Pengaruh Laba BUMD Terhadap Peningkatan PAD
Pengaruh Laba BUMD Terhadap Peningkatan PAD
1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 2004 adalah bahwa
perwujudan otonomi daerah dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daerah
dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah : (a) mengembangkan otonomi
daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, serta
berbagai lembaga ekonomi dan masyarakat di daerah ; (b) melakukan pengkajian dan saran
kebijakan lebih lanjut tentang berlakunya otonomi daerah bagi daerah Provinsi, daerah
Kabupaten dan Kota serta daerah perdesaan ; dan (c) mewujudkan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui
desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumber daya di daerah.
Dalam hubungan ini, sebagai sumber-sumber penerimaan daerah keseluruhannya dalam
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi ini adalah: (a) PendapatanS Asli Daerah; (b) Dana
Perimbangan; (c) Pinjaman Daerah dan (d) Lain-lain Penerimaan yang sah. Dan sumber PAD
tersebut meliputi; (a) hasil pajak daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil perusahaan milik
daerah dan hasil kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah.
Sehubungan dengan itu, sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomi daerah yang
bersumber dari hasil Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) telah berjalan sejak lama. BUMD
tersebut dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, yang diperkuat
oleh UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Nota Keuangan dan
RAPBN, 1997/1998). Tujuan dibentuknya BUMD tersebut adalah untuk melaksanakan
pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan
umum dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah. Dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa
BUMD itu berdasarkan kategori sasarannya dapat dibedakan dua golongan, yaitu perusahaan
daerah untuk melayani kepentingan umum dan perusahaan daerah untuk tujuan peningkatan
penerimaan daerah dalam PADnya. Dan BUMD itu bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu
jasa keuangan dan perbankan (BPD dan Bank Pasar), jasa air bersih (PDAM) dan berbagai jasa
dan usaha produktif lainnya pada industri, perdagangan dan perhotelan, pertanian-perkebunan,
perparkiran, percetakan, dan lain-lain.
Sejalan dengan kebutuhan pendanaan pembangunan daerah yang terus meningkat,
pemerintah daerah merencanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan yang bisa
diupayakan oleh daerah sendiri (PAD), yang bersumber dari pusat (Dana Perimbangan), serta
pendapatan lainlain. Saat ini sumber pendapatan dari PAD masih relatif kecil dibandingkan
dengan dana perimbangan. Kebijakan umum pendapatan daerah diarahkan untuk mendorong
peningkatan pendapatan daerah melalui mobilisasi pendapatan asli daerah dan penerimaan
daerah lainnya.
BUMD secara ideal merupakan salah satu sumber penerimaan dari sebuah pemerintahan
daerah. BUMD adalah sebuah perwujudan dari peran pemerintah daerah dalam pembangunan
ekonomi daerah. Namun demikian dalam perkembangannya BUMD justru menjadi salah satu
titik lemah keuangan daerah. Alih-alih menjadi sumber penerimaan, BUMD justru membebani
keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan Setyawan dan Riyardi (2000), memberikan temuantemuan menarik terkait dengan kinerja BUMD. BUMD di beberapa kota di JawaTengah ternyata
tidak efisien dalam operasionalnya. Sumbangan yang mereka berikan terhadap APBD tidak
sebanding dengan asset yang dimiliki. Rata-rata sumbangan BUMD di Indonesia terhadap PAD
kurang dari 1 % (Budisatrio, 2002). Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah
penerimaan yang berupa bagian laba bersih dari BUMD, yang terdiri dari laba bank
pembangunan daerah dan bagian laba BUMD lainnya. (BPS).
Pendapatan daerah diperkirakan Tahun 20092013 mengalami pertumbuhan ratarata
sekitar 32,9%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan pada komponen PAD dan
komponen dana perimbangan yang masingmasing diperkirakan memiliki ratio pertumbuhan
ratarata sekitar 40,9% dan 25,4%. Pertumbuhan lain-lain pendapatan, pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil perusahaan daerah akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong
pertumbuhan dana perimbangan yang akan diperoleh.
Khusus untuk pendapatan lainlain yang sah, bagi hasil dari Pemerintah Provinsi berperan
penting sebagai salah satu sumber pendapatan dalam mendukung pendanaan berbagai program
dan kegiatan. Bagi hasil dari Pemerintah Provinsi ini antara lain Pajak Kendaraan Bermotor/Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (PKB/BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) dan lainlain. Pendapatan bagi hasil Pemerintah Provinsi ini sangat terkait dengan
aktivitas ekonomi daerah. Pemerintah Daerah dapat berperan dalam memberikan insentif dan
dorongan aktivitas perekonomian daerah. Adapun pendapatan daerah Provinsi DIY pada tahun
20082010 dapat dilihat pada Tabel berikut:
Pendapatan PAD dan LABA BUMD Tahun 2008-2010
U R AIAN
2008
2009
2010
Pendapatan Asli
Daerah
569.013.306.147,47
617.064.065.564,56
667.258.078.473,34
Pajak
Daerah
500.379.609.090,52
543.373.249.170,28
586.163.168.361,36
Retribusi
Daerah
18.585.821.709,20
20.348.593.985,53
22.533.956.495,72
Bagian
Laba BUMD
13.311.520.551,43
12.799.657.365,99
12.487.843.383,53
Lain-lain
Pendapatan
38.443.007.862,98
41.680.333.753,88
47.628.060.804,59
510.081.055.736,80
583.760.088.876,72
653.594.923.603,45
Bagi
Hasil Pajak dan
Bukan Pajak
49.636.055.736,80
51.671.222.210,07
55.036.612.492,35
Dana
Alokasi Umum
461.178.333.333,33
534.411.088.888,88
600.448.681.481,47
Lain-lain
Penerimaan
Yang Sah
225.303.437.415,08
297.636.969.872,72
385.686.246.572,17
JUMLAH
PENDAPATAN
1.267.111.563.632,1
2
1.414.238.503.916,6
2
1.632.990.591.739,3
7
Dana
Perimbangan
Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur DIY 20032008.
Dari 4 BUMD yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PAD, yakni Bank
Pembangunan Daerah (BPD) DIY sekitar Rp 20 miliar. Selanjutnya PD Tarumartani
hampi Rp 1 miliar dan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) Rp 1 miliar. Sedang PT
Anindya sejak 2006 lalu belum memberikan kontribusi. Dikemukakan, total PAD DIY
pada 2010 sebelum dilakukan audit sebesar Rp 760 miliar. Dengan rincian PAD dari
unsur pajak daerah Rp 634 miliar, retribusi daerah Rp 32,8 miliar, bagian laba usaha
daerah Rp 26,3 miliar dan penerimaan lain-lain PAD yang sah Rp 66,4 miliar.
Menurut Bambang (2011) , BUMD ke depan mutlak dibutuhkan untuk menjadi
penyumbang PAD yang paling dominan di luar pajak. Saat ini pemprov melihat ada
beberapa peluang usaha yang bisa dijadikan BUMD. Seperti pengolahan minyak kayu
putih yang sekarang masih berbentuk UPT, juga Bus Trans Jogja. Tapi itu baru
wacana, Minyak kayu putih hasilnya cukup memadai dan ada keuntungannya. Jika
dikembangkan dalam konteks perusahaan, harapannya secara kualitas bisa
ditingkatkan. Hutan rakyat penanaman pohon kayu putihnya juga bisa lebih luas.
Pemprov DIY akan mendorong BUMD yang ada agar pengelolaannya lebih
profesional. Selain itu agar BUMD bisa lebih berkembang, beberapa perda ke depan
perlu disesuaikan. Misalnya Perda Tarumartani yang mengatur segala pengembangan
usaha tetap harus dilakukan sesuai core-nya (tembakau). Sebaiknya sepanjang tidak
menghilangkan status Tarumartani sebagai cagar budaya pabrik cerutu tua, izinkan
untuk melirik bidang usaha lain yang bisa ditangani.
Kenyataan ini menarik untuk dikaji, mengingat hampir semua propinsi atau
kabupaten di Indonesia memiliki BUMD. Tetapi seringkali diberitakan melalui media
massa bahwa BUMD pada umumnya menghadapi berbagai kendala klasik dalam
pengoperasiannya seperti masalah modal, sistem manajemen dan sumber daya manusia.
Berkaitan dengan kebijakan otonomi yang mulai berjalan bulan Januari 2001, BUMD
memiliki peran yang diharapkan dapat menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Peran itu tidak mudah terwujud karena Badan-Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) apalagi BUMD, selama ini dikelola dalam iklim birokrasi, tidak efisien dan
kurang profesional. Melihat berbagai persoalan BUMD ini, dalam rangka otonomi,
sangat relevan dibahas mengingat kebutuhan daerah akan sumber-sumber daya
keuangan yang mampu menunjang peningkatan PAD sangat mendesak.
Masalah umum yang dihadapi oleh BUMD adalah masih rendahnya penerimaan
laba dan kurangnya manajamen yang baik sehingga menyebabkan rendahnya
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta.
Berdasarkan kepada uraian telah dikemukakan di atas dan menyadari pentingnya
penerimaan pajak dari sektor perhotelan tersebut dalam meningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kota Yogyakarta, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini
dengan judul ; Peranan Badan Usaha Milik Daerah Dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian yang timbul adalah sebagai berikut :
A.
B.
1.3
Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
A. Untuk mengetahui peranan BUMD dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kota Yogyakarta.
B. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi BUMD terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kota Yogyakarta.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
berpikir dalam menganalisa fenomena-fenomena yang terjadi dalam lingkup
pemerintahan daerah melalui penerepan teori-teori yang diperoleh selama masa
kuliah.
2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal pengelolaan
keuangan daerah yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan prioritas dan
preferensi daerah.
3. Bagi Fakultas Ilmu Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Jakarta ,
penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan sebagai bahan kajian
dan perbandingan bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah
keuangan daerah.
4. Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah wawasan khususnya mengenai
keuangan daerah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah.
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Seluruh pendapatan
daerah yang dianggarkan dalam APBD dianggarkan secara bruto, yang mempunyai
makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan
belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau
dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.
Menurut Kadjatmiko dalam Halim (2004: 194), dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas
desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax
assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer). Pendapatan daerah terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah.
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Samsubar Saleh (2003) pendapatan daerah merupakan suatu komponen
yang sangat menentukan berhasil tidaknya kemandirian pemerintah Kabupaten/Kota
dalam rangka otonomi daerah saat ini. Salah satu komponen yang sangat diperhatikan
dalam menentukan tingkat kemandirian daerah dalam rangka otonomi daerah adalah
sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Guritno Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa pada umumnya
penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pada
umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan
pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal
dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun
pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri.
PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam
wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Terdapat dua unsur
penting dari konsep PAD yaitu potensi asli daerah dan pengelolaannya sepenuhnya oleh
daerah. Dalam konteks pembiayaan pembangunan daerah, potensi asli daerah adalah
seluruh sumber daya daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga
memberi nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan
pembangunan daerah. Sedangkan pengelolaan sepenuhnya oleh daerah adalah
penyerahan seluruh hasil pengelolaan sumber daya tersebut kepada daerah yang
bersangkutan (Suhanda, 2007). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Pasal 79 disebutkan bahwa PAD terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan dan lainlain pendapatan asli daerah yang dipisahkan. Pasal 3 UU Nomor 33 Tahun 2004 PAD
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Pajak Hiburan.
Pajak Reklame.
Pajak Penerangan Jalan.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pajak Parkir.
Pajak Air Tanah.
Pajak Sarang Burung Walet.
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2) Retribusi daerah
Pengertian retribusi daerah dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan. Menurut Halim (2004: 67), retribusi daerah merupakan pendapatan daerah
yang berasal dari retribusi daerah. Menurut Kaho dalam Syahputra (2010), secara
umum keunggulan utama sektor retribusi atas sektor pajak adalah karena pemungutan
retribusi berdasarkan kontraprestasi, di mana tidak ditentukan secara limitatif seperti
halnya sektor pajak. Pembatas utama bagi sektor retribusi adalah terletak pada ada
tidaknya jasa yang disediakan pemerintah daerah. Daerah Kabupaten/Kota diberi
peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan
jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Pasal 108 UU Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan objek retribusi terdiri dari:
a. Jasa Umum
Kriteria retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi
jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu.
Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi
atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani
kepentingan dan kemanfaatan umum, jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya,
dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang potensial dan pemungutan retribusi memungkinkan
penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis retribusi jasa umum dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 110 adalah retribusi
pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan,retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, retribusi
pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi
penyediaan dan/atau penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi
pelayanan tera/tera ulang, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian
menara telekomunikasi. Jenis retribusi tidak dipungut apabila potensi penerimaannya
c.
Bentuk-bentuk BUMD :
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
PT Bank Jateng
PT Bank DKI
PT Bank Mestika Medan
PERUMDA
PERSERODA
Perseroan Terbatas ( PT )
d. Kinerja BUMD
Yang dimaksud kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari
fungsi-fungsi pekerjaan tertentu selama kurun waktu tertentu (Sedarmayanti).
Kinerja BUMD dimaksudkan sebagai kesehatan perusahaan/badan usaha dalam
rangka kemampuannya untuk :
e. Bentuk-bentuk BUMN :
2.1.5.
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang yang
ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti komisaris dan
direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas pengurusan persero
baik di dalam maupun diluar pengadilan. Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan
okeh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja
persero itu, dan melaporkannya pada RUPS.
Persero terbuka sesuai kebijakan pemerintah tentang privatisasi. Privatisasi adalah
penjualan sebagian atau seluruh saham persero kepada pihak lain untuk peningkatan
kualitas. Persero yang diprivatisasi adalah yang unsur usahanya kompetitif dan
teknologinya cepat berubah. Persero yang tidak bisa diubah ialah :
Persero yang bergerak di bidang Sumber Daya Alam yang secara tegas dilarang
diprivatisasi oleh UU
2.2
Penelitian Terdahulu
3.
Kerangka Pemikiran
Laba BUMD
Kiat-kiat yang mungkin dipertimbangkan oleh BUMD, dengan menggunakan pendekatan SDM sebagai keunggulan kompe
3.2
Model Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memakai persamaan variabel yaitu :
PAD=1 LBUMD+ 0 +
PAD=f (LBUMD)
Keterangan :
a0 , 1 =Constanta
LBUMD = Laba BUMD
PAD
4.
= Eror
Hipotesis
H0
5.
H1
: 0 Jika
H0
ditolak, maka
H1
diterima
H0
H1
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com
www.bps.go.id
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur DIY
2003-2008.
Saleh, Sasumbar. 2003. Pengertian Pendapatan Daerah.
Mangkosubroto, Guritno. 1997. Penerimaan Pemerintah Untuk Membiayai
Pengeluaran Pemerintah.
Suhanda. 2007. Pengelolaan Sumber Daya Daerah.
5) Para Dosen dan seluruh staff FEB Syahida yang membantu dalam proses belajar
mengajar selama perkuliahan, yang telah membantu dalam memberikan ilmu
yang dimiliki dan arahannya kepada penulis selama penulis mengikuti
pendidikan.