PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan dan dimulainya era perbaikan
di segala bidang baik industri, perdagangan maupun pariwisata tentunya akan disertai
dengan pembangunan infrastruktur-infrastruktur seperti jalan, jembatan, perkantoran
dan sebagainya. Pembangunan sarana akses transportasi yang menghubungkan
kabupaten sambas dengan daerah lainnya merupakan suatu usaha untuk memberikan
akses informasi, ekonomi, sosial dan budaya yang lancar, cepat dan aman.
Untuk menunjang pembangunan tersebut, diperlukan berbagai data dan
informasi, salah satunya adalah data tentang jenis batuan yang dapat digunakan
sebagai bahan penunjang pembangunan terutama untuk pembangunan jalan yang
sangat memerlukan kekuatan batuan sebagai pondasinya. Dari jenis batuan yang ada,
Kabupaten Sambas dibentuk oleh endapan Alluvium, Litoral, dan endapan limpah
banjir dan pada daerah yang lebih tinggi dibentuk oleh pelapukan satuan batuan
formasi Seminis. Batuan endapan alluvium tersusun dari sedimen klastik dan
alluvium dan merupakan hasil dari endapan terrestrial alluvium. Sedangkan batuan
endapan litoral tersusun dari sedimen klastik dan fine dan merupakan hasil dari
endapan litoral dan estuary (Badan Pusat Statistik Kab.sambas).
Batuan dapat diketahui dengan mengetahui nilai tahanan jenisnya terlebih
dahulu. Dalam hal ini, dapat diaplikasikan metode geofisika. Salah satu metode
geofisika yang dapat digunakan dalam identifikasi batuan bawah permukaan adalah
metode geolistrik resistivitas. Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi batuan dibawah permukaan melalui
analisis resistivitas atau kemampuan menghantarkan aliran listrik dari material dalam
bumi. Pada penelitian ini, metode geofisika akan digunakan untuk mengidentifikasi
sebaran batuan beku yang yang ada di bukit koci kecamatan Sebawi kabupaten
Sambas Kalimantan barat.
1.2 Perumusan masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Geolistrik Tahanan Jenis (Resistivitas)
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari
sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan
bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial dan pengukuran arus yang terjadi
baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus kedalam bumi. Oleh karena itu
metode geolistrik mempunyai banyak macam, salah satunya adalah metode geolistrik
tahanan jenis (resistivitas) (Hendrajaya dan Arif, 1990).
Tujuan dari survei geolistrik adalah untuk
menentukan
distribusi
(1)
Studi hambatan listrik dari geofisika dapat dipahami dalam konteks dari aliran
arus melalui medium di bawah permukaan yang terdiri dari lapisan bahan dengan
resistivitas yang berbeda. Untuk sederhananya, semua lapisan diasumsikan horisontal.
Resistivitas dari bahan adalah pengukuran seberapa baik bahan menghambat aliran
arus listrik (Herman, 2001).
Gambar 1.
(Herman,2001)
Suatu material konduktif berbentuk silinder yang homogen memiliki
panjang sebesar L serta luas penampang A maka resistivitasnya sebesar:
=R
A
L
(2)
Dari persamaan (1) dan persamaan (2) jika disubstitusi persamaannya akan
menjadi:
=
VA
IL
= Beda potensial
(3)
Dimana :
2 r2
Elektroda arus
Bidang ekipotensial
Aliran yang berasal dari satu sumber arus dalam bumi yang
medium
homogen
isotropis
dan
udara
diatasnya
mempunyai
konduktifitas nol, besarnya potensial yang dapat diukur (Telford dkk, 1976)
I I
2 r
(4)
Bidang
Ekipotensial
Arah aliran arus
Gambar 3.
R3
R1
Gambar 4.
R4
P1
P2
R2
I 1 1
2 r1 r2
(5)
I 1 1
2 r3 r4
(6)
(7)
Sehingga :
V=
I
2
[ ( ) ( )]
1 1
1 1
r 1 r2
r3 r4
(8)
V
1 1 1 1
2
+
I
r1 r2 r3 r4
(9)
Dengan :
V
= beda
= jarak
jarak
antara
C2
dan
P2
(m)
V
I
(10)
(11)
factor). Letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus
mempengaruhi besarnya beda potensial diantara kedua elektroda potensial
tersebut (Hendrajaya dan Arif, 1990).
Untuk kasus tak homogen, bumi diasumsikan berlapis-lapis dengan masingmasing lapisan mempunyai harga resistivitas yang berbeda. Resistivitas semu
merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan
medium berlapis yang ditinjau. Sebagai contoh pada Gambar 5.
Gambar 5.
Medium berlapis yang ditinjau terdiri dari dua lapis yang berbeda
1
resistivitasnya (
2
dan
a 1 2
lapisan fiktif sama dengan jumlah konduktasi masing-masing lapisan
(Zohdy.dkk, 1980).
Dengan demikian secara otomatis nilai resistivitas semu dapat dihitung
dengan catatan disesuaikan dengan tetapan konfigurasi elektroda yang digunakan
pada saat pengukuran (Sampurno, 2007).
2.2 Sifat Kelistrikan Dalam Batuan
Aliran arus listrik dalam batuan dan mineral dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam, diantaranya konduksi secara elektrik, konduksi secara elektrolitik dan
konduksi secara dielektrik (Diniarti, 2011).
3.2.1
bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron
bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masingmasing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut
adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut
untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka
semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
(Diniarti,2011)
3.2.2
resistivitas yang sangat tinggi. Tetapi pada kenyataannya batuan biasanya bersifat
porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuanbatuan tersebut menjadi konduktor elektrolit, di mana konduksi arus listrik di bawa
oleh ion-ion elektrolit dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan poros
bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin
besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak dan sebaliknya resistivitas
akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. Berdasarkan rumus
Archie (Diniarti,2011)
e =m Sn w
Dimana
(12)
konstanta, m disebut juga faktor sementasi. Untuk nilai n yang sama, schlumberger
menyarankan n = 2.
3.2.3
terhadap aliran arus listrik, artinya batuan dan mineral tersebut mempunyai elektron
bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan
berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar sehingga
terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik batuan yang
bersangkutan, contoh : mika.
2.3 Konfigurasi Elektroda dan Faktor Geometri.
Faktor geometri K merupakan besaran yang berubah terhadap jarak spasi
elektroda dan tergantug pada konfigurasi elektroda. Faktor geometri untuk masingmasing konfigurasi mempunyai nilai yang berbeda.
3.3.1
A, sama dengan jarak titik tengah (O) dengan elektroda arus B yakni sepanjang a,
sedangkan elektroda potrensial M, dan N terletak di dalam elektroda arus, dan
masing-masing elektroda tersebut berjarak b dari titik tengah pengukuran (O).
Susunan elektroda ini biasanya digunakan untuk menyelidiki variasi resistivitas
kearah vertikal (Sounding).
Gambar 6.
2
1
1
1
1
( ab
)
a+b
a+ b ab )
a b
2b
(13)
Gambar 7.
Konfigurasi wenner-schlumberger
Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem aturan
spasi yang konstan dengan catatan faktor n untuk konfigurasi ini adalah
perbandingan jarak antara elektroda A-M (atau B-N) adalah
2 na+a . Proses
K=n ( n+1 ) a
Gambar 8.
V
I
(14)
k n(n 1)a
dengan
(15)
Gambar 9.
2.4 Batuan
Batuan adalah kumpulan-kumpulan atau agregat dari mineral-mineral yang
sudah dalam kedaan membeku/keras. Batuan adalah salah satu elemen kulit bumi
yang menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang selanjutnya
menghasilkan tanah. Batuan mempunyai komposisi mineral, sifat-sifat fisik, dan
umur yang beraneka ragam. Jarang sekali batuan yang terdiri dari satu mineral,
namun umumnya merupakan gabungan dari dua mineral atau lebih. Mineral adalah
suatu substansi anorganik yang mempunyai komposisi kimia dan struktur atom
tertentu. Jumlah mineral banyak sekali macamnya ditambah dengan jenis-jenis
kombinasinya. Batuan memiliki sifat lebih massif dan mempunyai nilai resistivitas
yang tinggi, selain itu juga mempunyai sifat impermeable yaitu tidak menyerap air.
Setiap derah memiliki jenis batuan yang berbeda-beda tergantung dari sejarah geologi
tempat tersebut, jadi bias berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf.
Setiap material memiliki karakteristik daya hantar listriknya masing-masing,
batuan dalah material yang juga mempunyai daya hantar listrik dan harga tahanan
jenis tertentu. Batuan yang sama belum tentu mempunyai tahanan jenis yang sama.
Sebaliknya harga tahanan jenis yang sama biasanya dimiliki oleh batuan-batuan
berbeda, hal ini terjadi karena nilai resistivitas batuan memiliki rentang nilai yang
bisa saling tumpang tindih. Adapun aspek-aspek yang mempengaruhi tahanan jenis
batuan antara lain (Astier, 1971) :
a. Batuan sedimen yang bersifat lepas (urai) mempunyai nilai tahanan jenis lebih
rendah bila dibandingkan dengan batuan sedimen padu dan kompak.
b. Batuan beku dan batuan ubahan (batuan metamorf) mempunyai nilai tahanan
jenis yang terlalu tinggi.
c. Batuan yang basah dan mengandung air mempunyai nilai tahanan jenis yang
rendah, dan semakin rendah lagi bila air yang dikandung bersifat payau atau
asin.
Para ahli geologi mengklasifikasikan batuan dalam tiga
kelompok
dasar:
beku
(igneous),
(metamorphic).
sedimen
(sedimentary),
dan
metamorf
Batuan
Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun
organism yang kemudian mengalami pembatuan (Endarto, 2005).
Batuan sedimen biasanya didepositkan lapis-perlapis yang disebut lapisan
(strata), dan apabila dipadatkan dan tersementasi menjadi satu akan membentuk
batuan sedimen proses ini disebut pembatuan (lithification). Batuan-batuan ini, yang
paling banyak adalah serpih, batu pasir dan batu gamping merupakan 75 % dari
seluruh batuan yang tersingkap di permukaan bumi (Bowles, 1989).
Batuan sedimen ini bisa digolongkan lagi menjadi beberapa bagian
diantaranya batuan sedimen klastik, batuan sedimen kimia, dan batuan sedimen
organik. Batuan sedimen klastik terbentuk melalui proses pengendapan dari
material-material yang mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan
sedimen klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah.
Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir
rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source
rocks). Contohnya batu konglomerat, batu pasir dan batu lempung. Batuan
sedimen kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya batuan
tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi.
Contohnya anhidrit dan batu garam (salt). Batuan sedimen organik terbentuk dari
gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan induk
(source) atau batuan penyimpan (reservoir). Contohnya adalah batu gamping
terumbu.
3.5.3
Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk yang
lebur, disebut magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak
antara magma dan batuan yang bersuhu tinggi. Ciri-ciri batuan ini Adanya perlapisan
dan Silang siur atau struktur gelembur gelombang klastik (Endarto, 2005).
2.6 Siklus Batuan
Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan
dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk
kembali sebagai hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini
berjalan secara kontinyu atau berulang dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah
fenomena yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer,
hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal atau energi panas dari
dalam Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari.
Kerak bumi yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan
mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang melibatkan atmosfer,
hidrosfer dan biosfer. Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit dan
kemudian mengendapkannya sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen
tertimbun dan mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen.
Kemudian, proses-proses tektonik yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan
kerak Bumi menyebabkan batuan sedimen mengalami deformasi. Penimbunan yang
lebih dalam membuat batuan sedimen menjadi batuan metamorik, dan penimbunan
yang lebih dalam lagi membuat batuan metamorfik meleleh membentuk magma yang
dari magma ini kemudian terbentuk batuan beku yang baru. Pada berbagai tahap
siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat kerak bumi dan menyingkapkan batuan
sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan dan erosi. Dengan demikian, siklus
batuan ini akan terus berlanjut tanpa henti.
Dari kesimpulan diatas, jika kita hubungkan siklus batuan dengan
sedimentologi, maka batuan sedimen itu bisa berasal dari batuan apa saja, baik itu
batuan beku, batuan metamorf, atau pun batuan sedimen itu sendiri (rendy arta hanafi,
2010).
Pengendapan di lautan
dan daratan
Pembekuan
Pengangkutan
dan
pelapukan
Pembatuan (Litifikasi)
Kenaikan
tekanan dan
temperatur
Pelelehan
Pelapukan ini diakibatkan diakibatkan oleh cairan kimia HCL yang bereaksi
dengan batuan(batu gamping) mengakibatkan batuan melapuk, juga dengan
adanya hujan asam yang bereaksi dengan batuan
c. Pelapukan Secara Biologi
Pelapukan ini disebabkan oleh makhluk hidup. Salah satu contohnya adalah
pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar.
Akar-akar tanaman yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan
akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi.