Anda di halaman 1dari 38

Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow

Kabupaten Kapuas Hulu

BAB IV
SISTEM PERENCANAAN DAN
KONSEP PENGEMBANGAN OXBOW

4.1 UMUM
Pelaksanaan pekerjaan akan mengacu pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari
kegiatan ini serta produk yang harus diserahkan. Oleh karena itu proses pelaksanaan akan
menyangkut berbagai aspek yang perlu ditelaah dan dipahami secara menyeluruh agar
produk yang dihasilkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
masyarakat. Dengan demikian untuk mengetahui karakteristik pengelolaan kawasan danau
oxbow, potensi kawasan yang akan dihasilkan harus dapat mengakomodasi 5 Pilar
Pengelolaan Sumber Daya Air, yang mencakup (1) Konservasi Sumber Daya Air, (2)
Pendayagunaan Sumber Daya Air, (3) Pengendalian Daya Rusak Air, (4) Sistem Informasi
Sumber Daya Air (SISDA), dan (5) Peran Serta Masyarakat.
Pendekatan teknik mencakup tinjauan beberapa regulasi dan konsep perencanaan danau
oxbow, yang digunakan sebagai pola pikir dam landasan awal penetapan metoda yang akan
digunakan. Sedangkan metode pelaksanaan, merupakan tata cara pelaksanaan kegiatan
yang terbagi dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan, mulai dari tahap persiapan, survei dan
investigasi lapangan, analisis data dan system planning, hingga detail desain revitalisasi
oxbow.

4.2 SISTEM PERENCANAAN


4.2.1 Definisi Danau
Definisi danau dirujuk dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat,
Nomor: 28/PRT/M/2015, Tanggal : 20 Mei 2015, Tentang Penetapan Garis Sempadan
Sungai Dan Garis Sempadan Danau.Pasal 12,ayat (1)Garis sempadan danau ditentukan
mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi
yang pernah terjadi.
Sebagai negara kepulauan dengan kondisi topografi berbukit-bukit dan memiliki curah hujan
yang tinggi, Indonesia memiliki banyak wadah air yang terbentuk secara alami, yang disebut
sebagai danau. Yang termasuk danau antara lain danau paparan banjir, situ, telaga, ranu,
rano, atau nama lain sesuai dengan penyebutan daerah setempat.
Berbagai acuan yang mendefinisikan danau antara lain bersumber dari ILEC dan Konvensi
Ramsar digunakan pada Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau ini, karena berkaitan
dengan karakteristik danau serta sistem pengelolaannya.
Pengertian bahan acuan, semua pengertian tersebut diatas saling melengkapi karena
menggambarkan berbagai tipologi dan karakteristik danau. Namun demikian pemilihan salah
satu pengertian tersebut menyebabkan polemik para ahli dan pemerhati danau, karena tidak
sepenuhnya sesuai dengan kondisi alam Indonesia yang kaya dengan sumber daya air
danau dengan berbagai tipologi dan karakteristiknya. Oleh karena itu pada pedoman ini

4-1
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

pengertian danau disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan bersifat umum sehingga
memberikan kemudahan bagi para pengelola danau dan masyarakat pengguna danau untuk
penafsiran peraturan perundangan dan berbagai pedoman pelaksanaannya. Pengertian
danau dan ekosistem danau pada pedoman adalah sebagai berikut.
1) Pengertian danau pada Konvensi Ramsar:
Danau adalah badan air alami, berumur tua, dalam ,bertepian terjal, kolam
air,berstratifikasi ,fluktuasi muka air kecil dengan dominasi plankton ( Steep,
sloped,deep, old natural water body with stratified water coloum, small yearly water level
fluktuation, dominated by plankton).

2) Pengertian danau menurut UNEP-IETC/ILEC 2000 :


a. Danau merupakan suatu ekosistem perairan menggenang penampungan air dengan
inlet lebih banyak dari pada outletnya. Danau dibedakan menjadi danau alam (natural
lake) dan danau buatan ( man made lake/artificial lake).
b. Danau alam adalah danau yang dibentuk secara alami, biasanya berbentuk mangkok
(bowl-shape) yang lebih rendah dari permukaan tanah, yang terisi air dalam waktu
lama, terbentuk akibat bencana alam besar seperti glasier, aktifitas gunung berapi
atau gempa tektonik.
c. Danau buatan adalah waduk/bendungan yang dibentuk melalui pembangunan
bendungan yang memotong aliran sungai. Waduk/bendungan dapat pula dibangun
padasaluran outlet danau alami, sebagai suatu tujuan untuk mengontrol tinggi muka
air danau yang lebih baik.
Fungsi danau sangat banyak, baik berupa fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup,
antara lain, untuk memenuhi kebutuhan air bagi kebutuhan pokok sehari-hari (rumah
tangga), sanitasi lingkungan, pertanian, industri, pariwisata, olah raga, pertahanan,
perikanan, dan pembangkit tenaga listrik. Selain itu, danau juga berfungsi sebagai
pembangkit utama ekosistem flora dan fauna. Fungsi danau tersebut perlu dikenali dengan
baik dan perlu dipahami pengaruh negatif kegiatan manusia terhadapnya. Oleh sebab itu,
danau perlu dikelola, dilindungi, serta dilestarikan secara menyeluruh dan terpadu serta
berwawasan lingkungan, sehingga tetap terjaga fungsinya untuk kesejahteraan masyarakat.
Danau merupakan salah satu sumber daya air, sehingga keberadaannya dikuasai oleh
Negara yang digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Wewenang dan tanggung
jawab pengelolaan danau berada pada Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai
kewenangannya. Danau itu sendiri terdiri dari badan danau dan sempadan danau yang
mengelilinginya termasuk ekosistem danau di dalamnya, tetapi kondisi danau terkait erat
dengan kondisi daerah tangkapan air. Hal ini disebabkan karena danau terletak di bagian
paling rendah dari bentang alam.
Semua aliran di daerah tangkapan air akan menuju ke danau dan sebagian besar akan
terkumpul dan mengendap di danau, sehingga selain memerlukan pengaturan di badan
danau dan sempadan danau, harus pula dijaga dan diatur daerah tangkapan air danaunya.
Saat ini, kondisi danau-danau yang ada sudah tidak lestari. Bahkan beberapa danau
kondisinya sangat memprihatinkan dan atau dapat dikatakan kritis. Umumnya, danau
tersebut mengalami masalah pendangkalan, pencemaran, serangan gulma air, dan
penyusutan luas karena penyerobotan lahan. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
mengakibatkan jumlah kebutuhan air meningkat, demikian pula jumlah limbah juga
meningkat. Pengembangan perkotaan dan pertanian telah banyak mengubah penutup lahan
alami dan peningkatan pemakaian pupuk. Keadaan tersebut menjadikan danau tercemar

4-2
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

karena limbah dan sampah kota, terjadi eutrofikasi karena peningkatan unsur fosfor dan
nitrogen dari sisa-sisa pupuk pertanian serta pendangkalan karena sedimentasi. Di samping
itu, danau-danau di dekat perkotaan umumnya juga mengalami penyerobotan lahan karena
kebutuhan lahan yang tinggi untuk permukiman dan pengembangan kota.
Selain permasalahan di atas, perlu diketahui bahwa faktor utama pembawa semua aliran ke
danau adalah air hujan. Air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah membawa semua
tanah hasil erosi (sedimen) dan zat-zat kimia, baik berupa unsur hara maupun bahan
pencemar lainnya (polutan) dan terkumpul di danau. Yang dimaksud dengan unsur hara
adalah unsur kimia, terutama unsur nitrogen, phosphor, dan sulfur yang diperlukan untuk
hidup dan berkembangnya tumbuh-tumbuhan.
Secara khusus perlu diperhatikan terjadinya kondisi yang saling merugikan (loose-loose
condition), yaitu kejadian erosi di daerah tangkapan air dan sedimentasi di danau. Erosi
lahan mengakibatkan terkikisnya humus (top soil) sehingga lahan menjadi miskin unsur hara
dan kehilangan kesuburannya sehingga lahan menjadi gersang. Sementara itu, sedimentasi
di dasar danau mengakibatkan pendangkalan dan pencemaran danau. Tidak ada yang
diuntungkan dalam hubungan ini karena kondisi saling merugikan ini berlangsung secara
terakumulasi dan terus menerus menjadikan kondisi danau dan lahan sekelilingnya semakin
buruk.
Masalah-masalah danau di atas terjadi, antara lain, karena belum dipahami secara baik hal-
hal yang harus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan fungsi danau. Umumnya danau
hanya dimanfaatkan keberadaannya tanpa diimbangi upaya konservasi yang memadai
sehingga pemanfaatan danau memberikan hasil yang kurang optimum justru cenderung
menurun seiring dengan meningkatnya masalah-masalah danau di atas. Keadaan itu juga
disebabkan belum jelasnya wewenang dan tanggung jawab antar instansi serta kurangnya
koordinasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Keadaan tersebut mendorong setiap
instansi bekerja secara sektoral dengan penanganan secara adhoc dan symptomatic, belum
menangani akar penyebab masalah. Di samping itu, sedikitnya pemahaman mengenai
pengaruh kegiatan di daerah tangkapan air, serta sangat terbatasnya data dan informasi
mengenai danau, semakin memperburuk kondisi danau di atas.
Kecenderungan di atas harus dihentikan dan diperbaiki agar tidak terus berlanjut yang
mengancam keberlanjutan fungsi danau dan keberadaan ekosistem perairan danau yang
pada akhirnya juga merugikan dan mengancam kehidupan manusia, sehingga perlu upaya
penyelamatan atau restorasi danau. Upaya restorasi danau memerlukan jenis penanganan
yang lengkap berupa kegiatan yang menghilangkan penyebab (systemic causes) dan
bersifat menerus (continuing-long term) dan bukan kegiatan yang bersifat reaktif
menghilangkan gejala. Penyebab memburuknya kondisi danau banyak tersebar di daerah
tangkapan air, sempadan danau, dan di badan danau. Dalam kenyataannya upaya
penyelamatan danau juga memerlukan pendekatan yang lebih makro yaitu dengan kebijakan
(ekonomi) yang membuat terhubungnya penerima manfaat upaya restorasi danau dengan
pembuat penyebab memburuknya kondisi danau.

4.2.2 Peraturan Perundang-Undangan


Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya AIr, Undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor : 35 Tahun
1991 tentang Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 28 /PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis sempadan

4-3
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Danau.
Konservasi sumber daya air sangat diperlukan sebagai upaya yang menjamin ketersediaan
kuantitas dan kualitas air memenuhi keperluan makhluk hidup (manusia,flora dan fauna)
secara berkesinambungan, serta upaya pengendalian bencana alam yang terjadi atau
diakibatkan sumber daya air tersebut. Konservasi sumber daya air dilakukan untuk menjaga
kelangsungan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air tersebut, antara lain
dengan cara pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemarannya. Penyelenggaraan
kegiatan tersebut oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah perlu dilakukan sinkronisasi yang
terkoordinasi dengan baik.
Pengelolaan sumber daya air termasuk danau, bersifat multidimensi tergantung pada
keberadaannya dan kepentingannya, yaitu :
a. Berada pada tanggung jawab sektoral dan lintas sektoral;
b. Berada pada wilayah atau beberapa wilayah administrasi pemerintahan, yaitu pusat,
provinsi, kabupaten/kota.;
c. Berada pada wilayah tata pengairan, yaitu wilayah sungai
d. Berada pada wilayah ekosistem sumber daya air, baik ekosistem akuatik( pada danau)
maupun ekosistem terestrial ( pada daerah tangkapan air danau);
e. Kepentingan dan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya air dan
bertanggung jawab konservasinya.

Danau adalah unsur lingkungan hidup yang diatur pengelolaannya dalam Undang-undang
Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kelestarian ekosistem danau sangat diperlakukan untuk kesinambungan fungsi lingkungan
hidup danau, yaitu sebagai habitat mahluk hidup pada perairannya serta manfaat sumber
daya airnya bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan danau sebagai sumber daya alam dan
sumber energi terbarukan perlu seimbang dan tidak mengganggu ekosistemnya.

Danau memiliki ukuran dan keterbatasan daya dukungnya bagi makhluk hidup, sehingga
tidak boleh menampung beban pencemaran lingkungan, yang melebihi daya tampungnya
yang merupakan karakteristik dari danau tersebut. Setiap pemanfaatan dan kegiatan pada
perairan danau atau menggunakan sumber daya air danau perlu memperhatikan
karakteristik danau tersebut, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.

Beban lingkungan berasal dari daerah tangkapan air danau, dan dari atas perairan danau,
serta dari hilir danau yang menambil air yang mengganggu keseimbangannya.Oleh karena
itu tanggung jawab menjaga kelestarian danau perlu dipikul bersama oleh semua
stakeholder yang berkepentingan dan berkaitan dengan danau, yaitu Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, Pengusaha dan Masyarakat.

Danau yang berada dalam kawasan hutan konservasi diatur pengelolaannya dalam Undang-
undang Nomor : 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Kelestarian danau dalam kawasan konservasi bertujuan untuk perlindungan
ekosistem akuatik dan lanskap.Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan
timbal balik antara unsur alam, baik hayati maupun non hayati yang saling ketergantungan
dan pengaruh mempengaruhi.Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

4-4
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

keanekaragaman dan nilainya..Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya


bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.Konsercasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya dalam pengelolaan dan pengawasannya merupakan tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat.

4.2.3 Pendekatan Umum


Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, dan pengendalian daya rusak air. Dengan demikian dalam upaya pengelolaaan dan
pengembangan yang meliputi inventarisasi dan pra desain danau akan selalu mengacu pada
konteks upaya tersebut di atas. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut persoalan yang
lebih detail akan dilakukan dengan menggunakan standar-standar teknis yang berlaku.
Pendekatan perencanaan akan dilakukan berdasarkan maksud dari pola pengelolaan
sumber daya air sebagai kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau,
dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
dan pengendalian daya rusak air. Pendekatan yang dilakukan dalam rangka pengelolaan
danau adalah sebagai berikut:
 Pendekatan perencanaan yang mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan lingkungan atau yang sering disebut kajian makro.
 Pendekatan terhadap kajian wilayah danau dan ekosistiem didalamnya yang terintegrasi
dengan azas “Integrated Watershed Management Plan” dalam pelestarian dengan
konservasi, pemanfaatan, dan pengembangan sumberdaya air atau yang sering disebut
kajian mikro.
Pendekatan perencanaan akan dilakukan berdasarkan maksud dari pola pengelolaan
sumber daya air sebagai kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau,
dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
dan pengendalian daya rusak air.
Pendekatan yang dilakukan dalam rangka pengelolaan danau adalah sebagai berikut:
 Pendekatan perencanaan yang mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan lingkungan atau yang sering disebut kajian makro.
 Pendekatan terhadap kajian wilayah danau dan ekosistiem didalamnya yang terintegrasi
dengan azas “Integrated Watershed Management Plan” dalam pelestarian dengan
konservasi, pemanfaatan, dan pengembangan sumberdaya air atau yang sering disebut
kajian mikro.
Pendekatan perencanaan tersebut akan memuat berbagai komponen pendekatan yang
terdiri atas:
 Pelestarian dan Konservasi
- Teknis: penangkap sedimen, sengkedan, reboisasi, gully plug, dsb.
- Non-Teknis: peraturan penataan sempadan, penyuluhan tentang pemanfaatan
danau, dsb.
 Kondisi danau saat ini
- Identifikasi potensi danau

4-5
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

- Identifikasi permasalahan danau


- Pemanfaatan danau
 Kebutuhan Air
- Kebutuhan air eksisting
- Proyeksi kebutuhan sesuai dengan perkembangan wilayah (Penduduk, Industri,
Pariwisata, Pertanian, Peternakan, dll)
 Pengendalian daya rusak air
- Banjir dan penyebabnya
- Erosi lahan di daerah tangkapan
 Peran Serta Masyarakat
Untuk lebih jelasnya pendekatan perencanaan SDA dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 4.1 - Pendekatan Umum Pengelolaan Danau

4.2.4 Strategi dan Program Pengelolaan Ekosistem Danau


4.2.4.1 Ekosistem Danau
Indonesia memiliki ekosistem darat yang menggenang diantaranya adalah danau.Danau-
danau tersebut ada yang terbentuk secara alami ( natural lake) dan ada yang bentuk secara
buatan (artificial lake).Danau buatan dikenal dengan sebutan waduk (reservoir).
Morfometri atau bentuk dan struktur danau alami dan danau buatan memiliki banyak

4-6
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

perbedaan .Perbedaan tersebut menyebabkan adanya perbedaan dalam karakteristik


( fisika,kimia,biologi) perairannya. Karena itu strategi pengelolaan danau alami dan danau
buatan tidak bisa disamakan. Pedoman ekosistem danau membatasi bahasan hanya pada
danau alami yang selanjutnya disebut danau.Danau kaya akan akan keragaman fungsi,
hayati,dan sosial budaya.Potensi yang dimilikinya sangat mendukung kehidupan manusia.
Fungsi ekologinya selain sebagai penyimpan air (water conserver) adalah juga sebagai
habitat kehidupan liar termasuk biota endemik, asli (indigenous) atau yang dilindungi.

Perairan ini bermanfaat sebagai sumber bahan baku air minum, air keperluan pemukiman,
pertanian,industri,pembangkit listrik tenaga air, sarana tranportasi,, usaha perikanan,
maupun pariwisata termasuk didalamnya kegiatan olah raga air. Selain nilai
ekonomi,perairan danau juga memiliki nilai estetika,religi dan tradisi.

4.2.4.2 Strategi Umum Pengelolaan Ekosistem Danau


Pengelolaan ekosistem danau pada saat ini belum terpola berdasarkan pengaturan dan
perencanaan yang komperhensif, sehingga tidak menjamin kesinambungan fungsi dan
manfaatnya.Pengetahuan dan informasi tentang karakteristik danau juga belum banyak
difahami oleh pihak pengelola dan pengguna danau sehingga pengelolaan danau dan
pemanfaat sumber dayanya kurang berwawasan ekosistem.Oleh karena itu strategi
pengelolaan ekosistem danau sebagai landasan penyusunan program pengelolaannya
adalah sebagai berikut :
1. Penataan, pengendalian dan pengembangan ekosistem danau
Pengelolaan ekosistem danau oleh instansi pada Pemerintah Pusat dan oleh
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan sesuai dengan kewenangannya, yang
terdiri dari studi, penataan, serta perencanaan dan pelaksanaan untuk keperluan
pengendalian dan pemulihan akibat kerusakan dan pencemaran ekosistem danau.
Penataan ekosistem danau dimulai dengan rencana induk dan penetapan tata ruang
ekosistem danau yang meliputi ekosistem DAS dan DTA, ekosistem sempadan serta
ekosistem perairan danau. Meskipun pengelolaan dilakukan oleh berbagai pihak sesuai
dengan kewenangannya, namun koordinasi dan komunikasi antar instansi dan
masyarakat sangat diperlukan untuk penyusunan kebijakan, peraturan, penataan dan
program rencana tindak.

2. Pengaturan, pengawasan dan penertiban ekosistem danau


Instansi pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten
dan Pemerintah Kota perlu melakukan pengaturan dan pelaksanaan penertiban pada
danau yang berada pada kewenangannya dan yang berada pada wilayah
pemerintahannya. Landasan suprastruktur peraturan perundang-undangan tersebut
diperlukan bagi instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk penyusunan
program kerja; serta diperlukan bagi masyarakat agar dapat memanfaatkan sumber
daya air danau secara baik.

3. Penyediaan sistem informasi ekosistem danau


Berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan ekosistem danau dan
masyarakat pengguna sumber daya danau memerlukan informasi tentang danau
tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemantauan ekosistem danau yang dilaksanakan

4-7
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

oleh instansi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi/Kabupaten/kota sesuai


dengan kewenangannya, dengan dukungan keahlian dan fasilitas laboratorium. Data
hasil pemantauan tersebut perlu dipublikasikan sertadikelola dalam bentuk sistem
informasi ekosistem danau, sehingga dapat diakses dengan mudah untuk keperluan
pengelolaan danau tersebut.
Strategi umum pengelolaan ekosistem danau tersebut digunakan untuk penyusunan
pragram secara spatial dan fungsional, yaitu sebagai berikut:
a) Penetapan tata ruang ekosistem danau;
b) Pengelolaan ekosistem perairan danau;
c) Pengelolaan ekosesitem lahan sempadan danau;
d) Pengelolaan ekosistem DAS atau DTA;
e) Pemanfaatan sumber daya air danau;
f) Pengembangan sistem informasi;
g) Pengembangan kelembagaan dan koordinasi;
h) Peningkatan partisipasi masyarakat;
i) Pendanaan sebagai sumber dana untuk pembiayaan program dan rencana tindak.

4.2.4.3 Program Pengelolaan Ekosistem Danau


1. Penetapan Tata Ruang Ekosistem Danau
Penetapan tata ruang ekosistem danau secara terpadu meliputi ekosistem perairan
danau, ekosistem daerah sempadan danau, dan ekosistem Daerah Tangkapan Air
(DTA) atau daerah aliran sungai (DAS). RTRW dan DTR yang mengatur penggunaan
lahan wilayah kabupaten dan wilayah kecamatan perlu sinkron dengan tata ruang
ekosistem danau atau mengakomodasikan kebijakan yang tertuang pada tata ruang
ekosistem danau.
Kewenangan penetapan tata ruang ekosistem danau berada pada pemerintah daerah
atau pemerintah pusat, tergantung kepada letak geografis danau dan ekosistemnya :
a) Tata ruang ekosistem danau yang berada dalam satu kabupaten atau kota ditetapkan
oleh pemerintah kabupaten atau pemerintah kota;
b) Tata ruang ekosistem danau yang berada pada beberapa kabupaten dan atau kota
ditetapkan oleh pemerintah provinsi ;
c) Tata ruang ekosistem danau yang berada pada beberapa provinsi ditetapkan oleh
pemerintah pusat.

2. Pengelolaan Ekosistem Perairan Danau


Kualitas Air
Perairan danau menampung berbagai bahan pencemaran air dari DAS dan DTA
termasuk daerah sempadan danau, yang disebut pencemaran allochthonous. Sumber
pencemarannya adalah limbah domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Selain itu
terdapat juga sumber pencemaran air yang bersumber dari berbagai kegitan pada
perairan danau, yang disebut pencemaran autochothonous :
a) Kegiatan transportasi dan wisata air yang menggunakan perahu bermotor dapat
mencemari air danau akibat kebocoran atau tumpahan bahan bakar dan
pelumasnya;
b) Kegiatan usaha perikanan budidaya yang menggunakan pakan ikan buatan seperti
keramba jaring apung (KJA), menyisakan sisa pakan dan limbah ikan;

4-8
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

c) Tumbuhan air dan alga yang mati akan membusuk dan terurai dalam air yang
menyebabakan pencemaran.
Program pengendalian pencemaran allochthonous dilaksanakan pada DAS dan DTA
serta daerah sempadan danau, melalui proses pembinaan dan pelatihan tentang
penertiban, perizinan dan pengawasan.
Keanekaragaman Hayati
Danau merupakan habitat bagi sejumlah besar organisme akuatis dan mendukung
keanekaragaman hayati pada wilayah perairan dan daratan di sekelilingnya, termasuk
sejumlah spesies burung. Keanekaragaman hayati ini banyak diantaranya yang menjadi
penopang kehidupan masyarakat setempat penghuni daerah tangkapan air danau
terutama nelayan.
Sistem penangkapan ikan dengan cara cara yang merusk ( misalnya penggunaan racun
ikan dan bahan peledak), serta penangkapan ikan secara berlebihan dalam
menyebabkan menurunnya populasi anak ikan yang masih muda sehingga berakibat
pada penurunan keanekaragaman ikan danau.Perubahan fungsi lahan di daerah
tangkapan air dan pembangunan jalan di tepian danau dapat berakibat pada rusaknya
keanekaragaman hayati danau.Demikian juga pembersihan tanaman air dan reklamasi
lahan dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati perairan danau.
Perlu program pendataan dan evaluasi species endemik danau, pemetaan jenis dan
wilayah perkembangbiakan species-species terpenting.Hasil pemetaan tersebut dapat
digunakan untuk penetapan kawasan prioritas perlindungan khusus. Konservasi yang
benar dan pemanfaatan yang bijak atas keanekaragaman hayati danau dapat menjamin
berfungsinya ekosistem secara efektif yang pada akhirnya mampu memberikan bebagai
manfaat bagi manusia.
Gulma Air
Pertumbuhan gulma air berkembang dengan cepat apabila terpicu oleh kesuburan air
danau, yaitu kadar Nitrogen dan Phosphor. Tumbuhan ini berfungsi melindungi biota air
danau termasuk ikan dan sebagai habitat pertumbuhannya. Namun demikian apabila
tumbuhan tanpa kendali tumbuhan ini menjadi gulma dan mempengaruhi kuantitas dan
kualitas air. Gulma air dapat dikendalikan secara mekanis, biologis dan kimiawi.
Pengendalian secara kimia tidak disarankan karena dapat menimbulkan pencemaran air
danau.
Erosi dan Pendangkalan
Sedimentasi yang berasal dari erosi lahan DAS dan DTA serta lahan sempadan danau
yang terakumulasi mengendap pada perairan danau. Sedimentasi tersebut
menyebabkan menurunnya kualitas air dan daya dukung kehidupan biota akuatik.
Dampak penting lainnya adalah pendangkalan danau, khususnya padatipe danau
dangkal dan tipe danau paparan banjir. Program pengerukan sedimen sangatlah mahal,
sehingga lebih baik pengendaliannya pada sumber erosi yaitu konservasi lahan.
Program Pengelolaan Ekosistem Perairan Danau
Danau merupakan sumber daya alam yang memiliki berbagai fungsi sehingga dapat
saling tumpang tindih bahkan dapat saling merugikan.
Keterpaduan program pengelolaan ekosistem perairan danau diperlukan agar tidak
terjadi tumpang tindih kepentingan. Program pengelolaan ekosistem danau tersebut
mencakup berbagai kegiatan , antara lain sebagai berikut :
a. Studi inventarisasi dan pengukuran danau;

4-9
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

b. Penyusunan tata ruang atau zonasi lahan sempadan dan perairan danau;
c. Penyusunan tata guna air danau;
d. Penentuan status trofik;
e. Penentuan baku mutu air;
f. Penentuan daya tampung beban pencemaran air;
g. Konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati;
h. Penertiban budi daya perikanan Keramba Jaring Apung (KJA);
i. Penertiban penangkapan ikan endemik;
j. Penertiban introduksi jenis dan asal benih ikan dari luar danau;
k. Pengembangan program pembinaan dan percontohan perikanan ramah lingkungan;
l. Pengendalian tumbuhan air;
m. Penentuan luas, zona dan jenis tumbuhan air pada danau prioritas;
n. Pemanfaatan tumbuhan air untuk bahan baku kerajinan dan produksi, pembuatan
biogas dan kompos;
o. Penertiban transportasi air untuk pencegahan tumpahan dan buangan bahan bakar
minyak;
p. Sistem perizinan kegiatan pada danau atau yang berkaitan dengan danau.

4.2.4.4 Pengelolaan Ekosistem Lahan Sempadan Danau


1. Status Lahan Sempadan Danau
Status kepemilikan dan permukiman pada lahan di daerah garis sempadan danau
menyebabkan sulitnya merencanakan dan melaksanakan program konservasi danau,
mengingat pada zona tersebut telah dihuni penduduk sejak lama bersama dengan
berbagai kegiatan mata pencaharian mereka. Daerah garis sempadan telah dihuni
secara permanen, sedangkan lahan sempadan telah dikelola untuk persawahan dan
kebun musiman pada waktu danau surut.
2. Sabuk Hijau Daerah Sempadan Danau
Pemilihan ekosistem danau yang rusak akan terlaksana dengan baik apabila disertai
juga dengan penertiban lahan daerah sempadan danau. Penertiban bangunan pada
daerah sempadan danau merupakan upaya yang berat, diperlukan ketegasan
pemerintah daerah dan pengertian serta kepatuhan masyarakat.
Tata ruang danau yang disusun harus meliputi zonasi dan perencanaan daerah
sempadan danau sebagai zona perlindungan ekosistem perairan danau. Dalam upaya
melindungi atau menyelamatkan badan airnya, sempadan perairan danau harus
dipertegas. Pembuatan batas alami berupa tanaman keras sebagai “green belt” ( sabuk
hijau) akan dapat memenuhi keinginan yang dimaksud.
3. Program Pengelolaan Ekosistem Daerah Sempadan Danau
Program pengelolaan ekosistem daerah sempadan danau adalah sebagai berikut :
a. Penentuan daerah sempadan dan daerah air surut (draw down) sebagai zona
perlindungan danau dalam tata ruang ekosistem danau;
b. Penanaman tanaman keras pada daerah sempadan danau sebagai batas alami
perlindungan danau;
c. Larangan dan penertiban pengilahan lahan sempada dan daerah air surut;
d. Pembangunan sarana sanitasi bagi pengunjung pariwisata pada daerah sempadan
danau.

4 - 10
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

4. Pengelolaan Ekosistem DAS atau DTA


Danau adalah komponen hidrologis utama yang terletak dalam suatu daerah tangkapan
air dan tidak dapat dikelola secara terpisah dari keseluruhan daerah tangkapan airnya.
Oleh sebab itu,pengelolaan danau dan daerah tangkapan airnya secar efektif
memperlakukan keduanya sebagai dua hal yang berkaitan erat dan saling mengisi.
Permasalahan danau tidak terlepas dan bahkan banyak tergantung kepada
permasalahan DAS dan DTA. Kondisi dan berbagai kegiatan pada DAS dan DTA danau
merupakan sumber perusakan allochthonous (erosi,sedimentasi dan limbah) perairan
danau jika dilakukan tanpa perhitungan.
a. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
Kegiatan penebangan liar, alih fungsi lahan, dan pengolahan tanah untuk pertanian
dapat menimbulkan gejala erosi yang berlanjut ke proses sedimentasi di perairan
danau. Upaya mencegah kejadian tersebut pembukaan lahan harus dikendalikan dan
keberadaan vegetasi dipertahankan.
Daratan dengan ketinggian > 600 dpl harus dijadikan kawasan lindung, ketinggian
400-600 dpl, harus ditanami vegetasi dari jenis tanaman keras ( tanaman tahunan),
dan ketinggian 200-400 dpl, boleh diusahakan untuk lahan tanaman setahun
(palawija), namun harus dengan sengkedan. Sungai atau parit yang memasok air ke
perairan danau, bila membawa sedimen dari erosi lahan perlu dikendalikan agar tidak
menyebabkan pelumpuran dan pendangkalan danau, antara lain dengan bangunan
penahan atau pengendap sedimen.
b. Pengendalian Pencemaran Air
Pengendalian pencemaran air dimulai dari pola penggunaan lahan ramah lingkungan
antara lain dengan penggunaan deterjen rendah fosfat dan pestisida yang mudah
terurai. Teknologi pengendalian pencemaran air yang dapat digunakan, antara lain
sebagai berikut :
 Pengolahan limbah penduduk dengan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT),
dan dengan instansi kompos pupuk atau gasbio untuk bahan bakar;
 Limbah industri diolah dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL);
 Limbah pertambangan meskipun diolah dengan IPAL, masih menghasilkan
banyak sisa penggalian bahan tambang atau tailing. Tailing tersebut harus
diendapkan, tidak boleh dibuang ke danau karena menyebabkan pendangkalan
dan pencemaran logam berat.
Program pengelolaan ekosistem DAS dan DTA danau adalah sebagai berikut :
 Studi identifikasi DAS dan DTA;
 Penghijauan dan reboisasi DAS dan DTA kritis;
 Pengendalian erosi DAS dan DTA kritis;
 Konservasi lahan daerah tangkapan air danau;
 Penertiban lahan daerah tangkapan air danau;
 Penentuan daya tampung beban pencemaran air (DTBPA) danau-danau prioritas;
 Peningkatan sanitasi penduduk;
 Pengelolaan limbah peternakan;
 Pengendalian limbah pertanian;
 Pengendalian bencana banjir akibat luapan air danau.

4 - 11
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

4.2.4.5 Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau


Pemanfaatan sumber daya air danau untuk keperluan air baku dan irigasi pertanian, serta
sumber daya energi tenaga air (PLTA) memerlukan kajian daur hidrologi dan neraca air.
Pengambilan sumber daya air tersebut tidak boleh mengganggu keseimbangan hidrologi,
karena akan menurunkan permukaan air danau secara drastis.
Program pemanfaatan sumber daya air danau disusun dalam bentuk master plan tata guna
air, agar kajian tersebut dapat dilaksanakan secara komperhensif, layak lingkungan dan
berjangka panjang.
Selain itu,pemilihan teknologi pengambilan air danau tidak boleh mengganggu morfologi dan
ekosistem perairannya.

4.2.4.6 Sistem Informasi Ekosistem Danau


Pengelolaan ekosistem danau memerlukan dukungan data dan informasi, potensinya
sebagai sumber daya alam, pemanfaatan serta berbagai permasalahannya. Data dan
informasi tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan penentuan strategi dan program
ekosistem pengelolaan danau, serta pemanfaatan sumber daya air danau secara optimal
dan layak lingkungan. Pemulihan ekosistem danau yang rusak memerlukan data dan
informasi status kerusakannya serta parameter ekosistem sebagai indikator kerusakan.
Penelitian danau-danau di Indonesia secara menyeluruh pernah dilakukan pada tahun 1991-
1994, yaitu Expedition Indodanau, yang meliputi 38 danau alam dan waduk.Studi ini
dilakukan oleh gabungan peneliti kerjasama Puslitbang Air, Departemen Pekerjaan Umum
dan Departemen Limnologi Universitas Helsinki Finlandia, serta dukungan informasi dari
berbagai instansi penelitian lainnya,khususnya Puslit Limnologi LIPI. Puslit Limnologi-LIPI
pada saat ini melakukan penelitian dan pemantauan danau-danau di Indonesia, bahkan
memiliki Research Station di beberapa danau, antara lain Danau Maninjau. Hasil
penelitiannya diterbitkan pada majalah ilmiah yang diterbitkan secara periodik yaitu
Limnotek. Rangkuman informasi berbagai danau telah disusun dan diterbitkan secara
periodik oleh KLH, yaitu Profil Danau Indonesia. Publikasi ini sangat bermanfaat karena data
dan informasi danau yang ditampilkan secara komperhensif merupakan kumpulan data dan
informasi dari berbagai instansi dan publikasi serta kajian di lapangan.Publikasi ini dapat
diperbaharui dan dilengkapi dengan informasi terakhir, termasuk pengembngan IPTEK
danau.Pemantauan ekosistem danau perlu dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Data hasil pemantauan tersebut perlu dipublikasikan serta dikelola dalam bentuk sistem
informasi ekosistem danau.Program kerja pemantauan dan penyediaan informasi ekosistem
danau tersebut mencakup berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut :
a. Penyusunan kerangka dan pembakuan sistem informasi dan data base;
b. Informasi peta danau dan karakteristik morfometri danau;
c. Informasi hidrologi danau;
d. Informasi kondisi dan status ekosistem danau;
e. Informasi keanekaragaman hayati danau;
f. Informasi jenis ikan endemik yang perlu dilindungi;
g. Informasi pemanfaatan sumber daya air, yang telah digunakan dan yang direncanakan
atau yang dialokasikan serta persyaratannya;
h. Pengembangan sistem pemantauan dan peringatan dini bencana arus balik (overturn)
untuk membantu pembudidaya perikanan danau.

4 - 12
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

4.2.4.7 Pengembangan Kelembagaan dan Koordinasi


1. Instansi Pusat
Berbagai instansi pada pemerintah pusat memiliki kewenangan yang berkaitan dengan
masalah danau, yaitu: Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Instansi-instansi pengelola tersebut berperan sebagai instansi penanggung jawab
sesuai dengan permasalahan danau berdasarkan kewenangannya masing-masing.
Pengelola ekosistem danau banyak berkaitan dengan aspek ekologi dan permasalahan
lingkungan hidup, oleh karena itu penyusunan peraturan dan pedoman tentang
ekosistem serta konservasi danau perlu dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, dan dukungan dari Kementerian dan instansi lainnya.
2. Instansi Daerah
Sebagian besar danau di Indonesia berada pada satu wilayah administrasi kabupaten
atau kota. Namun terdapat danau-danau besar yang berada pada wilayah administrasi
pemerintah provinsi, misalnya danau Toba dan Singkarak.
Instansi-instansi daerah yang berwenang atau berkaitan dengan pemanfaatan danau
antara lain adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah(BPLHD), Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah (BALITBANGDA), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), Dinas Kelautan
dan Perikanan (DKP), Dinas Kehutanan (DISHUT).Instansi PLN banyak berkepentingan
pada beberapa danau yang memiliki PLTA, sehingga perlu berpartisipasi pada program
koordinasi pengelolaan ekosistem danau.
3. Lembaga Penelitian Kementerian dan Non Kementerian
Pemantauan kualitas air secara nasional dilakukan oleh berbagai instansi di pusat dan
daerah. PUSARPEDAL adalah unit pada Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang mengumpulkan data kualitas air secara nasional dari instansi
lingkungan Hidup di daerah. Penelitian Riset dan Teknologi danau banyak dilakukan
oleh Puslit Limnologi-LIPI dan BPPT. Demikian juga lembaga penelitian Kemeterian dan
Non Kementerian serta Universitas banyak menyumbangkan hasil penelitiannya.
Puslitbang Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki data
base dan akses dengan jaringan pemantauan kuantitas dan kualitas air secara nasional.
Oleh karena itu produk studi dan penelitian berbagai lembaga penelitian tersebut
merupakan data dasar informasi danau yang dapat digunakan dalam pengelolaan
sumber daya air danau dan ekosistemnya.
4. Pengembangan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Danau
Koordinasi pengelolaan ekosistem danau dapat dikembangkan dalam bentuk program
yang menghasilkan kesepakatan kelembagaan dan koordinasinya, serta peraturan dan
pedoman tentang pengelolaan ekositem danau. Pada tingkat operasional koordinsi
dapat dilaksanakan untuk membuat perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan
ekosistem danau serta dukungan pembiayaannya.
Peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah dan

4 - 13
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

partisipasi masyarakat perlu dikembangkan dengan program berikut:


a. Peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah dengan instasi pemerintah daerah;
b. Pengembangan peraturan dan pedoman pengelolaan ekosistem danau;
c. Peningkatan kemampuan dan pemahaman pengelola danau dan masyarakat;
d. Penyusunan prioritas pengendalian dan pemulihan kerusakan dan pencemaran
ekosistem danau.

4.2.4.8 Peningkatan Partisipasi Masyarakat


1. Peningkatan Pemahaman Terhadap Ekosistem Danau
Dukungan seluruh pemangku kepentingan adalah sesuatu yang mutlak dalam
pelaksanaan hukum dan kebijakan pengelolaan danau. Hal ini hanya dapat diperoleh
juka semua pihak memahami masalah pengelolaan danau termasuk nilai dan fungsi
danau bagi kesejahteraan masyarakat umum.
Kurangnya kepedulian, pengetahuan, data dan pemahaman baik dari pihak masyarakat,
para pengambil keputusan di tingkat nasional maupun daerah serta sektor swasta
sebagai penyebab timbulnya masalah. Para ilmuwan dan pakar danau dapat berbuat
lebih banyak dengan menginformasikan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas
dan para penentu kebijakan. Keterlibatan masyarakat sangat bermanfaat untuk
mengenali masalah yang dihadapi danau dan mencari solusi secara berkelanjutan serta
mendapat dukungan luas dari masyarakat.
Masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya harus didorong agar berpartisipasi
secara sungguh-sungguh dalam mengenali dan menyelesaikan masalah yang
membebani danaunya. Pemerintah dapat membantu, mendukung dan memfasilitasi
ekonomi masyarakat yang sangat tergantung pada sumberdaya danau melalui
penerapan konsep ekonomi kerakyatan yang didukung oleh pembuatan keputusan dan
perumusan kebijakan yang berpihak pada masyarakat.
2. Peningkatan Kemampuan Pengelolaan Ekosistem Danau
Program pelatihan dan alih pengetahuan dalam pengelolaan danau dapat dilakukan
padatingkat individu ataupun kelompok (keterampilan dan pengetahuan), pada tingkat
lembaga atau organisasi (aspek operasi dan administrasi), dan pada tingkat strategi
(aspek-aspek hukum, politik dan ekonomi). Pendidikan dan penyuluhan dapat dilakukan
secara formal maupun informal di semua lini sehingga pesan mengenai pentingnya
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan danau tersampaikan
dengan baik. Indonesia sudah memiliki materi pendidikan lingkungan untuk melatih
ratusan guru sekolah dasar di beberapa kawasan danau sehingga mereka mampu
meneruskannya pada anak didik.
3. Pemanfaatan Danau Secara Bijaksana
Mengidentifikasi faktor budaya masyarakat setempat yang dapat menjadi perekat kuat
dengan danaunya perlu memperoleh perhatian yang memadai. Menggali, membantu
melestarikan dan mempraktekan kembali kearifan lokal merupakan upaya untuk
menemukan metoda terbaik dalam pengelolaan danau secara bijak dan berkelanjutan.
4. Keterpaduan Lembaga Masyarakat
Menerapkan proses partisipatif dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan
pemanfaatan danau secara berkelanjutan merupakan cara yang paling rasional untuk
menjamin terciptanya keadilan, keterbukaan dan pemberdayaan demi kepentingan

4 - 14
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan lain. Hal ini dapat diupayakan melalui
pembentukan kelompok-kelompok masyarakat peduli danau, memfasilitasi kerjasama
(jejaring) antar kelompok masyarakat, dan memfasilitasi kerjasama antar kelompok
masyarakat dengan pemerintah daerah terkait.

4.2.4.9 Pendanaan
Kelemahan dalam pengelolaan perairan danau adalah kurangnya dukungan dana untuk
kegiatan pengelolaannya. Meski dimaklumi bahwa perairan danau memiliki nilai ekonomi
yang tinggi,instansi pemerinth pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat pengguna
danau belum mengalokasikan dana pengelolaannyang memadai. Pengelolaan perairan
danau secara arif dan didukung dengan ketersediaan dana akan dapat memberi keuntungan
dalam jangka panjang sebanding dana investasinya.
Untuk meningkatkan kepedulian mengenai alokasi dana pengelolaan ini perlu melakukan
sosialisasi pelestarian perairan danau kepada para pemangku kepentingan.
 APBN : meningkatkan perhatian pemerintah pusat dalam pengalokasian dana untuk
kegiatan pengelolaan ekosistem danau yang dapat dimulai dengan alokasi dana untuk
membiayai perumusan pengelolaan ekosistem beberapa danau yang menjadi prioritas
penanganan. Evaluasi dan monitoring dalam pelaksanaannya akan menjadi bahan
umpan balik yang berharga dalam menentukan alokasi dana selanjutnya.
 APBD: meningkatkan perhatian pemerintah daerah dalam pengalokasian dana untuk
kegiatan pengelolaan ekosistem danau. Undang-undang otonomi daerah dapat menjadi
instrumen bagi daerah untuk memacu target pencapaian pemasukanndaerah dengan
memanfaatkan sumberdaya danau yang berwawasan ekosistem.
 Swadaya Masyarakat: membebankan pembiayaan pengelolaan ekosistem danau pada
masyarakat pengguna jasa-jasa ekosistem danau (user pay principal) yang sudah
diterapkan pada beberapa danau dapat lebih dikembangkan. Demikian pula dengan
prinsip pencemar membayar (polluters pay principal) dapat dijajagi penerapannya.
 Sumber-sumber dana lain yang tidak mengikat baik dalam negeri maupun internasional:
meningkatkan keterlibatan pihak non pemerintah dalam pengelolaan ekosistem danau
melalui peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai peluang dan
prosedur dalam mengakses dana dari pihak non pemerintah.

4.2.4.10 Konsep Jasa Lingkungan dan Pembayaran Jasa Lingkungan


Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokongan prose alami, dan pelestarian
nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat bagi keberlangsungan
kehidupan. Empat jenis jasa lingkungan yang dikenal oleh masyarakat global adalah: jasa
lingkungan tata air, jasa lingkungan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan penyerapan
karbon, dan jasa lingkungan keindahan lanskap.
Penyedia jasa lingkungan adalah: (a)perorangan;(b) kelompok masyarakat (c)perkumpulan;
(d) badan usaha(e)pemerintah daerah(f)pemerintah pusat, yang mengelola lahan yang
menghasilkan jasa lingkungan serta memiliki izin atau alas hak atas lahan tersebut dari
instansi berwenang.

4.3 KONSEP DASAR PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN OXBOW

4 - 15
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

4.3.1 Arahan Dasar


Upaya-upaya yang perlu dilaksanakan Konsep Dasar Pengembangan dan Pengelolaan
Danau Oxbow dalam rangka pengembalian fungsi hidrologi DAS di Kapuas Hulu disusun
dalam suatu arahan konservasi untuk setiap satuan lahan, arahan secara vegetatif maupun
mekanis.
Usaha-usaha yang diusahakan dalam arahan tersebut antara lain ;
1. Arahan konservasi lahan secara vegetatif
Upaya konservasi secara vegetatif merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki
kondisi biofisik lingkungan yang telah rusak. Konservasi secara vegetatif ini diharapkan
mampu memberikan dampak positif dalam segi ekologi, ekonomi, dan sosial. Oleh
karena itu, perlu diupayakan suatu sistem yang perlindungan lingkungan berbasis
vegetatif dengan pilihan teknologi agroforestri.
Agroforestri merupakan suatu sistem yang menggabungkan ilmu kehutanan dan
agronomi, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan keselarasan hutan.
Agroforestri diharapkan mampu mencegah perluasan tanah tandus dan kerusakan
kesuburan tanah, dan mendorong pelestarian sumberdaya hutan. Selain itu, agroforestri
juga diharapkan berguna bagi peningkatan mutu pertanian serta intensifikasi dan
diversifikasi silvikultur.
Dalam sistem-sistem agroforestri terjadi suatu interaksi ekologi dan ekonomi antar
unsur-unsur yang ada didalamnya.
a. Sistem Agroforestri tanaman semusim dengan kayu-kayuan (perpaduan pepohonan
dan tanaman pangan)
Sistem ini merupakan suatu sistem agroforestri sederhana yang memadukan
pertanaman tanaman semusim dengan pepohonan (perpaduan konvensional).
Bentuk agroforestri ini secara sederhana merupakan sistem taungya (tumpangsari)
yang banyak dipraktekkan oleh Perum Perhutani melalui program penghutanan
sosial.
b. Sistem Agroforestri tanaman buah-buahan/perkebunan dengan kayu-kayuan
(perpaduan hutan dan kebun)
Sistem ini dikategorikan dalam sistem agroforestri kompleks (agroforest) adalah
sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman
musiman dan atau rumput. Sistem agroforestri kompleks bukanlah hutan-hutan yang
ditata lambat laun melalui transformasi ekosistem secara alami, melainkan
merupakan kebun-kebun yang ditanam melalui proses perladangan. Kebun-kebun
agroforest dibangun pada lahan-lahan yang sebelumnya dibabati kemudian ditanami
dan diperkaya.
c. Pengkayaan Pohon
Sistem ini sangat diperlukan untuk lahan-lahan hutan yang agak sedikit terbuka
dengan memadukan tanaman hutan dengan tanaman-tanaman non hutan yang telah
banyak dikenal masyarakat maupun belum. Sehingga populasi dan jenis tanaman di
kawasan hutan semakin heterogen dan banyak.
d. Tanaman Filter sedimen
Penanaman tanaman ini diperlukan untuk mengurangi sedimentasi ke sungai dengan
menanam tanaman penyangga tanah seperti bambu di tebing-tebing sungai, dan

4 - 16
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

rumput di bibir-bibir teras sebagai tanaman penguat teras.


2. Arahan konservasi lahan secara mekanis
Upaya konservasi secara mekanis diperlukan secara temporal terutama pada lahan-
lahan yang telah mengalami kerusakan parah guna mengurangi sedimentasi ke sungai
sebelum usaha secara vegetatif mampu mengurangi tingkat sedimentasi di sungai.
Konservasi secara mekanis ini yaitu a). Pembuatan saluran pembuangan air (SPA); dan
b). Pembuatan bangunan-bangunan pengendali sedimen (bangunan terjunan).
4.3.2 Kriteria Arahan Teknis dan Non Teknis Konservasi Oxbow
1. Kriteria Penggunaan Lahan
Kriteria penggunaan lahan dibagi menjadi 4 indikator, yang pertama adalah indikator
penutupan lahan dengan ukuran indeks jelek adalah < 30% artinya DAS dengan luas
lahan bervegetasi permanen < 30% dari luas DAS itu sendiri tergolong DAS kritis karena
sejumlah 70% luas DAS bukan merupakan untuk DAS terkait. Indikator kedua adalah
kesesuaian penggunaan lahan, bila < 30% lahan di DAS terkait tidak sesuai dengan
RTRW, dikhawatirkan terjadi kesalahan penggunaan lahan di areal 70% dari luas DAS
yang dapat mengakibatkan kekritisan DAS. Indikator ketiga menyangkut erosi yang
terjadi di DAS. Erosi di DAS praktis terjadi, karena itu yang dapat dilakukan adalah
pengendalian erosi pada DAS. Inspeksi rutin dan indeks toleransi terhadapa erosi yang
terjadi perlu dilakukan dan ditetapkan. Apabila erosi actual atau yang terjadi > indeks
toleransi terhadap erosi yang ditetapkan, maka kondisi DAS tersebut tergolong kritis.
Indikator keempat adalah pengelolaan lahan, pada indikator ini diukur kesesuaian antara
ekploitasi dan usaha konservasi yang dilakukan. Bila usaha konservasi yang dilakukan
pada suatu DAS tidak cukup dan eksploitasi tidak terkendali, maka dapat dipastikan
DAS tersebut menuju atau malah sudah dalam kondisi kritis.
2. Kriteria Tata Air
Ada 3 indikator dalam kriteria ini, yaitu debit air sungai, kandungan sedimen, dan nisbah
hantar sedimen. Ada 3 parameter yang dipakai dalam indikator debit sungai, yang
pertama adalah perbandingan debit maksimum dan minimum, parameter ini untuk
mengetahui batas atas dan batas bawah dari sebaran debit yang pernah terjadi;
parameter kedua adalah koefisien varian dari debit, parameter ketiga adalah
perbandingan kebutuhan air dan ketersediaan air.
Indikator kedua adalah kandungan sedimen, yang juga menunjukan kadar lumpur dari
air. Inspeksi perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahui trend dari kadar lumpur dari
air di DAS terkait.
Indikator ketiga adalah nisbah hantar sedimen, merupakan perbandingan antara
sedimen yang masuk dan erosi yang terjadi. Parameter yang diukur ini dapat
menunjukkan persentase sedimen hasil erosi yang dibawa oleh aliran di DAS.
3. Kelembagaan
Indikator ini menunjukkan tingkat perkembangan DAS dari sisi kelembagaan dan sosial,
apakah masyarakat di sekitar DAS berperan, apakah masyarakat bergantung pada
pemerintah, dan apakah kegiatan unit-unit usaha berkembanga dan bertambah
Pada kriteria ini terdapat 3 indikator yaitu pemberdayaan lokal, ketergantungan
masyarakat kepada pemerintah dan kegiatan usaha bersama. Indikator-indikator ini
menunjukkan tingkat perkembangan DAS dari sisi kelembagaan dan social, apakah
masyarakat di sekitar DAS berperan, apakah masyarakat bergantung pada pemerintah,
dan apakah kegiatan unit-unit usaha berkembang dan bertambah.

4 - 17
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

4. Kriteria Tingkat Kemampuan Sungai di DAS dan tingkat kontinuitasnya.


Kriteria dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalan sungai dari ketersediaan air
dan kontinuitasnya.
Disamping itu, indek juga dapat memberikan gambaran untuk pengendalian sungai
sendiri, dari ketidaksediaan air maupun bahaya banjir
Selain itu ada standar kriteria mengenai tingkat kemampuan sungai di DAS serta tingkat
kontinuitasnya. Kriteria yang dibuat dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalan
sungai dari ketersediaan air dan kontinuitasnya. Selain itu indeks ini juga dapat
memberikan gambaran untuk pengendalian sungai itu sendiri dari ketidaktersediaannya
air maupun bahaya banjir.
Kriteria lain adalah kondisi lingkungan dan pengembangannya. criteria ini menyangkut
variable luas DAS, panjang sungai, kelerengan sungai, kondisi geologi, curah hujan rata-
rata tahunan yang terjadi, kerapatan pemutusan, kerapatan penduduk, koefesien run off,
dan presentasi luas hutan. Variable-variabel tersebut menjadi ukuran tingkat kekritisan
dari sebuah DAS.

Tabel 4.1 - Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi

Kehilangan tanah
No. Kelas TBE Keterangan
(ton/ha/th)
1. I < 15 Sangat ringan
2. II 16-60 Ringan
3. III 60-180 Sedang
4. IV 180-480 Berat
5. V > 480 Sangat berat

Sumber: Departemen Kehutanan (1998)

4.4. KONSEP PENDEKATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OXBOW


Pengelolaan lingkungan untuk melestarikan lingkungan wilayah oxbow dapat dilakukan
melalui 4 pendekatan yaitu pendekatan teknologi, pendekatan sosial ekonomi, pendekatan
hukum (perundangan), dan pendekatan institusi (kelembagaan).

4.4.1 Pendekatan Teknologi


1. Kegiatan Kehutanan
Hutan berperan sebagai penutup permukaan tanah yang melindunginya dari proses
erosi dan stabilisasi aliran air permukaan, serta mengendalikan kualitas air permukaan.
Selain daripada itu, ekosistem hutan, juga merupakan habitat bagi satwa liar. Anak-anak
sungai yang berada di ekosistem hutan menjadi tempat pemijahan bagi berbagai jenis
biota perairan. Penebangan habis sumberdaya hutan akan menyebabkan terjadinya
erosi tanah permukaan, sedimentasi, terganggunya siklus aliran air dan naiknya suhu
perairan yang disebabkan oleh hilangnya perlindungan hutan dari sinar matahari.

Pendekatan teknologi untuk meminimalkan dampak negatif dari kegiatan penebangan


hutan adalah :

4 - 18
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

 Pencegahan erosi akibat tanah terbuka oleh penebangan hutan dilakukan dengan
jalan restorasi hutan berupa reboisasi
 Pembuatan zona penyangga yang terdiri dari satu atau lebih jenis vegetasi alami
(atau tanaman rumput yang padat) yang harus disisakan disepanjang perairan
wilayah sungai serta seluruh anak-anak sungai. Zona ini berfungsi untuk menjebak
(trap) sedimen dan melindungi kualitas masa air.

2. Kegiatan Pertanian
Untuk meningkatkan produksi pangan dilakukan pembukaan lahan pertanian di wilayah
sungai sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti menurunnya
produktivitas perikanan, pencemaran perairan, perubahan siklus aliran air, dan
meningkatnya laju sedimentasi.
Penurunan kualitas air sebagian besar disebabkan oleh masuknya bahan-bahan
beracun seperti pestisida, insektisida dan fungisida. Selain itu dapat juga disebabkan
oleh masuknya unsur hara yang berlebihan kedalam perairan bersama-sama bahan-
bahan tererosi.
Pendekatan teknologi untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan pertanian
adalah :
Menyediakan daerah penyangga (buffer zone) antara daerah pertanian dan tepi perairan
sungai. Zona ini harus cukup luas agar tanah serta tanaman pada zona tersebut masih
dapat secara alami mencuci dan menyaring zat-zat pencemar dari daerah pertanian.
Selain itu, zona ini juga mempunyai peranan penting dalam pengendalian erosi tanah
permukaan. Zona ini dapat berupa vegetasi alami atau tanaman rumput yang padat,
yang tidak memerlukan pupuk dan pestisida.
Lebar zona penyangga tergantung dari beberapa faktor seperti sifat-sifat tanah,
kemiringan, iklim, waktu untuk panen, luas tanah yang dibajak dan jenis tanaman yang
tumbuh pada zona ini. Selain itu, keadaan pengikisan (erosi) tanah permukaan juga
sangat menentukan lebar zona penyangga (lihat Tabel 4.2.).

Tabel 4.2
Lebar Minimum Zona Penyangga yang Harus Disisakan Sepanjang Sungai dan Perairan Pantai

Lebar Zona Penyangga, m


Lereng %
Erosi Ringan Erosi Sedang Erosi Berat
0 9 11 12
10 17 20 24
20 21 19 35
30 23 38 46
Sumber : (Clark, 1974, dalam Rokhmin Dahuri, 1996)

 Konservasi tanah pertanian dengan memperhatikan rencana alokasi penggunaan


tanah, pemilihan tanaman, teknik penanaman dan sistem pengelolaan air.
 Penggunaan pupuk yang aman, misalnya kemungkinan digunakannya pupuk
kandang sebagai pengganti pupuk nitrogen

4 - 19
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

 Penggunaan pestisida yang daya racunnya rendah (misalnya pestisida organik).


Pemberian pestisida yang beraneka ragam secara bergantian akan menurunkan
tingkat akumulasi dari satu jenis pestisida, serta menghindarkan pengembangan
daya tahan dari hama sasaran (resistensi). Pemberian pestisida secara berencana
sebagai tindakan pengamanan jauh lebih mudah pengendaliannya dibandingkan
dengan pemberian pestisida bila ada serangan hama.

3. Perikanan Budidaya
Sebagian besar kegiatan budidaya perikanan di wilayah oxbow adalah perikanan
tambak, baik tambak udang, bandeng, maupun campuran keduanya. Selain itu terdapat
pula beberapa jenis kegiatan budidaya perikanan yang lain seperti budidaya rumput laut,
tiram dan budidaya ikan dalam keramba. Karena air merupakan media utama dalam
kegiatan budidaya perikanan maka pengelolaan terhadap sumber-sumber air alami
maupun non alami (tambak, kolam, dan lain-lain) harus menjadi perhatian utama dalam
pengelolaan wilayah oxbow.
Pendekatan teknologi yang dapat dilakukan adalah :
 Perlu dibangun sistem irigasi khusus bagi tambak untuk menekan sekecil mungkin
pengaruh lingkungan terhadap volume dan kualitas air tambak.
 Agar sedimen hasil erosi daratan tidak masuk dalam sistem irigasi tambak, perlu
dibangun struktur pencegah masuknya sedimen kedalam sistem irigasi.
Pengendalian proses sedimentasi juga penting ditangani melalui sistem pengelolaan
lahan yang tepat dan baik di wilayah hulu.
 Pengaruh abrasi perlu diperkecil dengan cara menyediakan suatu zona penyangga
antara garis pantai dan wilayah pertambakan, misalnya berupa hutan mangrove.

4. Kawasan Pemukiman, Pariwisata dan Rekreasi


Bentuk dan hakikat pemukiman di wilayah oxbow harus merupakan bagian integral dan
tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis sungai secara menyeluruh.
Tata ruang pemukiman di wilayah sungai yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan
akan menyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan yaitu erosi, sedimentasi,
pencemaran lingkungan dan banjir.
Kegiatan pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang khusus
dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat keindahan dan keaslian akan
merupakan modal utama. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas akan menimbulkan
dampak dan menurunkan kualitas lingkungan akibat pencemaran air, limbah padat,
peningkatan air larian, dan sebagainya.
Pendekatan teknologi yang dapat dilakukan antara lain :
 Air limbah yang dihasilkan dari pemukiman dan tempat-tempat rekreasi diolah dalam
suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
 Sampah domestik dikendalikan dengan cara composting (dibuat kompos), dibakar,
atau dengan cara-cara teknologi lainnya.
 Sedapat mungkin tidak merubah sistem aliran alami yang ada di daerah ini.

4.4.2 Pendekatan Sosial Ekonomi


Pembangunan yang dilakukan di wilayah oxbow akan memberi manfaat bagi perekonomian
Indonesia, namun dilain pihak ada kemungkinan menimbulkan dampak negatif bagi
penduduk setempat, diantaranya timbulnya pencemaran dan kerusakan lingkungan

4 - 20
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

sehingga masyarakat setempat dirugikan. Kesenjangan sosial antara masyarakat setempat


dengan pembangunan di sekitarnya dapat menimbulkan keresahan yang akhirnya bermuara
kepada terganggunya keamanan dan ketertiban masa.
Untuk mengganti kerugian-kerugian yang diderita masyarakat setempat, pemrakarsa wajib
melakukan kompensasi atas kerugian-kerugian tersebut agar masyarakat sekitar meningkat
kesejahteraannya, dan kesenjangan sosial serta kecemburuan sosial dapat ditekan sekecil
mungkin. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah :
 Kemudahan prosedur perijinan pemasangan alat-alat pengendalian pencemaran
 Keringanan bea masuk bagi peralatan-peralatan impor yang berkaitan atau menunjang
pengendalian pencemaran
 Kemudahan/keringanan memperoleh kredit Bank
 Menerapkan kebijakan biaya pembuangan air limbah (retribusi) yang lebih murah dari
tarif baku.
 Mengurangi frekuensi swapantau
 Pemberian penghargaan
 Pemberian insentif reputasi pada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
(PROPER), misalnya : warna emas atau hijau

Pemberian disintensif dilaksanakan dalam bentuk :


 Pemberian sanksi sesuai dengan perundangan yang berlaku
 Pemberian disintensif reputasi pada PROPER (warna merah atau hitam)
 Mengumumkan kepada masyarakat Riwayat Kinerja Penataannya
 Menerapkan retribusi pembuangan limbah yang lebih mahal dari tarif baku
 Menambah frekuensi swapantau.

4.4.3 Pendekatan Perundangan/ Hukum


Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan dalam upaya
mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, melalui berbagai Undang
Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan berbagai
peraturan daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Peraturan perundangan
tersebut antara lain :
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-undang ini menyebutkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan
dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Selain asas, tujuan, dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup, undang-undang ini juga
mengatur mengenai hak, kewajiban dan peran masyarakat, wewenang pengelolaan
lingkungan hidup, pelestarian fungsi lingkungan hidup, persyaratan penataan lingkungan
hidup, sanksi administrasi, audit lingkungan hidup, penyelesaian sengketa lingkungan
hidup, hak masyarakat dan organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan,
penyidikan dan ketentuan pidana. Ketentuan pidana dikenakan kepada mereka yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang besarnya seperti
terlihat pada tabel berikut.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

4 - 21
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Peraturan Pemerintah ini menjabarkan ketentuan yang ada didalam pasal 15 Undang
Undang RI Nomor 23 1997 tersebut di atas yang menyatakan bahwa setiap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup (AMDAL).
Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL memuat Ketentuan
Umum, komisi penilai AMDAL, tata laksana (kerangka acuan, analisis dampak
lingkungan ANDAL, rencana pengelolaan lingkungan RKL, rencana pemantauan
lingkungan RPL, dan kadaluarsa serta batalnya keputusan hasil ANDAL, RKL dan RPL),
pembinaan, pengawasan, keterbukaan informasi dan peran masyarakat, serta
pembiayaan pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis AMDAL.

4 - 22
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Tabel 4.3 - Ketentuan Pidana

Pidana
Denda
Penjara
Jenis Pelanggaran dan
(Paling (Paling
Lama) Banyak)

Melawan Hukum/Perundangan
A. Pencemaran dan/atau Perusahan
Lingkungan Hidup
1. Dengan Sengaja
 Belum ada korban 10 tahun + Rp 500 juta
 Mengakibatkan orang mati atau luka 15 tahun + Rp 750 juta
berat
2. Kealpaan
 Belum ada korban 3 tahun + Rp 100 juta
 Mengakibatkan orang mati atau luka 5 tahun + Rp 150 juta
berat
B. Pelanggaran
1. Dengan Sengaja
 Melakukan impor, ekspor, 6 tahun + Rp 300 juta
memperdagangkan, mengangkut,
menyimpan bahan berbahaya dan
beracun, menjalankan instalasi
berbahaya padahal mengetahui atau
sangat beralasan untuk menduga
bahwa perbuatan tersebut dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan umum atau
nyawa orang lain
 Mengakibatkan orang mati atau luka 9 tahun + Rp 450 juta
berat
2. Kealpaan melakukan hal tersebut di atas 3 tahun + Rp 100 juta
 Mengakibatkan orang mati atau luka 5 tahun + Rp 150 juta
berat

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah ini menjabarkan ketentuan yang ada didalam pasal 15 Undang
Undang RI Nomor 23 1997 tersebut di atas yang menyatakan bahwa setiap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup (AMDAL).
Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL memuat Ketentuan
Umum, komisi penilai AMDAL, tata laksana (kerangka acuan, analisis dampak
lingkungan ANDAL, rencana pengelolaan lingkungan RKL, rencana pemantauan
lingkungan RPL, dan kadaluarsa serta batalnya keputusan hasil ANDAL, RKL dan RPL),
pembinaan, pengawasan, keterbukaan informasi dan peran masyarakat, serta
pembiayaan pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis AMDAL.

4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan pemerintah ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa air merupakan salah

4 - 23
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga
merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Selain daripada itu air
merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Peraturan pemerintah ini mengatur mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air. Pengaturan pengelolaan kualitas air mencakup substansi mengenai
wewenang pengelolaan, pendayagunaan air, klasifikasi dan kriteria mutu air, baku mutu
air, pemantauan kualitas air, dan status mutu air. Pengaturan pengendalian pencemaran
air mencakup substansi mengenai wewenang pengendalian, retribusi pembuangan air
limbah, penanggulangan darurat, pelaporan, hak dan kewajiban, persyaratan
pemanfaatan dan pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan, dan sanksi
baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 Tentang


Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa
Peraturan Pemerintah ini dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa meningkatnya
kegiatan produksi biomasa yang memanfaatkan tanah maupun sumberdaya alam
lainnya yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi
biomasa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat
mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam peraturan pemerintah ini diatur kriteria baku kerusakan tanah produksi biomasa
yang meliputi kriteria baku kerusakan tanah nasional dan kriteria baku kerusakan tanah
daerah. Apabila kriteria baku kerusakan tanah di daerah belum ditetapkan maka berlaku
kriteria baku kerusakan tanah nasional.
Kriteria baku kerusakan tanah nasional untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan
hutan tanaman meliputi :
a. Kriteria baku kerusakan tanah akibat erosi air
b. Kriteria baku kerusakan tanah di lahan kering
c. Kriteria baku tanah di lahan basah
Kriteria baku kerusakan tanah di lahan basah diperlihatkan pada tabel 4.3.

Catatan :
 Untuk lahan basah yang tidak bergambut dan kedalaman pirit > 100 cm, ketentuan
kedalaman air tanah dan nilai redoks tidak berlaku
 Ketentuan-ketentuan subsidensi gambut dan kedalaman lapisan berpirit tidak berlaku jika
lahan belum termasuk/masih dalam kondisi asli/alami/hutan alami

6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu
Air Laut
Baku mutu air laut ditetapkan sebagai salah satu sarana pengendalian pencemaran dan
atau perusakan lingkungan laut serta untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut.
Baku mutu air laut dibagi menjadi 3 katagori yaitu baku mutu air laut untuk perairan
pelabuhan, baku mutu air laut untuk wisata bahari, dan baku mutu air laut untuk biota
laut.

4 - 24
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

4 - 25
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Tabel 4.4 - Kriteria Baku Kerusakan Tanah di Lahan Basah

No. Parameter Ambang Kritis Metode Pengukuran Peralatan

1 Subsidensi gambut di > 35 cm/5 tahun untuk Pengukuran langsung Patok Subsidensi
atas pasir kuarsa ketebalan gambut ≥ 3 cm
atau 10%/5 tahun untuk
ketebalan gambut < 3 cm
2 Kedalaman lapisan < 25 cm dengan pH ≤ 2,5 Reaksi oksidan dan Cepuk plastik, H2O2,
berpirit dari permukaan pengukuran langsung pH, stick skala 0,5
tanah satuan, meteran
3 Kedalaman air tanah > 25 cm Pengukuran langsung meteran
dangkal
4 Redoks untuk tanah > 100 mV Tegangan listrik pH meter, electroda
berpirit platina
5 Redoks untuk gambut > 200 mV Tegangan listrik pH meter, electroda
platina
6 pH (H2O) 1 : 2,5 < 4,0; > 7,0 Potensiometrik pH meter; pH stick
skala 0,5 satuan
7 Daya hantar listrik > 4,0 mS/cm Tahanan listrik EC meter
(DHL)
8 Jumlah mikroba < 102 cfu/g tanah Plating technique Cawan petri colony
counter

7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria
Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
Mangrove merupakan sumberdaya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai
habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumberdaya hayati laut.
Keputusan Menteri ini dikeluarkan atas pertimbangan semakin meningkatnya kegiatan
pembangunan yang dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan mangrove
sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian yaitu dengan mengetahui adanya tingkat
kerusakan berdasarkan kriteria baku kerusakannya. Menurut keputusan ini kriteria baku
kerusakan mangrove ditetapkan berdasarkan prosentase luas tutupan dan kerapatan
mangrove yang hidup seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 - Kriteria Baku Kerusakan Mangrove

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

Sangat Padat ≥ 75 ≥ 1500


Baik
Sedang ≥ 50 - < 75 ≥ 1000 - < 1500
Rusak Jarang < 50 < 1000

8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang

4 - 26
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Terumbu karang merupakan sumberdaya alam yang mempunyai berbagai fungsi


sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumberdaya hayati laut.
Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan telah menimbulkan dampak
terhadap kerusakan terumbu karang sehingga perlu dilakukan berbagai upaya
pengendaliannya. Keputusan Menteri ini adalah sebagai salah satu upaya untuk
melindungi terumbu karang dari segala macam kerusakan, yaitu dengan jalan
menetapkan kriteria baku kerusakan seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6 - Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang


Parameter
(dalam %)

Buruk 0 – 24,9
Rusak
Prosentase Luas Tutupan Sedang 25 – 49,9
Terumbu Karang yang Hidup Baik 50 – 74,9
Baik
Baik Sekali 75 – 100

9. Dan lain-lain Perundangan Lingkupan Hidup skala nasional, provinsi serta kabupaten/
kota.

4.4.4 Pendekatan Institusi/ Kelembagaan


Institusi/Lembaga yang menangani masalah lingkungan hidup terdiri dari unsur-unsur
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, lembaga/badan-badan penelitian,
perguruan tinggi, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat. Pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup dilakukan oleh pemrakarsa sebagai pemilik proyek/kegiatan.
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) adalah institusi yang menangani lingkungan hidup
pada skala nasional yang tugasnya antara lain meliputi penyusunan kebijakan nasional,
koordinasi kegiatan fungsional, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di
bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Di daerah, tugas tersebut di atas
dilaksanakan oleh pemerintah daerah setempat yaitu dalam bentuk Badan
Pengelolaan/Pengendalian Lingkungan Hidup di tingkat provinsi dan Badan atau Dinas atau
Kantor Lingkungan Hidup di tingkat Kabupaten/Kota.
Dalam struktur organisasi di beberapa Departemen Teknis juga mempunyai bagian yang
mengurusi masalah-masalah lingkungan hidup, biasanya setingkat dengan Sub Direktorat.
Lembaga-lembaga pemerintah Non Departemen (misalnya BPPT, LIPI, LON, dan
sebagainya) juga mempunyai bagian yang mengurusi masalah lingkungan hidup terutama
yang berkaitan dengan bidang pengkajian dan penelitian.
Perguruan tinggi mempunyai peran dalam melaksanakan studi mengenai masalah-masalah
lingkungan hidup dan menyelenggarakan pendidikan/ pelatihan/kursus-kursus yang
berkaitan dengan aspek lingkungan. Sementara itu Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) berperan sebagai ”pengawas” dalam kelancaran pengelolaan dan pengendalian
lingkungan.

4.5. KONSEP PENDEKATAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


Pengembangan dan pengelolaan suatu wilayah, berhubungan dengan konsep pengelolaan

4 - 27
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

sumber daya air, yang mengacu pada 5 Pilar Pengelolaan Sumber Daya Air, yaitu:
1. Konservasi Sumber Daya Air,
2. Pendayagunaan Sumber Daya Air,
3. Pengendalian Daya Rusak Air,
4. Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA), serta
5. Peran Serta Masyarakat.
Sejalan dengan potensi yang dimiliki oleh kawasan oxbow di Kabupaten Kapuas Hulu,
pendekatan 5 Pilar Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA), menjadi acuan penting dalam
rangka mendukung pengelolaan oxbow secara komprehensif dan berkelanjutan, serta
penjembatani pemenuhan kebutuhan air untuk mendukung pengembangan wilayah.
Beberapa aspek yang ditinjau dalam pendekatan ini, adalah terkait dengan hal-hal sebagai
berikut.
1. Pemanfaatan
Lingkup arahan pemanfaatan oxbow, dikaitkan dengan 5 Pilar Pengelolaan Sumber
Daya Air, yang memungkinkan untuk dikembangkan.
2. Fungsi
Merupakan fungsi pemanfaatan oxbow dihubungkan dengan masing-masing lingkup 5
Pilar Pengelolaan SDA, dalam rangka memberi nilai tambah dalam rangka revitalisasi
yang akan dilakukan.
3. Kondisi/ Permasalahan Saat Ini
Menyangkut kondisi saat ini, serta permasalahan yang ada di masing-masing lokasi
oxbow, baik secara umum maupun spesifik.
4. Usulan dan Aspirasi
Merupakan usulan yang dapat dikembangkan pada masing-masing oxbow, dalam
rangka penanganan permasalahan yang terjadi.
5. Langkah Tindak Pelaksanaan
Merupakan upaya nyata pelaksanaan penanganan terkait pengelolaan oxbow, dalam
rangka mengoptimalkan fungsi revitalisasi, yang diklsifikasikan menjadi:
a. Struktural
Upaya pembangunan prasarana dan sarana dalam rangka pemanfaatan fungsi
revitalisasi oxbow secara optimal.
b. Non Struktural.
Kebijakan pendukung dalam rangka pemantapan fungsi revitalisasi oxbow secara
komprehensif, dengan melibatkan instansi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/
kota.
Pada Tabel 4.7 disajikan konsep pengembangan oxbow dengan pendekatan 5 Pilar
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA), yang dapat diterapkan dalam rangka mendukung
rencana revitalisasi oxbow.

4.6. KONSEP PERENCANAAN


Konsep awal perencanaan atau perencanaan dasar bertujuan memberikan dasar atau garis
besar pengembangan pembangunan multisektor dari segi Teknis. Hasilnya adalah Rencana
Induk Pengembangan Oxbow sebagai bagian Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air
Wilayah Sungai, yang menjadi bagian dari RTR Wilayah.

4 - 28
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Perencanaan ini adalah hasil akhir Kegiatan Studi yang dilanjutkan pada Perencanaan
Pendahuluan dan pada umumnya didasarkan pada informasi topografi yang ada.
Skala peta boleh dibuat 1 : 25.000 atau lebih besar lagi. Tidak dilakukan pengukuran
topografi untuk menunjang perencanaan garis besar ini. Yang dijadikan dasar adalah peta-
peta yang sudah ada.

4 - 29
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Tabel 4.7 - Konsep Pengembangan Oxbow dengan Pendekatan 5 Pilar Pengelolaan Sumber Daya AIr
Kondisi/ Permasalahan Langkah Tindak Pelaksanaan
No Pemanfaatan Fungsi Usulan dan Aspirasi
Saat Ini Struktural Non Struktural
1 Konservasi Sumber Pengawetan/ penyimpanan air Sedimentasi dan Pengerukan dan Pengerukan dan normalisasi alur Sosialisasi terkait konservasi
Daya Air Sungai Kapuas, dengan pendangkalan, serta normalisasi danau oxbow danau oxbow, untuk mendukung kawasan danau oxbow dan
menambah kapasitas tampung penyempitan oxbow tampungan sekitarnya, melalui konsep RTH
danau oxbow (ruang sempadan) dan kawasan
penyangga
Mempertahankan kawasan Budidaya pertanian Alternatif relokasi Penataan kawasan sempadan, Sosialisasi batas garis sempadan
sempadan untuk daerah resapan (kratum dll) serta kawasan budidaya yang dan relolasi lahan pertanian ke untuk fungsi RTH dan penyangga
perikanan (KJA) ada di alur danau oxbow lokasi di dalam kawasan daratan kawasan danau oxbow
atau sempadan, ke oxbow sebagai area pertanian
lokasi peruntukan
budidaya pertanian
sesuai Rencana Pola
RTRW Kabupaten
Kapuas Hulu
Penetapan jalur Deliniasi jalur sempadan danau Sosialisasi ke masyarakat terkait
sempadan danau oxbow oxbow, dan penetapan jalur sempadan danau oxbow dan
sesuai peraturan yang peruntukannya kawasan penyangga
berlaku
2 Pengendalian Daya Mereduksi Potensi Area Banjir Tahunan yang Pengerukan dan normalisasi alur
Rusak Air Genangan terjadi pada wilayah danau oxbow, serta bangunan
kajian. pelimpah (inlet dan outlet) untuk
mendukung tampungan
Penanganan Tebing Rawan Perkuatan dan penataan tebing
Longsor oxbow
3 Pendayagunaan Sumber Pemanfaat air Sungai Kapuas Intake dan Instalasi Pengolahan
Daya Air untuk mendukung pemenuhan Air (IPA)
kebutuhan air baku
Pemanfaatan tampungan oxbow
untuk budidaya ikan tebar/
pemancingan
Pemanfaatan tampungan dan Penataan kawasan pariwisata dan
kawasan oxbow untuk pariwisata

4 - 30
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Penataan bekas sungai (oxbows) pada dasarnya mempertahankan kondisi kawasan di


sekitar lokasi bekas sungai (oxbows) sesuai dengan bentang alam eksistingnya.
Namun untuk kepentingan konservasi perlu ditanami pohon-pohon yang memiliki fungsi
hidroorologi yang sangat bermanfaat bagi kelestarian fungsi sempadan sungai.
Tata cara penataan bekas sungai (oxbows) dilakukan dengan:
 Mengacu pada hasil hidrolika sungai untuk melihat tinggi muka air di palung bekas
sungai (oxbows)
 Menyusun rencana tata letak/ site bekas sungai (oxbows).
 Membuat rencana jalan akses dan jalan inspeksi untuk keperluan operasi dan
pemeliharaan, mempertahankan jalan lingkungan dan pola sirkulasi layanan berupa
jogging track.
 Pengembangan fasilitas pelengkap area rekreasi, yaitu : camping ground, area outbond,
gazzebo dan shelter tempat duduk dan istirahat sejenak, kantin, kios cendera mata dan
toilet.
 Penataan lansekap dan vegetasi pada lahan sempadan bekas sungai (oxbows).
Dalam tahap studi diambil keputusan sementara mengenai tipe dan perkiraan lokasi
bangunan-bangunan yang akan direncanakan Detail desainnya, diataranya inlet dan out let,
bangunan pengendali sedimen.
Tinjauan mengenai keadaan geologi dan tanah akan memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai keadaan-keadaan geologi teknik yang diharapkan. Terdapatnya batu
dalam jumlah cukup akan memberi pertanda bahwa mungkin bisa direncanakan bangunan
yang memakai bahan pasangan batu. Jika tidak, akan diperlukan konstruksi yang diperkuat
dengan beton.
Persyaratan survei untuk pembuatan peta topografi ditentukan atas dasar sketsa tata letak.

4.7. KRITERIA PERENCANAAN


Dalam perencanaan detail desain bangunan intake dan outlet di areal oxbow serta
revitalisasi oxbow diperlukan beberapa kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan
hasil perencanaan, hal ini akan memudahkan dalam proses perencanaan serta mengontrol
tahapan perencanaan maka perlu dibuat suatu kriteria perencanaan, terutama yang
berkaitan dengan analisis hidrolika, analisis struktur, pemilihan material konstruksi, analisis
pembebanan, hingga analisa stabilitas bangunan.. Kriteria perencanaan tersebut meliputi :

4.7.1 Kriteria Perencanaan Hidrolik


Kriteria umum penentuan lokasi bangunan utama, meliputi beberapa aspek yang diuraikan
sebagai berikut.
a. Bangunan utama/ bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan lebar yang
hampir sama dengan lebar normal sungai; jika sungai mengangkut terutama sedimen
halus, maka pengambilan harus - dibuat di ujung tikungan luar yang stabil jika sungai
mengangkut terutama bongkah dan kerikil, maka bendung sebaiknya dibangun di ruas
lurus sungai
b. Beda tinggi energi di atas bendung terhadap air hilir dibatasi sampai 7 m. Jika ditemukan
tinggi terjunan lebih dari 7m dan keadaan geologi dasar sungai relatif tidak kuat
sehingga perlu kolam olak maka perlu dibuat bendung tipe cascade yang mempunyai

4 - 31
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

lebih dari satu kolam olak. Hal ini dimaksudkan agar energi terjunan dapat direduksi
dalam dua kolam olak sehingga kolam olak sebelah hilir tidak terlalu berat meredam
energi.
c. Keadaan demikian akan mengakibatkan lantai peredam dan dasar sungai dihilir koperan
(end sill) dapat lebih aman.
d. Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan, bilamana perlu topografi pada
lokasi bendung yang diusulkan; lebar sungai
e. Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi
f. Metode pelaksanaan (di luar sungai atau di sungai)
g. Angkutan sedimen oleh sungai
h. Panjang dan tinggi tanggul banjir
i. Mudah dicapai.

4.7.2 Kriteria Perencanaan Stabilitas Tanah


Untuk proses perencanaan tanggul serta mengontrol tahapan perencanaannya maka perlu
dibuat suatu kriteria perencanaan, terutama yang berkaitan dengan analisis pembebanan,
hingga analisa stabilitas bangunan elevasi muka air, kedalaman dan kecepatan. Perhitungan
elevasi muka air, kedalaman dan kecepatan dilakukan pada beberapa penampang dengan
menggunakan berbagai debit rencana, dalm hal ini yaitu (Q2, Q5, dan Q25). Dengan
kemiringan dan kekasaran yang ada dapat diperoleh harga faktor penampang (A.R 2/3)
untuk masing masing debit, yaitu : dimana AR 2/ 3 Q. n = So A : luas penampang (m 2 ) R :
jari-jari hidraulis = A/P (m) P : panjang penampang basah (m) Q : debit n : kekasaran So :
kemiringan dasar

1. Tekanan Tanah
Tekanan tanah yang diperhitungkan adalah tekanan tanah horisontal yang diakibatkan
oleh tekanan tanah aktif dan pasif yang bekerja pada dinding penahan, misalnya pada
dinding penahan tanah, kolam olakan, dan lain-lain. Tekanan tanah pasif dalam hal ini
tidak diperhitungkan. Karena tanah di lokasi proyek umumnya tanah granular maka
besarnya tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus berikut ini : Pa = 0,5. γ. H2. ka
dimana : Pa = tekanan tanah aktif (ton/m2) γ = berat isi tanah (ton/m3) H = beda tinggi
tanah yang dipertahankan (m) Ka = Sin 2 Sin 2.sin( α σ).(1 + ( α+φ) sin( φ+σ). sin( α β)
sin( α σ). sin( α+β) ka α = Koefisien tekanan tanah aktif. = sudut kemiringan bagian
belakang dinding. σ = sudut gesekan antara tanah dan dinding. untuk beton dan tanah
diambil = 2/3 = sudut geser dalam tanah.
2. Tanggul (Embankment Levee)
Tanggul adalah salah satu infrastruktur persungaian yang dibuat untuk meng-cover debit
banjir sungai. Tanggul dalam hal ini dibuat dari material pasir dan tanah
setempat hasil pengerukan sungai di oxbow, dan merupakan bangunan hidraulik yang
selalu terkena gerusan atau infltrasi akibat aliran air.
3. Standar Bentuk Tanggul
Bentuk standar tanggul harus dibahas pertama-tama dari pandangan mekanika tanah,
rencana muka air tinggi (HWL), durasi hujan, kondisi topografi, mekanika tanah
pondasi, bahan timbunan, perkuatan permukaan dan sebagainya yang
merupakan hal-hal penting untuk dipelajari. Bahan-bahan timbunan diambil

4 - 32
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

dari bagian terdekat darii material dasar sungai dipakai untuk bahan
timbunan. Dalam perencanaan tanggul, permasalahan rembesan (seepage),
longsoran dan penurunan (settlement) akan dipelajari lebih cermat.
Tinggi Tanggul akan ditentukan berdasarkan rencana HWL dengan penambahan jagaan
yang diperlukan. Jagaan adalah tinggi tambahan dari rencana HWL dimana
air tidak diijinkan melimpah. Tabel di bawah ini memperlihatkan standar hubungan
antara besarnya debit banjir rencana dengan tinggi jagaan yang disarankan.

4.7.3 Kriteria Perencanaan Sempadan Sungai dan Danau


4.7.3.1 Peraturan terkait Sempadan Sungai dan Bekas Sungai
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
a. Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
ditentukan:
1) paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama
dengan 3 m (tiga meter);
2) paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga
meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter);
3) paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua
puluh meter).
b. Garis sempadan sungai besar luas DAS > 500 Km2 (lima ratus kilometer persegi)
tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 m
(seratus meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
c. Garis sempadan sungai kecil luas kurang atau sama dengan DAS > 500 Km 2 (lima
ratus kilometer persegi) tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling
sedikit berjarak 50 m (lima puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai.
d. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaaan ditentukan paling
sedikit berjarak 3 m (tiga meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang sungai.
e. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaaan ditentukan paling
sedikit berjarak 5 m (lima meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang sungai.
f. Garis sempadan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Penetapan garis sempadan dilakukan berdasarkan kajian penetapan garis
sempadan.
h. Dalam penetapan garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik
geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta
memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk
melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai.
i. Kajian penetapan garis sempadan memuat paling sedikit mengenai batas ruas sungai
yang ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis bangunan yang
terdapat di dalam sempadan.
j. Kajian penetapan garis sempadan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

4 - 33
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai
Tata cara Penetapan
Pasal 4
(1) Penetapan garis sempadan sungai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri, batas garis sempadan
sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dan Direktur
Jenderal.
b. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah
Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Daerah
berdasarkan usulan dari Dinas.
c. Untuk sungai-sungai yang dilimpah kewenangan pengelolaannya kepada Badan
Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang bersangkutan.
3. Bekas Sungai
Pasal 17
(1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada
dibawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk:
a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru.
b. Keperluan pembangunan prasarana pengairan
c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun.
d. Keperluan budidaya, dengan syarat tertentu.
(3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai, dan mengadakan
pemutakhiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5(lima) tahun sekali.

4.7.3.2 Prasarana Ruang Terbuka Hijau di Sempadan Sungai


Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/ RDTR Kota/ RTR Kawasan Strategis
Kota/R TR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang
cukup bagi:
a. kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
b. kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
c. area pengembangan keanekaragaman hayati;
d. area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
e. tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
f. tempat pemakaman umum;
g. pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
h. pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
i. penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta criteria

4 - 34
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

pemanfaatannya;
j. area mitigasi/evakuasi bencana; dan
k. ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan
tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

1. RTH pada Sempadan Sungai


Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
 sistem perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah;
 tumbuh baik pada tanah padat;
 sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan;
 kecepatan tumbuh bervariasi;
 tahan terhadap hama dan penyakit tanaman;
 jarak tanam setengah rapat sampai rapat 90% dari luas area, harus dihijaukan;
 tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap;
 berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya;
 dominasi tanaman tahunan;
 sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.
Persyaratan pola tanam vegetasi pada RTH sempadan sungai adalah sebagai berikut :
 jalur hijau tanaman meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri kanan sungai
besar dan sungai kecil (anak sungai);
 sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m diambil secara
sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang sungai;
 sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan acak
(random start) pada peta. sampel jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari
garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon terjauh;
 sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak
sungai yang berada di luar permukiman;
 untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan
cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m;
 jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;
 pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar
rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.
Pemanfaatan RTH daerah sempadan sungai dilakukan untuk kawasan konservasi,
perlindungan tepi kiri-kanan bantaran sungai yang rawan erosi, pelestarian, peningkatan
fungsi sungai, mencegah okupasi penduduk yang mudah menyebabkan erosi, dan
pengendalian daya rusak sungai melalui kegiatan penatagunaan, perizinan, dan
pemantauan.
Untuk menghindari kerusakan dan gangguan terhadap kelestarian dan keindahan
sungai, maka aktivitas yang dapat dilakukan pada RTH sempadan sungai adalah
sebagai berikut:
 Memantau penutupan vegetasi dan kondisi kawasan DAS agar lahan tidak
mengalami penurunan;
 Mengamankan kawasan sempadan sungai, serta penutupan vegetasi di sempadan
sungai, dipantau dengan menggunakan metode pemeriksaaan langsung dan analisis

4 - 35
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

deskriptif komparatif. Tolak ukur 100 m di kanan kiri sungai dan 50 m kanan kiri anak
sungai;
 Menjaga kelestarian konservasi dan aktivitas perambahan, keanekaragaman
vegetasi terutama jenis unggulan lokal dan bernilai ekologi dipantau dengan metode
kuadrat dengan jalur masing-masing lokasi 2 km menggunakan analisis vegetasi
yang diarahkan pada jenis-jenis flora yang bernilai sebagai tumbuhan obat;
 Memantau fluktuasi debit sungai maksimum;
 Aktivitas memantau, menghalau, menjaga dan mengamankan harus diikuti dengan
aktivitas melaporkan pada instansi berwenang dan yang terkait sehingga pada
akhirnya kawasan sempadan sungai yang berfungsi sebagai RTH terpelihara dan
lestari selamanya.

2. Ruang Terbuka Hijau berupa Pertamanan, Sarana Rekreasi dan Olahraga


Penataan kawasan ruang terbuka hijau di Kawasan Bantaran Sungai, tidak akan
terlepas dari pola bentang alam terbuka di kawasan tersebut. Alam merupakan inti dari
perencanaan lansekap ruang terbuka hijau, sesuai dengan kondisi fisik geografi
setempat yang merupakan perpaduan antara daerah dataran dan perbukitan. Untuk
mendapatkan suasana lingkungan yang lebih bervariasi dan memiliki nilai estetika
dalam penataan kawasan ruang terbuka hijau diperlukan penataan tanaman
(landscaping). Pola lansekap ini harus berfungsi dan dapat menciptakan ruang-ruang
luar yang dapat mengakomodasi kegiatan berikut:
 Pembatas pandangan terhadap area yang kurang menyenangkan atau elemen-
elemen lansekap yang dapat merusak lingkungan alami.
 Pembatas ruang antara yang satu dengan ruang lainnya, serta dapat berfungsi untuk
mengarahkan dan memberi kenyamanan untuk menikmati alam dengan menciptakan
view yang menarik sepanjang bantaran sungai.
 Tempat rekreasi dan bermain anak-anak, obyek ini dilengkapi pemandangan
tanaman yang dibiarkan alami dengan ditambah beberapa tanaman untuk pembatas
agar membentuk komposisi yang menarik dan menyatu dengan lingkungan alam.
Kegiatan interaksi dengan ruang terbuka yang teduh, banyak pohon, ada tempat
untuk duduk, ada view yang menarik, memungkinkan sebagai tempat berkumpul
banyak orang.
Pengembangan kawasan bantaran sungai dapat dilakukan dengan menempatkan jalur
hijau pada sepanjang bantaran kali, dimana lahan yang akan dijadikan alokasi
pertamanan didasarkan atas peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta
kepentingan masyarakat setempat mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau berupa
pertamanan di lingkungannya.
Perlindungan bantaran sungai dengan menempatkan pertamanan memberikan berbagai
keuntungan lebih, dibandingkan dengan hanya sekadar mengatur bantaran kali tanpa
adanya upaya menghijaukan area ini. Penanaman lahan kosong pada bantaran kali
dengan jenis pohon yang sesuai, akan memperkuat kawasan bantaran kali sebagai area
tangkapan air.
Dalam bentuk penataan pertamanan, selain penghijauan pada bantaran kali sebagai
kawasan tangkapan air tercapai, juga akan didapatkan suatu lansekap pemandangan
yang indah dan mempercantik lingkungan perkotaan.
Secara umum pengembangan pertamanan harus memperhatikan beberapa

4 - 36
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

persyaratan, berikut ini :


a. Perencanaan Tapak (Siteplan) Pertamanan, perlu ditata menuruti kaidah penghijauan
kawasan (botanic garden), sebagai pedoman pengembangan penghijauan agar
terarah dan dapat dilaksanakan dengan cermat.
b. Pemanfaatan pertamanan pada bantaran kali tidak boleh merubah karakter lansekap
atau tapak bagi stabilitas tanah, bahkan seharusnya dapat meningkatkan daya tarik
kawasan bantaran kali
c. Adaptasi pohon dengan kondisi lingkungan, yang meliputi (pengembangan
penanaman pohon utama yang berfungsi sebagai penguat bantaran kali dan
pengembangan penanaman pohon pelengkap lainnya).
d. Pengembangan kawasan bantaran kali merupakan upaya dalam melestarikan
kawasan, atau juga dapat dikatakan sebagai bagian dari rencana konservasi lahan
pada kawasan bantaran kali.
Pada kawasan bantaran kali yang memiliki lahan cukup luas dapat dialokasikan suatu
zona pemanfaatan kawasan pertamanan yang lengkap dengan fasilitas yang dapat
dimanfaatkan oleh warga untuk beristirahat sejenak atau berkumpul, berupa : kantor
pengelolaan taman, jalan/ pintu masuk khusus, fasilitas pemantauan arus sungai
(SPAS) dan fasilitas keairan lainnya, pelataran, jalan trail, meja piknik dan kursi duduk,
saung terbuka/ shelter, bak sampah, papan petunjuk/papan larangan, dan rambu-rambu
Informasi lainnya.
Pada kawasan bantaran kali yang memiliki lahan terbatas dapat dialokasikan suatu zona
pemanfaatan kawasan pertamanan terbatas, berupa fasilitas : jalan setapak / trail,
papan petunjuk / papan larangan, dan kursi duduk pada tempat-tempat tertentu
Pada kawasan bantaran kali yang memiliki lahan yang memerlukan perlindungan
khusus maka perlu suatu zona perlindungan. Dalam wilayah ini tidak diperkenankan
untuk kegiatan pengunjung dan pembangunan sarana dan prasarana fisik kecuali
papan-papan petunjuk, jalan setapak untuk pemantauan atau rambu-rambu peringatan
yang diperlukan.
Kegiatan pemilihan pohon/ penentuan jenis tanaman merupakan salah satu kegiatan
yang dimaksudkan untuk tujuan ekologi dengan fungsi hidroorologis dan menambah
eksotik koleksi. Pemilihan jenis pohon koleksi yang akan ditanam haruslah dilakukan
secara hati-hati, karena selain harus menyesuaikan dengan kondisi fisik kawasan, juga
disesuaikan dengan tujuan awal dari pembangunan pertamanan yang bersangkutan
yang mengarah pada tujuan untuk menyediakan tempat rekreasi.
Beberapa kriteria umum pohon yang disarankan untuk ditanam dikawasan bantaran kali,
antara lain :
1. Jenis pohon utama yang ditanam hendaknya secara ekologis adalah sesuai, dalam
arti jenis pohon asli setempat atau dari daerah lain dengan kondisi geografis yang
serupa.
2. Penanaman jenis eksotik sebagai pohon pelengkap, dapat dilakukan sepanjang
bantaran kali dengan syarat tidak mengganggu pohon utama dan fungsi utama
bantaran sungai.
3. Jenis pohon yang dipilih selain ditujukan sebagai elemen disain dan koleksi
hendaknya juga secara alami dapat berfungsi sebagai komponen habitat yang dapat
menarik fauna, khususnya burung (sebagai tempat berlindung, dan makan)

3. Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan

4 - 37
Laporan Antara/ Interim Detail Desain Revitalisasi Oxbow
Kabupaten Kapuas Hulu

Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–
30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan
pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan
persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah
setempat, yang disukai oleh burungburung, serta tingkat evapotranspirasi rendah

4 - 38

Anda mungkin juga menyukai