCU lebih intensif hingga kondisi pasien stabil kemudian dipindahkan ke
ruangan rawat akut. Biaya kelas rawatan HCU lebih mahal dari ruang rawat akut. Biaya rawat
inap dihitung dengan menjumlahkan biaya yang dikeluarkan masing-masing pasien per hari
sesuai kelas terapi dibagi dengan jumlah pasien.
Tabel 11. Distribusi rata-rata biaya rawat inap pasien pneumonia yang dirawat di instalasi
rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
No.
Kelompok Terapi
Lama rawat
Antibiotik
HCU Akut
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
1,93
2,93
173119 141468
2.
Amoksisilin-Gentamisin
2,64
3,50
149440 38164
Kelompok Terapi
Antibiotik
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
2.
Amoksisilin-Gentamisin
Lama rawat
HCU
Akut
1,93
2,93
2,64
3,50
126349 31051
146147 42111
banyak digunakan adalah KA-EN 1B. Selain itu juga pernah digunakan infus dekstrosa, KA-EN
2A, dan Aminofusin.
Rata-rata biaya total perawatan per hari didapatkan dengan menjumlahkan seluruh
biaya yang dikeluarkan masing-masing pasien per hari selama di rumah sakit berdasarkan
kelompok kombinasi antibiotiknya, kemudian seluruh biaya rawatan dijumlahkan kemudian
dibagi jumlah pasien. Gambaran distribusi biaya total perawatan tabel berikut :
Tabel 13. Distribusi rata-rata biaya total perawatan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi
rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
No.
Kelompok Terapi
Jumlah
Antibiotik
Rata-rata
Rata-rata biaya
lama rawat
total perawatan
(hari)
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
4,73
384886 212365
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
6,43
295393 49754
Gambaran distribusi rata-rata biaya total perawatan pasien pneumonia yang sesuai
tarif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 14. Distribusi rata-rata biaya total perawatan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi
rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif)
No.
Kelompok Terapi
Jumlah
Antibiotik
Rata-rata
Rata-rata biaya
lama rawat
(hari)
hari (Rp)
1.
Amoksisilin-Kloramfenikol
15
4,73
309455 116664
2.
Amoksisilin-Gentamisin
14
6,43
256787 53586
Evaluasi
Amoksisilin-
Amoksisilin-
Efektivitas
Kloramfenikol
Gentamisin
Total
Jumlah
Jumlah
Jumlah
1 Efektif
15
100,00
12
85,71
27
93,10
2 Tidak Efektif
14,29
6,90
15
100
14
100
29
100
Selama periode penelitin ini yaitu bulan Juni hingga Desember 2011 evektifitas
pengunaan antibiotik secara keseluruhan cukup tinggi yaitu 93 %. Diagram efektifitas
keseluruhan pengunaan antibiotik dapat dilihat pada diagram dibawah ini :
Tabel 16. Hasil analisa Cost Effectiveness antibiotik terhadap biaya pengunaan antibiotik per
hari pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang
No.
1.
Jenis Antibiotik
Biaya Antibiotik
% Total
ACER
Outcome (E)
(C/E)
AmoksisilinKloramfenikol
2.
17.669
100
17669
9.448
85,71
11023
AmoksisilinGentamisin
Gambar 8. Grafik batang ACER terhadap biaya pengunaan antibiotik pada pasien pneumonia
yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
Jenis
Biaya pengunaan
% Total
Antibiotik
Outcome
ICER
(C/ E)
(Rp) (C)
1.
AmoksisilinKloramfenikol
2.
AmoksisilinGentamisin
(E)
17669
100
9448
85,71
17669
100
17669
-8221 -14,29
575
Tabel 19. Hasil Analisa Cost Effectiveness antibiotik terhadap total biaya perawatan per hari
pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang
No.
Jenis Antibiotik
Biaya Total
% Total
ACER
Perawatan per
Outcome (E)
(C/E)
Amoksisilin-Kloramfenikol
309.445
100
309445
2.
Amoksisilin-Gentamisin
256.787
85,71
299.599
Gambar 9. Grafik batang ACER terhadap total biaya perawatan pada pasien pneumonia yang
dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
Tabel 20. Hasil ICER terhadap total biaya perawatan pada pasien pneumonia yang dirawat di
bangsal Ilmu Penyakit Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
No.
1.
2.
Jenis
Total biaya
% Total
Antibiotik
perawatan
Outcome
(Rp) (C)
(E)
AmoksisilinKloramfenikol
AmoksisilinGentamisin
ICER
(C/ E)
311303
100
311303
100
311303
259416
85,71
-52668
-14,29
3685
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Pada bagian ini dijelaskan tentang faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terapi
terutama pasien yang menjadi sampel adalah pasien pediatrik. Faktor-faktor itu antara lain : jenis
kelamin, umur, status gizi dan kejadian amenia.
Jumlah pasien laki-laki dan perempuan selama periode penelitian hampir sama hanya
selisih satu orang pasien. Hal ini sesuai dengan literatur dimana dikatakan bahwa jumlah
penderita laki laki lebih banyak dibanding perempuan walaupun perbedaannya tidak signifikan.
Pada tahun 2007 hingga 2008, persentase pasien pneumonia anak menurut kelompok
umur didapatkan sebagai berikut : bayi kurang dari 5 tahun lebih dari 20%, anak umur 1-5 tahun
(balita) lebih dari 39% sedangkan anak umur lebih dari 5 tahun meningkat 2 kali lipat dari tahun
sebelumnya yaitu menjadi 40% (Anonim, 2009). Hasil survei tersebut sesuai dengan distribusi
persentase umur pasien pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang dari bulan Juli sampai November 2011. Umur balita merupakan persentase
terbesar yaitu sebesar 51,71%.
Status gizi ditentukan berdasarkan rekomendasi dari National Center for Health
Statistics (NCHS)
adanya kelebihan atau kekurangan berat badan dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT).
Sebagian besar status gizi pasien kurang yaitu sebesar 72 % dan 4 % dengan status gizi buruk.
Sedangkan status gizi pasien dengan kategori baik paling rendah yaitu hanya 24 %. Selain dari
status gizi, kejadian anemia ditemukan cukup tinggi yaitu sebesar 28 % (Tabel 25). Anak- anak
yang mengalami malnutrisi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya pneumonia, sedangkan
anak yang terkena anemia cenderung lebih rentan terhadap infeksi dan bila telah terjadi infeksi
kecendrungan prognosis penyakit akan buruk dan berulang. Pengurangan jumlah sel darah yang
pengangkutan oksigen pada pasien pneumonia akan memperburuk prognosis penyakit (Doshi,
2011). Hal ini dikarenakan pasien sebagian besar berasan dari masyarakat ekonomi rendah yang
ditunjukkan dengan besarnya jumlah pasien yang datang dengan jaminan pembayaran.
Tabel 16 memperlihatkan bahwa antibiotik yang digunakan menunjukkan efektifitas
yang tinggi yaitu 93,10 %. Hanya terdapat 6,89 % penggunaan antibiotik yang tidak efektif yaitu
10 dan 11 hari. Kombinasi antibiotik yang menunjukkan ketidakefektifan ini adalah amoksisilingentamisin.
4.2.2 Gambaran Pengunaan Antibiotik
4.2.2.1 Jenis Antibiotik
Pemilihan kombinasi antibiotik pada pasien pneumonia selain berdasarkan hasil
kultur yang biasanya ditentukan sesuai pola kuman yang terdapat di rumah sakit pada saat itu
dan hasil kultur mikroorganisme patogen juga ditentukan oleh keamanan obat serta efektif dari
segi farmakoekonomi.
menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan langsung beberapa
penyebab infeksi.
Standar pengobatan pneumonia pasien pediatrik yang menyatakan amoksisilin
merupakan antibiotik pilihan terapi utama, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kloramfenikol
merupakan antibiotik pilihan pertama standar terapi antibiotika pneumonia, terutama penyakit
infeksi yang dicurigai disebabkan oleh Haemophilus influenzae (Anonim, 2005; Martin, 2009).
Sedangkan pasien pneumonia komuniti umur < 6 bulan yang sulit diketahui etiologinya diterapi
dengan kombinasi benzil penisilin dan gentamisin (Martin, 2009).
Kloramfenikol sangat dibatasi pengunaannya pada anak-anak sehingga hanya
digunakan pada penyakit infeksi serius dan bila obat-obatan pilihan lain yang kurang toksis
tidak efektif (Bindler, 2007). Salah satu efek kloramfenikol yang diketahui membahayakan hidup
pasien adalah kejadian bone-marrow aplasia, sehingga dianjurkan untuk selalu memantau
keadaan hematologi pasien. Sindrom bayi abu-abu atau Grey baby syndrom pada bulan-bulan
awal kelahiran merupakan efek toksik kloramfenikol yang juga sangat serius walaupun
kejadiaannya sangat jarang ditemukan (Sweetman, 2007).
Pasien umur dibawah 6 bulan hanya mendapat antibiotik gentamisin dengan
persentase sebesar 27, 58% dari seluruh jumlah pasien dan 57,14% dari pasien yang menerima
kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin. Sedangkan semua pasien diatas umur 3 tahun
hanya mendapat antibiotik kombinasi kloramfenikol yaitu sebesar 9,25%.
Penggunaan kloramfenikol pada pasien anemia harus dihindari, sehingga pada
penelitian ini 6 dari 8 pasien pnuemonnia yang anemia mendapat terapi pilihan lain yaitu
gentamisin.
Selain itu, dari kejadian resistensi disebutkan bahwa terakhir ini beberapa kelompok
antibiotika mengalami peningkatan resistensi. Antibiotik yang kurang berpengaruh salah satunya
yaitu kloramfenikol.
Antibiotik beta laktam sangat dianjurkan dikombinasi dengan antibiotik lain seperti
aminoglikosida karena mekanisme kerja betalaktam di dinding sel bakteri akan mempermudah
penetrasi aminoglikosida dan kloramfenikol (Sweetman, 2007).
4.2.2.2 Dosis dan Interval Pemberian (Martin, 2009)
Dosis penggunaan amoksisilin injeksi pada pasien pneumonia komuniti anak hingga
umur 10 tahun adalah 30 mg setiap kg berat badan
penggunaan kloramfenikol injeksi pada pasien pediatrik umur 1bulan hingga 18 tahun adalah
12,5 mg setiap kg berat badan yang diberikan tiap 6 jam.
Terdapat pengurangan interval pemberian gentamisin yang diberikan pada
pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang bila dibandingkan
dengan literatur. Interval pemakaian gentamisin adalah tiap 8 jam atau 3 kali sehari, sedangkan
di RSUP DR. M. Djamil Padang interval yang digunakan adalah tiap 12 jam atau 2 kali sehari.
Dosis lazim yang dicantumkan pada tabel ditujukan untuk pasien pediatrik dengan range umur
yang cukup luas yaitu 1 bulan hingga 12 tahun. Khusus pada bayi baru lahir dibutuhkan waktu
sekitar 6 bulan untuk mencapai kecepatan filtrasi glomerulus normal. Umumnya GFR
(Glomerulus Filtation Rate) pada anak < 6 bulan adalah 30-40 % orang dewasa sehingga obat
akan cenderung terakumulasi dalam tubuh. Agar efek toksik tidak terjadi maka dilakukan
menyesuaian interval dosis (Anonim, 1987).
Pada penelitian ini terdapat beberapa pemberian dosis yang kurang dari rentang dosis
lazim. Kriteria dosis berlebih adalah pemakaian dosis diatas nilai batas dosis lazim dengan
kriteria lebih dari 125 % dosis lazim sedangkan dosis kurang memilki kriteria kurang dari 80 %
(Anonim, 2004). Bakteri yang terpapar antibiotika dalam dosis yang tidak tepat seperti dosis
lebih atau dosis kurang akan menjadi resisten. Kesalahan terapi seperti ini pada akhirnya akan
merugikan pasien terutama dari segi pembiayaan. Bila bakteri telah resisten maka pasien akan
memerlukan antibiotik yang lebih baru dan lebih kuat efek terapinya sehingga akan
meningkatkan biaya pengobatan ( Aslam et al.,2003).
4.2.2.3 Cara Pemerian
Semua obat antibiotik diberikan secara parenteral sedangkan obat simtomatik lain
diberikan secara oral kecuali pemberiaan kortikosteroid. Pasien pediatrik pneumonia secara
klinis sangat sulit diberi obat oral. Banyak tindakan penolakan yang diberikan pasien pediatrik
ketika minum obat sehingga sulit dicapai dosis yang diinginkan. Akibatnya efek terapi obat tidak
tercapai sedangkan terhadap antibiotik juga akan menyebabkan resistensi bakteri patogen. Selain
itu, hal yang sangat dihindari saat berada dirumah sakit adalah terjadinya aspirasi pneumonia
sehingga pasien pediatrik cenderung dipuasakan terutama pada fase awal pengobatan (Anonim,
1987).
Berdasarkan standar terapi Depkes RI, pneumonia komuniti pada kasus berat dan
harus dirawat di rumah sakit dapat memperoleh antibiotik parenteral (Anonim, 2005). Sediaan
gentamisin hanya terdapat dalam bentuk untuk pemakaian luar karena absorbsi gentamisin
sangat buruk pada saluran gastrointestinal tetapi sangat cepat setelah pemberian parenteral
(Sweetman, 2007).
Hal ini disebabkan harga satuan gentamisin jauh lebih murah dari kloramfenikol.
Selain itu, gentamisin diberikan kepada pasien yang lebih muda sehingga dosis yang dibutuhkan
akan lebih kecil karena dihitung berdasarkan berat badan. Penggunaan injeksi antibiotik adalah
berdasarkan pemakaian injeksi dosis berganda, dengan kata lain digunakan sampai habis asalkan
masih memenuhi syarat obat untuk diinjeksikan.
Pasien yang menggunakan kloramfenikol adalah pasien yang umurnya lebih besar
sehingga jumlah antibiotik yang dibutuhkan juga banyak selain dari harga satuan kloranfenikol
yang mahal.
Biaya tindakan tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi
dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Rata-rata biaya tindakan amoksisilin-kloramfenikol yaitu
sebesar Rp 79.711,- sedangkan amoksisilin-gentamisin sebesar Rp 46.341,-. Pada rata-rata biaya
tindakan sesuai tarif juga didapat amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 55.480,- lebih tinggi
dibandingkan biaya amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 37.334,-.
Biaya penunjang tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi
dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Rata-rata biaya penunjang amoksisilin-kloramfenikol
yaitu sebesar Rp 105.540,- sedangkan amoksisilin-gentamisin sebesar Rp 81.796,-. Pada ratarata biaya penunjang sesuai tarif juga didapat amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 104.896,lebih tinggi dibandingkan amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 60.180,-.
Pasien pediatrik yang mendapat terapi antibiotik kombinasi amoksislin-gentamisin
seperti yang telah disebutkan sebelummnya berada dalam batas umur 1-3 tahun yang relatif lebih
muda dari pasien antibiotik kombinasi amoksislin-gentamisin. Pemberian tindakan dan
pengambilan sampel untuk pemeriksaan penunjang sering menjadi kendala utama, selain
hambatan dari kondisi tubuh pasien sendiri juga sering terjadi penolakan dari keluarga pasien
terhadap tindakan yang direncanakan. Selain itu terdapat 2 kasus pada pasien kombinasi
amoksislin-gentamisin yang juga menghambat proses terapi yaitu sampel darah yang diambil
membeku dan kerusakan alat laboratorium.
Dari tabel 11 diketahui bahwa rata-rata lama hari rawatan kombinasi amoksisilinkloramfenikol lebih lama daripada amoksisilin-gentamisin. Akan tetapi rata-rata biaya rawat inap
tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari amoksisilin-gentamisin.
Hal ini disebabkan jumlah pasien kombinasi amoksisilin-kloramfenikol yang dirawat di kelas
terapi dengan biaya rawat inap yang lebih mahal jumlahnya lebih banyak daripada amoksisilingentamisin. Hasil perhitungan yang lebih baik dapat dilihat pada rata-rata biaya rawat inap sesuai
tarif yaitu kombinasi amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 126.349,- lebih rendah dibandingkan
kombinasi amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 146.147,-.
Rata-rata biaya total perawatan tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilinkloramfenikol lebih tinggi dari amoksisilin-gentamisin. Rata-rata biaya total perawatan
amoksisilin-kloramfenikol yaitu sebesar Rp 384.886,sebesar Rp 295.393,-. Pada rata-rata biaya total
sedangkan amoksisilin-gentamisin
menunjukkan bahwa kelompok yang paling cost-effective adalah kombinasi amoksisilingentamisin sedangkan yang paling tidak cost-effective adalah amoksislin-kloramfenikol. Hasil ini
berlaku terhadap biaya penggunaan antibiotik maupun total biaya perawatan.
3.
4.
5.
5.2. Saran
1.
Setelah mengetahui hasil penelitian ini diharapkan kombinasi antibiotik amoksisilan dan
gentamisin menjadi terapi pilihan utama karena telah terbukti secara farmakoekonomi
2.
DAFTAR PUSTAKA
Gelone and Jaresko. 2001. Respiratory Tract Infections. Applied Therapeutics. Lippincot
Williams Philadelphia.
Goldman, M.P. dan Nair, R. 2007. Antibacterial treatment strategies in hospitalized patients :
What role for pharmacoeconomics? Cleveland Clinic Journal of Medicine; 74(Suppl 4):s38-s47.
Hisyam, B. 2003. Pneumonia Nosokomial Aspek Terapi. Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional I
Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal : 21-33
Kerr, J.R., Barr, J.G., Smyth, E.T.M.
, J., Bell ,P.M., and Callender M.E. 1993.
Antibiotic pharmacoeconomics : an attempt to find the real cost of hospital antibiotic
prescribing. The Ulster Medical Journal ;62:50-57.
Martin, J. 2009. British National Formulary for Children. British national formulary publications.
London.
Misba, Buraerah, H. Abd. Hakim, dan Rasdi Nawi. 2009. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mattirobulu, Kabupaten Pinrang. Dalam: Medika
2009, no.08 Tahun ke XXXV. Jakarta. halaman 516-519
Menendez, R., Cremandes, M. J., Martinez-Moragon, E. et al. 2003. Duration Of Lenght Of Stay
In Pneumonia: Influence Of Clinical Factors And Hospital Type. ERS Journals Ltd.
Mukti, A. G. 2000. Evaluasi Ekonomi dalam Intervensi Klinik dan Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikolog, Ed ke-5,
diterjemahkan oleh M. B. Widiantodan A. S. Ranti. Penerbit ITB. Bandung. 634-647.
Nelson, W. E. and Behrman, R. E, et. al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 edisi 15. Buku
Kedokteran EGC
Price, S.A. and Lorraine, M. Wilson, 2006. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes, Edition 6. Editor alih bahasa : Huriawati Hartanto, Natalia Susi, Pita Wulansari dan
Dewi Asih Mahanani. ECG. Jakarta.
Rascati, K.I., Drmmond, M.F., Annemans, I. and Davey, P.G. 2004. Education in
Pharmacoeconomies : an Internasional Multidiciplinary View (Review). Pharmaco-Economics
2004; 22: 139-47.
Said, Mardjanis. Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., dan Setyanto, D.B. (editor). 2008. Buku Ajar
Respirologi Anak, edisi I. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. halaman 350364.
Schulman, K. A., Glick, H., Polsky, D. et al. 2000. Pharmacoecomonics: Ecomonics evaluation
of pharmaceuticals. 573-601. In Strom BL (eds). Pharmacoepidemiology. John Wileuy.
Siregar, C. J. P. 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 87 94.
Sulistia. G. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
UI. Jakarta. 514 587.
Sweetman, S. C. 2007. Martindale The Complete Drug Reference. Volume II. The
Pharmaceutical Press. London
Tierney , L. M., S. J. McPhee and M.A. Papadakis. 2002. Diagnosa dan Terapi (Penyakit
Dalam). Salemba Medika. Jakarta
Tjiptoherijanto P., dan Soesetyo, B. 1994. Ekonomi Kesehatan. Penerbit Renika Cipta. Jakarta.
Vogenberg, F. R. 2001. Introduction to Applied Pharmacoeconomics. McGraw Hill Medical
Publishing Division, USA.
Walley, T., and Alan Haycox. 2004. Pharmacoeconomics. Churchill Livingstone. Spain.
Watimena, J. R., N. C. Sugiarso dan M. B., Widianto. 1991. Farmakodinamika dan Terapi
Antibiotik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 20-50.
Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L. 2006. Pharmacotherapy Handbook, 6th
edition. McGraw-Hill.
Widjojo, Parno dan Khairuddin. 2008. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus
Penumonia yang Dirawat Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP DR. Kariadi Semarang Tahun
2008. Semarang.
Kepada Bapal Almahdi A. dan Ibu Deswinar Darwin selaku pembimbing yang dengan sepenuh
hati membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Kepada Ibu Yeni Suki sebagai kepala ruangan instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang yang telah membantu selama penelitian ini.
Ucapan terimakasih diberikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi memberikan
sumbangan baik material maupun spiritual sehingga artikel ini dapat terwujud.