Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. 1
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan
faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK,
semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. 2 PPOK
sering kali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama.
Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhannya (khususnya sesak dan
penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya.1
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara
di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada
individu usia > 45 tahun. Untuk Indonesia, penelitian COPD working group tahun 2002
di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar
5,6%. Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan
usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun
sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan
polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.3 Berdasarkan
hasil penelitian prevalens PPOK meningkat dari tahun ke tahun, dari sekitar 6% di
periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di periode tahun 2000-2007. Penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
di seluruh dunia. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK
sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).2
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batukbatuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi,
1

berhenti merokok, obat obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, Nutrisi.
Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor polmunale.4
Dari pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk membuat referat tentang
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik ini untuk mengetahui
secara umum tentang penyakit ini dan dapat belajar mendiagnosis serta memberikan
penatalaksanaan yang tepat.

BAB II
Diagnosis PPOK
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.1

2.1 Faktor Risiko 2


1. Asap rokok
2. Polusi udara
Polusi di dalam ruangan

Asap rokok

Asap kompor
Polusi di luar ruangan

Gas buang kendaraan bermotor

Debu jalanan

Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)

3. Gen
Factor resiko genetik yang paling sering terjadi adalah -1 antitrypsin sebagai
inhibitor dari protease serin.
2.2 Klasifikasi 2
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat :
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang
tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
3

2. Derajat II: PPOK sedang


Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1
< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.
3. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk
(VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1:
2.3 Diagnosis 2
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan
yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul
tanda dan gejala seperti pada tabel berikut :

Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK


4

Gejala

Keterangan

Sesak

Progresif (sesak bertambah berat


seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa perlu usaha
untuk bernapas
Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik

Hilang timbul dan mungkin tidak


berdahak

Batuk kronik berdahak

Setiap batuk kronik berdahak dapat


mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan factor resiko

Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
5

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi


b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher
dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Gejala bronchitis (Blue Bloater)


1.

Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk


dengan aktivitas ringan

2.

Batuk berdahak terutama pada pagi hari

3.

Mengi ketika saat bernafas


6

4.

Kelihatan lelah

5.

Obesitas

Gejala Emfisema (pink puffer)


1.

Sesak nafas

2.

Batuk dengan atau tanpa


dahak

3.

Kelelahan

4.

Penurunan berat badan

5.

Cachexia

Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
1.

Suara napas vesikuler normal, atau melemah

2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
3.

Ekspirasi memanjang

4.

Bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
(%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75
%
7

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai


beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau
APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)

Pada bronkitis kronik :


- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa


bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru
yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan
cortakan ke distal.

Normal

Hyperinflation

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

c. Uji provokasi bronkus


Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
9

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison


atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada
PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsin

10

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).
2.4 Diagnosa Banding

BAB III
Penatalaksanaan PPOK
11

3.1 Penatalaksanaan PPOK


Tujuan dari manajemen PPOK adalah untuk meningkatkan status fungsional pasien
dan kualitas hidup dengan menjaga fungsi paru-paru yang optimal, menurunkan gejala,
menurunkan kematian,mencegah dan menangani komplikasi dan mencegah kekambuhan
eksaserbasi. Setelah diagnosis PPOK ditegakkan, penting untuk memberitahu pasien
tentang penyakit dan untuk mendorong partisipasi aktif dalam terapi.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1.

Edukasi

2.

Berhenti merokok

3.

Obat obatan

4.

Rehabilitasi

5.

Terapi oksigen

6.

Ventilasi mekanis

7.

Nutrisi

5.

Edukasi
Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

6.

a.

Pengetahuan dasar tentang PPOK

b.

Obat obatan, manfaat dan efek sampingnya

c.

Cara pencegahan perburukan penyakit

d.

Menghindari pencetus

Berhenti merokok

12

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif


dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit.
7.

Obat obatan
Bronkodilator
Macam macam bronkodilator ;
Golongan antikolinergik

Digunakan

pada

derajat

ringan

sampai

berat,

disamping

bronkodilator juga mengurangi sekresi mucus.


Golongan agonis -2

Bentuk inhaler digunakan untuk menatasi sesak, peningkatan


jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebaai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis -2

Kombinasi kedua obat golongan ini akan memperkuat efek


bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mudah digunakan.

13

Golongan xantin

Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak, bentuk


suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.
Antibiotic
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk
lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua
diberikan

amoksisilin

dikombinasikan

dengan

asam

klavulanat,

sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.


Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian jangka panjang.

14

Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
8.

Rehabilitasi PPOK 4
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap
latihan dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yan tlah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun

9.

Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
a. Manfaat Oksigen :
1.

Mengurangi sesak

2.

Memperbaiki aktivitas

3.

Mengurangi hipertensi pulmoner

4.

Mengurangi vasokontriksi

5.

Mengurangi hematokrit

6.

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

7.

Meningkatkan kualitas hidup

15

b. Indikasi :
1.

Pa02 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %

2.

PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai


korpulmonale, perubahan P pumonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, dan penyakit paru.

c. Macam terapi oksigen :.


1.

Pemberian oksigen jangka panjang

2.

Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

3.

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

4.

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

10. Ventilasi Mekanik


Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi
atau tanpa intubasi..
11. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia

kronik

dan

hiperkapnia

menyebabkan

terjadinya

hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK


karena berkolaborasi dengan derajat penurunan faal paru dan perubahan
analisis gas darah.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi

16

terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
1.

Penurunan berat badan

2.

Kadar albumin darah

3.

Antropometri

Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK,
baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Kira
kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan
baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.
12. Terapi Pembedahan 1,4
Bertujuan untuk :
a.

Memperbaiki faal paru

b.

Memperbaiki mekanik paru

c.

Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi

d.

Memperbaiki kualitas hidup

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :


a. Bulektomi
b. Bedah reduki volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery
c. Transplantasi paru

17

3.2 Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi sebelunya.
Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau factor lainnya seperti polusi udara, kelelahan,
atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :

Sesak bertambah

Produksi sputum meningkat

Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)

a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator


nebulizer, oksigen selama aktivitas dan tidur, mukolitik, ekspektoran.
b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

18

3.3 Komplikasi4
1. Gagal napas
a.

Gagal napas kronik


Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
1. Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
2. Bronkodilator adekuat
3. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
4. Antioksidan
5. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik


1. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
2. Sputum bertambah dan purulen
3. Demam
4. Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor polmunale
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan.

19

Pencegahan 4
-

Hindari asap rokok

Hindari polusi udara

Hindari infeksi saluran napas berulang

3.4 Prognosis
Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik, dengan
catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat disinggirkan, maka
penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi juga perjalanan penyakitnya
akan melaju terus menerus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka
makin jelek prognosis penderita. Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya
elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara irreversible dan semakin tebalnya
mukosa saluran pernapasan. Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan
pernapasan, maka sebab kematian yang lain adalah karena salah satu atau lebih
komplikasi yang dapat timbul setiap saat.

20

BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Di Indonesia
diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat
dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau
mantan rokok. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat yaitu Derajat I: PPOK ringan dengan atau tanpa
gejala klinis (batuk produksi sputum). Derajat II: PPOK sedang semakin memburuknya
hambatan aliran udara disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Derajat III:
PPOK berat ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk . Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. Derajat IV: PPOK
sangat berat keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat prediksi ditambah dengan
adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. Diagnosa PPOK dari anamnesa
pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang faal paru, pemeriksaan darah, dan
pemeriksaaan radiologi. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi,
berhenti merokok, obat obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, Nutrisi.
Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor polmunale. Prognosis semakin
lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal ini di akibatkan
sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara
irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA
21

1.

Medscape and reference drugs deseases & produceres, 2012. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview

2.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011.Penyakit Paru Obstruksif


Kronik. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.

3.

Danusantoso Halim,2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.Jakarta

4.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruksif


Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Diindonesia. Jakarta.

5.

http://www.daynightclinic.com/COPD.aspx

22

Anda mungkin juga menyukai