Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

PENGELOLAAN DAS

Dosen Pengampu:
Prof.Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS.
Oleh:
Meidiana Teja Hapsari
125060400111050
Kelas A

Ada tiga jenis organisasi pengelola wilayah sungai di Indonesia.


Pertama, dengan pemulihan biaya operasional dan pemeliharaan, yakni
terdapat pemanfaatan sumber daya air di daerah aliran sungai, seperti
Perum

Jasa Tirta I

dan Perum Jasa Tirta II. Kedua, organisasi

pengelola wilayah sungai yang hanya melaksanakan operation dan


pemeliharaan prasarana sumber daya air dengan biaya APBD dan di
bawah

yurisdiksi

pemerintah

provinsi

sebanyak

57

organisasi

pengelola wilayah sungai.


Ketiga, organisasi pengelola wilayah sungai dengan kegiatan yang
lebih lengkap mulai dari perencanaan, konservasi sumber daya air,
pengembangan sumber daya air dan pemanfaatan air sumber daya,
mengendalikan daya rusak air, dan operasi dan pemeliharaan, dengan
biaya APBN dan di bawah Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum.
Organisasi pengelola wilayah sungai dapat berupa dewan (council),
komite (committee), otoritas (authority), komisi (commission), agensi
(agency), korporasi (corporation), badan pengelola air (water board) dan
lain-lain. Akan tetapi , berdasarkan sistem kewenangan dan administrasi,
secara garis besar Sistem Pengelola Air dapat dibedakan menjadi dewan/
komite, pemerintah dan perusahaan. Setiap sistem pengelolaan tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dikaji dan didiskusikan
untuk

mencapai

kesesuaian

dalam

penerapannya.

(http://www.pu.go.id/m/main/view/9660)
Jasa Tirta I dan II
Pengolahan

air

minum

di

Jakarta

sangat

tergantung

pada

ketersedian air baku. Sekitar 90% tergantung pada Perum PJT II Jatiluhur.
Sisanya menggunakan air curah dari Sungai Cisadane di Kabupaten
Tangerang. Sebagai BUMN di bawah kendali Kementerian Pekerjaan Umum
(PU), Perum Jasa Tirta (PJT) II belum optimal menjadi pensuplai air baku ke
wilayah DKI Jakarta.
Kualitas dan debit air baku minimum tidak bisa dijaga oleh Perum
PJT II. Persoalan lain, air baku mengalir masuk ke wilayah DKI Jakarta
melalui Tarum Barat (Kali Malang) yang dalam perjalanannya ke Jakarta,

air juga diperlukan untuk irigasi sawah yang cukup besar apalagi di musim
kemarau, sehingga debit bermasalah. Di tahun 2015 kedua operator akan
mengalami defisit debit air sekitar 9.100 lps atau sekitar 9.1 m3/detik.
Siapapun operatornya, masalah ini tidak akan terpecahkan dalam 5 tahun
mendatang.
Air baku dalam perjalanannya ke wilayah DKI Jakarta juga tercampur
dengan air Sungai Bekasi yang sangat tercemar dan bau di Bendung
Bekasi, sehingga membuat pengolahan air minum di operator menjadi
sangat mahal. Pembuatan siphon yang dimulai pada tahun 2010 di
pertemuan Tarum Barat dengan Sungai Bekasi banyak kendalanya dan
hingga hari ini belum bisa optimal memisahkan air baku dari Tarum Barat
dengan air Sungai Bekasi yang tercemar.
Persoalan bertambah buruk ketika hujan, air baku akan dibuang ke
laut karena kalau tidak akan menggenangi wilayah Kabupaten Bekasi.
Otomatis meskipun musim penghujan, Jakarta akan tetap kekurangan air
baku. Selain itu faktor kebocoran yang disebabkan oleh pencurian air
melalui pipa utama oleh masyarakat, memodifikasi meter dan pencurian
melalui hidran yang diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) oleh oknum tidak bertanggungjawab sangat tinggi, sehingga
merugikan

kedua

operator

dan

tentunya

konsumen.

(http://news.detik.com/kolom/2800495/nasib-air-minum-jakarta-pascagugatan-warga-negara)
Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum.
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Murung Raya
(MURA) kembali mempersoalkan kinerja Dinas Pekerjaan Umum (PU)
setempat. Pasalnya, kinerja lembaga pemerintah yang satu itu dinilai
belum optimal.
Johansyah, anggota DPRD Murung Raya dari Partai Persatuan
Pembangunan menilai, kinerja Dinas PU setempat masih belum memenuhi
harapan. Banyak proyek yang terancam mangkrak lantaran terlambat
dilaksanakan. Penyerapan anggaran dan realisasi kegiatan di lapangan
yang menjadi tanggung jawab institusi tersebut sejauh ini masih belum
memenuhi target.

Johansyah menuntut jajaran Dinas PU Murung Raya terus berbenah


dan memperbaiki kinerjanya agar lebih maksimal lagi. Salah satunya dari
sisi penyerapan anggaran dan pelaksanakan kegiatan di lapangan.
Pihaknya tidak ingin ada lagi proyek yang tidak mampu diselesaikan tepat
waktu, apalagi sampai mangkrak. Sebab, infrastruktur yang dibangun oleh
Dinas PU sangat didambakan masyarakat untuk memperlancar roda
perekonomian

kalangan

masyarakat.

(http://borneonews.co.id/berita/22049-dewan-nilai-kinerja-dinas-pu-belumoptimal)

Anda mungkin juga menyukai