Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

Perbandingan Hasil Terapi Disfungsi Kelenjar Meibom


Menggunakan Azithromycin Topikal dan Doxycycline
Oral Secara Klinis dan Spectroskopik

Pembimbing :
dr. Sri S Lukman, Sp.M
Disusun oleh :
Maya Damayanti
(1111103000004)

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga referat yang berjudul Perbandingan Hasil Terapi Disfungsi Kelenjar Meibom

Menggunakan Azithromycin Topikal dan Doxycycline Oral Secara Klinis dan Spectroskopik
ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Sri S Lukman, Sp.M yang telah membimbing dan
mengarahakan penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan
kepaniteraan klinik Stase Mata RSUD Bekasi.

Bekasi , 21 April 2015

Maya Damayanti

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................

PEMBAHASAN......................................................................................................

10

Abstrak.........................................................................................................
Pendahuluan ................................................................................................
Material dan metode....................................................................................
Hasil ............................................................................................................
Diskusi ........................................................................................................

10
11
12
17
19

LAMPIRAN.............................................................................................................

23

TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1 Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM)


Kelenjar meibom merupakan paghasil utama lapisan lipid air mata.
Kelenjar ini merupakan kelenjar sebaseus yang berada didalam tarsus, hampir
seluruhnya menempati tebal tarsus, tersusun secara berderet sebaris dan
vertikal terhadap margo palpebra. Jumlahnya 30-40 buah pada palpebra
superior dan 20-30 buah pada palpebra inferior. Duktus ekskretoriusnya
bermuara pada margo posterior palpebra superior dan inferior. Dalam keadaan
normal, muara ini tampak sebagai deretan lingkaran terbuka, dan bila
dilakukan penekanan pada kulit kelopak akan keluar cairan lipid berwarna
jernih.
Sekresi lipid oleh kelenjar meibom untuk membentuk lapisan luar air
mata terdiri dari lemak polar ( fosfolipid, trigliserida, dan free fatty acid/ FFA )
yang mudah larut dalam air dan lemak non polar (wax ester, sterol ester dan
hidro karbon) yang sulit larut dalam air, wax ester, sterol ester dan trigliserid
merupakan komponen terbanyak, sedangkan FFA walaupun hanya terdapat
dalam jumlah yang kecil tetapi merupakan komponen yang sangat penting.
Dalam keadaan normal FFA terdapat dalam jumlah 1, 98 % dari total lipid.
Gangguan keseimbangan komposisi ini akan mempengaruhi sifat fisik lapisan
lipid tersebut, yaitu:
Viskositas dipengaruhi oleh temperatur kelenjar-kelenjar tersebut.
Temperatur kelenjar diperlukan untuk melelehkan dan mencampur
komponen lipid. Pada keadaan normal lipid kelenjar meibom mencair

pada suhu 32o-36,5o C.


Penyebaran di atas lapisan akuos kornea untuk mencegah penguapan.
Komponen wax ester dan sterol ester bersifat hidrofobik, sebagai barier

evaporasi lapisan akuos.


Daya adhesi lapisan lipid ke kulit palpebra. Perlekatan ke kulit bersifat
anti air, untuk mencegah air mata tumpah ke pipi dan mengarahkan air

mata mengalir ke pungtum lakrimal.


Daya kohesi lapisan lipid di antara margo palpebra pada saat mata

tertutup untuk mencegah permukaan kornea dari kekeringan.


Interaksi yang dinamis antara lapisan lipid dengan udara dan lapisan
akuos serta dengan kulit.
4

Abnormalitas lapisan lipid air mata sering dihubungkan dengan


terjadinya Disfungsi kelenjar meibom (DKM). DKM adalah kelainan dimana
kelenjar meibom tidak mampu mengeluarkan lipid dengan kualitas dan
kuantitas yang baik. Pada DKM didapati gejala berupa rasa terbakar, sensasi
benda asing dan filmy vision. DKM ini ditandai oleh ekspresi lipid meibum
yang keruh dan terjadi kenaikan viskositas atau bahkan tidak ada ekspresi lipid
sama sekali, peradangan terbatas pada margo palpebra posterior (dapat meluas
ke konjungtiva dan kornea), tidak terlihat adanya muara kelenjar meibom atau
tampak sumbatan putih berkeratin yang menutupi muara, obstruksi dan dilatasi
duktus kelenjar meibom, pembesaran kelenjar asini, bahkan pada kasus yang
menahun dapat terjadi atrofi asini. Berat ringannya peradangan mata bagian
luar pada penderita DKM dapat bermanifestasi sebagai berikut: injeksi
konjungtiva tarsal dan bulbar, reaksi papil pada tarsus inferior, episkleritis,
erosi epitelial pungtata pada kornea inferior, infiltrat subepitelial dan epitelial
pada marginal inferior, pannus, kadang terjadi penipisan kornea.
Pada DKM terjadi ketidakseimbangan komposisi lipid, sehingga
mengakibatkan perubahan lipid yang akan disekresi. Perubahan ini
menyebabkan lapisan lipid meleleh pada titik cair yang lebih tinggi sehingga
adanya kondensasi lipid membuat sumbatan pada muara kelenjar meibom.
Akibat sekresi lipid dihambat dan memacu peradangan disekitarnya.
Gangguan komposisi lipid ini mengakibatkan peningkatan evaporasi dan
osmolaritas lapisan air mata (LAM).
Gangguan fungsi kelenjar meibom dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
1. Berkurangnya jumlah kelenjar meibom
2. Infeksi kronik kelenjar meibom
3. Penutupan muara kelenjar meibom
Patogenesis DKM belum jelas, diduga hiperkeratinisasi berperan pada
proses penymbatan muara dan pelebaran saluran kelenjar meibom. Pada saat
awal gangguan ditandai oleh hiperkeratinisasi pada epitel duktus kelenjar
meibom. Keratinisasi epitel duktus kelenjar mengakibatkan blokade atau
stenosis duktus atau orifisium kelenjar. Disamping itu, meningkatnya
5

kontribusi sel epitel dan debris seluler ke dalam ekskret kelenjar menyebabkan
penebalan dan pemadatan ekskret sehingga menghambat aliran ekskret dari
kelenjar. Diyakini bahwa meningkatnya keratinisasi (metaplasia skuamosa)
juga mempengaruhi diferensiasi sel asinar dan fungsi kelenjar. Proses patologi
metaplasia skuamosa yang terjadi tidak hanya pada orifisium dan sekeliling
margo palpebra, tetapi dapat juga sampai ke konjungtiva.
Teori lainnya melaporkan peranan bakteri gram positif pada tepi
palpebra yang mempunyai aktivitas sebagai enzim lipolitik dalam patogenesis
terjadinya DKM. Enzim lipolitik ini akan memecah lipid (wax ester dan sterol
ester) menjadi FFA, dimana FFA akan mempengaruhi kelarutan lipid yang
lainnya pada LAM (menimbulkan perbedaan titik cair) yang akhirnya
menyebabkan perubahan karakteristik LAM dan mempengaruhi stabilitas
LAM. Penelitian lainnya menunjukan hubungan antara peradangan meibom
dengan penurunan jumlah wax ester dan peningkatan jumlah sterol ester.
Sterol ester memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan wax ester,
sehingga kejadian ini akan meningkatkan titik cair lapisan lemaksehingga
terjadi kondensasi di orifisium yang mengakibatkan dihambatnya sekresi lipid
dan terjadinya penurunan stabilitas LAM. Penelitian lain menunjukan
hubungan antara peradangan meibom dengan penurunan jumlah wax ester dan
peningkatan jumlah sterol ester. Sterol ester memiliki titik cair yang lebih
tinggi dibandingkan wax ester, sehingga kejadian ini akan meningkatkan titik
cair lapisan lemak sehingga terjadi kondensasi di orifisium yang
mengakibatkan dihambatnya sekresi lipid dan terjadi penurunan stabilitas
LAM.
Hipotesis bahwa DKM mengakibatkan dry eye telah dibuktikan oleh
suatu penelitian yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan osmolaritas
LAM sehingga meningkatkan penguapan. Berkurangnya atau hilangnya
kelenjar meibom dapat diperiksa dengan cara meibography. Derajat hilangnya/
berkurangnya kelenjar meibom (the degree of meibom gland drop out) diberi
score sebagai berikut:

Gradasi 0 : tidak ada drop out


Gradasi 1 : hilangnya kelenjar kurang dari setengah tarsus inferior
6

Gradasi 2 : hilangnya kelenjar lebih dari setengah tarsus inferior


Sedangkan untuk mengetahui adanya penutupan muara kelenjar

meibom dengan cara: dilakukan penekanan pada tarsus superior dengan


terlebih dahulu meminta penderita melihat ke bawah dan diperiksa muara
kelenjar meibom. Hasil pemeriksaan menentukan derajat obstruksi muara
kelenjar meibom, yaitu:

Gradasi 0 : meibom jernih mudah ditekan keluar


Gradasi 1 : meibom keruh keluar dengan penekanan ringan
Gradasi 2 : meibom keruh (opak) keluar dengan penekanan lebih keras
Gradasi 3: meibom tidak dapat keluar meskipun dengan penekanan
yang keras
Gangguan stabilitas LAM dapat didiagnosis dengan test NIBUT (non
invasive break up time) dengan menggunakan tearscope plus, atau
break up time dapat juga diperiksa dengan bantuan zat warna flouoresin
unntuk mewarnai tear film. Pada kedua test ini didapati nilai yang
abnormal. Nilai normal NIBUT adalah 20 detik, sedangkan TBUT >
10 detik.

2.2 Lapisan Air Mata (LAM)


Secara anatomis, permuakaan mata ditutupi oleh keseluruhan mukosa yang
dibatasi oleh kulit pada margo palpebra superior dan inferior. Secara histologis, epitel
permukaan ini menutupi kornea dan konjungtiva. Untuk melindungi permukaan mata
7

terpapar lingkungan luar, terdapat mekanisme protektif untuk mencegah kekeringan


akibat penguapan derta terhadap invasi mikroba. Mekanisme protektif ini
dipertahankan oleh LAM, epitel permukaan adneksa. Epitel permukaan mata, LAM
dan adneksa saling membutuhkan satu sama lain dan secara fungsional adalah satu
kesatuan. LAM terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan lipid, lapisan akuos, dan lapisan
mukus. Lapisan lipid merupakan lapisan terluar dengan ketebalan 0,1 m 0,2 m.
Terutama disekresi oleh kelenjar meibom dan sebagian oleh kelenjar Zeis dan Moll.
Lapisan lipid ini mempunyai fungsi melicinkan pergerakan palpebra dan sebagai
barier untuk mencegah penguapan sehingga menjaga stabilitas LAM. Lapisan akuos
merupakan 90 % dari lapisan air mata, terletak dibagian tengah memiliki ketebalan
6-7 m, terutama disekresi oleh kelenjar lakrimal utama dan sebagian kecil oleh
kelenjar krauss dan wolfring. Lapisan akuos mengandung elektrolit ( natrium, klorida,
kalium, bikarbonat, kalsium, magnesium dan zink), glukosa, oksigen, urea, askorbat,
asam amino, imunoglobulin, lisozym, lisin, laktoferin dan interferon. Lapisan akuos
berperan sebagai perantara lewatnya oksigen ke kornea. Lapisan yang ketiga
merupakan lapisan yang paling dalam adalah lapisan musin. Lapisan ini mempunyai
ketebalan 0,03 m, terutama dihasilkan oleh sel-sel goblet, selain itu juga dihasilkan
oleh epitel permukaan konjungtiva dan kornea. Mengandung komponen utama mukus
glikoprotein. Musin yang dihasilkan oleh sel goblet disebut

O-linked mucin,

sedangkan yang dihasilan oleh sel epitel permukaan kornea dan konjungtiva disebut
N-linked mucin atau mucin like glycoprotein. Lapisan musin menyelimuti permukaan
epitelium sehingga menyebabkan turunnya tegangan permukaan dan permukaan
menjadi lebih hidrofilik sehingga lapisan akuos dapat tersebar merata diseluruh
permukaan kornea dan konjungtiva. Dengan demikian lapisan ini memegang peran
penting dalam kemampuan membasahi permukaan bola mata dan pemeliharaan
stabilitas lapisan air mata.
Selain memelihara epitel konjungtiva dan kornea agar tetap lembab, lapisan
air mata juga mempunyai fungsi membentuk permukaan refraksi yang baik,
melicinkan pergerakan palpebra, sebagai anti bakteri, dan sebagai pemasok nutrisi dan
oksigen yang diperlukan oleh epitel.
Fungsi air mata dibagi menjadi 2. Yaitu tear sufacing dan tear wet-ability.
Tear surfacing adalah kempuan air mata untuk dapat menyebar merata diatas
permukaan konjungtiva dan kornea, sedangkan tear wet-ability kemampuan air mata
untuk menyebar secara terus menerus sebagai lapisan tipis membasahi permukaan
8

mata. Tear surfacing akan terganggu jika terdapat perubahan morfologi epitel
permukaan mata. Tear wet-ability terganggu apabila terdapat perubahan kualitas lipis
dan musin.
Volume air mata dalam keadaan normal adalah 7,4 L, dengan pH rata-rata
6,5-7,6 dan osmolaritas 296-308 mOsm/L. Stabilitas LAM dipertahankan oleh ketiga
komposisi LAM, palpebra, epitel konjungtiva dan kornea, serta dipengaruhi oleh
integrasi neuroanatomi. Defisiensi lapisan lipid antara lain disebabkan oleh DKM.
Pada penderita DKM akan didapatkkan hasil BUT (break up time) yang memenndek,
waktu penguapan yang cepat dan osmolaritas yang tinggi. Defisiensi akuos
disebabkan oleh defek pada kelenjar lakrimalis atau kelainan sistemik yang
menyebabkan menurunnya sekresi kelenjar lakrimalis. Adanya gangguan pada lapisan
akuos dapat dideteksi dengan test Schirmer. Defisiensi musin dapat disebabkan oleh
defisiensi vitamin A. Sindroma Steven Johnson, pemfigoid okuler, dan trauma alkali
yang mengakibatkan rusaknya sel goblet. Untuk menilai kualitas musn dapat
dilakukan dengan test ferning.
Seperti yang telah diketahui palpebra memegang peranan penting dalam
proses pemerataan LAM melalui proses berkedip, dimana frekuensi berkedip orang
normal adalah 12-15 kali/menit. Selain meratakan air mata, reflek berkedip juga
menyapu debris pada permukaan kornea dan konjungtiva. Adanya kelainan bentuk
dan fungsi palpebra akan mengganggu proses pemerataan LAM. Kelainan tersebut
antara lain: enteropion, akteropion, simblefaron, koloboma, dan lagoftalmus.

PEMBAHASAN
Abstrak

Tujuan
Disfungsi Kelenjar Meibom (Meibomian Gland Disfunction, MGD) adalah
kondisi klinis yang sering terkait dengan penyakit mata kering evaporatif.
Perubahan kadar lipid pada kelenjar meibom telah ditemukan dalam beberapa
penelitian terkait MGD. Penelitian ini merupakan uji klinis secara prospektif
9

dan observasional yang ditujukan untuk mengetahui perbaikan manifestasi


klinis dari MGD sekaligus gambaran spektroskopik lipid kelenjar Meibom
setelah diberikan perlakuan berupa terapi dengan azithromycin topikal dan
doxycycline oral.

Metode
Sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis MGD yang ditegakkan
menggunakan kuesioner dan pemeriksaan slit lamp. Daya ikat lipid-lipid,
konformasi dan parameter transisi fase, dan kandungan protein meibum diukur
menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan principal
component analysis (PCA). Terpenoid diukur menggunakan spektromenter
proton nuclear magnetic resonance (H-NMR).

Hasil
Terapi topikal azithromycin dan terapi oral doxycycline dapat memperbaiki
manifestasi klinis dan struktur kimia lipid kelenjar meibom. Setelah 4 minggu
pengobatan, azithromycin terlihat lebih efektif dibandingkan doxycycline
dalam meredakan sensasi benda asing dan penyumbatan. Terapi menggunakan
azithomycin juga lebih efektif daripada doxycyline dalam memperbaiki
struktur kimia lipid kelenjar Meibom. Terapi doxycyline mengembalikan nilai
FTIR PCA dan area relatif resonansi H-NMR pada 1,26 ppm, namun hal
serupa

tidak

ditemukan

pada

terapi

azithromycin.

Kedua

terapi

mengembalikan tingkat area relatif resonansi H-NMR pada 5,2 ppm dan 7,9
ppm ke level normal. Oksidasi protein dan lipid meibum tidak dipengaruhi
azithromycin maupun doxycyline.

Kesimpulan
Mekanisme kerja doxycyline mungkin berbeda daripada azithromycin untuk
kondisi MDG. Ketika kadar karotenoid dalam meibum rendah, seperti pada
MGD, lapisan air mata menjadi tidak stabil dan pasien mengalami manifestasi
klinis mata kering. Ketika kadar karotenoid diperbaiki menggunakan

10

azithromycin dan doxycycline, stabilitas lapisan air mata akan membaik dan
pasien tidak lagi mengalami manifestasi klinis mata kering.

Pendahuluan
Gangguan kelenjar Meibom (MGD) adalah kondisi klinis yang menyebabkan
timbulnya tanda dan gejala iritasi kelopak mata dan seringkali juga menyebabkan
mata kering evaporatif. Perubahan pada struktur kimia lipid kelenjar meibom akibat
penuaan maupun penyakit dapat diamati menggunakan spektrometer maupun metode
lainnya. Perubahan yang ditemukan pada lipid menunjukan abnormalitas pada fungsi
lapisan air mata pada kasus mata kering evaporatif.
Terapi konvensional untuk MGD mencakup pemijatan kelopak mata dan
penggunaan doxycyline serta tertracyline sistemik. Penggunaan azithromycin oral
dapat memperbaiki tanda dan gejala mata kering. Penggunaan azithromycin dalam
DuraSite untuk penanganan blepharitis baru-baru ini telah diteliti. Uji klinis telah
menunjukan bahwa azithromycin topikal efektif untuk mengobati penyakit tepi
kelopak mata dan MGD serta dapat ditoleransi dengan baik. Azithromycin juga
memiliki efek antiinflamasi, menghambat sitokin proinflamasi, dan efektif terhadap
bakteri Gram negatif. Azithromycin dapat menembus permukaan mata dan bertahan
selama beberapa hari dalam kadar terapeutik meski pengobatan telah dihentikan.
Doxycyline adalah antibiotik yang dapat menghambat pembentukan matrix
metalliproteinase yang dapat merusak jaringan ikat. Doxycyline biasa digunakan
untuk ocular rosacea, memperbaiki gejala iritasi, meningkatkan stabilitas lapisan air
mata, dan erosi kornea.
Azithromucon dalam DuraSite dapat meredakan tanda dan gejala mata kering
pada pasien MGD dan memperbaiki karakteristik biofisika meibum. Pada studi ini
akan, karakteristik meibum akan diteliti lebih lanjut pada saat sebelum dan sesudah
pengobatakan menggunakan azithromycin topical dan doxycyline oral. Daya ikat
lipid-lipid, konformasi dan parameter transisi fase, dan kandungan protein meibum
diukur menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan principal
component analysis (PCA). Terpenoid diukur menggunakan spektromenter proton
nuclear magnetic resonance (H-NMR).
Material dan Metode
Subjek
11

Dua puluh dua untuk studi azitromisin dan 9 untuk studi doksisiklin
yang didiagnosis dengan gejala MGD yang tidak respon terhadap pemijatan
kelopak mata yang merupakan aplikasi dari kompres panas untuk kelopak
mata. Penulisan persetujuan dari semua donor. Semua protokol dan prosedur
ditinjau oleh Institutional Review Boards of the University of Louisvile dan
the Louisvile Veterans Adsminitration Hospital dan prosedur yang sesuai
dengan Declaration of Helsinki. Demografi subjek dirangkum dalam tabel 1.
Kriteria inklusi subjek adalah gejala MGD pada sunjek antara usia 18 dan 20
tahun yang tidak menggunakan antibiotik sistemik atau topikal atau
menggunakan obat antiinflamasi topikal. Kriteria eksklusi adalah sejarah
alergi terhadap azitromisin, perubahan anatomi kelopak mata (dengan
pengecualian dari MGD), atau ketidakmampuan untuk memahami persetujuan
atau melengkapi terapi yang diminta. Semua orang menjalani pemeriksaan
lengkap dari kelopak mata anterior segmen mata termasuk pengukuran
tekanan intraokular sebelum masuk ke ruang kerja. Skala penilaian untuk
evaluasi tanda dan gejala yang digunakan dalam setiap penelitian untuk setiap
penelitian untuk memastikan komparabilitas keparahan dan hasil. Gejala
diukur pada skala kategori 4 poin tidak ada, ringan , sedang, dan berat sesuai
dengan respon subjek untuk pertanyaan mengenai gatal, terbakar, sensasi
benda asing, kemerahan dikelopak mata, dan kelopak mata bengkak (tabel II).
Tanda dievaluasi dengan observasi slit lamp untuk injeksi konjungtiva,
flouresen tear breakup time, perwarnaan permukaan mata dengan flouresen,
dan evaluasi margin kelopak mata dan karakter lubang kelenjar meibom dan
sekresinya (tabel III). Beberapa tanda dan skala kategoris empat poin seperti
yang dirangkum pada tabel III. Tanda, tear breakup time, diukur dalam detik
setelah berkedip setelah diberikan 5 l laruta flouresen topikal 1 %.

Material
Silver chlorie windows untuk infrared spectroscopy diperoleh dari
Crystran Limited, Poole, United kingdom. Semua bahan kimia yang dibeli dari
Sigma-Aldrich Chemical Co., St. Louis MO. Azitromisin dari Inspire
Pharmaceuticals, Inc., Raleigh NC, sekarang bagian dari Merck and Co. Inc.,

12

Whitehouse Station, NJ. Tablet doksisiklin hyclate 100 mg dibeli dari IVAX
Cororation, Miami, FL.

Pengumpulan Lapisan Air Mata


Lipid meibum (ML) didapatkan dari 31 pasien, eksresi kelenjar
meibom diambil menggunakan spatula platinum. Ekspresi kelopak mata
dilakukan dengan aplikator berujung kapas setelah diteteskan propacaine
topikal. Keempat kelopak mata diekspresikan dan sekitar 1 mg meibum
dikumpulkan dari tiap individu untuk uji spektroskopi. Hasil ekspressi
dikumpulkan menggunakan spatula platinum dan diapuskan pada permukaan
AgCl dan pada 0,5 ml tetrahydrofuran/methanol, v:v (THF/MeOH) dalam vial
mikro 9 mm dengan tutup Teflon. Semua sampel dibekukan dalam gas argon
sebelum diperiksa. Metode penyimpanan tersebut tidak memengaruhi kualitas
sampel hingga 2 bulan. Sebeltum analisis NMR dilakukan, vial mikro
THF/MeOH yang ML diuapkan menggunakan aliran gas argon. Pengambilan
sampel meibum dilakukan pada saat sebelum terapi, minggu kedua, dan
keempat dari pemberian azithromycin. Pengambilan sampel meibum
dilakukan pada saat sebelum terapi, minggu keempat, kedelapan, dan 1 bulan
setelah terapi dihentikan dari pemberian doxycyline. Pasien diberitahukan
untuk

tidak

menggunakan

obat-obatan

setidaknya

jam

sebelum

pengumpulan sekresi lipid.

Fourier Transform Infrared Spectroscopy


Spectrum infrared diukur menggunakan Nicolet 5000 Magna Series
Fourier transform infrared spectrometer. ML ditempatkan pada permukaan
AgCl dan disimpan pada temperature-controlled infrared cell holder. Suhu
sampel diukur dan diatur menggunakan thermistor yang menempel pada
jendela sel sampel. Laju pemanasan atau pendinginan untuk mempertahankan
suhu sampel adalah 1C/15 menit. Suhu dipertahankan pada 0,01C. 150
inferogram direkam dan dirata-ratakan. Resolusi spektral ditetapkan pada 1.0
cm-1.

13

Analisis data infrared dilakukan dengan perangkat lunak GRAMS/386.


Frekuensi pita CH2 pada 2850 cm-1 digunakan untuk memperkirakan
kandungan rotometer trans dan gauche dalam rantai hidrokarbon. Nilai vsym
dihitung dengan melihat daerah peregangan OH-CH pada 3.500 dan 2.700 cm1.

Pusat

massa

peregangan

simetris

pita

CH2

dihitung

dengan

mengintegrasikan 10% puncak intensitas pita.


Gugus lipid CH2 dalam rantai hidrokarbon tampak sebagai rotometer
gauche, banyak ditemukan pada rantai hidrokarbon tidak teratur. Rotomenter
trans lebih banyak pada rantai hidrokarbon yang teratur. Ururan rantai
hidrokarbon lipid dapat dievaluasi dengan melihat kadar rotomer trans CH2.
Nilai frekuensi peregangan simetris CH2 (vsymn) bergantung pada kadar
rotomer trans dan gauche, dan digunakan untuk menilai transisi fase lipid
seiring perubahan suhu. Penggunaan rotomer trans dan gauche menjadikan
persamaan transisi fase lipid sebagai sebuah rumus sigmoidal dua kondisi.
Urutan lipid pada suhu 33,4C dihitung dengan ekstrapolasi vsym pada 33,4C
dari transisi fase dan mengubah vsym menjadi kadar (dalam %) rotomer trans,
sebuah metode untuk mengukur ururan konformasi lipid. Nilai trans rotomer
digunakan untuk mengukur enthalpi dan entropi transisi fase dari turunan plot
Arrhenius seperti yang telah dijelaskan. Plot Arrhenius dari transisi fase lipid
air mata lienar dengan koefisien korelasi lebih besar daripada 0,998.

Principal Component Analysis


PCA dan analisis data infrared dilakukan dengan perangkat lunak
GRAMS/386. PCA digunakan untuk menganalisis variasi antar spektrum yang
disebut training set. PCA menemukan variasi yang tampak sinkron secara
proporsional dan mengekstraksinya untuk menghasilkan eigenvector yang
seringkali menyerupai spektrum infrared. Eigenvector disebut juga spektrum
loading atau faktor yang merepresentasikan komponen yang berubah
konsentrasinya dari sampel ke sampel. Training set bisa digunakan sebagai
model hubungan antara eigenvectors dan perubahan akibat penuaan atau
penyakit. Training set spektrum infrared didapatkan dari meibum pasien MGD
(Md) dan donor normal (Mn). Untuk setiap spektrum, 2 tolak ukur yang
14

digunakan adalah usia dan skor kelainan/normalitas kelenjar meibom. skor


kelainan/normalitas kelenjar meibom Md ditetapkan pada 0 dan skor
kelainan/normalitas kelenjar meibom normal ditetapkan pada 100. Training set
mencakup daerah peregangan CH dan OH dari 3612 hingga 2490 cm-1 dan
daerah sidik jari dari 1814 hingga 676 cm-1. Jumlah total spektrum yang
digunakan adalah 73 dengan 41 mewakili Md dan 32 mewakili Mn.

Pengolahan sampel untuk analisis NMR


Setelah analisis infrared dan evaporasi pelarut, ML dipisahkan dari
AgCl menggunakan serangkaian pelarut dengan hidrofobisitas yang berbedabeda untuk memastikan semua kelas lipid terekstraksi. Pertama ML pada
permukaan AgCl diposisikan menghadap ke bawah, kepada vial kaca scintilasi
15 ml yang mengandung 1 ml hexane dan gas argon. Vial kaca lebih baik
daripada plastik dan digunakan di seluruh protokol untuk menghindari
kontaminasi plastik. Vial dimasukan ke dalam mesin ultrasonik Hexane
dimasukkan ke vial mikro yang mengandung ML. Hexane dievaporasi di
bawah aliran gas nitrogen. Methanol (1,5 mL) ditambahkan pada vial scintilasi
yang mengandung AgCl dan gas argon. Vial dimasukan ke dalam mesin
ultrasonik selama 10 menit. Methanol dimasukan ke vial mikro yang
mengandung ML dan dievaporasi di bawah aliran gas nitrogen. THF/MeOH
(1,5 mL) ditambahkan pada vial scintilasi yang mengandung AgCl yang telah
dibersihkan dengan gas argon. Vial dimasukan ke dalam mesin ultrasonik
selama 1 menit. Vial mirko yang mengandung lipid meibum dilipofilisasi
selama 12 jam untuk menghilangkan pelarut organik. Cyhlohexane
terdeuterasi (0,5 mL) ditambahkan ke dalam sampel dan dimasukkan ke dalam
mesin ultra sonik selama 10 menit. Larutan dipindahkan ke dalam tabung kaca
NMR dan spekterum NMR dikumpulkan.

Pengukuran Spektrum NMR


Data spektrum didapatkan. Parameter yang digunakan adalah: 800
pemindaian didapatkan dengan lebar spektrum 15 ppm, 60 pulse, poin data 4K, waktu jeda 1,0 detik, dan waktu akuisisi pada suhu 25C 2049 detik.
Perhitungan dilakukan menggunakan perangkat lunak GRAMS 386.
15

Protokol Tatalaksana
Azitromisin
Sampel diinstruksikan untuk menggunakan tetes mata azithromycin
1% 1 tetes 2 kali sehari untuk 2 hari lalu 1 per hari selama 4 minggu.
Sampel diminta untuk tidak menggunakan obat pada pagi hari pemeriksaan.
Doksisiklin
Doxycycline hyclate (100 mg) digunakan 2 kali sehari selama 2 bulan
terapi.
Statistik
Data dipresentasikan sebagai rata-rata standar error dari mean.
Signifikansi statistik ditentukan menggunakan Student's t-test. Nilai p<0,05

dianggap signifikan secara statistik.


Hasil
Klinik
Hasil uji klinis azithromycin kami telah dilaporkan. Sembilan subjek
yang mengikuti uji doxycycline telah menjalani 8 minggu terapi. Respons
terapi yang dilaporkan subjek menunjukkan perbaikan yang dapat diobservasi
pada minggu keempat namun respon yang lebih hebat terlihat pada minggu ke
delapan. Seluruh subjek melaporkan hilangnya atau meredanya gejala pada
minggu keempat terapi.
Perbaikan gejala yang dinilai menggunakan mean skor keparahan,
berkurangnya rasa gatal dan pembengkakan dalam jumlah yang signifikan
secara statistik (p<0,05) teramati pada minggu kedelapan penetilitan. Setelah 8
minggu terapi, seluruh subjek melaporkan tidak ada gejala terbakar. Figur 1
tidak signifikan secara statiskit karena hanya 3 dari 8 subjek yang melaporkan
sensasi terbakar pada awal penelitian.
Semua tanda dari penyakit tepi kelopak mata mengalami perbaikan
pada minggu keempat dengan sumbatan, rubor, dan pembengkakan sebagai
tanda yang paling signifikan (p<0,05). Perbaikan dalam waktu perombakan air
mata sangat signifikan pada minggu kedelapan terapi (p<0,001).

Analisis Spektroskopik Infrared Meibum


16

Parameter transisi fasi meibum diukur menggunakan FTIR dan


disimpulpkan pada tabel V. Suhu transisi fase dan urutan lipid pada 33,4 C ML
berbeda secara signifikan antara Md dan Mn (p < 0,01). Suhu transisi fase dan
derajat pengurutan lupid dari subjek dapat dibandingkan dengan data dari studi
lain tentang MGD. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada parameter
transisi fase subjek-subjek yang menjalani terapi doxycycline.
Pengukuran berbagai parameter transisi fase yang diteliti pada
penelitian ini hanya membutuhkan 0,1% spektrum meibum manusia. PCA
digunakan untuk menganalisis dareah disekitar peregangan gugus CH dan OH
dari 3612 hingga 2490cm-1 dan daerah sidik dari dari 1814 hingga 676 cm-1.
Berdasarkan training set yang terdiri dari 77 spektrum infrared dari Md dan
Mn, skor diberikan kepada spektrum. Skor di atas 59 menandakan spektrum
infrared serupa dengan spektrum Md. Skor di bawah 59 menandakan spektrum
infrared seruma dengan spektrum Mn. Semua skor dari subjek selain dari
subjek setelah 1 bulan periode pengobatan azithromycin memiliki skor yang
secara signifikan

(p<0,05) lebih rendah daripada 41 pasien MGD yang

digunakan dalam training set. Rerata skor berada dalam batas normal untuk
sampel yang dikumpulkan 2 minggu setelah terapi azithromycin dihentikan
dan setelah 8 minggu terapi doxycycline. Rerata skor untuk sampel yang telah
menjalani terapi tidak mencapai tingkat 36 donor yang tidak pernah
mengalami gejala mata kering.
Pengukuran area infrared pita amide I dan II dari pinta carbonyl
infrared akibat lipid menunjukan kadar protein secara signifikan lebih tinggi
pada Md dibandingkan pada Mn. Doxycyline maupun azithromycin tidak
memengaruhi kadar protein.

Analisis H-NMR Meibum


Dari analisis H-NMR, ditemukan intensitas relatif pita pada 5,2 ppm
yang merupakan proton yang ada dalam ikatan ganda terpenoid telah kembali
ke level normal setelah terapi menggunakan azithromycin dan doxycycline.
Resonansi dari ikatan ganda pada 5,4 ppm tidak berubah dengan terapi
menggunakan doxycycline maupun azithromycin. Resonan pada 1,26 ppm
17

dikaitkan dengan proton CH3 yang terikat dengan rantai pendek hidrokarbon.
Area relatif dari resonansi ini secara statistik lebih rendah pada Md
dibandingkan pada Mn. Penggunaan doxycycline mengembalikan rerata area
relatif resonansi 1,26 ppm ke level normal.
Jumlah wax tidak berbeda secara statistik dari sampel yang diukur
(p>0,05) selain dari sampel kelompok yang menjalani terapi doxycycline yang
kadar waxnya hampir dua kali lebih besar dibandingkan Mn. Perbandingan
cholesterylester dan wax secara signifikan lebih rendah pada Md dibandingkan
pada Mn dan pada sampel sampel kelompok yang menjalani terapi
doxycycline. Perbandingan gliserida dan wax pada sampel-sampel yang
diukur tidak memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik.
Resonansi perubahan kimia pada nilai di atas 7 ppm dikaitkan dengan
produk oksidasi lipid. Jumlah area dari semua resonansi di atas 7 secara
statistik tidak bermakna pada semua sampel.
Resonansi pada 7,9 ppm dikatikan dengan lipid hydroperoxida dan
luasnya relatif kecil, hanya 0,0046 dari area resonansi CH2 pada 1,39 ppm.
Resonansi 7,9 ppm secara statistik lebih besar pada pasien yang menjalani
pengobatan dibandingkan pada Md.
Diskusi
Penemuan utama pada penelitian ini adalah terapi menggunakan doxycycline
oral memiliki efek serupa dengan azithromycin topikal dalam memperbaiki tanda dan
gejala MGD dan mata kering. Penggunaan obat-obat tersebut mengubah karakteristik
dan komposisi meibum secara berbeda, menandakan adanya perbedaan dalam
mekanisme kerja obat.
Waktu perombakan air mata pasien MGD kembali ke nilai normal setelah 8
minggu penggunaan doxycycline oral. Gejala gatal dan bengkak juga berkurang
secara signifikan sebagai mana tanda-tanda lainnya. Dibandingkan 4 minggu
penggunaan azithromycin dari studi sebelumnya, doxycycline oral memiliki
efektivitas yang lebih rendah dalam meredakan sensasi benda asing dan tanda-tanda
penyumbatan dan sekresi dan membutuhkan periode pengobatan yang lebih lama
untuk menimbulkan efek.
Tidak seperti azithromycin, doxycycline tidak memperbaiki derajat urutan
lipid dan perubahan korelatif dalam suhu transisi fase. Suhu transisi fase, meski tidak
sebanding dengan suhu leleh, merupakan indikasi fluiditas sekresi lipid. Suhu transisi

18

fase yang lebih rendah menandakan pergerakan sekresi lipid yang lebih baik dari
dalam duktus kelenjar ke permukaan bola mata. Kandungan rotomer trans (urutan
lipid yang lebih tinggi) yang lebih tinggi dapat meningkatkan interaksi yang lebih
kuat antar lipid. Interaksi antar lipid yang lebih kuat dapat menurunkan tekanan
permukaan yang bisa menghambat penyebaran ML pada permukaan lapisan air pada
air mata, menyebabkan waktu perombakan yang lebih cepat. Pengobatan dengan
doxycycline tidak membutuhkan pengembalian suhu transisi fase dan urutan lipid ke
nilai normal.
Doxycycline dapat memperbaiki nilai PCA meibum lebih baik daripada
azithromycin. Dari studi ini, ditemukan bahwa nilai PCA dipengaruhi saturasi lipid,
urutan, protein, dan gugus CH3. Meski pengobatan azithromycin memperbaiki nilai
PCA, nilainya tidak menurun lebih rendah daripada normal dibandingkan dengan
penggunaan doxycycline.
Kadar protein dalam Md signifikan dan meningkat pada MGD dibandingkan
dengan Mn. Kadar protein dalam meibum dikaitkan dengan urutan lipid dan suhu
transisi fase. Protein mebum diduga meingkat dengan MGD, urutan lipid yang
meningkat menyebabkan penurunan aliran meibum dari kelenjar meibom ke tepi
kelopak mata. Tidak teredapat perubahan signifikan dalam jumlah protein meibum
pada pasien yang diobati dengan azithromycin maupun doxycycline. Namun,
perubahan kecil mungkin terjadi pada protein-protein tertentu dengan pengobatan
tersebut.
Dari keempat marker yang digunakan dalam pemeriksaan H-NMR, yakni
resonansi pada 5,2 ppm dan 1,26 ppm; jumlah relatif cholesterol ester; dan jumlah
produk hasil oksidasi lipid di atas 7 ppm, semuanya lebih rendah pada Md
dibandingkan pada Mn. Resonansi pada 5,2 ppm ditakitkan dengan terpenoid.
Resonansi pada 1,26 ppm dikaitkan dengan moietas rantai pendek CH3. Penggunaan
doxycycline mengembalikan area relatif pada resonansi 1,26 ppm ke nilai normal
namun penggunaan azithromycin tidak memiliki efek. Sebelum identitas dari
resonansi 1,26 ppm ditemukan, tidak banyak yang dapat disebutkan mengenai peran
resonansi ini dalam stabilitas lapisan air mata. Perbedaan efek doxycycline dan
azithromycin pada area relatif resonansi 1,26 ppm menandakan adanya perbedaan
mekanisme kerja obat. Perbedaan antara mekanisme kerja azithromycin dan
doxycycline pada karakteristikk meibum mungkin terkait dengan kemampuan
azithromycin untuk menghambat lipase jaringan atau bakteri yang dapat
mendegradasi

struktur

lipid.

Doxycycline

menghambat

enzim

matrix
19

metalloproteinase. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengklarifikasi


mekanisme aksi doxycycline dan azithromycin.
Produk oksidasi lipid ditemukan lebih rendah pada Md dibandingkan mada
Mn. Pengobatan dengan azithromycin maupun doxycycline tidak menimbulkan
perubahan pada total kadar oksidasi lipid meibum secara signifikan. Satu resonansi
kecil pada 7,9 ppm, sepersepuluh area resonansi di atas 7 ppm kembali pada tingkat
yang lebih tinggi setelah pengobatan dengan azithromycin dan doxycycline.
Resonansi pada 7,9 ppm diduga merupakan lipid hydroperoxide. Relevansi
dari penemuan ini masih belum jelas karena identitas dari resonansi tersebut belum
bisa dipastikan.
Jumlah cholesterylester relatif terhadap wax menurun pada MGD dan
pengobatan dengan doxycycline, namun tidak pada pengobatan dengan azithromycin.
Tiga kelompok donor ditemukan memiliki distribusi relatif kadar cholesterylesters
yang luas. Distribusi tersebut menyebabkan nilai standar deviasi yang besar terkait
dengan jumlah rerata cholesterylester ketiga kelompok tersebut. Cholesterylester
memiliki sedikit pengaruh pada konformasi wax. Jumlah cholesterylester lebih rendah
pada MGD, begitu pula dengan stabilitas lapisan air mata. Pada penelitian ini,
pengobatan dengan doxycycline ditemukan dapat menurunkan kadar cholesterylester
namun stabilitas lapisan air mata meningkat, berkebalikan dengan hubungan antara
stabilitas lapisan air mata dan jumlah cholesterylester pada MGD. Hal ini
menandakan perubahan pada jumlah cholesterylester tidak berpengaruh pada
perubahan stabilitas lapisan air mata.
Baik penggunaan doxycycline maupun azithromycin dapat mengembalikan
area relatif resonansi 5,2 ppm ke tingkat normal. Resonansi 5,2 ppm pada spektrum
meibum H-NMR diduga terkait dengan squalene, namun dugaan ini belum dapat
dipastikan. Resonansi ini dapat timbul dari terpenoid yang mengandung proton dalam
bentuk gugus CH yang terikat secara trans pada moietas CH3. Karotenoid, sejenis
terpenoid seperti lycopene dan lutein ditemukan pada mata. Senyawa serupa
carotenoid ditemukan dalam meibum manusia menggunakan spektroskop Raman.
Carotenoid merupakan antioksidan kuat dan terpenoid secara umum dapat melindungi
mata dari berbagai penyakit. Konsentrasinya lebih rendah dalam retina donor yang
mengalami

degenerasi

makular.

Penelitian

lebih

lanjut

dibutuhkan

untuk

mengidentifikasi senyawa yang menimbulkan resonansi 5,2 ppm agar mekanisme


kerja azithromycin dan doxycyline dapat diketahui lebih lanjut. Ketika kadar
carotenoid dalam meibum rendah, seperti pada kasus MGD, lapisan air mata menjadi
20

tidak stabil dan pasien mengalami tanda dan gejala mata kering. Ketika kadar
carotenoid diperbaiki menggunakan azithromycin maupun doxycycline, lapisan air
mata menjadi semakin stabil dan pasien tidak lagi mengalami tanda dan gejala mata
kering.
Kesimpulan
Penelitian ini menguatkan pentingnya peran evaluasi spektroskopik pada
tingal molekular setelah uji klinis. Dengan menggunakan spektroskopi, perubahan
komposisi yang mengembalikan meibum ke kondisi normal pada pasien yang
mengalami perbaikan dari manifestasi klinis MGD dapat diamati. Karena kedua obat
memiliki efek antibiotik, pengobatan MGD dapat mengurangi inflamasi yang
diinduksi bakteri. Kedua obat menunjukan efek antilipase yang menimbulkan
perubahan yang dapat diamati pada sekresi. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
mengklarifikasi mekanisme kerja kedua obat dalam terapi MDG. Idealnya, uji klinis
prospektif, terandomisasi, dan double-masked dapat dilakukan untuk melihat
perbedaan respon klinis dan juga komposisi meibum dalam terapi. Jumlah sampel
yang lebih banyak akan dibutuhkan, namun hal yang lebih sulit adalah melakukan
masking pada subjek dan penilai. Placebo topikal akan dibutuhkan untukk
penggunaan bersama sampel randomisasi yang menerima doxycyline dan placebo oral
akan diperlukan untuk penggunaan bersama sampel randominasi yang menerima
azithromycin topikal. Selain membedakan waktu respons dan karakteristik mebum,
sebuah studi perbandingan dapat diunakan untuk mengevaluasi derajat keparahan
sebuah penyakit yang paling responsif terhadap terapi.

21

LAMPIRAN

Figure 1.
A) Pasien dengan MGD menunjukan perbaikan dari gejala pada
respon 8 minggu setelah terpai doksisiklin oral
B) Tanda dari MGD mengalami perbbaikan pada pasien dengan
MGD pada respon 8 minggu setelah terapi oral doksisiklin
C) Perbaikan pada gejala setelah 8 minggu pengobatan doksisiklin
dibandingkan dengan perbaikan gejala setelah 4 minggu
pengobatan azitromisin topikal
D) Perbaikan pada tanda setelah 8 minggu pengobatan doksisiklin
diabndingkan dengan perbaikan pada tanda setelah 4 minggu
pengobatan topikal azitromisin

22

Figure 2.
Tear breakup time meningkat signifikan setelah 8 minggu pengobatan oral
doksisiklin dibandingkan dengan pasien MGD yang sebelumnya belum
dilakukan pengobatan.

23

Figure 3.
Data from the FTIR spectra of human meibum. Open bars: data are from a
published azithromycin study.42 Filled bars: data from a larger study.42 A)
Hydrocarbon order of Mn and Md at 33.4C was not statistically different in
patients after 8 weeks of oral doxycycline therapy (gray bars) and 1 month
after treatment was stopped. More order indicates stiffer lipids with stronger
lipid-lipid interactions. B) The phase transition temperatures of Md and Mn
were not statistically different in patients after 8 weeks of oral doxycycline
therapy (gray bars) and 1 month after treatment was stopped.

24

Figure 4.
Data from the FTIR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin
study. Filled bars: data is from a larger published study. * statistically
significant difference p < 0.05. Principal Component analysis was used to
analyze the CH and OH stretching region from 3612 to 2490 cm1 and the
fingerprint region from 1814 to 676 cm1. Based on a training set of 77
infrared spectra from Md and Mn,8 scores were assigned to the spectra. A
score higher than 59 indicates that the infrared spectra is similar to the spectra
of Md. A score lower than 59 indicates that the infrared spectra are similar to
the spectra of Mn.

25

Figure 5.
Data from the FTIR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin
study. Filled bars: data is from a larger published study. * Statistically
significant difference, p < 0.05. MGD: meibomian gland dysfunction.

26

Figure 6.
Data from 1H-NMR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin
study. Filled bars: data are from a larger published study (labled MGD and
Normal). Open bars: doxycycline study(labled DCN). A) The resonance at 5.2
ppm has been tentatively assigned to terpenoids. B) The resonance at 5.4 is
assigned to unconjugated =CH protons. C) The resonance at 1.26 ppm has
been tentatively assigned to short chain CH3 moieties. *Statistically
significant difference, p < 0.05.

Tabel 1. Demografi Subjek

27

Tabel 2. Grading of Clinical Symptoms

Tabel 3. Grading of Clinical Signs


28

Tabel 4. Respon Global Terhadap Terapi

29

Tabel 5. Parameter Fase Transisi untuk Studi Doksisiklin

Tabel 6. Komposisi Lemak Meibum

Tabel 7. Oksidasi Lemak Meibum

30

31

Anda mungkin juga menyukai