PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai
adanya inflamasi yang tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem di dalam
tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. Penyakit ini menyerang wanita muda dengan insiden
puncak usia antara 15-40 tahun selama masa reproduktif dengan ratio wanita dan pria 5:11.1
Prevalensi LES di Amerika Serikat adalah 15-50 per 100.000 populasi. Setiap tahun
ditemukan lebih dari 100.000 penyandang LES baru di seluruh dunia. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras, adapun wanita Afrika-Amerika mempunyai insidensi tiga kali lebih
tinggi dibandingkan kulit putih serta memiliki kecenderungan mengalami perkembangan
penyakit pada usia muda dan dengan komplikasi yang lebih serius. Beberapa data yang ada di
Indonesia diperoleh dari pasien rawat inap di rumah sakit tahun 1988-1990, insidensi ratarata penyandang LES adalah sebesar 37,7 per 10.000 perawatan dan cenderung meningkat
dalam dua dekade terakhir.2
Manifestasi klinik dari LES beragam tergantung organ yang terlibat, dimana dapat
melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan perjalanan klinis yang kompleks,
sangat bervariasi yang ditandai oleh serangan akut, periode aktif, terkendali ataupun remisi.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ini menyerang wanita muda dengan insiden puncak usia 15-40 tahun selama
masa reproduktif dengan ratio wanita dan pria 5:1. Prevalensi LES di berbagai negara sangat
bervariasi antara 2,9/100.000-400/100.000.2
C. Etiologi Lupus Eritematosus Sistemik
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun atau disebabkan oleh interaksi antara
faktor genetik, faktor imunologi, faktor lingkungan, serta dapat disebabkan oleh faktor infeksi
virus dan faktor hormonal. Lupus eritematosus juga dapat diinduksi oleh obat, misalnya
prokainamid, hidantoin, griseofulvin, fenilbutazone, penisilin, streptomisin, tetrasiklin dan
sulfonamide dan disebut Systemic L.E-like syndrome.3
D. Patogenesis Lupus Eritematosus
Patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik, faktor lingkungan dan
faktor hormonal terhadap respon imun. Patogenesis LES diawali dari interaksi antara faktor
gen predisposisi dan lingkungan yang akan menghasilkan respon imun yang abnormal.
Respon ini termasuk:4
1. Aktivasi dari imunitas oleh CpG DNA, DNA pada kompleks imun, dan RNA dalam
RNA/protein self-antigen.
2. Ambang aktivasi sel imun adaptif yang menurun (Limfosit antigen-spesifik T dan
Limfosit B).
3. Regularitas dan inhibisi Sel T CD4+ dan CD8+.
4. Berkurangnya klirens sel apoptotik dan kompleks imun.
Self-antigen (protein/DNA nukleosomal, RNA/protein,
ditemukan
fosfolipid)
dapat
antigen autoantibodi dan kompleks imun tersebut dapat bertahan untuk beberapa jangka
waktu yang panjang yang menyebabkan inflamasi.
Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti dengan
peningkatan sekresi proinflammatorik Tumor Necrosis Factor (TNF), Interferon tipe 1
dan 2 (IFNs) dan sitokin pengendali sel B, B lymphocyte stimulator (BLyS) serta
Interleukin (IL) 10. Peningkatan regulasi gen yang dipicu oleh interferon merupakan
suatu ciri genetik LES. Namun sel lupus T dan Natural Killer (NK) gagal menghasilkan
IL-2 dan Transforming Growth Factor (TGF) yang cukup untuk memicu CD4+ dan
inhibisi CD8+, akibatnya adalah produksi autoantibodi yang terus menerus dan
terbentuknya kompleks imun dimana akan berikatan dengan jaringan target disertai
dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang menemukan sel darah yang berikatan
dengan Ig.
Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan pelepasan kemotaksin,
sitokin, chemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Pada keadaan inflamasi
kronis, akumulasi growth factors dan sel imun akan memicu pelepasan keomtaxin,
2
sitokin, chemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Pada peradangan yang kronis,
akumulasi dari growth factor dan produk oksidase kronis berperan terhadap kerusakan
jaringan irreversibel pada glomerulus, arteri, paru-paru, dan jaringan lainnya.
E. Manifestasi Klinis1,3,5
Manifestasi klinis LES sangat beragam tergantung organ yang terlibat dengan
perjalanan klinis yang kompleks dapat menyerang beberapa organ, gejala klinis sangat
bervariasi, dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif, kompleks, atau remisi dan
seringkali pada keadaan awal tidak dikenali sebagai LES. Hal ini dapat terjadi karena
manifestasi klinis penyakit LES ini seringkali tidak terjadi secara bersamaan.
1. Gejala konstitusional
Perasaan lelah disebabkan oleh aktivitas penyakit LES, diperlukan
pemeriksaan penunjang lain yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan akibat
penyakit ini memberikan respon terhadap pemberian steroid atau latihan. Penurunan
berat badan disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala
gastrointestinal, kadang disertai demam tanpa menggigil merupakan gejala yang
timbul selama berbulan-bulan sebelum terdapat gejala lainnya yang merupakan
salah satu gejala konstitusional LES yang sulit dibedakan dari sebab lain seperti
infeksi karena suhu tubuh lebih dari 400C tanpa adanya bukti infeksi lain seperti
leukositosis.
2. Kelainan kulit dan mukosa.
a. Kulit
Kelainan kulit yang sering didapatkan pada LES adalah:
- Seperti kupu-kupu di area malar dan nasal dengan sedikit edema, eritema,
-
perikarditis,
terdapat
efusi
pada
peritoneum,
kolitis
ulserativa
serta
hepatosplenomegali.
4. Kelainan sendi, tulang, otot, kelenjar getah bening dan sistem saraf
Kelainan yang dapat ditemukan, biasanya arthritis yang bersifat episodik dan
migratorik tanpa deformitas; atrofi muskulo-skeletal dengan mialgia; limfadenitis
regional atau generalisata. Kelainan pada sistem saraf dapat berupa neuritis perifer,
ensefalitis, konvulsi dan psikosis.
Penyakit LES dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam
nyawa.
miokarditis,
tamponade
jantung,
hipertensi
maligna.
2. Paru-paru:
hipertensi
pulmonal,
perdarahan
paru,
(leukosit
H. Diagnosis
Diagnosis banding dari LES adalah arthritis reumatika, sklerosis sistemik,
dermatomiositis dan purpura trombositopenik.
Kriteria diagnosis oleh A.R.A. (American Rheumatism Ascociation) minimal memenuhi
4 dari 11 manifestasi untuk mendiagnosis LES yang terjadi secara bersamaan atau dengan
tenggang waktu adalah sebagai berikut:3,8
- Eritema fasial (butterfly rash)
Eritema
yang
- Lesi diskoid
Plak eritema
menonjol
Serositis:
- Pleuritis: Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub atau terdapat
-
elektrolit).
Gangguan hematologik:
- Anemia hemolitik dengan retikulosis; atau
- Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih; atau
- Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih; atau
- Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan.
Gangguan imunologik:
- Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal;
-
atau
Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm; atau
Temuan positif terhadap antibodi anti fosfolipid yang didasarkan atas:
1) kadar serum antibodi anti kardiolipin abnormal baik IgG atau IgM,
2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metoda standard, atau
3) Hasil tes serologi positif palsu terhadap silis sekurang-kurangnya
selama 6 bulan dan dikonrmasi dengan test imobilisasi Treponema
pallidum atau tes uoresensi absorpsi antibodi treponema.
- Antibodi nuklear (ANA) positif: Titer
abnormal
dari
antibodi
anti-nuklear
waktu
keterlibatan
perjalan
obat
penyakit
yang
tanpa
diketahui
Normal, symptoms
subside
Normal, symtoms
persist
ANA (-)
Not LES
Definite LES
criteria
Possible LES
criteria
Treatment
Life/organ
threatening
Conservative
Conservative + low
dose steroid
Cyclophosphamide
(6 monts only)
No respone
Respone
Experimental therapy
Taper dose
I. Penatalaksanaan1,3,4
a. Tujuan Pengobatan
Meningkatkan kualitas hidup pasien LES melalui pengenalan dini dan pengobatan yang
paripurna.
Tujuan khusus pengobatan LES adalah:
1. Mendapatkan masa remisi yang panjang
2. Menurunkan aktivitas penyakit seringan mungkin
3. Mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas hidup keseharian
tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang optimal
b. Pilar pengobatan
1. Terapi Medikamentosa
a. OAINS
b. Antimalaria
c. Steroid
d. Imunosupresan/sitotoksik
2. Program Rehabilitasi
3. Edukasi dan konseling
Tabel 1. Jenis dan Dosis Obat yang Dapat Dipakai pada LES9
Jenis Obat
OAINS
Dosis
Jenis toksisitas
Evaluasi awal
Pemantauan
Tergantung
Darah rutin,
Klinis
Gejala
OAINS
hepatotoksik, sakit
kreatinin, urin
gastrointestinal
kepala, hipertensi,
rutin,
AST/ALT
aseptik meningitis,
AST/ALT
setiap 6 bulan
Kortikosteroi
Tergantung
nefrotoksik
Cushingoid, hipertensi,
Gula darah,
derajat LES
dislipidemi,
pro lipid,
osteonekrosis,
DXA,
hiperglisemia, katarak,
tekanan darah
250 mg/hari
oesteoporosis
Retinopati, keluhan GIT,
Evaluasi
Funduskopi dan
(3,5-4 mg/kg
rash, mialgia
mata, G6PD
lapangan pandang
pada pasien
Klorokuin
BB/hari)
Azatioprin
Tekanan darah
Laboratorik
Darah rutin,
kreatinin,
Glukosa
50-150 mg
Mielosupresif,
berisiko
Darah tepi
bulan
Gejala
Darah tepi
hepatotoksik, gangguan
lengkap,
mielosupresif,
lengkap dan
terbagi 1-3,
limfoproliferatif
kreatinin,
hematuria dan
urin lengkap
AST / ALT
infertilitas
setiap bulan,
tergantung
berat badan.
sitologi urin
dan pap smear
setiap tahun
Siklofosfamid
Mielosupresif, gangguan
Darah tepi
Gejala
seumur hidup.
Darah tepi
150 mg per
limfoproliferatif,
lengkap,
mielosupresif,
lengkap
keganasan, imunosupresi,
hitung jenis
terutama
750 mg/m2
sistitis hemoragik,
leukosit, urin
hitung
dalam
infertilitas sekunder
lengkap.
mulut.
trombosit
Dextrose 250
setiap 4-8
ml, infus
minggu,
selama 1 jam.
AST / ALT
dan albumin
setiap 4-8
minggu, urin
lengkap dan
Metotreksat
7.5 20 mg /
Mielosupresif,brosis
Darah tepi
Gejala
kreatinin.
Darah tepi
minggu, dosis
lengkap, foto
mielosupresif,
lengkap
tunggal atau
toraks,
terutama
terbagi 3.
serologi
hitung
Dapat
hepatitis B
mulut
trombosit
diberikan pula
dan C pada
setiap 4-8
melalui
pasien risiko
minggu,
injeksi.
tinggi, AST,
AST / ALT
fungsi hati,
dan albumin
kreatinin
setiap 4-8
minggu, urin
lengkap dan
Siklosporin A
2.55 mg/kg
Pembengkakan, nyeri
Darah tepi
Gejala
kreatinin.
Kreatinin,
Kortikosteroid
Pemberian dosis pada LES tergantung pada kondisi klinis penderita LES. Dosis rendah
sampai sedang digunakan pada LES yang relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna
untuk LES yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang
berat seperti pada vaskulitis luas, nephritis lupus, lupus cerebral.
Terminologi pembagian dosis kortikosteroid tersebut adalah:8
- Dosis rendah
: < 7.5 mg prednison atau setara perhari
- Dosis sedang
: >7.5 mg, tetapi < 30 mg prednison atau setara
-
perhari
Dosis tinggi
perhari
Dosis sangat tinggi : >100 mg prednison atau setara perhari
- Terapi pulse
: >250 mg prednison atau setara
dengan
Perlemakan hati
- Imunologi :
OAINS),
Pankreatitis,
Predisposisi
infeksi,
Ocular
cairan,
cushingoid,
Behaviour
kognitif
Tapering secara bertahap memberikan pemulihan terhadap fungsi adrenal.
Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan lama terapi, serta
respon klinis. Tappering dosis prednison lebih dari 40 mg sehari maka dapat
dilakukan penurunan 5-10 mg setiap 1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg
setiap 1-2 minggu pada dosis antara 40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5
10
mg/ hari setiap 2-3 minggu bila dosis prednison < 20 mg/hari. Selanjutnya
dipertahankan dalam dosis rendah untuk mengontrol aktivitas penyakit.
Sparing agen kortikosteroid
Obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis kortikosteroid dan
berfungsi juga mengontrol penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing
agent ini adalah azatioprin, mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan metotrexate. Pemberian
terapi kombinasi ini adalah untuk mengurangi efek samping kortikosteroid.
Obat Imunosupresan atau Sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang biasa digunakan
pada LES, yaitu azatioprin, siklofosfamid, metotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil.
Sedang
- Nefritis ringan sampai
sedang
- Trombositopenia (2050x103/mm3)
- Serositis mayor
Berat
-Nefritis berat dengan
gangguan ginjal
-Trombositopenia berat
(<20x103/mm3)
-Anemia hemolitik berat
- Vaskulitis abdomen
Terapi
Klorokuin,
kortikosteroid dosis
rendah, OAINS
Terapi Induksi
Terapi Induksi
Metilprednisolon IV (0,5-1
gr/hari selama 3 hari
diikuti Azatioprin
(2mg/KgBB/hari) +
Metilprednisolon IV (0,5-1gr
hari selama 3 hari)
Kortikosteroid (0,5-0,6
mg/kg/hari selama 4-6
minggu lalu diturunkan
bertahap)
11
Tidak
Respon
Terapi pemeliharaan
Azatioprin (1-2mg/KgBB/hari) +
Kortikosteroid (diturunkan sampai
dosis 0,125mg/kg/hari selang
sehari)
Respon
penuh
Respon
sebagian
Terapi pemeliharaan
Siklofosfamid IV (0,50,75gr/3 bulan selama 1
tahun)
Tidak
respon
+
Inhibitor calcineurin
(Siklosporin)
IVig (Imunglobulin
intravena)
2. Program rehabilitasi
Penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% per hari dalam kondisi
imobilitas. Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan kestabilan sendi.
Modalitas fisik seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi
rasa nyeri, menghilangkan kekakuan atau spasme otot. Demikian pula modalitas
lainnya seperti transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) memberikan
manfaat yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot.6
Progam rehabilitasi, diantaranya:
a. Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi dengan modalitas
d. Ortotik
3. Edukasi dan konseling
Pasien LES memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari sekitarnya
dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan mengenai perjalanan
penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah
aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi kulit
dari paparan sinar matahari (ultraviolet) dengan memakai tabir surya, payung atau
topi; melakukan latihan secara teratur. Pasien harus memperhatikan bila mengalami
infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau
terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ,
baik berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan.10
J. Prognosis
12
Prognosis LES sangat tergantung pada organ mana yang terlibat. Apabila mengenai
organ vital mortalitasnya sangat tinggi. Penurunan angka kematian yang berhubungan dengan
LES dikaitkan dengan diagnosis yang terdeteksi secara dini, perbaikan dalam pengobatan
penyakit LES dan kemajuan dalam perawatan medis umum.6
BAB III
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
1. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi kelima. Jakarta:
Interna Publishing, 2009; 2565-2579.
2. Bartels CM, Krause RS, Lakdawala VS, et al. Systemic Lupus Erythematosus (LES). 2011.
[cited 2011 Oct 6]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/332244-overview
3. Djuanda S. Penyakit Jaringan Konektif. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah A, editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007; 264-267.
4. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et all. Systemic Lupus Erythematosus (LES). In :
Harrisons Manual of Medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division. 2006; 779-85.
5. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Color atlas and synopsis of Clinical
Dermatology. New York. United States of America: Mc Graw-Hill Medical Publishing
Division. 2008.
6. Vasudevan AR, Ginzler EM. Clinical features of systemic lupus erythematosus. In: Hochberg
MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH. Editors. Rheumatology 5th ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier. 2011; 1229-1246.
7. Mosby E. In: Philip H. McKee, Eduardo Calonje, Scott R Granter eds. Pathology of The Skin
With Clinical Correlations, 3rd edition. Vol I. Florida. 2005.
14
15