Pembimbing :
dr. Sri S Lukman, Sp.M
Disusun oleh :
Maya Damayanti
(1111103000004)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga referat yang berjudul Perbandingan Hasil Terapi Disfungsi Kelenjar Meibom
Menggunakan Azithromycin Topikal dan Doxycycline Oral Secara Klinis dan Spectroskopik
ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Sri S Lukman, Sp.M yang telah membimbing dan
mengarahakan penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan
kepaniteraan klinik Stase Mata RSUD Bekasi.
Maya Damayanti
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................
PEMBAHASAN......................................................................................................
10
Abstrak.........................................................................................................
Pendahuluan ................................................................................................
Material dan metode....................................................................................
Hasil ............................................................................................................
Diskusi ........................................................................................................
10
11
12
17
19
LAMPIRAN.............................................................................................................
23
TINJAUAN PUSTAKA
3
kontribusi sel epitel dan debris seluler ke dalam ekskret kelenjar menyebabkan
penebalan dan pemadatan ekskret sehingga menghambat aliran ekskret dari
kelenjar. Diyakini bahwa meningkatnya keratinisasi (metaplasia skuamosa)
juga mempengaruhi diferensiasi sel asinar dan fungsi kelenjar. Proses patologi
metaplasia skuamosa yang terjadi tidak hanya pada orifisium dan sekeliling
margo palpebra, tetapi dapat juga sampai ke konjungtiva.
Teori lainnya melaporkan peranan bakteri gram positif pada tepi
palpebra yang mempunyai aktivitas sebagai enzim lipolitik dalam patogenesis
terjadinya DKM. Enzim lipolitik ini akan memecah lipid (wax ester dan sterol
ester) menjadi FFA, dimana FFA akan mempengaruhi kelarutan lipid yang
lainnya pada LAM (menimbulkan perbedaan titik cair) yang akhirnya
menyebabkan perubahan karakteristik LAM dan mempengaruhi stabilitas
LAM. Penelitian lainnya menunjukan hubungan antara peradangan meibom
dengan penurunan jumlah wax ester dan peningkatan jumlah sterol ester.
Sterol ester memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan wax ester,
sehingga kejadian ini akan meningkatkan titik cair lapisan lemaksehingga
terjadi kondensasi di orifisium yang mengakibatkan dihambatnya sekresi lipid
dan terjadinya penurunan stabilitas LAM. Penelitian lain menunjukan
hubungan antara peradangan meibom dengan penurunan jumlah wax ester dan
peningkatan jumlah sterol ester. Sterol ester memiliki titik cair yang lebih
tinggi dibandingkan wax ester, sehingga kejadian ini akan meningkatkan titik
cair lapisan lemak sehingga terjadi kondensasi di orifisium yang
mengakibatkan dihambatnya sekresi lipid dan terjadi penurunan stabilitas
LAM.
Hipotesis bahwa DKM mengakibatkan dry eye telah dibuktikan oleh
suatu penelitian yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan osmolaritas
LAM sehingga meningkatkan penguapan. Berkurangnya atau hilangnya
kelenjar meibom dapat diperiksa dengan cara meibography. Derajat hilangnya/
berkurangnya kelenjar meibom (the degree of meibom gland drop out) diberi
score sebagai berikut:
O-linked mucin,
sedangkan yang dihasilan oleh sel epitel permukaan kornea dan konjungtiva disebut
N-linked mucin atau mucin like glycoprotein. Lapisan musin menyelimuti permukaan
epitelium sehingga menyebabkan turunnya tegangan permukaan dan permukaan
menjadi lebih hidrofilik sehingga lapisan akuos dapat tersebar merata diseluruh
permukaan kornea dan konjungtiva. Dengan demikian lapisan ini memegang peran
penting dalam kemampuan membasahi permukaan bola mata dan pemeliharaan
stabilitas lapisan air mata.
Selain memelihara epitel konjungtiva dan kornea agar tetap lembab, lapisan
air mata juga mempunyai fungsi membentuk permukaan refraksi yang baik,
melicinkan pergerakan palpebra, sebagai anti bakteri, dan sebagai pemasok nutrisi dan
oksigen yang diperlukan oleh epitel.
Fungsi air mata dibagi menjadi 2. Yaitu tear sufacing dan tear wet-ability.
Tear surfacing adalah kempuan air mata untuk dapat menyebar merata diatas
permukaan konjungtiva dan kornea, sedangkan tear wet-ability kemampuan air mata
untuk menyebar secara terus menerus sebagai lapisan tipis membasahi permukaan
8
mata. Tear surfacing akan terganggu jika terdapat perubahan morfologi epitel
permukaan mata. Tear wet-ability terganggu apabila terdapat perubahan kualitas lipis
dan musin.
Volume air mata dalam keadaan normal adalah 7,4 L, dengan pH rata-rata
6,5-7,6 dan osmolaritas 296-308 mOsm/L. Stabilitas LAM dipertahankan oleh ketiga
komposisi LAM, palpebra, epitel konjungtiva dan kornea, serta dipengaruhi oleh
integrasi neuroanatomi. Defisiensi lapisan lipid antara lain disebabkan oleh DKM.
Pada penderita DKM akan didapatkkan hasil BUT (break up time) yang memenndek,
waktu penguapan yang cepat dan osmolaritas yang tinggi. Defisiensi akuos
disebabkan oleh defek pada kelenjar lakrimalis atau kelainan sistemik yang
menyebabkan menurunnya sekresi kelenjar lakrimalis. Adanya gangguan pada lapisan
akuos dapat dideteksi dengan test Schirmer. Defisiensi musin dapat disebabkan oleh
defisiensi vitamin A. Sindroma Steven Johnson, pemfigoid okuler, dan trauma alkali
yang mengakibatkan rusaknya sel goblet. Untuk menilai kualitas musn dapat
dilakukan dengan test ferning.
Seperti yang telah diketahui palpebra memegang peranan penting dalam
proses pemerataan LAM melalui proses berkedip, dimana frekuensi berkedip orang
normal adalah 12-15 kali/menit. Selain meratakan air mata, reflek berkedip juga
menyapu debris pada permukaan kornea dan konjungtiva. Adanya kelainan bentuk
dan fungsi palpebra akan mengganggu proses pemerataan LAM. Kelainan tersebut
antara lain: enteropion, akteropion, simblefaron, koloboma, dan lagoftalmus.
PEMBAHASAN
Abstrak
Tujuan
Disfungsi Kelenjar Meibom (Meibomian Gland Disfunction, MGD) adalah
kondisi klinis yang sering terkait dengan penyakit mata kering evaporatif.
Perubahan kadar lipid pada kelenjar meibom telah ditemukan dalam beberapa
penelitian terkait MGD. Penelitian ini merupakan uji klinis secara prospektif
9
Metode
Sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis MGD yang ditegakkan
menggunakan kuesioner dan pemeriksaan slit lamp. Daya ikat lipid-lipid,
konformasi dan parameter transisi fase, dan kandungan protein meibum diukur
menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan principal
component analysis (PCA). Terpenoid diukur menggunakan spektromenter
proton nuclear magnetic resonance (H-NMR).
Hasil
Terapi topikal azithromycin dan terapi oral doxycycline dapat memperbaiki
manifestasi klinis dan struktur kimia lipid kelenjar meibom. Setelah 4 minggu
pengobatan, azithromycin terlihat lebih efektif dibandingkan doxycycline
dalam meredakan sensasi benda asing dan penyumbatan. Terapi menggunakan
azithomycin juga lebih efektif daripada doxycyline dalam memperbaiki
struktur kimia lipid kelenjar Meibom. Terapi doxycyline mengembalikan nilai
FTIR PCA dan area relatif resonansi H-NMR pada 1,26 ppm, namun hal
serupa
tidak
ditemukan
pada
terapi
azithromycin.
Kedua
terapi
mengembalikan tingkat area relatif resonansi H-NMR pada 5,2 ppm dan 7,9
ppm ke level normal. Oksidasi protein dan lipid meibum tidak dipengaruhi
azithromycin maupun doxycyline.
Kesimpulan
Mekanisme kerja doxycyline mungkin berbeda daripada azithromycin untuk
kondisi MDG. Ketika kadar karotenoid dalam meibum rendah, seperti pada
MGD, lapisan air mata menjadi tidak stabil dan pasien mengalami manifestasi
klinis mata kering. Ketika kadar karotenoid diperbaiki menggunakan
10
azithromycin dan doxycycline, stabilitas lapisan air mata akan membaik dan
pasien tidak lagi mengalami manifestasi klinis mata kering.
Pendahuluan
Gangguan kelenjar Meibom (MGD) adalah kondisi klinis yang menyebabkan
timbulnya tanda dan gejala iritasi kelopak mata dan seringkali juga menyebabkan
mata kering evaporatif. Perubahan pada struktur kimia lipid kelenjar meibom akibat
penuaan maupun penyakit dapat diamati menggunakan spektrometer maupun metode
lainnya. Perubahan yang ditemukan pada lipid menunjukan abnormalitas pada fungsi
lapisan air mata pada kasus mata kering evaporatif.
Terapi konvensional untuk MGD mencakup pemijatan kelopak mata dan
penggunaan doxycyline serta tertracyline sistemik. Penggunaan azithromycin oral
dapat memperbaiki tanda dan gejala mata kering. Penggunaan azithromycin dalam
DuraSite untuk penanganan blepharitis baru-baru ini telah diteliti. Uji klinis telah
menunjukan bahwa azithromycin topikal efektif untuk mengobati penyakit tepi
kelopak mata dan MGD serta dapat ditoleransi dengan baik. Azithromycin juga
memiliki efek antiinflamasi, menghambat sitokin proinflamasi, dan efektif terhadap
bakteri Gram negatif. Azithromycin dapat menembus permukaan mata dan bertahan
selama beberapa hari dalam kadar terapeutik meski pengobatan telah dihentikan.
Doxycyline adalah antibiotik yang dapat menghambat pembentukan matrix
metalliproteinase yang dapat merusak jaringan ikat. Doxycyline biasa digunakan
untuk ocular rosacea, memperbaiki gejala iritasi, meningkatkan stabilitas lapisan air
mata, dan erosi kornea.
Azithromucon dalam DuraSite dapat meredakan tanda dan gejala mata kering
pada pasien MGD dan memperbaiki karakteristik biofisika meibum. Pada studi ini
akan, karakteristik meibum akan diteliti lebih lanjut pada saat sebelum dan sesudah
pengobatakan menggunakan azithromycin topical dan doxycyline oral. Daya ikat
lipid-lipid, konformasi dan parameter transisi fase, dan kandungan protein meibum
diukur menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan principal
component analysis (PCA). Terpenoid diukur menggunakan spektromenter proton
nuclear magnetic resonance (H-NMR).
Material dan Metode
Subjek
11
Dua puluh dua untuk studi azitromisin dan 9 untuk studi doksisiklin
yang didiagnosis dengan gejala MGD yang tidak respon terhadap pemijatan
kelopak mata yang merupakan aplikasi dari kompres panas untuk kelopak
mata. Penulisan persetujuan dari semua donor. Semua protokol dan prosedur
ditinjau oleh Institutional Review Boards of the University of Louisvile dan
the Louisvile Veterans Adsminitration Hospital dan prosedur yang sesuai
dengan Declaration of Helsinki. Demografi subjek dirangkum dalam tabel 1.
Kriteria inklusi subjek adalah gejala MGD pada sunjek antara usia 18 dan 20
tahun yang tidak menggunakan antibiotik sistemik atau topikal atau
menggunakan obat antiinflamasi topikal. Kriteria eksklusi adalah sejarah
alergi terhadap azitromisin, perubahan anatomi kelopak mata (dengan
pengecualian dari MGD), atau ketidakmampuan untuk memahami persetujuan
atau melengkapi terapi yang diminta. Semua orang menjalani pemeriksaan
lengkap dari kelopak mata anterior segmen mata termasuk pengukuran
tekanan intraokular sebelum masuk ke ruang kerja. Skala penilaian untuk
evaluasi tanda dan gejala yang digunakan dalam setiap penelitian untuk setiap
penelitian untuk memastikan komparabilitas keparahan dan hasil. Gejala
diukur pada skala kategori 4 poin tidak ada, ringan , sedang, dan berat sesuai
dengan respon subjek untuk pertanyaan mengenai gatal, terbakar, sensasi
benda asing, kemerahan dikelopak mata, dan kelopak mata bengkak (tabel II).
Tanda dievaluasi dengan observasi slit lamp untuk injeksi konjungtiva,
flouresen tear breakup time, perwarnaan permukaan mata dengan flouresen,
dan evaluasi margin kelopak mata dan karakter lubang kelenjar meibom dan
sekresinya (tabel III). Beberapa tanda dan skala kategoris empat poin seperti
yang dirangkum pada tabel III. Tanda, tear breakup time, diukur dalam detik
setelah berkedip setelah diberikan 5 l laruta flouresen topikal 1 %.
Material
Silver chlorie windows untuk infrared spectroscopy diperoleh dari
Crystran Limited, Poole, United kingdom. Semua bahan kimia yang dibeli dari
Sigma-Aldrich Chemical Co., St. Louis MO. Azitromisin dari Inspire
Pharmaceuticals, Inc., Raleigh NC, sekarang bagian dari Merck and Co. Inc.,
12
Whitehouse Station, NJ. Tablet doksisiklin hyclate 100 mg dibeli dari IVAX
Cororation, Miami, FL.
tidak
menggunakan
obat-obatan
setidaknya
jam
sebelum
13
Pusat
massa
peregangan
simetris
pita
CH2
dihitung
dengan
Protokol Tatalaksana
Azitromisin
Sampel diinstruksikan untuk menggunakan tetes mata azithromycin
1% 1 tetes 2 kali sehari untuk 2 hari lalu 1 per hari selama 4 minggu.
Sampel diminta untuk tidak menggunakan obat pada pagi hari pemeriksaan.
Doksisiklin
Doxycycline hyclate (100 mg) digunakan 2 kali sehari selama 2 bulan
terapi.
Statistik
Data dipresentasikan sebagai rata-rata standar error dari mean.
Signifikansi statistik ditentukan menggunakan Student's t-test. Nilai p<0,05
digunakan dalam training set. Rerata skor berada dalam batas normal untuk
sampel yang dikumpulkan 2 minggu setelah terapi azithromycin dihentikan
dan setelah 8 minggu terapi doxycycline. Rerata skor untuk sampel yang telah
menjalani terapi tidak mencapai tingkat 36 donor yang tidak pernah
mengalami gejala mata kering.
Pengukuran area infrared pita amide I dan II dari pinta carbonyl
infrared akibat lipid menunjukan kadar protein secara signifikan lebih tinggi
pada Md dibandingkan pada Mn. Doxycyline maupun azithromycin tidak
memengaruhi kadar protein.
dikaitkan dengan proton CH3 yang terikat dengan rantai pendek hidrokarbon.
Area relatif dari resonansi ini secara statistik lebih rendah pada Md
dibandingkan pada Mn. Penggunaan doxycycline mengembalikan rerata area
relatif resonansi 1,26 ppm ke level normal.
Jumlah wax tidak berbeda secara statistik dari sampel yang diukur
(p>0,05) selain dari sampel kelompok yang menjalani terapi doxycycline yang
kadar waxnya hampir dua kali lebih besar dibandingkan Mn. Perbandingan
cholesterylester dan wax secara signifikan lebih rendah pada Md dibandingkan
pada Mn dan pada sampel sampel kelompok yang menjalani terapi
doxycycline. Perbandingan gliserida dan wax pada sampel-sampel yang
diukur tidak memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik.
Resonansi perubahan kimia pada nilai di atas 7 ppm dikaitkan dengan
produk oksidasi lipid. Jumlah area dari semua resonansi di atas 7 secara
statistik tidak bermakna pada semua sampel.
Resonansi pada 7,9 ppm dikatikan dengan lipid hydroperoxida dan
luasnya relatif kecil, hanya 0,0046 dari area resonansi CH2 pada 1,39 ppm.
Resonansi 7,9 ppm secara statistik lebih besar pada pasien yang menjalani
pengobatan dibandingkan pada Md.
Diskusi
Penemuan utama pada penelitian ini adalah terapi menggunakan doxycycline
oral memiliki efek serupa dengan azithromycin topikal dalam memperbaiki tanda dan
gejala MGD dan mata kering. Penggunaan obat-obat tersebut mengubah karakteristik
dan komposisi meibum secara berbeda, menandakan adanya perbedaan dalam
mekanisme kerja obat.
Waktu perombakan air mata pasien MGD kembali ke nilai normal setelah 8
minggu penggunaan doxycycline oral. Gejala gatal dan bengkak juga berkurang
secara signifikan sebagai mana tanda-tanda lainnya. Dibandingkan 4 minggu
penggunaan azithromycin dari studi sebelumnya, doxycycline oral memiliki
efektivitas yang lebih rendah dalam meredakan sensasi benda asing dan tanda-tanda
penyumbatan dan sekresi dan membutuhkan periode pengobatan yang lebih lama
untuk menimbulkan efek.
Tidak seperti azithromycin, doxycycline tidak memperbaiki derajat urutan
lipid dan perubahan korelatif dalam suhu transisi fase. Suhu transisi fase, meski tidak
sebanding dengan suhu leleh, merupakan indikasi fluiditas sekresi lipid. Suhu transisi
18
fase yang lebih rendah menandakan pergerakan sekresi lipid yang lebih baik dari
dalam duktus kelenjar ke permukaan bola mata. Kandungan rotomer trans (urutan
lipid yang lebih tinggi) yang lebih tinggi dapat meningkatkan interaksi yang lebih
kuat antar lipid. Interaksi antar lipid yang lebih kuat dapat menurunkan tekanan
permukaan yang bisa menghambat penyebaran ML pada permukaan lapisan air pada
air mata, menyebabkan waktu perombakan yang lebih cepat. Pengobatan dengan
doxycycline tidak membutuhkan pengembalian suhu transisi fase dan urutan lipid ke
nilai normal.
Doxycycline dapat memperbaiki nilai PCA meibum lebih baik daripada
azithromycin. Dari studi ini, ditemukan bahwa nilai PCA dipengaruhi saturasi lipid,
urutan, protein, dan gugus CH3. Meski pengobatan azithromycin memperbaiki nilai
PCA, nilainya tidak menurun lebih rendah daripada normal dibandingkan dengan
penggunaan doxycycline.
Kadar protein dalam Md signifikan dan meningkat pada MGD dibandingkan
dengan Mn. Kadar protein dalam meibum dikaitkan dengan urutan lipid dan suhu
transisi fase. Protein mebum diduga meingkat dengan MGD, urutan lipid yang
meningkat menyebabkan penurunan aliran meibum dari kelenjar meibom ke tepi
kelopak mata. Tidak teredapat perubahan signifikan dalam jumlah protein meibum
pada pasien yang diobati dengan azithromycin maupun doxycycline. Namun,
perubahan kecil mungkin terjadi pada protein-protein tertentu dengan pengobatan
tersebut.
Dari keempat marker yang digunakan dalam pemeriksaan H-NMR, yakni
resonansi pada 5,2 ppm dan 1,26 ppm; jumlah relatif cholesterol ester; dan jumlah
produk hasil oksidasi lipid di atas 7 ppm, semuanya lebih rendah pada Md
dibandingkan pada Mn. Resonansi pada 5,2 ppm ditakitkan dengan terpenoid.
Resonansi pada 1,26 ppm dikaitkan dengan moietas rantai pendek CH3. Penggunaan
doxycycline mengembalikan area relatif pada resonansi 1,26 ppm ke nilai normal
namun penggunaan azithromycin tidak memiliki efek. Sebelum identitas dari
resonansi 1,26 ppm ditemukan, tidak banyak yang dapat disebutkan mengenai peran
resonansi ini dalam stabilitas lapisan air mata. Perbedaan efek doxycycline dan
azithromycin pada area relatif resonansi 1,26 ppm menandakan adanya perbedaan
mekanisme kerja obat. Perbedaan antara mekanisme kerja azithromycin dan
doxycycline pada karakteristikk meibum mungkin terkait dengan kemampuan
azithromycin untuk menghambat lipase jaringan atau bakteri yang dapat
mendegradasi
struktur
lipid.
Doxycycline
menghambat
enzim
matrix
19
degenerasi
makular.
Penelitian
lebih
lanjut
dibutuhkan
untuk
tidak stabil dan pasien mengalami tanda dan gejala mata kering. Ketika kadar
carotenoid diperbaiki menggunakan azithromycin maupun doxycycline, lapisan air
mata menjadi semakin stabil dan pasien tidak lagi mengalami tanda dan gejala mata
kering.
Kesimpulan
Penelitian ini menguatkan pentingnya peran evaluasi spektroskopik pada
tingal molekular setelah uji klinis. Dengan menggunakan spektroskopi, perubahan
komposisi yang mengembalikan meibum ke kondisi normal pada pasien yang
mengalami perbaikan dari manifestasi klinis MGD dapat diamati. Karena kedua obat
memiliki efek antibiotik, pengobatan MGD dapat mengurangi inflamasi yang
diinduksi bakteri. Kedua obat menunjukan efek antilipase yang menimbulkan
perubahan yang dapat diamati pada sekresi. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
mengklarifikasi mekanisme kerja kedua obat dalam terapi MDG. Idealnya, uji klinis
prospektif, terandomisasi, dan double-masked dapat dilakukan untuk melihat
perbedaan respon klinis dan juga komposisi meibum dalam terapi. Jumlah sampel
yang lebih banyak akan dibutuhkan, namun hal yang lebih sulit adalah melakukan
masking pada subjek dan penilai. Placebo topikal akan dibutuhkan untukk
penggunaan bersama sampel randomisasi yang menerima doxycyline dan placebo oral
akan diperlukan untuk penggunaan bersama sampel randominasi yang menerima
azithromycin topikal. Selain membedakan waktu respons dan karakteristik mebum,
sebuah studi perbandingan dapat diunakan untuk mengevaluasi derajat keparahan
sebuah penyakit yang paling responsif terhadap terapi.
21
LAMPIRAN
Figure 1.
A) Pasien dengan MGD menunjukan perbaikan dari gejala pada
respon 8 minggu setelah terpai doksisiklin oral
B) Tanda dari MGD mengalami perbbaikan pada pasien dengan
MGD pada respon 8 minggu setelah terapi oral doksisiklin
C) Perbaikan pada gejala setelah 8 minggu pengobatan doksisiklin
dibandingkan dengan perbaikan gejala setelah 4 minggu
pengobatan azitromisin topikal
D) Perbaikan pada tanda setelah 8 minggu pengobatan doksisiklin
diabndingkan dengan perbaikan pada tanda setelah 4 minggu
pengobatan topikal azitromisin
22
Figure 2.
Tear breakup time meningkat signifikan setelah 8 minggu pengobatan oral
doksisiklin dibandingkan dengan pasien MGD yang sebelumnya belum
dilakukan pengobatan.
23
Figure 3.
Data from the FTIR spectra of human meibum. Open bars: data are from a
published azithromycin study.42 Filled bars: data from a larger study.42 A)
Hydrocarbon order of Mn and Md at 33.4C was not statistically different in
patients after 8 weeks of oral doxycycline therapy (gray bars) and 1 month
after treatment was stopped. More order indicates stiffer lipids with stronger
lipid-lipid interactions. B) The phase transition temperatures of Md and Mn
were not statistically different in patients after 8 weeks of oral doxycycline
therapy (gray bars) and 1 month after treatment was stopped.
24
Figure 4.
Data from the FTIR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin
study. Filled bars: data is from a larger published study. * statistically
significant difference p < 0.05. Principal Component analysis was used to
analyze the CH and OH stretching region from 3612 to 2490 cm1 and the
fingerprint region from 1814 to 676 cm1. Based on a training set of 77
infrared spectra from Md and Mn,8 scores were assigned to the spectra. A
score higher than 59 indicates that the infrared spectra is similar to the spectra
of Md. A score lower than 59 indicates that the infrared spectra are similar to
the spectra of Mn.
25
Figure 5.
Data from the FTIR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin
study. Filled bars: data is from a larger published study. * Statistically
significant difference, p < 0.05. MGD: meibomian gland dysfunction.
26
Figure 6.
Data from 1H-NMR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin
study. Filled bars: data are from a larger published study (labled MGD and
Normal). Open bars: doxycycline study(labled DCN). A) The resonance at 5.2
ppm has been tentatively assigned to terpenoids. B) The resonance at 5.4 is
assigned to unconjugated =CH protons. C) The resonance at 1.26 ppm has
been tentatively assigned to short chain CH3 moieties. *Statistically
significant difference, p < 0.05.
27
29
30
31