Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS STASE KOMPREHENSIF

Seorang Laki-Laki Berusia 55 Tahun Datang


Dengan Keluhan Sesak Nafas

DiajukanKepada :
Pembimbing : dr. Achirudin Timora

DisusunOleh :
Fiska Rahmawati

H2A010017

Stase Komprehensif

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RS PKU MUHAMMADIYAH SEMARANG
Periode 04 Januari 27 Februari 2015

BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 2004, Institut Nasional Inggris mendefinisikan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi aliran udara. Obstruksi
aliran udara biasanya progresif, tidak sepenuhnya reversibel dan tidak berubah
tajam selama beberapa bulan. Penyakit ini didominasi disebabkan oleh
merokok. Istilah PPOK yang lebih disukai untuk obstruksi aliran udara
terkait dengan penyakit kronis bronkitis dan emfisema. Ini terkait erat tetapi tidak
identik dengan, PPOK. Meskipun asma dikaitkan dengan obstruksi aliran
udara biasanya dianggap sebagai entitas klinis terpisah. Beberapa pasien
dengan asma kronis juga mengembangkan obstruksi aliran udara yang relatif
tetap (konsekuensi dari saluran napas renovasi) dan sering dibedakan dari
PPOK. Karena prevalensi tinggi asma dan PPOK, kondisi ini hidup
berdampingan pada banyak pasien, menciptakan ketidakpastian diagnostik.
Kondisi lainnya juga berhubungan dengan obstruksi aliran udara yang buruk
reversibel termasuk cystic fibrosis,
Meskipun

bronkiektasis, dan bronkiolitis obliteratif.

syarat yang harus dipertimbangkan dalam

diagnosis

diferensial

saluran napas obstruktif penyakit, mereka tidak konvensional dicakup oleh


definisi PPOK.1

BAB II
STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. H
Usia
: 55 tahun
Alamat
: Pringsewu 5/2 Ngadirejo
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh Tani
Status
: Menikah
Pendidikan Terakhir
: SD
No. CM
: 0209540
Tanggal masuk
: 08 Januari 2016
ANAMNESE
Anamnese dilakukan secara autoanamnese pada tanggal 09 Januari
2016 pukul 12.00WIB di bangsal Marwah.
Keluhan Utama
: Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang dengan rujukan dari
puskesmas dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas sering terjadi dan
kumat-kumatan, sesak terakhir terjadi 1 minggu yang lalu dan semakin
lama semakin berat, sesak semakin berat jika pasien melakukan aktifitas
dan berkurang jika istirahat. Dalam 1 bulan terakhir ini, sesak dirasakan
oleh pasien sudah 3x kumat. Namun, sekarang sesak nafas penderita mulai
berkurang, penderita sudah bisa bicara perkalimat, tidak seperti pada awal
masuk RS, yang terengah-engah ketika berbicara.Pasien juga merasa dada
terasa berat jika untuk bernafas. Riwayat batuk lama diakui pasien, batuk
berdahak namun jumlahnya sedikit dan sulit dikeluarkan, jika dapat keluar
dahak berwarna kuning kehijauan, pasien mengaku batuk sering
kambuhan-kambuhan, batuk darah disangkal, keringat pada malam hari
disangkal. Pasien tidak pilek dan tidak demam.
Keluhan jantung berdebar-debar, sering pingsan, dan kepala pusing
disangkal.Pandangan kabur disangkal, nyeri kepala disangkal,, mual dan
muntah disangkal, BAK normal seperti biasa, BAB normal seperti biasa.
Belum diberi obat apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sejak 5 tahun yang lalu pasien sering sakit batuk dan sering
kambuh-kambuhan, batuk tidak berdahak, dan ketika batuk pasien

sering merasa sesak


Riwayat tekanan darah tinggi

Riwayat penyakit gula


Riwayat Asma
Riwayat alergi
Riwayat trauma dada
Riwayat trauma kepala
Riwayat operasi pada dada
Riwayat rawat inap di RS

: diakui sejak 3 tahun dan


tidak terkontrol.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui (1 tahun yang lalu
dengan keluhan yang sama)

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat tekanan darah tinggi
: disangkal
- Riwayat penyakit gula
: disangkal
- Riwayat alergi
: disangkal
- Riwayat stroke
: disangkal
- Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien merupakan perokok berat dalam 1 hari dapat menghabiskan 1-2
pack rokok. Pasien gemar mengonsumsi makanan berlemak dan tidak rutin
berolahraga.
Pasien merupakan seorang buruh tani dan biaya pengobatan
III.

ditanggung dengan asuransi kesehatan BPJS. Kesan ekonomi: kurang.


ANAMNESE SISTEM
Anamnese sistem dilakukan secara autoanamnese pada tanggal 09
januari 2015 pukul 12.00 WIB di bangsal Marwah.
- Keluhan utama
: Sesak nafas
- Kepala
: Sakit kepala (-)
- Mata
: Pandangan kabur (-)
- Hidung
: Mimisan (-)
- Telinga
: Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
- Mulut
: Bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-),
mulut kering (-), bibir berwarna biru (+)
- Tenggorokan
: Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
- Sistem respirasi
: Sesak nafas (+), batuk (-), mengi (+).
- Sistem kardiovaskuler
: Nyeri dada (-), sesak nafas saat
beraktivitas (-), berdebar-debar (-)
- Sistem gastrointestinal :Mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu
makan menurun (-)
- Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),

IV.

Sistem genitourinaria

Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Sistem neuropsikiatri

Sistem Integumentum

badan lemas(-)
: Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-),sulit memulai kencing (-),
warna kencing kuning jernih.
:Luka (-), kesemutan (-), bengkak (-), sakit
sendi (-).
:Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-),
bengkak (+)
: Kejang (-), gelisah (+),mengigau (-), emosi
tidak stabil (-)
: Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 09 Januari 2016 pukul
12.00WIB di bangsal Marwah.
1. KEADAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran
:Compos mentis
2. TANDA VITAL
- Tekanan darah : 150/100 mmHg
- Nadi
: 93 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
- Respiratory rate: 30 kali/menit
- Suhu
: 37oC (axiller)
3. STATUS GIZI
- Berat badan : 45 kg
- Tinggi badan : 165 cm
- IMT
: 16,5 kg/m2 (underweight)
4. STATUS GENERALIS
a. Kepala
Kesan mesosefal
b. Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), pupil isokor(3mm/3mm), reflek
pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+), Sklera ikterik (-/-)
c. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-)
d. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), pulse lip breathing
(+)
e. Telinga
Darah (-/-),

nyeri

pendengaran(-/-).

tekan

mastoid

(-/-),

gangguan

fungsi

f. Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal),
nyeri tekan (-), Peningkatan JVP (-)
g. Thorax
Pulmo
Dextra

Sinistra

Pulmo Depan
Inspeksi

Palpasi

Diameter
Diameter
Lateral<Antero posterior. Lateral<Antero
Hemithorax
Simetris posterior.
Statis Dinamis.
Hemithorax
Simetris
Statis Dinamis.
Otot-otot bantu nafas (+)
Otot-otot bantu nafas
(+)
Stem fremitus normal
Stem fremitus menurun
Nyeri tekan (-).
Nyeri tekan (-).
Pelebaran SIC (+).
Pelebaran SIC (+)

Perkusi

redup seluruh lapang


paru
Auskultasi Suara
dasar
paru
vesikuler (+) melemah,
wheezing (+), ronki (+)
Pulmo Belakang

redup seluruh lapang


paru
Suara
dasar
paru
vesikuler (-), wheezing
(+), ronki (+)

Palpasi

Stem fremitus normal.


Hemithorax simetris.
Nyeri tekan (-).
Pelebaran SIC (+).
Sonor seluruh lapang

Stem fremitus menurun


Hemithorax simetris.
Nyeri tekan (-).
Pelebaran SIC (+).
Redup seluruh lapang

paru
Suara
dasar
paru
vesikuler (+), wheezing
(-), ronki (-)

paru
Suara
dasar
paru
vesikuler (+), wheezing
(-), ronki (-)

Perkusi
Auskultasi

Paru tampak anterior

Paru tampak posterior

Suara dasar: vesikuler melemah


Ronchi (+), wheezing (+)
Jantung
Inspeksi
Palpasi

Suara dasar: vesikuler melemah


Ronchi (+), wheezing (-)

: Ictus cordistampak
: Ictus cordis teraba pada SIC VI linea midclavicula
sinistra, kuat angkat
Pulsus parasternal (-)
Sternal lift (-)
Pulsus epigastrium (-)
Thrill (-)

Perkusi:
Batas atas jantung
: ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah jantung: ICS V 1 cm linea mid clavicula
sinistra
Batas kanan bawah jantung: ICS V linea sternalis dextra
Kesan jantung: konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi jantung I & II murni, bising jantung (-),
gallop (-), pericardial friction rub (-).
h. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi

Perkusi
Palpasi

: Permukaan datar, warna sama seperti kulit di


sekitar, spider nervi (-), caput medusa (-).
: Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit
A.iliaca sinistra (-).
:Timpani seluruh regio abdomen,pekak sisi (+)
normal,pekakalih (-), nyeri ketok CVA (-).
: Nyeri tekan(-),hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba.

i. Ekstremitas

Akral dingin
Oedem
Sianosis

Superior
-/-/-/-

Inferior
-/+/+
-/-

Capillary Refill

V.

< 2 detik/<2 detik

<2 detik/2 detik

RESUME
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang dengan rujukan dari
puskesmas dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas sering terjadi dan
kumat-kumatan, sesak terakhir terjadi 1 minggu yang lalu dan semakin
lama semakin berat, sesak semakin berat dan tidak berkurang dengan
istirahat. Dalam 1 bulan terakhir ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3x
kumat. Pasien juga merasa dada terasa berat jika untuk bernafas. Riwayat
batuk lama diakui pasien, batuk berdahak namun jumlahnya sedikit, dahak
berwarna kuning kehijauan, pasien mengaku batuk sering kambuhankambuhan.Riwayat sejak 5 tahun yang lalu pasien sering sakit batuk dan
sering kambuh-kambuhan, batuk tidak berdahak, dan ketika batuk pasien
sering merasa sesak. Riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun dan tidak
terkontrol.Riwayat rawat inap di RS 1 tahun yang lalu dengan keluhan
yang sama. Pasien memiliki kebiasaan merokok rata-rata dalam satu hari
habis 1-2 pack rokok. Pasien jarang berolahraga dan memiliki kebiasaan
makan-makanan yang berlemak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sesak,
tekanan darah 150/100 mmHg, RR : 30x/menit suhu badan 37 C (Axiller),
Status Gizi Underweight (IMT : 16,5 kg/m), pulse lip breathing (+),
pulmo : inspeksi diameter anteroposterior>lateral, stem fremitus menurun
pulmo sinistra, perkusi redup seluruh lapang pulmo dextra et sinistra, ronki
(+) pulmo dextra et sinistra, wheezing (+) pulmo dextra, oedem

VI.

ekstremitas inferior.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Darah Rutin
Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit

Hasil
H 16,7
4,79

Satuan
ribu/ul
juta/ul

Rujukan
3,5-10.0
3,5-5, 5

Hb
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Granulosit
Limfosit
B. X-Foto Thorax

12,40
35,90
75,00
26,00
34,60
287
15,80
H 14,8
0,70

g/dl
%
Fl
Pg
g/Dl
10^3/ul
%
%

12,0-18,0
35-55,0
75 100
25 35
31 38
150-400
11-16
1,2 8,0
0,5 - 5,0

Kesan :
1. Gambaran

efusi

pleura sinistra massif


2. Gambaran
bronkopneumonia
pulmo dextra
3. Besar cor tidak valid
dinilai
4. Sistem tulang baik

VII.

DAFTAR MASALAH
VIII. Anamnesis:
1.

2.
3.

IX.

Sesak nafas, sesak nafas sering 10.


terjadi dan kumat-kumatan,
11.
sesak terakhir terjadi 1 minggu
yang lalu dan semakin lama
12.
semakin berat, sesak semakin 13.
berat dan tidak berkurang
14.
dengan istirahat.
Dalam 1 bulan terakhir ini,15.
sesak dirasakan oleh pasien16.
sudah 3x kumat.
Pasien juga merasa dada terasa 17.

Pemeriksaan Fisik:
keadaan umum tampak sesak
Tekanan darah: 150/100
mmHg
RR : 30x/menit
Suhu badan 37 C (Axiller)
Status Gizi Underweight
(IMT : 16,5 kg/m)
pulse lip breathing (+)
pulmo : inspeksi diameter
anteroposterior>lateral
Inspeksi : otot-otot bantu

4.

5.

6.
7.
8.
9.

berat jika untuk bernafas


Riwayat batuk lama diakui18.
pasien, batuk berdahak namun19.
jumlahnya
sedikit,
dahak
berwarna kuning kehijauan,20.
pasien mengaku batuk sering
kambuhan-kambuhan.
21.
RPD: Riwayat sejak 5 tahun
yang lalu pasien sering sakit22.
batuk dan sering kambuh-23.
kambuhan,
batuk
tidak
berdahak, dan ketika batuk
pasien sering merasa sesak.
RPD : Riwayat tekanan darah
tinggi sejak 3 tahun dan tidak
terkontrol.
Riwayat rawat inap di RS 1
tahun yang lalu dengan keluhan
yang sama.
Pasien memiliki kebiasaan
merokok rata-rata dalam satu
hari habis 1-2 pack rokok
Pasien jarang berolahraga dan
memiliki kebiasaan makanmakanan yang berlemak

nafas (+)
Pelebaran SIC (+)
Stem fremitus
menurun
pulmo sinistra
perkusi redup seluruh lapang
pulmo dextra et sinistra
ronki (+) pulmo dextra et
sinistra
wheezing (+) pulmo dextra
Oedem ekstremitas inferior.
X.

XI.
XII.
XIII.
XIV.
XV. Masalahaktif
1. 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,1 1.
2.
6,17,18,19,20,21, 22,23 PPOK
2. 6, 8, 9, 11, 22Hipertensi grade II 3.
4.

XVI. Masalahpasif
Kebiasaan merokok
Jarang berolahraga
Suka
makan
makanan
berlemak
Hipertensi tidak terkontrol

XVII.
XVIII. INITIAL PLAN
1. Inisial Plan PPOK
XIX. Ip Dx : PPOK
XX.
S:XXI.
O : Spirometri, Analisa Gas Darah
XXII. Ip Tx :
XXIII. Medikamentosa:
- O2 3-5 LPM

- Nebulizer
- IV Line RL 20tpm
- Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Ambroksol Syr 3 x I C
- Metil Prednisolon 2 x 4 mg
XXIV. Non Medikamentosa
- Fisioterapi
XXV.
Chest physical therapy:
breathing control
deep breathing
latihan batuk
chest expansion exercise
postural drainage
XXVI. Ip Mx :

Tanda vital
Keluhan Klinis

XXVII.
XXVIII.

Ip Ex :

Memberitahukan penyakit yang diderita adalah penyakit PPOK yaitu

penyakit yang disebabkan adanya sumbatan pada jalan nafas.


Faktor resiko yang dipunyai penderita adalah merokok, terpajan bahan
iritan dalam jangka lama, infeksi saluran nafas berulang, dan
mempunyai riwayat pada saat bayi lahir dengan berat badan lahir

rendah (BBLR).
Komplikasi bisa ke organ lain yaitu otak, mata, ginjal, pembuluh

darah.
Usahakan

BB

ideal,

pembatasan

intake

pengendaliantekanandarah,pengendalianKencingmanis,
merokok
XXIX.
2. Initial Plan Hipertensi grade II
XXX. Ip Dx : Hipertensi grade II
XXXI.
S:XXXII.
O : EKG
XXXIII.
Ip Tx :
XXXIV.
Medikamentosa:
- Captopril 25 mg sublingual3x1
XXXV.

garam,
berhenti

XXXVI.
-

Nonmedikamentosa :
Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan

kebiasaan makan penderita hipertensi


Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi

pasien penderita hipertensi


Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada
pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam
aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan
mengurangi minum minuman beralkohol.

XXXVII.

Ip Mx :

a. Tekanan darah
b. Gejala Klinis
c. Komplikasi kerusakan target organ
XXXVIII.

Ip Ex :

a. Faktor resiko yang dipunyai penderita adalah merokok, tekanan darah


tinggi, kencing manis, dan mempunyai riwayat keluarga kedua
orangtua tekanan darah tinggi.
b. Komplikasi bisa ke organ lain yaitu otak, mata, ginjal, pembuluh
darah.
c. Motivasi perubahan gaya hidup antara lain usahakan BB ideal,
pembatasan

intake

garam,

pengendaliantekanandarah,

berhenti

merokok
d. Edukasipadapasiendengantekanandarahtinggiharusmengkonsumsiobats
eumurhidup

agar

dalamjangkapanjang
XXXIX.
XL.
XLI.
XLII.
XLIII.
XLIV.
XLV.
XLVI.
XLVII.
XLVIII.

tidakterjadikerusakan

organ

target

XLIX.
L.
LI.
LII.
LIII.
LIV.
LV.
LVI.

LVII. BAB III


LVIII.
A.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
LIX.

Penyakit paru obstuktif kronis (PPOK) adalah penyakit

paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK ditandai
dengan adanya emfisema dan bronkitis kronis.2 Sedangkan menurut Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD, 2013), PPOK
adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan
limitasi aliran udara yang persisten dan progresif, akibat respons inflamasi
kronik pada jalan

napas dan parenkim paru yang disebabkan gas atau

partikel beracun. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi pada beratnya


penyakit ini.1
B.

Epidemiologi
LX.

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit

yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi,


morbiditas, dan mortalitas berbeda di tiap negara dan terus mengalami
peningkatan. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya usia harapan hidup
rata-rata masyarakat dan semakin tingginya pajanan terhadap faktor risiko.5
LXI.
Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia
diperkirakan sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus
mencapai 38,16 juta jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8
juta jiwa pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring
semakin banyaknya jumlah perokok, karena 90% penderita PPOK adalah
perokok atau mantan perokok.5
C.

Etiologi
LXII.

Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru

obstruktif kronis, diantaranya yaitu:


1. Merokok
LXIII. Penelitian

menyebutkan

bahwa

kebiasaan

merokok

merupakan penyebab terbanyak terjadinya PPOK. Kejadian PPOK

karena merokok mencapai 90% kasus. Merokok sigaret mempengaruhi


makrofag untuk melepaskan faktor kemotaktik dan elastase, yang akan
menyebabkan

kerusakan

jaringan.

Secara

signifikan,

PPOK

berkembang pada 15% perokok sigaret, walaupun jumlah ini pasti


bukan nilai sebenarnya. Usia memulai merokok, jumlah bungkus
pertahun, dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas.6
LXIV.

Orang yang merokok mengalami penurunan FEV1: secara

fisiologis normal, penurunan FEV1diperkirakan sekitar 20-30 ml/tahun,


tetapi pada pasien PPOK biasanya menurun 60 ml/tahun atau lebih
besar. Sebuahstudi menyimpulkan bahwa gangguan fungsi paru dan
perubahan struktural paru sudah muncul pada perokok sebelum tanda
klinis obstruksi muncul.6
2. Faktor Lingkungan
LXV. PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah
merokok. Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak
jelas, efeknya lebih kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada
negara berkembang, penggunaan bahan bakar biomass serta memasak
dan memanaskan dalam ruangan kemungkinan juga menjadi
penyumbang terbesar dalam prevalensi PPOK.6
3. Hiperesponsif jalan napas
LXVI. Pasien PPOK juga memiliki kecenderungan adanya
hiperesponsif jalan napas, seperti pada asma. Tetapi PPOK dan asma
benar-benar berbeda. Asma dilihat sebagai fenomena alergi, sedangkan
PPOK merupakan hasil dari kerusakan dan radang karena rokok. Studi
longitudinal yang membandingkan kepekaan saluran napas pada awal
studi yang kemudian mengalami penurunan fungsi paru telah
menunjukkan bahwa peningkatan kepekaan saluran napas secara jelas
merupakan prediktor penurunan fungsi paru di waktu mendatang.

Tetapi studi ini masih belum jelas.


LXVII.
LXVIII.
4. Defisiensi Alfa-1 antitripsin (AAT)
LXIX.
Alfa-1-antitripsin merupakan salah satu fraksi protein
serum yang dapat dipisahkan melalui elektroforesis dan dapat

menetralisir elastase netrofil di interstisium paru sehingga melindungi


paru dari penghancuran elastolisis.6 Pada keadaan defisiensi, maka
mekanisme perlindungan terhadap elastolisis ini berkurang, sehingga
bisa

menyebabkan

emfisema.Penelitian

Erikson

tahun

1963

menyatakan bahwa defisiensi AAT diwariskan secara autosomalkodominan dan keadaan ini menyebabkan emfisema. Defisensi AAT
disebabkan karena mutasi pada gen AAT.6
5. Sindroma Imunodefisiensi
LXX. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan
faktor resiko untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel
pengganggu seperti merokok, obat IV, ras dan usia. Pada pasien
defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis carinii terjadi kerusakan
paru yang kortikal dan apikal.6
6. Gangguan Jaringan Ikat
LXXI.
Cutis laxa adalah gangguan elastin yang digambarkan
terutama dengan penuaan prematur. Penyakit ini biasanya kongenital
dengan bermacam bentuk penurunan (mis. dominan, resesif).
Emfisema prekoks dihubungkan dengan cutis laxa sejak dari periode
neonatus atau bayi. Patogenesis penyakit ini karena defek sintesis
elastin atau tropoelastin. Sindrom Marfan yaitu penyakit autosomal
dominan kolagen tipe I, ditemukan sekitar 10% pasiennya mengalami
abnormalitas paru, termasuk emfisema. 6
D.

Patogenesis
LXXII.

PPOK

dapat

terjadi

karena

berbagai

mekanisme

patogenesis. Patogenesis terjadinya PPOK diantaranya adalah:


1. Hipotesis Proteinase-antiproteinase
LXXIII.
Hipotesis proteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi
bahwa

kerusakan

jaringan

dan

emfisema

terjadi

karena

ketidakseimbangan proteinase dan inhibitornya. Telah dinyatakan


bahwa ada peningkatan kuantitas enzim pendegradasi elastik
dibandingkan inhibitornya pada emfisema. Konsep ini diusulkan untuk
emfisema yang digambarkan dengan defisienasi AAT.8 Pasien dengan
defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT. Mutasi Z adalah

mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari
hepatosit. Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin
protease di sirkulasi. Dilaporkan bahwa PiZ-1 AT cenderung
mengalami polimerisasi yang dapat menghambat sekresi hepatik,
menggangu inhibisi elastase netrofil dan menyebabkan inflamasi.
9

Matrix metalloproteinases (MMP) memiliki kemampuan untuk

membelah protein struktural seperti kolagen dan elastin, sehingga


berperan dalam patogenesis PPOK. Peningkatan banyak Matrix
Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3 MMP
(MMP-2, -9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan
penting dalam patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam
makrofag), dan G, serta proteinase-3 (dalamnetrofil) 9
2. Mekanisme Imunologis
LXXIV.
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang
abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, terutama rokok.
1

.Pasien dengan PPOK dilaporkan mengalami peningkatan netrofil di

sputum, jaringan paru dan bronchoalveolar lavage (BAL) dan neutrofil


berperan

penting

dalam

patogensis

PPOK.

Level

serum

immunoglobulin free light chains (IgLC) meningkat pada PPOK


karena rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking IgLC pada
netrofil menghasilkan peningkatan produksi IL8yang merupakan
atraktan selektif untuk netrofil. Sel B juga meningkat pada pasien
PPOK dan sel ini memproduksi IgCL, selain memproduksi IgG dan
IgA. Level serum IgE juga meningkat dan berhubungan dengan
merokok. 9
LXXV.
LXXVI.
3. Keseimbangan Oksidan-antioksidan
LXXVII.
Stress oksidatif dapat

menggangu

vasodilatasi

dan

pertumbuhan sel endotel.9 Ketika oksidan melebihi antioksidan paru;


modifikasi protein, lemak, karbohidrat, dan DNA terjadi dan
menghasilkan

kerusakan

jaringan.

Oksidan

tersebut

dapat

memodifikasi elastin, sehingga lebih rentan terhadap pembelahan

proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi histone deacetylase


(HDAC2) dan menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil
(TNF- dan IL-8) dan MMP sehingga terjadi degradasi matriks yang
mendukung terbentuknya emfisema. 9
4. Inflamasi Sistemik
LXXVIII.
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal.
Dinyatakan bahwa inflamasi pulmonal persisten dapat menyebabkan
pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi ke sirkulasi. Mediator ini
dapat menstimulasi liver, jaringan adiposa dan sumsum tulang untuk
melepaskan sejumlah leukosit, CRP, interleukin (IL)-6, IL-8,
fibrinogen dan TNF- ke sirkulasi dan menyebabkan inflamasi
sistemik .10 Inflamasi sistemik dapat memulai atau memperburuk
penyakit komorbid, seperti penyakit jantung iskemik, osteoporosis,
anemia normositik, kanker paru, depresi, dan lain-lain.9
5. Apoptosis
LXXIX.
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat
dalam perkembangan PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan
apoptosis epitel alveolar dan sel endotel di paru pasien PPOK.Karena
tidak diimbangi dengan peningkatan proliferasi protein struktural,
maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan jaringan paru dan
emfisema.9
6. Perbaikan yang Tidak Efektif
LXXX.
Ada perbaikan yang tidak efektif pada emfisema dan
keterbatasan kemampuan paru dewasa untuk memperbaiki alveolus
yang rusak. 9
LXXXI.

E.

Patofisiologi
LXXXII. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan
konsekuensi dari mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:
1. Pembatasan Aliran udara dan Udara yang Terjebak
LXXXIII.
Inflamasi luas, fibrosis dan eksudat lumen pada saluran
pernapasan kecil berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio
FEV1/FVC, dan mungkin dengan percepatan penurunan FEV1
(karakteristik PPOK), obstruksi saluran napas ini akan menjebak udara

saat ekspirasi dan menyebabkan hiperinflasi. Emfisema juga berperan


dalam menjebak udara selama ekspirasi. Hiperinflasi mengurangi
kapasitas inspirasi demikian juga kapasitas residual fungsional
meningkat, khususnya selama aktivitas, menghasilkan peningkatan
dispnea dan keterbatasan kapasitas saat aktivitas. Hiperinflasi
berkembang pada tahap awal penyakit dan menjadi mekanisme utama
dispnea saat aktivitas. 1
2. Abnormalitas Pertukaran Gas
LXXXIV.
Abnormalitas pertukaran gas menyebabkan hipoksemia dan
hiperkapnia. Distribusi abnormal rasio ventilasi-perfusi adalah
mekanisme pertukaran gas abnormal pada PPOK. 11Umumnya transfer
oksigen dan karbon dioksida memburuk selama perjalanan penyakit.
Hal ini menyebabkan retensi karbon dioksida saat dikombinasikan
dengan penurunan ventilasi selama kerja pernapasan tinggi karena
obstruksi berat dan hiperinflasi bersamaan dengan gangguan dari otot
ventilasi. 1
3. Hipersekresi Mukus
LXXXV.
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama
pada PPOK. awalnya adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus
yang membesar. Lamakelaman hipersekresi mukus terjadi karena
metaplasia epitel skuamosa. Hipersekresi mukus ini menghasilkan
batuk produktif yang kronis. Pasien dengan hipersekresi mukus adalah
bila terjadi peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar
submukosa. 11
LXXXVI.
4. Hipertensi Pulmonal
LXXXVII.
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya
setelah terjadi abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi
menyebabkan

hipertensi

pulmonal

pada

PPOK

termasuk

vasokonstriksi, disfungsi endotel, dan remodelling arteri pulmonal.


Kombinasi ini mungkin suatu saat menyebabkan pembesaran ventrikel
jantung kanan.

11

Ada respon inflamasi pada pembuluh darah yang

sama dengan yang terjadi pada saluran napas. Emfisema dan hilangnya

capillary bed juga berkontribusi terjadinya peningkatan tekanan di


sirkulasi pulmonal. 1
5. Gambaran Sistemik
LXXXVIII.
Keterbatasan

aliran

udara

dan

khususnya

hiperinflasi mempengaruhi fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et


al., 2010). Mediator inflamasi ke sirkulasi mungkin berkontribusi pada
penurunan massa otot skeletal dan kaheksia, dan mungkin memulai
atau memperburuk penyakit komorbid seperti penyakit jantung
iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik, diabetes,
sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan
memperburuk prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka
(Postma, dan Boezen, 2006).
F.

ManifestasiKlinis
LXXXIX.Gejala dari PPOK adalah seperti susah bernafas, batuk
kronis dan terbentuknya sputum kronis, episode yang buruk atau eksaserbasi
sering muncul. Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak
napas (dyspnea). Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini
sebagai:. "Saya merasa kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa
mendapatkan cukup udara ".12
XC.
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami
dyspnea pada saat melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru
yang terbesar. Selama bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah
parah secara bertahap sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih
ringan, aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap
lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat menjadi begitu burukyang terjadi selama
istirahat dan selalu muncul.12
XCI.
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal
pernafasan. Ketika ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir
yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi.
Kelebihan karbon dioksida dalam darah dapat menyebabkan sakit kepala,
mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah satu komplikasi dari PPOK parah

adalah cor pulmonale, kejang pada jantung karena pekerjaan tambahan yang
diperlukan oleh jantung untuk memompa darah melalui paru-paru yang
terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema perifer, dilihat sebagai
pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.12
G.

Diagnosis
XCII.

Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis

penyakit lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Diagnosis klinis PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang
mengalami dispnea, batuk kronis atau produksi sputum berlebihan, dan
riwayat terpajan faktor resiko penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk
membuat diagnosis dalam konteks klinis. Adanya nilai FEV1/FVC
postbronkodilator <0.70 memastikan adanya pembatasan aliran udara yang
persisten dan merupakan PPOK. 1
1. Anamnesis
XCIII. Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal untuk melihat
adanya riwayat medis pasien yang berhubungan dengan PPOK, yaitu:
a. Pajanan terhadap faktor resiko, seperti asap rokok, pajanan di
pekerjaan atau lingkungan
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip
nasal; infeksi respirasi saat anak-anak dan penyakit pernapasan
lainnya
c. Riwayat PPOK pada keluarga atau penyakit pernapasan kronis
lainnya
d. Pola perkembangan gejala: PPOK biasanya berkembang pada usia
dewasa dan kebanyakan pasien sadar akan peningkatan kesulitan
bernapas dan beberapa keterbatasan sosial beberapa tahun sebelum
mencari bantuan pengobatan medis
e. Riwayat eksaserbasi atau rawat inap karena penyakit pernapasan
terdahulu
f. Adanya penyakit komorbid: gangguan jantung, osteoporosis,
gangguan muskuloskeletal, dan keganasan yang juga berperan dalam
pembatasan aktivitas.

g. Dampak penyakit dalam kehidupan pasien, kehilangan pekerjaan dan


dampak ekonomi, efek dalam rutinitas keluarga, merasa cemas dan
depresi, serta gangguan aktivitas seksual
h. Kemungkinan menurunkan faktor resiko, misalnya berhenti merokok
XCIV. Dalam anamnesis juga akan didapatkan gejala dan keluhankeluhan yang disampaikan pasien tentang penyakitnya. Gejala-gejala
pada PPOK diantaranya adalah:
a. Batuk
XCV.

Batuk bisa saja hanya sebentar (pagi awal) awalnya,

secara progresif ada terus sepanjang hari, tetapi jarang nokturnal.


Batuk kronis biasanya produktif dan sering diabaikan dengan
anggapan sebagai konsekuensi dari merokok. Sinkop batuk atau
fraktur kosta karena batuk mungkin terjadi.11
b. Produksi Sputum
XCVI.

Sputum mulai terjadi pada pagi hari tetapi lama-

kelamaan akan muncul terus sepanjang hari. Sputum bersifat


mukoid dan berjumlah sedikit. Produksi sputum 3 bulan dalam 2
tahun adalah definisi epidemiologi dari bronkitis kronis. Perubahan
warna sputum (purulen) atau volume memberi kesan terjadi
eksaserbasi infeksius.11 Produksi sputum sering sulit dievaluasi
karena pasien mungkin lebih memilih menelannya dibandingkan
membuangnya. Pasien yang memproduksi sputum dengan jumlah
besar mungkin memiliki penyakit bronkiektasis. 1
c. Dispnea
XCVII.

Biasanya progresif dan seiring berjalan waktu menjadi

persisten. Saat onset, gejala ini terjadi saat aktivitas (naik tangga,
mendaki bukit, dll) dan dapat dihindari dengan perubahan perilaku
yang tepat (mis. menggunakan elevator). Bagaimanapun, selama
penyakit berkembang, dispnea bahkan akan muncul dalam
aktivitas ringan atau istirahat.

11

Dispnea menjadi penyebab utama

ketidakmampuan dan kecemasan yang dialami pasien berhubungan


dengan penyakitnya.
d. Mengi dan Dada Sesak
XCVIII. Mengi dan dada sesak merupakan gejala tidak spesifik
dan mungkin bervariasi setiap hari. Mengi yang dapat terdengar
mungkin berasal dari laring. Dada sesak sering diikuti usaha dalam
bernapas, berasal dari kontraksi isometrik otot-otot interkostal.1
e. Gambaran pada Penyakit Berat
XCIX.

Lelah, penurunan berat badan dan anoreksia adalah

masalah utama pasien dengan PPOK gejala berat dan sangat berat.
Sinkop batuk terjadi karena peningkatan cepat dari tekanan
intratorakal selama serangan jangka panjang batuk. Batuk yang parah
ini juga bisa menyebabkan fraktur kosta yang biasanya asimptomatis.
Tanda-tanda kor-pulmonale juga menunjukkan keadaan penyakit
yang buruk. Selain itu, mungkin pasien akan mengalami gejala
depresi atau gangguan kecemasan.1
2. Pemeriksaan Fisik
C.
Pemeriksaan fisik pasien PPOK yang masih dini biasanya
tidak menunjukkan kelainan.

Seiring dengan perjalanan penyakit,

muncullah beberapa tanda dan gejala yang makin lama akan makin
khas menjadi gejala PPOK. PPOK memberikan tanda berupa gangguan
baik pada sistem pernapasan maupun sistemik.
a. Tanda Pernapasan
CI.

Inspeksi: barrel chest, pursed-lips breathing, gerakan tidak

normal dari dada/abdomen dan penggunaan otot-otot pernapasan.


Semua ini merupakan tanda pembatasan aliran udara, hiperinflasi dan
gangguan mekanis dari bernapas 11
CII.

Palpasi: ditemukan fremitus melemah pada emfisema 2

CIII.

Perkusi: penurunan letak diafragma, suara timpani karena

hiperinflasi, hati dapat teraba 11

CIV.

Auskultasi: suara napas vesikuler normal, atau melemah,

terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh 2
b. Tanda Sistemik
CV.

Distensi vena leher, pembesaran hatidan edema perifer

dapat terjadi karena cor pulmonale atau selama inflasi yang parah.
CVI.

Kehilangan massa otot dan kelemahan otot perifer yang

konsisten dengan malnutrisi dan/atau disfungsi otot skelet.


3. Pemeriksaan Penunjang
CVII. Pemeriksaan

penunjang

yang

dapat

dipakai

dalam

mendiagnosis PPOK adalah:


a. Pemeriksaan darah rutin
CVIII.

Untuk melihat nilai Hb, Ht, leukosit, dll. Peningkatan sel

darah merah (eritrositosis), terjadi ketika level oksigen di darah


rendah (hipoksemia) dalam waktu yang lama. Sel darah merah
membawa oksigen di darah. Karena kerusakan paru, pasien PPOK
tidak dapat memperoleh cukup udara. Sehingga reaksi tubuh adalah
meningkatkan produksi sel darah merah untuk meningkatkan jumlah
oksigen di darah.1
CIX.

CX.
b. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri
CXI.

Pemeriksaan faal paru merupakan hal yang esensial untuk

diagnosis dan penilaian keparahan penyakit, dan juga membantu


memantau progresnya. Nilai yang didapat dari pemeriksaan dengan
spirometri adalah FVC, FEV1dan FEV1 /FVC.Penurunan nilai dari
ketiga parameter diatas menunjukkan adanya gangguan dalam faal
paru. Nilai FEV1 yang didapatkan dari hasil spirometri adalah indeks
yang paling sering digunakan untuk menilai obstruki aliran udara,
menilai beratnya PPOK dan juga untuk memantau perjalanan
penyakit.

c. Pemeriksaan Radiologi
CXII.

Harus dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan radiologi

memang tidak sensitif untuk diagnosis, tetapi membantu dalam


menyingkirkan penyakit lain (pneumonia, kanker, efusi pleura, dan
pneumotoraks). Umum walaupun tidak spesifik, tanda emfisema
adalah diafragma yang mendatar, radiolusensi paru yang ireguler.
Bronkitis

kronis

berhubungan

dengan

peningkatan

11

tanda

bronkovaskular dan kardiomegali.6 Dengan komplikasi hipertensi


pulmonal,

bayangan

vaskular

hilus

menjadi

sering,

dengan

kemungkinan adanya pembersaran ventrikular kanan.


d. Analisa Gas Darah Arteri (AGDA)
CXIII.

Analisa gas darah arteri memberikan petunjuk tentang

keakutan dan keparahan eksaserbasi dari penyakit. Pasien PPOK


mengalami hipoksemia ringan sedang tanpa hiperkapnia. Seiring
perjalanan penyakit, hipoksemia memburuk dan hiperkapnia mulai
berkembang. Mekanisme paru dan pertukaran gas memburuk selama
eksaserbasi akut. Umumnya ada mekanisme kompensasi ginjal yang
terjadi bahkan saat CO2 yang kronisbertahan dalam tubuh (bronkitis);
sehingga pH biasanya mendekati normal. Biasanya, bila didapati pH
dibawah 7,3 dapat menjadi tanda gangguan akut dari sistem
pernapasan 6
CXIV.
e. Evaluasi Sputum
CXV.

Pada bronkitis kronis stabil, sputumnya mukoid dan

makrofag sangat banyak. Dengan eksaserbasi, sputum menjad


purulen karena adanya neutrofil. Peningkatan jumlah sputum
merupakan tanda eksaserbasi akut (Mosenifar, 2013). Beberapa
organisme yang sering ditemukan dari kultur adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Moraxella catarrhalis juga
sering, dan Pseudomonas aeruginosa dapat ditemukan pada pasien
dengan obstruksi berat.

f. Pemeriksaan Alfa-1 Antitripsin


CXVI.

Pasien dengan tingkat AAT rendah, diagnosis definitifnya

membutuhkan penentuan tipe Pi. Hal ini dilakukan dengan fokus


isoelektris pada serum yang mewakili lokus Pi untuk alel umum dan
alel Pi lain yang jarang. Molecular genotyping DNA dapat dilakukan
untuk alel Pi yang umum. 7 Tingkat 1-antitripsinharus diperkirakan
pada pasien PPOK muda (dekade 4 atau 5) dan memiliki riwayat
keluarga yang kuat. Nilai serum 1-antitripsin <1520% dari batas
normal merupakan tanda dari defisiensi 1-antitripsin 11
H.

Derajat PPOK
CXVII.

Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan

Dokter Paru Indonesia) maka PPOK dikelompokkan ke dalam : 13


1. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu.
Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1 80%
prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70 %
2. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 70% dan VEP1/KVP <
80% prediksi
3. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil
spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau
VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
pe-meriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan
normokapnia atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.
CXVIII.
CXIX. Derajat PPOK BerdasarkanKriteria GOLD
CXX.
Kriteria GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease) adalah suatu kriteria yang dipakai secara internasional yang

merupakan kolaborasi antara National Institutes of Health (NIH) danWorld


Health Organization (WHO) dalam menentukan derajat keparahan pada
pasien PPOK.
CXXI.

Kriteria GOLD untuk PPOK mengklasifikasikan penderita

PPOK berdasarkan derajat pembatasan aliran udara (obstruksi). Selain untuk


mengklasifikasikan, kriteria GOLD ini juga berguna untuk mendiagnosis
obstruksi. Derajat keparahan PPOK dinilai berdasarkan nilai dari hasil
pemeriksaan spirometri.1
CXXII. Nilai spirometri yang digunakan dalam penentuan kriteria
GOLD adalah:
1. FVC (Forced Vital Capacity)atau Kapasitas Vital Paksa adalah total
volume udara yang dapat pasien keluarkan secara paksa dalam sekali
bernapas.
2. FEV1 (Forced Expiratory Volume in One Second)atau Volume Ekspirasi
Paksa detik 1 adalah volume udara yang dapat dikeluarkan pasien dalam
detik pertama saat ekspirasi paksa.
3. FEV1 /FVC adalah rasio FEV1 terhadap FVC yang dinyatakan dalam
fraksi 1
CXXIII.
CXXIV.
CXXV.
CXXVI. Kriteria spirometri yang diperlukan dalam kriteria GOLD
untuk diagnosis derajat keparahan PPOK adalah FEV1 /FVC setelah
pemberian bronkodilator1
CXXVII. Tabel 2.1 Kriteria GOLD untuk Derajat Keparahan PPOK 1
CXXVIII.
CXXX.

Derajat

CXXIX.

I : PPOK CXXXI.

Ringan

Sedang

FEV1/FVC

<

0,70
CXXXII.

CXXXIII.

Karakteristik

II:

FEV1 80%

prediksi
PPOK CXXXIV.
FEV1/FVC
0,70

<

CXXXV.
CXXXVI.

III:

Berat

50% FEV1

80% prediksi
PPOK CXXXVII. FEV1/FVC

<

0,70
CXXXVIII. 30% FEV1

CXXXIX.

IV:

Sangat Berat

50% prediksi
PPOK CXL. FEV1/FVC < 0,70
CXLI.FEV1< 30% prediksi
atau
CXLII.

FEV1<

prediksi ditambah

50%
Gagal

nafas kronik
-

CXLIII.
Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum

menyadari bahwa fungsi parunya tidak normal.


Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang
pada tahap ini, dengan napas yang memendek saat melakukan

aktivitas.
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk
pada tahap ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien.

Eksaserbasi biasanya mulai dapat terlihat pada tahap ini.


Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas
hidup sudah sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa
mengancam jiwa.1

CXLIV.
CXLV.
CXLVI.
I.

Penatalaksanaan
CXLVII. Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah:2
-

Mencegah progresifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan tolenransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah dan meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian


CXLVIII.Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai

salah satu tujuan selama tata laksana PPOK.


1. Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
CXLIX.
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga
jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).2
CL. Macam-macam bronkodilator:2
-

Golongan antikolinergik
CLI.

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping

sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4


kali perhari).
-

Golongan agonis beta-2


CLII. Bentuk inhaler

digunakan

untuk

mengatasi

sesak,

peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya


eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidka dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
-

drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.


Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
CLIII. Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.


Golongan xantin

CLIV. Dalam

bentuk

lepas

lambat

sebagai

pengobatan

pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan


berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi

akut.

Penggunaan

jangka

panjang

diperlukan

pemeriksaan kadar aminofilin darah.


b. Kortikosteroid
CLV. Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.2
c. Antibiotika
CLVI.
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan:2
CLVII.

Lini I: amoksisilin

CLVIII.

Makrolid

CLIX.

Lini II: amoksisilin dan asam kluvanat

CLX.

Sefalosporin, kuinolon, makrolid baru

CLXI.
CLXII.
CLXIII.
d. Antioksidan
CLXIV.

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki

kualitas hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK


dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin.2
e. Mukolitik
CLXV.Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada

PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian


rutin.2
2. Terapi non-farmakologis
a. Terapi oksigen
CLXVI.
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen:2
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualitas hidup
CLXVII.
Indikasi:2
- Pao2< 60 mmHg atau Sat O2< 90%
- Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2> 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal
jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
CLXVIII.
CLXIX.
b. Ventilasi mekanik
CLXX.
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada
eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal
napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang
ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara:2
-

Ventilasi mekanik dengan intubasi


CLXXI.

Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik

dan dapat digunakan selama di rumah.


-

Ventilasi mekanik tanpa intubasi


CLXXII.

Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah

Noninvasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative


Pressure Ventilation (NPV).
c. Nutrisi

CLXXIII.

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang


meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi
paru dan perubahan analisis gas darah.2
- Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:2
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
d. Rehabilitasi
CLXXIV.
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualitas hidup pendita PPOK. Program
rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu:2
-

Latihan fisik

Latihan pernapasan dan latihan endurance

Rehabilitasi psikososial
CLXXV.

CLXXVI.

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut2

CLXXVII.

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan

dibandingkan dengan kondisisebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi


atau faktor lainnya seperti polusi udara,kelelahan atau timbulnya komplikasi.
CLXXVIII.
-

Gejala eksaserbasi :

Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum

CLXXIX.

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

CLXXX.

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

CLXXXI.

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

CLXXXII.

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah

infeksi saluran napas atas lebihdari 5 hari, demam tanpa sebab lain,

peningkatan

batuk,

peningkatan

mengi

atau

peningkatanfrekuensi

pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.
CLXXXIII.
CLXXXIV.

Penyebab eksaserbasi akut

CLXXXV.

Primer :

- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)


CLXXXVI. Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
CLXXXVII.
CLXXXVIII.

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah

(untuk eksaserbasi yang ringan) ataudi rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan
berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita
yang telah diedukasidengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator

atau

dengan

mengubah

bentuk

bronkodilator yangdigunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk


-

nebuliser
Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran

CLXXXIX.

Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke

dokter.
CXC.
CXCI.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan

secara rawat jalan atau rawatinap dan dilakukan di :


CXCII.

1. Poliklinik rawat jalan

CXCIII.

2. Unit gawat darurat

CXCIV.

3. Ruang rawat

CXCV.

4. Ruang ICU

CXCVI. Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah


mengatasi segera eksaserbasi yangterjadi dan mencegah terjadinya gagal napas.
Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untukmencegah kematian. Beberapa
hal yang harus diperhatikan meliputi :
1) Diagnosis beratnya eksaerbasi
-

Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal


Kesadaran
Tanda vital
Analisis gas darah
Pneomonia

2) Terapi oksigen adekuat


CXCVII.

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang

pertama dan utama, bertujuanuntuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah


keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukandi ruang gawat darurat, ruang
rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHgatau Sat O2 >
90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang
sudahditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah
sungkup rebreathing ataunonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2.
Bila terapi oksigen tidak dapat mencapaikondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasimekanik usahakan
dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidakberhasil
ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
3) Pemberian obat-obatan yang maksimal
a)
-

CXCVIII.
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
Antibiotik
Peningkatan jumlah sputum
Sputum berubah menjadi purulen
Peningkatan sesak
CXCIX.
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola
kuman setempat dan komposisi kombinasiantibiotik yang mutakhir.
Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atauintravena,

sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya


kombinasidengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
b) Bronkodilator
CC. Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus
diberikan dengan peningkatan dosis.Inhaler masih cukup efektif bila
digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapatdigunakan agar
bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser
yangmemakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen
8-10 liter untukmenghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2.
Golongan xantin diberikan bersamasamadengan bronkodilator lainnya
karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.Dalam perawatan di
rumah

sakit,

bronkodilator

diberikan

secara

intravena

dan

nebuliser,dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap


timbulnya palpitasi sebagaiefek samping bronkodilator.
c) Kortikosteroid
CCI. Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi.
Pada eksaserbasi derajatsedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat beratdiberikan secara intravena.
Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yanglebih
baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
CCII.
4) Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan,dan menghindari kelelahan otot bantu napas.
5) Ventilasi mekanik
CCIII.

Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan

mengurangi mortaliti danmorbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan


penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkanpenggunaan ventilasi mekanik
dengan intubasi
6) Kondisi lain yang berkiatan
-

Monitor balans cairan elektrolit


Pengeluaran sputum
Gagal jantung atau aritmia

7) Evaluasi ketat progesiviti penyakit

CCIV.

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi

dan menyebabkan kematian.Monitor dan penanganan yang tepat dan segera


dapat mencegah dan gagal napas berat danmenghindari penggunaan ventilasi
mekanik.
CCV.
CCVI.
CCVII.
CCVIII. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi :
-

Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit


Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
Kesadaran menurun
Hipoksemia berat PaO2 < 50 mmHg
Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma,

efusi pleura danembolimasif


Penggunaan NIPPV yang gagal

CCIX.
J.

Komplikasi
CCX.

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2

1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
-

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg,
dan pH normal, penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

Bronkodilator adekuat

Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu


tidur

Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh:


-

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun
CCXI.
CCXII.
CCXIII.

2. Infeksi berulang
CCXIV.

Pada

pasien

PPOK

produksi

sputum

yang

berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal inimemudahkan


terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih
rendah, ditandaidengan menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor pulmonal
CCXV.

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %,

dapat disertai gagal jantung kanan


CCXVI.
CCXVII.
CCXVIII.
CCXIX.
CCXX.
CCXXI.
CCXXII.
CCXXIII.
CCXXIV.
CCXXV.
CCXXVI.

CCXXVII. DAFTAR PUSTAKA


1. GOLD, 2013. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Updated 2013. Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 10-17
2. PDPI, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Persatuan Dokter Paru Indonesia, 1-32
3. World Health Organization. 2012. Chronic obstructive pulmonary disease fact
sheet. WHO Media Center [Online]. [Cited 2014 Aug 8]. Available from:
URL: http://www.who.int/mediacentre
4. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquet X, 2003.
Systemic Effect of COPD, Eur Respir J; 21; p.347-360
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
diagnosis dan penatalaksanaan. Edisi ke-1. Jakarta: 2011
6. Mosenifar, Zab., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview. [Accessed 10
April 2013].
7. Reilly, J.J., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., 2010. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. In: Loscalzo, J., ed. Harrison Pulmonary and Critical
Care 17th edition. New York, USA: Mc-Graw Hill, 178-189
8. Vijayan, V.K., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Indian J Med
Res, 137: 251-269
9. Shapiro, S.D., Ingenito, E.P., 2005. The Pathogenesis of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease: Advances in the Past 100 Years. Am J Respir Cell Mol
Biol, 32: 367-372.
10. Tkac, J., Man, S.F., Sin, D.D., 2007. Systemic Consequences of COPD. Ther
Adv Respir Dis, 1: 47-59

11. ATS-ERS, 2004. Standards of Diagnosis and Management of Patients of


COPD. American Thoracic Society and European Respiratory Society, 14-43
12. Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013.Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Paru
Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1)
CCXXVIII.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sle 2
    Sle 2
    Dokumen15 halaman
    Sle 2
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bipolar
    Bipolar
    Dokumen4 halaman
    Bipolar
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Bronchopneumonia
    Lapsus Bronchopneumonia
    Dokumen35 halaman
    Lapsus Bronchopneumonia
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Cover Laporan Kasus
    Cover Laporan Kasus
    Dokumen3 halaman
    Cover Laporan Kasus
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Akrodermatitis
    Akrodermatitis
    Dokumen16 halaman
    Akrodermatitis
    purnayudha
    100% (1)
  • Bipolar
    Bipolar
    Dokumen4 halaman
    Bipolar
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Ceramah Rokok
    Ceramah Rokok
    Dokumen5 halaman
    Ceramah Rokok
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Cover Refkas
    Cover Refkas
    Dokumen2 halaman
    Cover Refkas
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Kasus Spondilitis TB
    Kasus Spondilitis TB
    Dokumen3 halaman
    Kasus Spondilitis TB
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen26 halaman
    Presentation 2
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Referat TB Anak
    Referat TB Anak
    Dokumen23 halaman
    Referat TB Anak
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Asma Attack + Demam Dengue
    Laporan Kasus Asma Attack + Demam Dengue
    Dokumen32 halaman
    Laporan Kasus Asma Attack + Demam Dengue
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Bronchopneumonia
    Lapsus Bronchopneumonia
    Dokumen35 halaman
    Lapsus Bronchopneumonia
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • KDS Kompre
    KDS Kompre
    Dokumen46 halaman
    KDS Kompre
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Asma Attack + Demam Dengue
    Laporan Kasus Asma Attack + Demam Dengue
    Dokumen37 halaman
    Laporan Kasus Asma Attack + Demam Dengue
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen8 halaman
    Presentation 1
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • PKP BPPV Hening3-2
    PKP BPPV Hening3-2
    Dokumen19 halaman
    PKP BPPV Hening3-2
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Fraktur Ankle
    Lapkas Fraktur Ankle
    Dokumen41 halaman
    Lapkas Fraktur Ankle
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen26 halaman
    Presentation 2
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Dr. Agus (Repaired)
    Lapsus Dr. Agus (Repaired)
    Dokumen53 halaman
    Lapsus Dr. Agus (Repaired)
    Diana Budiyono
    Belum ada peringkat
  • Kejang
    Kejang
    Dokumen22 halaman
    Kejang
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Ankle
    Dislokasi Ankle
    Dokumen11 halaman
    Dislokasi Ankle
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Contoh Ver Infanticide
    Contoh Ver Infanticide
    Dokumen5 halaman
    Contoh Ver Infanticide
    Asiah Abdillah
    100% (1)
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Sendi Panggul Anterior
    Dislokasi Sendi Panggul Anterior
    Dokumen38 halaman
    Dislokasi Sendi Panggul Anterior
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Sendi Panggul
    Dislokasi Sendi Panggul
    Dokumen28 halaman
    Dislokasi Sendi Panggul
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat
  • Aborsi
    Aborsi
    Dokumen10 halaman
    Aborsi
    Mia Pradana Ningtyas
    Belum ada peringkat