Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Stase Komprehensif

Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Udin
Disusun Oleh :
Fiska Rahmawati

H2A010017

Kepaniteraan Klinik

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD Dr.ADHYATMA, MPH
2015

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR

LAPORAN KASUS
DIARE, KEJANG DEMAM SEDERHANA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr.ADHYATMA, MPH

Disusun Oleh:
Amalia Isnaini

H2A010003

Telah disetujui oleh Pembimbing:


Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik
Ilmu Kesehatan Anak

dr. Agus Saptanto, SpA

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan Laporan Kasus ini, yang diajukan untuk memenuhi tugas dan
melengkapi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik Stase Ilmu Kesehatan
Anak
Laporan Kasus ini berjudul Diare, Kejang Demam Sederhana. Dengan
selesainya laporan kasus ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. dr. Siti Moetmainah, Sp OG (K), MARS, selaku Dekan Fakultas
beserta jajaran di Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang
2. dr. Laily Babgei, SpA; dr.Galuh Ramaningrum, Sp.A; dan dr.Agus
Saptanto, Sp.A selaku koordinator sekaligus pembimbing Stase Ilmu
Kesehatan Anak
3. RSUD Dr.Adhyatma, MPH seluruh direksi dan karyawan
4. Semua pihak dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
demi kesepurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini berguna bagi kita
semua.
Semarang, Agustus 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit diare mordibilitasnya cenderung meningkat, dari hasil survey
DepKes RI - 2000 bahwa kasus diare di masyarakat sebesar 301 per 1000
penduduk, tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, tahun 2006 sebesar
423 per 1000 penduduk. Hasil Riskesdas tahun 2007 diare masih sebagai
penyebab kematian nomor satu pada Balita.1
Komplikasi yang sering kali terjadi akibat diare adalah dehidrasi. 2 Jika
kemampuan untuk minum untuk mengkompensasi kehilangan cairan akibat
diare dan muntah terganggu maka dehidrasi akan terjadi. Kematian yang
terjadi akibat diare pada anak-anak terutama disebabkan karena kehilangan
cairan dari tubuh dalam jumlah yang besar.3
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4
Kejang demam mengakibatkan kelainan neurologi terbanyak pada
anak. Insiden 10,5 % laki-laki dan 8,9 % wanita. Kejang pada anak belum
jelas dimungkinkan berhubungan dengan kematangan otak.5

CATATAN MEDIS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama anak

: An.

Umur

: 3 tahun 11 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

No RM

: 0209635

Tgl masuk bangsal

: 11 Januari 2016

Jaminan Kesehatan

: BPJS

Nama bapak

: Tn.S

Umur

: 44 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Bandunggede traji parakan traji temanggung

Nama ibu

: Ny. T

Umur

: 39 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Bandunggede traji parakan traji temanggung

II.

ANAMNESE
Anamnese dilakukan secara alloanamnesis pada nenek Pasien
tanggal 12 januari 2016 jam 09.00 WIB. Di Bangsal Multazam PKU
Muhammadiyah Temanggung
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Penyakit Sekarang

: kejang
:

Pasien datang dengan rujukan dari puskesmas pada tanggal 11


januari pasien kejang, kejang terjadi ketika pasien setelah bangun tidur
dan tiba-tiba, kejang sebanyak 1x, lama kejang 5 menit seluruh tubuh
kelojotan dan mata mbelalak ke atas, sebelum dan setelah kejang pasien
lemas dan sempat tidak sadar, saat kejang tidak menangis, tidak ada
kelumpuhan setelah kejang, pasien sering mengeluh pusing pada
kepalanya. Pasien tidak demam, tidak diare, tidak muntah, tidak batuk,
tidak pilek. Karena takut keluarga pasien membawa pasien ke
puskesmas untuk periksa.
Oleh puskesmas pasien dirujuk ke PKU Muhammadiyah
Temanggung, dalam perjalanan pasien muntah 2x, berupa cairan
makanan, tidak ada darah, tidak ada lendir, sesampainya di PKU pasien
kejang 1x, lama kejang 2 menit seluruh tubuh kelojotan dan mata
mbelalak ke atas, sebelum dan setelah kejang pasien tampak lemas dan
bingung, saat kejang pasien tidak menangis, tidak ada kelumpuhan
setelah kejang. Pasien sudah tidak muntah. Keluhan demam, diare,
batuk, dan pilek disangkal. BAK seperti biasa. BAB seperti biasa.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami kejang seperti ini pada usia 1 bulan.
Trauma daerah kepala dan leher, asma, alergi, batuk lama disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
:
Keluarga pasien menyangkal riwayat kejang demam waktu kecil.
Riwayat diare, batuk lama, asma, dan alergi obat disangkal.
e. Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial
Pekerjaan ayah pasien sebagai wiraswasta dan ibu sebagai ibu
rumah tangga. Orang tua pasien merokok, tidak mengkonsumsi
6

minuman beralkohol dan obat-obatan. Pasien tinggal bersama kakek,


nenek, orang tua, dan kakaknya. Pembayaran menggunakan biaya
pribadi. Kesan : Keadaan sosial dan ekonomi kurang.
f. Data Khusus
1. Riwayat Kehamilan/Pre Natal :
An. Y adalah anak kedua dari Ny.T saat berusia 39 tahun. Ibu
rutin periksa kehamilan lebih dari 4 kali di bidan. Saat hamil, ibu
pasien mengeluh sering mual muntah selama 4 bulan kehamilan, ibu
pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi atau penyakit gula selama
kehamilan. Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu,
alkohol, maupun rokok selama kehamilan. Suntik tetanus toksoid (TT)
sebanyak dua kali. kehamilan lebih bulan (41 minggu).
2. Riwayat persalinan/natal :
Lahir spontan dengan bantuan bidan, bayi tidak langsung
menangis kuat, dan segera dirujuk ke RS. Berat badan saat lahir sekitar
3500 gram, panjang badan 48 cm.
3. Riwayat pasca persalinan/ post natal :
Tidak ada perdarahan post partum
4. Riwayat Imunisasi
Macam imunisasi
Imunisasi dasar:
BCG
DPT
Hepatitis B
Polio
Campak

Frekuensi
1 kali
3 kali
3 kali
4 kali
1 kali

Umur
2 bulan
2,4,6 bulan
0,1,6 bulan
0,2,4,6 bulan
9 bulan

Keterangan
Dilakukan di Bidan
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap

Kesan : imunisasi dasar lengkap

5. Riwayat makan dan minum


Umur

Makanan dan Minuman

Jumlah

Frekuensi

0 4 bulan

ASI saja

Semau anak

Semau
anak

4 12 bulan

ASI
Pisang
Bubur promina

Semau anak
1
1 takar Selalu
habis
3-4
sdm
diencerkan 80 cc
air matang
Selalu habis

Semau
anak
1 kali/hari
2
kali/
hari

Semau anak
3-4
sdm
diencerkan 80 cc
air matang
selalu habis
1 piring kecil
Selalu habis

Semau
anak
4-5 kali/
hari

ditambah susu formula

13
bulan

24

ASI
Susu formula
Nasi
tim,
wortel,bayam,lauk
(pisang, pepaya)

sayur
buah

3-4 kali/
hari

2kali /hari

25 bulan
36 bulan

Nasi
tim
atau
nasi
dilembekkan/lunak,
sayur
wortel,bayam,sop, opor, lauk
+ buah (pisang, pepaya,
mangga)

Semau anak
1 piring kecil
Selalu habis

Semau
anak
2-3kali
/hari

37
bulan
sampai
sekarang

Nasi,
sayur
bermacammacam, lauk + buah

Semau anak
1 piring selalu
habis

Semau
anak
3 kali/hari

Kesan : ASI tidak eksklusif dan pemberian MPASI terlalu dini.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak


Perkembangan :
Umur
0-3 bulan

3-6 bulan

6-9 bulan

9-12 bulan

Perkembangan
Motorik Kasar : mengakat kepala
Motorik Halus : menggerakan kepala
Bahasa : mengoceh
Sosial : tersenyum pada ibu
Motorik Kasar : telungkup
Motorik Halus : mengangkat kepala
Bahasa : mengeluarkan suara bila senang
Sosial : tersenyum saat bermain
Motorik Kasar : duduk
Motorik Halus : memungut kelerang
Bahasa : bersuara tanpa arti
Sosial : ciluk ba
Motorik Kasar : berdiri dengan berpegangan
Motorik Halus : masukan benda kemulut

12 bulan
sekarang
Kesan

Bahasa : meniru bunyi


Sosial : mengenal anggota keluarga
Motorik Kasar : berdiri tanpa pegangan, berjalan
Motorik Halus : bertepuk tangan
Bahasa : memanggil ibu bapak
Sosial : bermain dengan boneka dan ibu
Perkembangan sesuai umur

Pertumbuhan :
Pertambahan BB dan PB tiap bulan tidak ingat hanya sesuai garis hijau di
KMS
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 Agustus 2015
1. Keadaan Umum

: tampak tenang

2. Kesadaran

: Compos mentis

3. GPCS

: E4M6V5

4. Status Gizi
BB

: 11,7 kg

PB

: 85 cm

Z Skore

BB/Umur : (13-11,3)/1,20 = 1,41 (gizi baik)

TB/Umur : (85-81,4)/2,90 = 1,24 (normal)

BB/PB

: (13-11,9)/0,9 = 1,22 (normal)

Kesan gizi : gizi anak baik


5. Tanda Vital
Nadi
: 90 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 24 x/menit
Suhu
: 36,5 C (aksiler)
6. Status Internus
a) Kepala
Kesan mesocephal
b) Mata
9

Mata cekung (-/-), Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera


ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+),
reflek pupil indirek (+/+)
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-)
d) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum
deviasi (-/-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f) Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal),
kaku kuduk (-)
g) Thorax
Pulmo
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Dinamis
2. Palpasi
Stem fremitus
Pelebaran ICS
Arcus Costa
3. Perkusi

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan

Dextra

Sinistra

Lateral >Antero
posterior
Simetris
Simetris

Lateral >Antero
posterior
Simetris
Simetris

Dextra = sinistra
(-)
Normal

Dextra = sinistra
(-)
Normal

Sonor diseluruh
lapang paru

Sonor di seluruh
lapang paru

Vesikuler
Wheezing(-),
ronki (-/-)

Vesikuler
Wheezing(-),
ronki (-/-)

10

Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak

Dalam batas normal


Simetris

Dalam batas normal


Simetris

2. Palpasi
Stem fremitus
Pelebaran ICS

Dextra = sinistra
(-)

Dextra = sinistra
(-)

3. Perkusi
Suara
paru

Sonor di seluruh
lapang paru

Sonor di seluruh
lapang paru

Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-)

Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-)

lapang

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Tampak anterior paru

Tampak posterior paru

SD : vesikuler

SD : vesikuler

ST : ronki (-/-), wheezing (-)

ST : ronki (-/-), wheezing (-)

Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba, tidak kuat angkat

Perkusi

Batas atas

: ICS II parasternal sinsitra

pinggang jantung

: ICS III parasternal sinsitra

batas kanan bawah

: ICS IV lin.sternalis dextra

kiri bawah

: ICS IV linea midclavicula


sinistra 1 cm kearah medial
11

konfigurasi jantung

: dalam batas normal

Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)
h) Abdomen
Inspeksi

: Permukaan agak cembung, warna sama seperti kulit di


sekitar
Auskultasi : Bising usus normal, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit

Perkusi

A.iliaca sinistra (-).


: timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (sulit dinilai)

Palpasi

: turgor < 2 detik, hepar tidak teraba, lien


tidak teraba, ginjal, tidak teraba.
i) Ekstremitas

Akral dingin
Oedem
Sianosis
Capilary refill
IV.

Superior
-/-/-/<2/ <2

Inferior
-/-/-/<2/ <2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah Rutin tanggal 11 Januari 2016

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hb
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil absolut

Hasil
H 25,27
4,96
12,50
37,30
75,20
25,20
33,50
344
H 15,00
L 0,03
12

Satuan
ribu/ul
juta/ul
g/dl
%
Fl
Pg
g/Dl
10^3/ul
10^3/ul

Rujukan
6.0-17.5
3,6-5, 2
10,7-13,1
35-43
74 102
23 31
28 32
217-497
11.5-14.5
0,045 0,44

Basofil absolut
Netrofil absolut
Limfosit absolut
Monosit absolut
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

0,01
H 19,68
2,52
H 3,03
L 0,10
0,00
H 77,90
L 10,00
L 12,00

Sero-imun (serum) B:
Salmonella typhii
Titer O
Titer H

Negatif
Negatif

10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
%
%
%
%
%

0 0,2
1,8 8
0,9 5,2
0,16 1
24
01
50 -70
20 - 70
1 11
Negatif
Negatif

Pemeriksaan feses tanggal 04 Agustus 2015 18.05

Pemeriksaan
Sudan III
Makroskopis feses
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Mikroskopis feses
Telur cacing
Amoeba
Eritosit
Leukosit

V.

Hasil
Negatif

Nilai Normal
Negatif

Kuning kehijauan
Lembek cair
Negatif
Negatif

Kuning
Lembek
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
1-2
10-15

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

RESUME
An. F (1 bulan) datang dengan keluhan diare sejak 2 hari ini, BAB
cair >7x, cair gelas, keluar nyemprot (+) berwarna kuning terdapat
ampas (+), tidak ada lendir, tampak kehausan dan rewel, muntah sebanyak
3x kali, isi air dan susu. Demam (+) muncul setelah diare. 1 hari
setelahnya pasien mengalami demam tinggi kemudian disertai dengan
kejang sebanyak 1x, kejang 5 menit seluruh tubuh kelojotan dan mata
mbelalak ke atas, sebelum dan sesudah kejang menangis, saat kejang tidak
menangis.

13

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum :tampak lemas,


Suhu: 37,80 C (aksiler), Nadi : 130 x/menit, irama reguler, respiratory rate
30x/menit. Mata cekung (+/+). Pada abdomen didapatkan bising usus
meningkat (+), hipertimpani (+), turgor sedikit menurun (+).
Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis (25,27
ribu /ul) dan pemeriksaan feses rutin dalam batas normal

VI.

DAFTAR MASALAH
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan

1. BAB cair >7x/ hari

7. Mata cekung +/+

Penunjang
10. leukositosis

2. BAB nyemprot

8. Turgor sedikit menurun

(25,27 ribu /ul)

3. Haus & rewel

9. Abdomen : bising usus

4. Muntah 3x

meningkat, hipertimpani

5. Demam 1 hari
6. Kejang 1x 5 menit
seluruh tubuh kelojotan
dan mata mbelalak ke
atas, sebelum dan sesudah
kejang

menangis,

saat

kejang tidak menangis.


VII.

DAFTAR MASALAH

masalah aktif
1,2,3,4,5,7,8,9,10 diare akut dehidrasi
ringan sedang
5,6

Kejang demam sederhana

14

Masalah pasif
-

Diagnosis Banding

1) Diare

Diare akut tanpa tanda dehidrasi

Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang

Diare akut dehidrasi berat

2) Kejang

Diagnosis Kerja

Diagnosis Klinis

: Diare akut dehidrasi

ringan sedang
Kejang demam sederhana

Diagnosis Tumbang : Tumbuh kembang sesuai usia

Diagnosis Gizi

Diagnosis Imunisasi : Imunisasi lengkap sesuai usia

: Gizi baik

15

VIII. INITIAL PLAN


Ip Dx:
Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi, Kejang Demam Sederhana
S: O : darah rutin, feses rutin, elektrolit, GDS
Ip Tx :

Infus Rl 16 tpm

Inj Opimox 3 x 400 mg

Inj Ondancentron 2 x 1 mg

Diazepam 3x 1mg

Paracetamol syrup 3 x1 cth

L.Bio 2x1 saschet

L. Zinc 1x1 cth (20 mg)

PO :

Ip Mx :

Monitoring KU dan Vital Sign

Monitoring kejang, diare, vomitus, febris

Monitoring resiko kejang berulang dan komplikasi

Ip Ex :
-

Jelaskan penyakit diare, kejang, muntah, dan evaluasi demam

Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit

Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada


anak.

Motivasi orangtua mengenai tanda-tanda dehidrasi seperti rewel,


kehausan, mata cekung,

menangis tidak keluar

air mata,

bibir

kering. Bila anak diare dan atau muntah berulang, tampak


kehausan sebaiknya segera dibawa ke Rumah Sakit atau poliklinik
terdekat.
16

Motivasi orangtua tentang penyebab kejang, resiko berulang, dan


penanganan awal serta harus monitor suhu anak dengan
termometer bila demam.

IX.

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Sanam

: dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

X. PROGRESS NOTE
Tanggal
4-8-2015

Subject
BAB cair >7x

Object
RR: 30x/menit

gelas belimbing,

HR: 130x/menit

warna kuning,

T : 38,5 C

nyemprot (+) darah


(-), lendir(-) muntah

Assesment
DADRS

Kejang

Demam

Sederhana

Plan
Infus Rl 16 tpm
Inj Opimox 3 x 400 mg
Inj Ondancentron 2 x 1 mg
Diazepam 3x 1mg

Paracetamol syrup 3 x1 cth

2x isi air dan susu.

L. Bio 2x1 saschet

Demam (+), Kejang

L. Zinc 1x1 cth

1x 5 menit (+),

Cek darah rutin

sebelum dan

Cek feses rutin

sesudah kejang
menangis, saat
kejang tidak
menangis, tidak ada
kelumpuhan pasca
kejang, anak
tampak kehausan
dan rewel.

17

5 -8-2015

BAB cair 3x BAB RR: 28x/menit

DADRS

gelas belimbing, HR: 120x/menit

Infus Rl 16 tpm
Inj Opimox 3 x 400 mg

berwarna

kuning T : 36,5 0C

Inj Ondancentron 2 x 1 mg

kehijauan,

keluar

Mata cekung (+/

L. Bio 2x1 saschet

+),

L. Zinc 1x1 cth

nyemprot, darah (-),


lendir (-). Muntah 3x
isi air, demam (-)
kejang (-)

bising

usus

meningkat,turgor
kulit lambat

hipertimpani
leukositosis
(25,27 ribu /ul)

6 -8-2015

BAB cair 4 x, warna

RR: 28x/menit

kuning , keluar

HR: 120x/menit

Inj Opimox 3 x 400 mg

nyemprot, darah (-),

T : 36,5 0C

Inj Ondancentron 2 x 1 mg

lendir (-). Muntah 2x

DADRS

Infus Rl 16 tpm

L. Bio 2x1 saschet

isi air, demam (-)

L. Zinc 1x1 cth

kejang (-)
7-8-2015

BAB lembek 2x,

RR: 28 x/menit

warna kuning ,

HR: 120x/menit

nyemprot (-), lendir

T : 36,5 0C

(-), darah (-), demam


(-), kejang (-)

18

Pasien pulang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT
A. DEFINISI
Diare adalah perubahan frekuensi buang air besar yang lebih sering
dan dengan konsistensi yang lebih emcer dari biasanya. 2
B. KLASIFIKASI
a.

Menurut lamanya

Diare akut
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.1

Diare persisten
Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan
berlanjut sampai 14 hari atau lebih.

b.

Menurut etiologinya

Diare cair

19

Diare berdarah

c.

Menurut patofisiologinya

Diare osmotic

Diare sekretorik 2
C. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada
anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
a. Infeksi enteral

Infeksi oleh bakteri: Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio


cholerae (kolera), shigella dysenteriae, dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas.

Infeksi virus rotavirus, enterovirus (ECHO, coxsackie, poliomyelitis), adenovirus,


astrovirus, dsb.
Infeksi

parasit

oleh

cacing

(Ascaris

lumbricoides,

trichuris,

oxyuris,

strongyloides), protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia)


Infeksi jamur (candida albicans),
b.

Infeksi parenteral
Yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti OMA,
tonsilofaringitis, bronchopneumonia, dll. Terutama pada anak < 2 tahun
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida (intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa), monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa, galaktosa). Yang sering pada bayi dan anak
ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang.

20

Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada


anak-anak balita.
4. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan
diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada
anak yang lebih besar.3
D.

PATOFISIOLOGI
Virus infeksi sel-sel ujung villus usus halus rusak diganti
enterosit baru fungsi absorbsi terganggu tekanan osmotik meningkat
makanan cairan yang tidak terserap menjadikan respon untuk usus
hiperperistaltik diare osmotik dan malabsorbsi.
Bakteri infeksi bersifat invasif kerusakan sel epitel mukosa
terjadi mikroabses dan ulkus superfisial hiperperistaltik usus darah
merah dan sel darah putih pada tinja.
Bakteri infeksi non invasif toksin menghambat fungsi sel epitel
usus absorbsi natrium menurun dan klorida meningkat pada villi usus
halus sekresi air dan elektrolit diare.
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua
mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.

1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan
osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeable, air akan mengalir kearah jejunum, sehingga akan banyak
terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen,
dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar
21

Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
2. Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat
rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena
Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja,
osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam
tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L
pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare
osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda
osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja
diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknua
kurang dari 20 mOsm/L.
Volume tinja
Puasa
Na+ tinja
Reduksi
pH tinja

Dikenal

Osmotik
<200 ml/hari
Diare berhenti
<70 mEq/L
(+)
<5

bahan-bahan

yang

Sekretorik
>200 ml/hari
Diare berlanjut
>70 mEq/L
(-)
>6

menstimulasi

sekresi

lumen

yaitu

enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti


laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang.
22

Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan


konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan
fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion,
akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa
natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.

E. DIAGNOSIS
1.

Anamnesis
Perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut :
Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistens tinja,
lendir dan darah dalam tinja
Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung

Jumlah cairan yang masuk selama diare


Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, konsumsi
makanan yang tidak biasa sebelumnya

Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum

Rotavirus

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

Gejala klinis :
Masa Tunas

17-72 jam

24-48 jam

6-72 jam

6-72 jam

6-72 jam

48-72 jam

Panas

++

++

++

Mual, muntah

Sering

Jarang

Sering

Sering

Nyeri perut

Tenesmus

Tenesmus,

Tenesmus,kolik

Tenesmus,

Kramp

Nyeri kepala

kramp

kramp

lamanya sakit

5-7 hari

3-7 hari

2-3 hari

3 hari

>7hari

variasi

23

Sifat tinja:
Volume

Sedang

Sedikit

Sedikit

Banyak

Sedikit

Banyak

Frekuensi

5-10x/hari

>10x/hari

Sering

Sering

Sering

Terus menerus

Konsistensi

Cair

Lembek

Lembek

Cair

Lembek

Cair

Darah

Kadang

Bau

Langu

Busuk

Amis khas

Warna

Kuning hijau

Merah-hijau

Kehijauan

Tak berwarna

Merah-hijau

Seperti

Leukosit

beras

Lain-lain

Anorexia

Kejang+

Sepsis +

Meteorismus

Infeksi

sistemik+

air

2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, tanda vital
Tanda utama
Keadaan umum gelisah/ cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa haus,
turgor kulit abdomen menurun
Tanda tambahan
Ubun ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut, dan lidah
Berat badan
Tanda gangguan keseimbangan asam dan basa dan elektrolit seperti
nafas cepat dan dalam (asidosis metabolic), kembung (hipokalemia),
kejang (hipo/hipernatremia.
Derajat dehidrasi1
Dehidrasi ringan

Tanpa dehidrasi
Symptom

Kesadaran
Mata
Cubitan kulit
Minum

kehilangan cairan < 5%

sedang/ tak berat


kehilangan cairan 5-

BB
Tidak ada tanda dan

10% BB
Normal, lelah, gelisah,

gejala yang cukup untuk

irritable
Sedikit cekung
Kembali lambat

mengelompokkan ke
dalam dehidrasi berat

Haus

atau tak berat.

24

Dehidrasi berat
kehilangan cairan >10%
BB
Apatis, letargi, tidak sadar
Sangat cekung
Kembali>2detik
Malas/ tidak bisa minum

cucian

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut:1
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus bisa
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak
terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua
berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang
dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth.
Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
25

menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi


tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas
dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja
yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat
dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6
dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktase merupakan enzim yang bekerja memecahkan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di
mukosa usus halus. Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+
++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore.
b. Pemeriksaan mikroskopik
26

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah


besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya:

bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative

bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)

bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)

bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+


++)

bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (+++


+)

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan
III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat
diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran
lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai
lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang
pandang.
F. TATALAKSANA
5 lintas diare
1)

Rehidrasi
Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan new oralit diberikan 5-10
ml/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia yaitu
umur < 1tahun : 50-100 ml
27

umur 1-5 tahun: 100-200 ml


>5 tahun

: semaunya

Dapat diberikan cairan rumah tangga, ASI tetap diberikan. Pasien dapat
dirawat dirumah kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)
Dehidrasi ringan sedang
-

Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB/


3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang terjadi sebanyak 5-10
ml/kgBB setiap diare cair.

Rehidrasi parenteral diberikan bila anak muntah setiap diberi minum


walaupun telah diberi sedikit sedikit. Cairan intravena yang diberikan
adalah ringer laktat atau Ka EN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan
dihitung berdasar berat badan. Status hidrasi dievaluasi berkala
o 3-10 kg

: 200 ml/kgBB/hari

o 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari


o >15 kg

: 135 ml/kgBB/hari

Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan RL atau RA 100 ml/kgBB
dengan cara pemberian :

Masukkan cairan peroral bila pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai
dengan 5 ml/kgBB selama proses hidrasi
2)

Zink
28

Penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada


efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian
zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus
halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anakanak:
-

anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak


telah sembuh dari diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air
matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar, zinx dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit

3)

Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai
umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai
pengganti nutrisi yan hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan
fase penyembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan. Makanan diberikan
sedikit sedikit tapi sering ( 6 x / hari), rendah serat. Buah buahan
terutama pisang.

4)

Antibiotic yang tepat


-

Tidak boleh diberikan obat antidiare

Antibiotic
Antibiotic diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri, atau diare
berdarah atau kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional akan
mengganggu

keseimbangan

flora

usus.

Sehingga

dapat

memperpanjang lama diare dan clostridium difficile akan tumbuh yang


menyebabkan diare sulit dsembuhkan. Selain itu pemberian antibiotic
yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap
29

antibiotic. Untuk disentri basiler, antibiotic diberikan sesuai dengan


data sensitivitas setempat, bila tidak memungkinkan berikan
kotrimoksasol sebagai lini I. bila sudah resisten, berikan cefixim.
-

Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis

5)

Edukasi
-

ASI tetap diberikan

Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan

Kebersihan lingkungan, BAB di jamban

Imunisasi campak

Memberikan makanan penyapihan yang benar

Penyediaan air minum yang bersih

Selalu memasak makanan1

G. KOMPLIKASI
1. Gangguan elektrolit
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun
setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti
kejang demam.
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila
ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi
berat yang diberi larutan garam faali.
4. Asidosis metabolik

30

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya


basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik,
yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kussmaull).
pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat
memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltic usus berkurang atau tidak ada.
6. Kejang

Hipoglikemia

kejang demam

Hipernatremia dan hiponatremia

7. Akut kidney injury


Dapat terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. 4
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan manifestasi klinis dibagi menjadi kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks.4
Kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam
waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh

kejang demam.
Kejang demam kompleks Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1) Kejang lama > 15 menit 2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau

31

kejang umum didahului kejang parsial 3) Berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam
Menurut asal patologi dan neuronal, kejang dibagi 2 yaitu kejang epileptik
dan non epileptik. Kejang epileptik berasal dari saraf kortikal dan berkaitan
dengan perubahan EEG. Kejang non-epileptik berawal dari subkortikal dan
biasanya tidak terdapat kelainan pada EEG. Dirangsang oleh stimuli dan
dipengaruhi oleh kekangan dan perubahan posisi tubuh.5
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam.

C. PATOFISIOLOGI 5,9
Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang
didapatkan dari hasil metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini
adalah glukosa. Proses metabolisme ini juga membutuhkan oksigen yang
dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel syaraf, seperti sel
lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid
sedangkan permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel
terhadap ion kalium lebih tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam
sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya
berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang
mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan
adanya perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit
atau pengaruh keturunan.
Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga

32

20%. Pada seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai
65%, bandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi
adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium
dan kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi.
Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel
sekitarnya

dengan

bantuan

neurotransmitter.

Tidak

semua

jenis

neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya


neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang
dapat menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf. Eksitasi berlebih ini
yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi
secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak
dengan ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38 o C.
Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul
kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam
yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat
peningkatan

aktivitas

otot

dan

selanjutnya

diikuti

peningkatan

metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada


neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama.
Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah
yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.3
Faktor yang berperan tercetusnya kejang:
Demam
33

Efek produk toksik terhadap microorganisme terhadap otak


Respon alergik atau keadaan imun yg abnormal oleh infeksi
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
Ensefalitis viral
Gabungan semua faktor tersebut diatas
Kejang dapat terjadi akibat kenaikan suhu tubuh yang tinggi atau kenaikan
suhu yang cepat. Hipertermia mengurangi influks kalsium yang mengurangi
mekanisme penghambat aksi potensial dan meningkatkan transmisi sinap
eksitori. Demam menghambat mekanisme penghambat kejang di hipokampus
akibat berkurangnya GABA. Infeksi menyebabkan lepasnya mediator inflamasi
(interleukin 1 yang dapat menyebabkan kejang. Pada anak mempunyai
predisposisi chanellopathy natrium, sensitifitas neuraon akibat peningkatan
suhu
D. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu
yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau
lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik
klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa
didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri
setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak
capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk
sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar
tanpa defisit neurologis.. Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10
sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin
tidak mengenali orang di sekitarnya.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat
fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh
sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang

34

menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering


terjadi pada kejang demam yang pertama.
Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari orang yang
melihatnya. Dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, adanya meningismus,
ubun ubun besar yang tegang atau membonjol, tanda kernig dan brudzinski,
kekuatan dan tonus, harus diperiksa dengan teliti dan diulang secara
periodik.Penyebab lain kejang yang disertai demam juga harus disingkirkan,
khususnya ensefalitis atau meningitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada curiga
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirka
meningitis, dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan
lumbal pungsi.3
E. DIAGNOSA
Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi
demam (epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi
prognosis dari pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston,
kriteria kejang demam sederhana adalah sebagai berikut:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas
merupakan pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam
(epilepsy triggered off by fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston
tersebut, ternyata sangat banyak pasien yang termasuk dalam golongan
epilepsi yang diprovokasi demam, sehingga konsekuensinya pasien-pasien
35

yang memiliki kondisi tersebut harus menerima pengobatan rumat. Selain itu
juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa lama demam sudah
berlangsung sebelum pasien mengalami kejang. Oleh karena itu, pembagian
kejang demam dibagi sebagai kejang demam yang membutuhkan terapi rumat
maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat. Umumnya kejang demam
berlangsung singkat, berupa serangan klonik atau tonik-klonik bilateral.
Seringkali kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti, anak
langsung menangis.
Anamnesis
Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan
serangan demam baik suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi
yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Pastikan tidak
adanya infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan
kejang oleh penyebab lain.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan
untuk menganamnesis anak dengan kejang demam:
Usia anak berkisar 9-15 bulan
Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas,
otitis media, pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran
kemih.
Tidak ada infeksi sistem saraf pusat.
Adanya demam sebelum timbulnya kejang
Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu
demam.
Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga
yang juga pernah mengalami kejang demam.
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam.
Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital yaitu

36

pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah


pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh.
Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk
memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk
pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan
kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi
atas:
Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.
Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi
Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian
kesadaran turun lagi
Koma : tanpa gerakan sama sekali
Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale.
Pemeriksaan

tanda

rangsang

meningial

dapat

digunakan

untuk

mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda rangsang


meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda
Brudzinsky.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mencari penyebab demam yaitu dengan darah rutin, gula darah,
elektrolit, kalsium serum, urinalisis, biakan darah, urin, dan feses. Pemeriksaan
EEG dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal.5,6,9
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan

kemungkinan

meningitis.

Risiko

terjadinya

meningitis

bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak

perlu dilakukan pungsi lumbal. 4


Pungsi lumbal dianjurkan pada:
Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
37

Bayi > 18 bulan tidak rutin.


Foto X-ray kepala dan computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis); Paresis nervus VI; Papiledema.
5,6,9

G. PENATALAKSANAAN PENUNJANG 4-6, 9


Terapi fase akut
1)
Penderita dimiringkan, mencegah aspirasi ludah atau lendir dari mulut
2)
Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka
3) Bila perlu berikan oksigen
4) Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran, diikuti seksama
5) Perhatikan kebutuhan dan keadaan cairan, kalori dan elektrolit
6) Suhu yang tinggi harus segera diturunkan:

Kompres dingin, selimut dan pembungkus badan harus dibuka

Pemberian obat penurun panas: asetaminofen atau antipiretik lainnya


7) Bila masih kejang:
Diazepam IV atau per rectum
5 mg bila BB < 10 kg, 10 mg bila > 10 kg
Fenobarbital dgn dosis awal IM
30 mg untuk neonates
50 mg untuk usia 1 bln 1 thn
75 mg untuk usia > 1 thn
8) Bila masih kejang :
15 mnt kemudian ulangi pemberian diazepam dgn dosis yang sama
4 jam kemudian berikan fenobarbital dengan dosis
Hari pertama dan kedua : 8-10 mg/kgBB/hr - 2 dosis
Hari berikutnya sampai demam reda : 4-5 mg/kgBB/hr - 2 dosis

38

Perlu rawat inap pada pasien dengan :


Kejang demam komplek
Hiperpireksia
Usia < 6 bulan
Kejang demam pertama
Dijumpai kelainan neurologis
H. PROGNOSIS.
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Resiko kematian belum pernah. 4
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada
tahun pertama. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah : 4,9
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
The American National Collaborative Perinatal Project, Faktor risiko menjadi

epilepsi adalah:
Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

39

I. KOMPLIKASI
Epilepsi
Anak yang menderita kejang demam berseiko lebih besar mengalami
epilepsi dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi
banyak faktor, namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik
sebelum kejang, timbulnya kejang demam yang kompleks dan riwayat
kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal yang mengalami
kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan populasi
kontrol.
Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal,
resiko dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka
resikonya menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10%
dalam kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal,
berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50%
kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.
Retardasi mental
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan
motorik dan status epileptikus pernah dilaporkan sebagai gejala sisa kejang
demam. Kejang yang berkepanjangan tampaknya merupakan faktor
pemicu timbulnya sekuele.4
J. PENCEGAHAN
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan pada kejang demam komplek
dengan faktor risiko dan diberikan selama 1 tahun. 5,6,9
1) Profilaksis intermiten, pada waktu demam
Obat antikonvulsan segera diberi begitu diketahui anak demam. Diazepam
oral atau rectum. (Dosis per oral 0,5 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis atau Dosis
per rectum 5 mg pada usia < 3 tahun; 10 mg pada usia > 3 tahun). Efek
smping: ataksia, mengantuk dan hipotoni
2) Profilaksis terus menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
o Fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. efek samping: iritabel,
pemarah, agresif
o Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari , 1-2 dosis. efek samping :
hepatotosik.
40

o Phenitoin dan karbamazepin tidak efektif.


Edukasi Pada Orang Tua
a) Menerangkan tentang penyakit kejangnya kepada orang tua.
b) Memberikan dan menerangkan cara penanganan kejang kepada orang tua.
c) Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali.
d) Menerangkan beberapa hal yang bisa dlakukan orang tua bila dirumah

anak kejang:
Tetap tenang dan tidak panik
Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
Bila tidak sadar posisikan anak terlentang dengan posisi miring, agar bisa

membersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung.


Ukur suhu, catat lama kejang dan suhunya
Berikan diazepam rektal selama kejang dan jangan berikan jika kejang

telah berhenti
Bawa ke dokter jika kejang telah berulang/ terjadi lebih dari lima menit

41

BAB IV
PEMBAHASAN

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada diare menentukan derajat dehidrasi
dengan tanda berikut penurunan kesadaran atau letargi, mata cowong, kehausan
sampai dengan tidak bisa minum atau malas minum, cubitan kulit perut kembali
dengan sangat lambat ( 2 detik ). Diare akibat infeksi oleh mikroorganisme
patogen seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IDAI, sejak tahun 2008 DepKes
RI memperbaharui tatalaksana diare dengan LINTAS DIARE (Lima Langkah
Tuntaskan Diare) Rehidrasi, Dukungan nutrisi, Suplementasi Zinc, Antibiotik
Selektif dan Edukasi Orangtua
Pasien diare 1 hari SMRS, frekuensi BAB cair > 7 x/ hari, sehingga pasien
ini dapat digolongkan menjadi diare akut. tiap kali BAB gelas belimbing
berwarna kuning, keluar nyemprot (+). Tampak haus (+) dan rewel.
Dari pemerikasaan fisik ditemukan keadaan umum : baik, suhu : 38,5 oC
(aksiler), Nadi 130x/menit, irama regular, respiratory rate 30x/menit. Pada
abdomen didapatkan bising usus meningkat (+), hipertimpani (+), turgor sedikit
menurun (+). Dari pemeriksaan fisik dan anamnesis dapat ditentukan derajat
dehidrasi yaitu dehidrasi ringan sedang.
Tanpa dehidrasi
Symptom

Kesadaran

Dehidrasi ringan

Dehidrasi berat

kehilangan cairan <

sedang/ tak berat


kehilangan cairan 5-

kehilangan cairan

5% BB
Tidak ada tanda dan

10% BB
Normal, lelah, gelisah,

>10% BB
Apatis, letargi, tidak

gejala yang cukup untuk

irritable
Sedikit cekung

sadar
Sangat cekung

Mata

42

Cubitan kulit
Minum

Kembali lambat

Kembali>2detik

Haus

Malas/ tidak bisa minum

mengelompokkan ke
dalam dehidrasi berat

Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil leukositosis (25,27 ribu/ul)


terdapat tanda-tanda infeksi. Dari pemeriksaan feses rutin tidak didapatkan sudan
III (-),sehingga diagnose banding penyebab diare akut kali ini yaitu rotavirus.
Penatalaksanaan Rehidrasi dan dukungan nutrisi pemberian cairan RL sebanyak 16
tpm dengan kebutuhan cairan pasien (13kg) untuk mengembalikan keseimbangan
elektrolit yang hilang selama diare. pemberian antibiotik, diberikan antibiotik
spektrum luas golongan penisilin yaitu Opimox. Supprotif dengan Injeksi
ondansetron untuk mengatasi mual dan muntah. L bio sachet bermanfaat
meningkatkan jumlah flora normal dalam usus sebagai antimikroba terhadap
beberapa

patogen.

S.thermophilus dan L

Sejumlah

mikroorganisme

acidophilus mempunyai

aktivitas

seperti L.Bulgarius,
laktase in

vivo dan

membantu mempercepat digesti laktosa sehingga dapat mengobati diare akibat


intoleransi laktosa. Zinc syrup dengan dosis 20 mg/hari (usia > 6 bulan) untuk
reepitelisasi usus dan meningkatkan respon imun. Diet lunak rendah serat (bubur
tempe) efektif untuk memperpendek masa diare dan meningkatkan berat badan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Edukasi pada orangtua yaitu Jelaskan
penyakit diare, pengobatan, dan komplikasi penyakit dan motivasi untuk ikut
memantau tanda dan gejala kegawatan pada anak
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari
15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab dan komplikasi kejang demam
yaitu dengan darah rutin, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, biakan
darah, urin, dan feses.
Terapi fase akut :
1. Penderita dimiringkan, mencegah aspirasi ludah atau lendir dari mulut
2. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka
43

3. Bila perlu berikan oksigen


4. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran, diikuti seksama
5. Perhatikan kebutuhan dan keadaan cairan, kalori dan elektrolit
6. Suhu yang tinggi harus segera diturunkan:
a. Kompres dingin, selimut dan pembungkus badan harus dibuka
b. Pemberian obat penurun panas: asetaminofen atau antipiretik lainnya

Pada pasien mengalami kejang demam sederhana kejang tinggi karena


didapatkan kejang 1x, 5 menit seluruh tubuh kelojotan dan mata mbelalak ke
atas, sebelum dan sesudah kejang menangis, saat kejang tidak menangis. Pada
pasien belum dilakukan pemeriksaan elektrolit, GDS, morfologi imunologi serum
sehingga penyebab kejang belum diketahui. Pemeriksaan EEG, LCS, dan
pencitraan (X-ray, MRI, CT Scan) tidak diperlukan. Penanganan awal yaitu pasien
indikasi rawat inap karena kejang demam pertama. Penanganan dengan koreksi
keadaan cairan dan elektrolit Infus RL 16 tpm, antibiotik untuk penyebab infeksi
Opimox 2 x 400 mg IV, maintenence kejang resiko berulang Diazepam 3x 1mg,
simtomatis dan pencegahan berulang kejang dengan Paracetamol syrup 3 x 1 cth.
Edukasi tentang kejang, kemungkinan kejang kembali, bila anak kejang dirumah
sebaiknya : Tetap tenang dan tidak panik Kendorkan pakaian yang ketat
terutama disekitar leher Bila tidak sadar posisikan anak terlentang dengan
posisi miring, agar bisa membersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung.
44

Ukur suhu, catat lama kejang dan suhunya Berikan diazepam rektal selama
kejang dan jangan berikan jika kejang telah berhenti Bawa ke dokter jika
kejang telah berulang/ terjadi lebih dari lima menit.

DAFTAR PUSTAKA
45

1. Kemenkes RI. C-Change. Panduan sosialisasi tatalaksana diare balita. AED.


Jakarta: 2011
2. Frye, Richard E. 2005. Diarrhea. http://www.emedicine.com
3. Karras, David. 2005. Diarrhea. http://www.emedicinehealth.com/articles
4. Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Konsensus penatalaksanaan kejang
demam. Jakarta. 2006; IDAI
5. Pusonegoro, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2004.
6. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FK UI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Infomedika. 2007
7. Jufrie. Nenny. Modul Pelatihan Diare. Yogjakarta. FKUGM
8. Sudrajat. Gastroenterologi Anak. Jakarta: 2007. Sagung Seto
9. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Semarang: FK UNDIP. 2011
10. Depkes RI. Buku Saku. Pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit.

Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten / Kota.


Jakarta : WHO Indonesia. 2008.

46

Anda mungkin juga menyukai