PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. 1
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan
faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK,
semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. 2 PPOK
sering kali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama.
Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhannya (khususnya sesak dan
penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya.1
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara
di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada
individu usia > 45 tahun. Untuk Indonesia, penelitian COPD working group tahun 2002
di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar
5,6%. Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan
usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun
sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan
polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.3 Berdasarkan
hasil penelitian prevalens PPOK meningkat dari tahun ke tahun, dari sekitar 6% di
periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di periode tahun 2000-2007. Penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
di seluruh dunia. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK
sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).2
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batukbatuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi,
1
berhenti merokok, obat obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, Nutrisi.
Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor polmunale.4
Dari pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk membuat referat tentang
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik ini untuk mengetahui
secara umum tentang penyakit ini dan dapat belajar mendiagnosis serta memberikan
penatalaksanaan yang tepat.
BAB II
Diagnosis PPOK
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.1
Asap rokok
Asap kompor
Polusi di luar ruangan
Debu jalanan
3. Gen
Factor resiko genetik yang paling sering terjadi adalah -1 antitrypsin sebagai
inhibitor dari protease serin.
2.2 Klasifikasi 2
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat :
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang
tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
3
Gejala
Keterangan
Sesak
Batuk Kronik
Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
5
2.
3.
4.
Kelihatan lelah
5.
Obesitas
Sesak nafas
2.
3.
Kelelahan
4.
5.
Cachexia
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
1.
2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
3.
Ekspirasi memanjang
4.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
(%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75
%
7
Normal
Hyperinflation
10
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).
2.4 Diagnosa Banding
BAB III
Penatalaksanaan PPOK
11
Edukasi
2.
Berhenti merokok
3.
Obat obatan
4.
Rehabilitasi
5.
Terapi oksigen
6.
Ventilasi mekanis
7.
Nutrisi
5.
Edukasi
Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
6.
a.
b.
c.
d.
Menghindari pencetus
Berhenti merokok
12
Obat obatan
Bronkodilator
Macam macam bronkodilator ;
Golongan antikolinergik
Digunakan
pada
derajat
ringan
sampai
berat,
disamping
13
Golongan xantin
amoksisilin
dikombinasikan
dengan
asam
klavulanat,
14
Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
8.
Rehabilitasi PPOK 4
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap
latihan dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yan tlah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun
9.
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
a. Manfaat Oksigen :
1.
Mengurangi sesak
2.
Memperbaiki aktivitas
3.
4.
Mengurangi vasokontriksi
5.
Mengurangi hematokrit
6.
7.
15
b. Indikasi :
1.
2.
2.
3.
4.
kronik
dan
hiperkapnia
menyebabkan
terjadinya
16
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
1.
2.
3.
Antropometri
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK,
baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Kira
kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan
baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.
12. Terapi Pembedahan 1,4
Bertujuan untuk :
a.
b.
c.
d.
17
Sesak bertambah
18
3.3 Komplikasi4
1. Gagal napas
a.
19
Pencegahan 4
-
3.4 Prognosis
Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik, dengan
catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat disinggirkan, maka
penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi juga perjalanan penyakitnya
akan melaju terus menerus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka
makin jelek prognosis penderita. Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya
elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara irreversible dan semakin tebalnya
mukosa saluran pernapasan. Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan
pernapasan, maka sebab kematian yang lain adalah karena salah satu atau lebih
komplikasi yang dapat timbul setiap saat.
20
BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Di Indonesia
diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat
dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau
mantan rokok. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat yaitu Derajat I: PPOK ringan dengan atau tanpa
gejala klinis (batuk produksi sputum). Derajat II: PPOK sedang semakin memburuknya
hambatan aliran udara disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Derajat III:
PPOK berat ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk . Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. Derajat IV: PPOK
sangat berat keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat prediksi ditambah dengan
adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. Diagnosa PPOK dari anamnesa
pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang faal paru, pemeriksaan darah, dan
pemeriksaaan radiologi. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi,
berhenti merokok, obat obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, Nutrisi.
Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor polmunale. Prognosis semakin
lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal ini di akibatkan
sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara
irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA
21
1.
Medscape and reference drugs deseases & produceres, 2012. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview
2.
3.
4.
5.
http://www.daynightclinic.com/COPD.aspx
22