CIRCULATORY SHOCK
Disusun untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik bagian Anastesi di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Disusun oleh:
Estu Septiyanto (01.211.6382)
Insania Chusna Arifah (01.211.6416)
Pembimbing:
dr. Said Shofwan., Sp.An
HALAMAN PENGESAHAN
NAMA
: KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS
BIDANG PENDIDIKAN
: ANESTESI
PEMBIMBING
Juli 2015
Pembimbing,
DAFTAR MASALAH
No
1
Masalah aktif
G4P3A0
Tanggal
10/07/15
Keterangan
No
Masalah pasif
Tanggal
Keterangan
GEMELLI
BAB 1
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Status
No RM
Tanggal masuk
Perawatan
Pasien bangsal
: 32 th
: Katolik
: Ibu Rumah Tangga
: Menikah
: 01-25-6065
: 10 Juli 2015
: Hari ke-2
: Baitun Nisa II
2. Keluhan Utama
Pasien G4P3A0 hamil 37 minggu dengan Gemelli dan MOW
2.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G4P3A0 usia 32 tahun hamil 37 minggu. Janin 2 hidup
intrauterin presentasi kepala, mengeluhkan tidak ada kontraksi rahim,
keluar cairan (lendir dan darah) dari jalan lahir (+), terasa gerakan
janin (+) ada tanda-tanda persalinan.
2.2. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi
2. Riwayat penyakit jantung
3. Riwayat penyakit paru
4. Riwayat DM
5. Riwayat stroke
6. Riwayat kejang
7. Riwayat penyakit maag
8. Riwayat alergi obat
9. Riwayat sakit di ginjal
10. Riwayat abortus
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit paru
Riwayat DM
Riwayat stroke
Riwayat kejang
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
3.
Persiapan Pre Operasi
3.1 Anamnesis (11 Juli 2015)
A (Allergy)
: Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan
M (Medication)
P (Past Illnes)
L (Last meal)
dan penyakit
: (-)
: Riwayat DM (-), HT (-), Asma (-)
: Puasa mulai pukul 00.00 WIB (7 jam sebelum
E (Environment)
operasi)
: G4P3A0 hamil 37 minggu, janin 2 hidup
intrauterine presentasi kepala dengan Gemelli
TD
Nadi
RR
SaO2
Suhu
TB
BB
Jantung
Paru
Mulut, gigi dan jalan nafas
Ekstremitas
Lain lain
: 110/70 mmHg
: 80 x/menit
: 20x/menit
: 100 %
: 36 oC
: 155 cm
: 65 Kg
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
DJJ I + 12-11-12
DJJ II+ 11-11-11
3.3.
Pemeriksaan Penunjang (10 juli 2015)
HEMATOLOGI
1. Darah rutin (WB EDTA)
2. Leukosit
: 6,4 103/uL
3. Eritrosit
: 3,76 103/uL (L)
4. Hemoglobin
: 10,4 g/dL (L)
5. Hematocrit
: 32 % (L)
6. Trombosit
: 240 103 /u (L)
7. APTT
: 26,6 detik
8. PTT
: 10,6 detik
9. Golongan Darah
: B Rh +
Nilai Normal
3,6-11 103/uL
3,8-5,2 103/uL
11,7-15,5 g/dL
33-45 %
150-440 103 /uL
25 35 detik
9,9 11,6 detik
: 68 mg/dL
: 138,8 mmol/l
: 4,15 mmol/l
: 110,2 mmol/l
75-110 mg/dL
135 147 mmol/l
3,5 5 mmol/l
95 105 mmol/l
Post operasi
Bromage Score :
Recovery Room
Masuk jam
Pulang jam
: 09.40 WIB
: 10.00 WIB
Keadaan Umum
: Baik
Respon Kesadaran
: Terjaga
Status mental
: Sadar penuh
Jalan nafas
: Nasal
Pernafasan
: Teratur
Terapi Oksigen
: Nasal Canul
Kulit
: Kering
Posisi Pasien
Nadi
: Teratur
Infus
: RL
Tanda Vital
TD
Nadi
RR
SaO2
TB
BB
: 120/80 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 100 %
: 155 cm
: 65 Kg
: RL 20 tpm
Boleh langsung minum, atau makan sedikit - sedikit jika tidak mual
muntah
Bila muntah berikan inj. Ondansetron 4 mg iv
Bila TD 100 mmHg (systole), beri :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anestesi Spinal
I.1 Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok
intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik
lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3L4 atau L4-L5.
I.2 Mekanisme Kerja Anestesi Regional
Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana
tempat kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah
meradang tidak akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena
meningkatnya keasaman jaringan yang mengalami peradangan sehingga akan
menurunkan aktifitas dari zat anestesi lokal (pH sekitar 5).
Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf,
efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial
aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada
permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada
membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal
Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive
Na+ channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf,
maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan
peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor
pengaman (safety factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini
akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan
dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf. Ada kemungkinan
zat anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang
merupakan membran sel saraf, sehingga terjadi penutupan saluran (channel)
pada membran tersebut sehingga gerakan ion (ionik shift) melalui membran
akan terhambat. Zat anestesi lokal akan menghambat perpindahan natrium
dengan aksi ganda pada membran sel berupa :
blok. Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat
anestesi lokal terletak di dalam saluran natrium.
2. Ekspansi membran.
Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat
dengan reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan
oleh zat non-polar lemak misalnya barbiturat, anestesi umum dan
benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat anestesi lokal pertama kali
harus dapat menembus jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang
diperlukan untuk melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk
kation yang bergabung dengan reseptor di membran sel yang mencegah
timbulnya potensial aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat anestesi
spinal pertama kali harus menembus jaringan sekitarnya.
I.3 Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan
anestesi spinal adalah sebagai berikut :
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga supaya tulang
belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar processus
spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5.
Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
10
11
6. eluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter.
7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa 6cm.
I.4 Indikasi Anestesi Spinal
Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk
pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah
papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua
operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki.
I.5 Kontraindikasi
Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada tempat
suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui, koagulopati,
dan peningkatan tekanan intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor
cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan
(misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama
operasi yang tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, jika pasien mendapat
terapi antibiotik dan tanda-tanda vital stabil, anestesi spinal dapat
dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus
memeriksa kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi, yang
dapat meningkatkan risiko meningitis.
Syok hipovolemia pra operatif dapat meningkatkan risiko hipotensi setelah
pemberian anestesi spinal. Tekanan intrakranial yang tinggi juga dapat
meningkatkan risiko herniasi uncus ketika cairan serebrospinal keluar melalui
jarum, jika tekanan intrakranial meningkat. Setelah injeksi anestesi spinal,
herniasi otak dapat terjadi.
Kelainan koagulasi dapat meningkatkan resiko pembentukan hematoma,
hal ini penting untuk menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan operasi sebelum melakukan induksi anestesi spinal. Jika durasi
operasi tidak diketahui, anestesi spinal yang diberikan mungkin tidak cukup
panjang untuk menyelesaikan operasi dengan mengetahui durasi operasi
membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan,
penambahan terapi spinal seperti epinefrin dan apakah kateter spinal akan
diperlukan.
12
13
blok spinal total dengan anestesi dan paralisis seluruh tubuh. Pada
kasus demikian, kita harus melakukan intubasi dan melakukan
ventilasi paru, serta berikan penanganan seperti pada hipotensi berat.
Dengan cara ini, biasanya blok spinal total dapat diatasi dalam 2 jam.
2. Bradikardia
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau
karena blok simpatis. Jika denyut jantung di bawah 65 kali per menit,
berikan atropin 0,5 mg intravena.
3. Sakit Kepala
Sakit kepala pasca operasi merupakan salah satu komplikasi
anestesi spinal yang sering terjadi. Sakit kepala akibat anestesi spinal
biasanya akan memburuk bila pasien duduk atau berdiri dan hilang bila
pasien berbaring. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal atau
oksipital dan tidak ada hubungannya dengan kekakuan leher. Hal ini
disebabkan oleh hilangnya cairan serebrospinal dari otak melalui
pungsi dura, makin besar lubang, makin besar kemungkinan terjadinya
sakit kepala. Ini dapat dicegah dengan membiarkan pasien berbaring
secara datar (boleh menggunakan satu bantal) selama 24 jam.
4. Komplikasi Respirasi
a) Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,
bila fungsi paru-paru normal.
b) Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk
blok spinal tinggi.
c) Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi
atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
d) Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,
merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu
segera ditangani dengan pernafasan buatan.
5. Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis
berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi
lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada
14
perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam
pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua
lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.
II. Obat-Obat Anestesi Spinal
1. Bupivakain
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai
berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride.
Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali
lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa
oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara
komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan
kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris
menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan
pasca bedah. Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik
maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk
operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya
menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg,
sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume
2-4 ml dan total dosis 15-22,5 mg.
Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah
kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan
bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari
bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade
motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain.
Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain
karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein.
Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan
memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang
ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih,
sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek
analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375 % merupakan obat
terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih
tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25
- 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %.
Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3
4 mg / kgBB.
15
2.
KLONIDIN
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis 2 yang digunakan untuk
obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek
kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat 2 agonis lain juga
mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek
anestesi dari pemberian secara oral (3-5g/kg), intramuscular (2g/kg),
intravena (1-3g/kg), transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150g)
dan epidural (1-2g/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum klonidin
menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi (menurunkan MAC) dan
memberikan efek sedasi dan anxiolisis.
Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan stabilitias
sirkulasi intraoperatif dengan menurunkan tingkatan katekolamin. Selama
anestesi regional, termasuk peripheral nerve block, klonidin akan
meningkatkan durasi dari blokade. Efek langsung pada medula spinalis
mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik 2 dengan ramus dorsalis.
Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya
postoperative shivering, inhibisi dari kekakuan otot akibat obat opioid, gejala
withdrawal dari opioid, dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis.
Efek samping dapat berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan
mulut kering. Klonidin adalah agonis alfa2-adrenergik parsial selektif yang
bekerja secara sentral yang bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui
kemampuannya untuk menurunkan keluaran sistem saraf simpatis dari sistem
saraf pusat. Obat ini telah terbukti efektif digunakan pada pasien dengan
hipertensi berat atau penyakit renin-dependen. Dosis dewasa yang biasa
digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg. Ketersediaan klonidin transdermal
ditujukan untuk pemberian secara mingguan pada pasien bedah yang tidak
dapat diberikan obat per oral.
3. EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang
secara alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin
mempunyai gugus OH pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan
dalam efek secara langsung pada sel efektor.
Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor , 1, 2. Efek
pada 1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase.
Efek pada 1 dan 2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat.
Efek 1 berupa takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada
16
baroreseptor karena efek peningkatan TD. Efek perifer efedrin melalui kerja
langsung dan melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya
mendasari timbulnya takifilaksis (pemberian efedrin yang terus menerus
dalam jangka waktu singkat akan menimbulkan efek yang makin lemah
karena semakin sedikitnya sumber NE yang dapat dilepas, efek yang menurun
ini disebut takifilaksis terhadap efek perifernya. Hanya I-efedrin dan efedrin
rasemik yang digunakan dalam klinik.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik
dan mendesak NE keluar. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek
Epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik
meningkat juga biasanya tekanan diastolik, sehingga tekanan nadi membesar.
Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi
terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi
jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat
reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal
dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, otak dan otot rekat.
Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak
nyata pada efedrin.
4. EPINEFRIN (ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh
bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh
neuron-neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin
merupakan stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf
simpatis, dan stimulan jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut
jantung dan meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikogenolisis, dan
mengeluarkan efek metabolik lain.
Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai
respon terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain. Preparat
sintetik epineprine bentuk levorotatori digunakan sebagai vasokonstriktor
topikal, stimulan jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan secara intranasal,
intraoral, parenteral, atau inhalasi. Sedangkan norephineprin (noradrenalin)
adalah suatu katekolamin alamiah atau neurohormon yang dilepaskan oleh
saraf adrenergik pasca ganglion dan beberapa saraf otak, juga diekskresi oleh
medula adrenal sebagai respon terhadap rangsangan splanchnicus dan
disimpan dalam granul kromafin.
Norephineprin merupakan neurotransmiter utama yang bekerja pada
reseptor adrenergik - dan 1. Norephineprine merupakan vasopressor kuat
17
dan biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan
stres. Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya dalam bentuk
garam bitartat.
5. FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika
digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM
(intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang
disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan
menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol
rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk
pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa
sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem
syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan
tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak.
Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan
dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat
(CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang
analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60
menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi
Fentanyl 12,5 g menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih
rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggimeningkatkan kejadian
efek samping.
III.
Efedrin
Efedrin (ephedrine) merupakan simpatomimetik yang didapat dari
tanaman genus Ephedra (misalnya Ephedra vulgaris) dan telah digunakan luas
di Cina dan India Timur sejak 5000 tahun yang lalu. Pengobatan tradisional
Cina menyebut efedrin dengan nama Ma huang. Efedrin mempunyai rumus
molekul C10H15NO dan nama lainnya
adalah -hydroxy-methylaminopropylbenzene. Rumus bangun efedrin adalah sebagai berikut:
18
19
20
22
2) Brakikardi
3) Sakit kepala spinal (pasca pungsi)
4) Menggigil
5) Mual-muntah
6) Depresi nafas
7) Total spinal
8) Sequelae neurologic
9) Penurunan tekanan intrakranial
10) Meningitis
11) Retensi urine
23
BAB III
PEMBAHASAN
Anestesi spinal memberikan blokade sensorik dan motorik simetris, cepat serta
mendalam pada pasien yang melahirkan secara sectio caesaria. Efek yang paling
sering dan serius dari penggunaan anestesi spinal pada persalinan sesar adalah
hipotensi, dengan insidensi kasus yang dilaporkan lebih dari 80 %.
Efedrin telah banyak digunakan dalam praktek kedokteran termasuk dalam
bidang Anestesi. Efedrin bekerja pada reseptor dan , termasuk 1, 2, 1 dan
2, baik bekerja langsung ataupun tidak langsung. Efek tidak langsung yaitu
dengan merangsang pelepasan noradrenalin. Efedrin 25 mg sampai 50 mg
intramuskular atau subkutan bisa digunakan untuk mengatasi keadaan hipotensi,
25 mg per oral sekali sehari untuk mengatasi hipotensi ortostatik, juga sebagai
bronkodilator dan dekongestan.
Penggunaan efedrin di bidang anestesi banyak dilakukan pada kasus
hipotensi akibat regional anestesi, baik oleh karena spinal ataupun epidural
anestesi. Pemberian efedrin 10-25 mg iv pada orang dewasa sebagai pilihan
simpatomimetik mengatasi blokade susunan saraf simpatis yang disebabkan
anestesi regional ataupun untuk mengatasi efek hipotensi yang disebabkan obatobat anestesi. Pemberian secara intravena mungkin lebih efektif dan terkontrol,
meskipun menggunakan dosis dalam jumlah yang besar (tinggi) dan insidensi dari
hipotensi masih tinggi dalam beberapa penelitian.
24
1. Pre Operatif
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk
dilakukan persiapan pre operasi terlebih dahulu untuk mengurangi
terjadinya
kecelakaan
anestesi.
Kunjungan
ini
bertujuan
untuk
kejadian
salah
identitas
dan
salah
operasi.
25
hemoglobin,
elektrokardiogram,
urinalisis,
dan
foto
serum
polos
elekrolit,
toraks
pada
tes
koagulasi,
semua
pasien.
Klasifikasi status fisik ASA bukan alat perkiraan risiko anestesi, karena
efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping
pembedahan. Penilaian ASA diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori
26
anestesi,
terutama
teknik
monitoring.
psikiatri.
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
KelasV
dalam
24
jam,
dengan
atau
tanpa
pembedahan.
Kelas E
Masukan Oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi
isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko
utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko
27
28
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anesthesia diantaranya:
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anesthesia
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi reflek yang membahayakan
Pada pasien ini diberikan obat premedikasi berupa inj. Ondansetron
4mg/ml. Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif
yang dapat menekan mual dan muntah.
2. Durante Operasi
Pemakaian Obat Anestesi
Pada kasus ini induksi anestesi menggunakan Bupivacaine HCL
yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional
bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu
dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer
jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat dibanding lidokain,
tetapi lama kerja 8 jam. Setelah itu posisi pasien dalam keadaan terlentang
(supine).
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan
kepala menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari
perpotongan garis yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang
punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan
29
Terapi Cairan
30
yang
paling
sedikit
pada
komposisi
cairan
ekstraseluler
31
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
10
Juni
2015.
Available
from:
http://www.proceduresconsult.com/medical-procedures/spinal-anesthesia6.
subarachnoid-block-AN-procedure.aspx
Mangku Gde, Senapathi Agung Gde Tjokorda. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi, Indeks Jakarta: Jakarta. 2010
32