Anda di halaman 1dari 12

Konjungtivitis Vernal ODS

Fina Agustiani Liaw


102013081
Alamat Korespondesi :Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6,
Jakarta 11510.Telephone : ( 021 ) 5694-2061 (hunthing). Fax : (021) 563-17321.
Email: finagustianiliaw@gmail.com

Pendahuluan
Kelaianan pada mata merupakan jenis kelaian yang sering timbul dan seringkali
dikeluhkan oleh pasien. Sebab mata merupakan organ tubuh yang sangat penting, sebab tanpa
adanya mata maka segala sesuatu aktifitas akan menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu
diperlukan perhatian khusus terhadap kesehatan mata. Kelaian-kelaian yang seringkali
dikeluhkan oleh pasien yakni mata merah, mata gatal, mata berair, nyeri pada mata, serta
berbagai keluhan lain yang ada. Namun pada pembahasan ini akan dibahas lebih rinci
mengenai konjungtivitis, sesuai dengan kasus yang ada mengenai keluhan mata merah pada
kedua mata serta adanya riwayat alergi terhadap udara panas dan debu.
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses
infeksi, iritasi fisik, atau respons alergi. 1-5 Pada kejadian inflamasi, konjungtiva menjadi
merah, bengkak dan nyeri ditekan. Konjungtivitis viral sering di sebabkan oleh infeksi
adenovirus. Konjuntivitis bakteri dan viral sangat menular. Konjungtivitis alergi terjadi
sebagai bagian dari reaksi inflamasi terhadap allergen lingkungan. Stimulasi fisik oleh benda
asing di mata juga akan mengiritasi dan menginflamasi konjungtiva sehingga menyebabkan
inflamasi dan nyeri.
Skenario
Seorang laki-laki usia 11 tahun, dibawa oleh kedua orangtuanya, ke rumah sakit
dengan keluhan utama gatal pada kedua mata sejak 1 hari yang lalu.

1 | Page

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai gejala, keadaan pasien, serta
kemungkinan jenis penyakit yang diderita. Pada anamnesis umumnya dilakukan dengan
memberikan beberapa pertanyaan yang dapat menyingkirkan differential diagnosis dan
mengambil sebuah working diagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan ke
pasien atau keluarga pasien umumnya : 2

Menanyakan identitas pasien secara lengkap


Menanyakan keluhan yang membuat pasien datang ke dokter
Menanyakan gejala-gejala lain yang timbul bersamaan dengan keluhan utama
Menanyakan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan
Menanyakan obat-obatan yang telah dikonsumsi bila ada, efek yang ditimbulkan
Menanyakan apakah dulu pernah menderita penyakit serupa, atau menderita penyakit

lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung.


Menanyakan apakah keluarga ada yang menderita penyakit serupa
Menanyakan keadan sosio-ekonomi, lingkungan tempat tinggal
Menanyakan pasien merokok atau minum alkohol atau tidak
Selain dengan anamnesis umum yang sering dan harus dilakukan kepada setiap pasien

yang datang, maka dengan kasus-kasus penyakit tertentu dibutuhkan anamnesis tambahan
yang berguna untuk memperjelas keadaan pasien tersebut. Pada kasus penyakit mata, maka
dibutuhkan beberapa anamnesis tambahan, yang merupakan keluhan-keluhan yang sering
terjadi pada pasien dengan kelainan mata, seperti :2,3

Apakah ada kelopak mata berdenyut?


Apakah ada sakit kepala?
Apakah ada bulu mata rontok/madarosis?
Apakah ada sakit mata saat pergerakan bola mata?
Apakah ada mata merah atau berair?
Apakah ada mata berlendir atau kotor atau belekan?
Apakah ada fotofobia (perasaan silau)?
Apakah ada penglihatan benda yang seolah-olah menjadi lebih kecil/mikropsia?
Apakah ada kelopak mata bengkak?
Apakah ada penglihatan gelap/penglihatan turun mendadak pada salah satu mata atau

kedua mata?
Apakah ada tampakan halo pada sumber cahaya?
Apakah ada astenopia atau kelelahan mata saat membaca?
Apakah ada buta dengan sakit pada mata?
Apakah ada buta senja atau malam?

2 | Page

Untuk melakukan pendiagnosaan terhadap suatu jenis penyakit maka dibutuhkan


riwayat atau keadaan pasien secara rinci, untuk itu dalam melakukan anamnesis terhadap
suatu gejala perlu ditanyakan dari awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang
memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhan-keluhan lain.
Berdasarkan pada kasus, didapatkan hasil anamnesis berupa :

Nama
Keluhan utama pasien
Riwayat penyakit dahulu

: anak laki-laki usia 7 tahun


: gatal pada kedua mata
: alergi udara panas dan debu, sering menderita batuk

pilek
Anatomi Mata
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sklera dan kelompak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet befungsi
untuk membasahi bola mata terutama kornea. Berbagai macam obat mata dapat diserap oleh
konjuntiva.
Konjuntiva terdiri dari tiga bagian, yaitu: a). Konjuntiva tarsal, yang menutupi tarsus,
sukar digerakkan dari tarsus; b). Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan
dari sklera dibawahnya; c). Konjungtiva fornices atau forniks kojungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan fornix
berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah
bergerak.6
Pemeriksaan Fisik
Tindakan pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat keadaan awal pasien saat datang.
Dalam pemeriksaan fisik terhadap pasien

maka diperlukan perhatian khusus dalam

melakukan pemeriksaan, selain itu juga dibutuhkan ketelitian dalam memeriksa keseluruhan
berbagai tubuh pasien, sambil berusaha menanyakan keadaan pasien, agar tampak diketahui
respon dari pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :

Tingkat kesadaran pasien


Tekanan darah pasien
Suhu tubuh pasien
Frekuensi pernafasan
Frekuensi denyut jantung
Serta melihat keadaan pasien secara keseluruhan, bila diperlukan pemeriksaan
dilakukan dengan meminta respon pasien

Pemeriksaan Fisik Mata


3 | Page

Pemeriksaan fisik mata adalah serangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk


mengetahui keadaan mata secara umum. Pemeriksaan ini dikhususkan pada bagian mata.
Langkah pemeriksaan yang dilakukan yakni :1,3

Ketajaman visus, menggunakan kartu Snellen

Lapang pandang, dengan tes konfrontasi

Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan
kemampuan palpebra untuk menutup sempurna

Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar


lakrimalis dan sakus lakrimalis

Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus
atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,
membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada
konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,
kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna
sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi
konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron,
bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.

Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat
apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan
berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan
kesimetrisan pupil.

Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk


huruf H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa
nyeri saat pergerakan.2
Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik biasaanya ditemukan visus yang normal,

hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang
bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan
adenopati preaurikular.3
Pemeriksaan Penunjang

4 | Page

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari


gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula- granula
bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.1
Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajad pandangan perifer klien karena jika
terdapat secret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat
halo.1
Working Diagnosis
Konjungtivitis Vernal
Penyakit ini sering disebut dengan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis
musim kemarau ini adalah penyakit alergi bilateral yang jarang. Biasanya mulai pada tahuntahun pubertas dan berlangsung selama kurang lebih 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak
dialami oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Alergan spesifiknya sulit dilacak, tetapi pasien keratokonjungtivitis vernal biasanya
menampilkan manifestasi alergi lainnya, yang diketahui berhubungan dengan sensitivitas
terhadap tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang dari pada di
daerah hangat, dan hampir tidak ada di daerah dingin.
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat. Biasanya
terdapat riwayat alergi di keluarga (hay fever, eksim, dll) dan terkadang disertai riwayat alergi
pada pasien itu sendiri. Konjungtiva tampak putih susu dan terdapat banyak papila halus di
konjungtiva tarsalis inferior.
Konjungtiva palpebralis superior sering menampilkan papila raksasa seperti batu kali.
Setiap papila raksaksa mempentuk poligonal, dengan atap rata dan mengandung berkas
kapiler.
Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda
Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling
menonjol

terdapat di limbus, yaitu

pembengkakan gelatinosa

(papilae). Sebuah

pseudogerontoxon (kabut serupa busur) sering terlihat pada kornea dekat papila limbus.
Bintik-bintik tranta (tranta dots) adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada
beberapa pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Ditemukan banyak eosinofil
dan granula eosinofilik bebas di dalam tranta dan sediaan hapus eksudat konjungtiva terpulas
Giemsa.
Mikropannus sering tampak pada keratokonjungtivitis vernal papebra dan limbus,
tetapi pannus besar jarang dijumpai. Parut konjungtiva biasanya tidak ada, kecuali pasien
telah menjalani krioterapi, pengangkkakatan papila, iradiasi, atau prosedur yang dapat
5 | Page

merusak lainnya. Mungkin terbentuk ulkus kornea superfisialis (perisai) (lonjong dan
superior) yang dapat berakibat parut ringan di kornea. Keratitis epitelial difus yang khas
sering kali terlihat. Tidak satupun lesi kornea ini berespons baik terhadap terapi standar.
Penyakit ini mungkin disertai dengan karatokonus.7
Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis banding untuk penyakit konjungtivitis vernal
yakni konjugtivitis alergi tipe lain, konjungtivitis virus, serta konjungtivitis bakteri.
Konjungtivitis Virus
Penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara
penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh
sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.5
Etiologi dan Faktor Resiko : Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis
virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan
herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat
disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus(enterovirus 70, Coxsackie A24),
poxvirus, dan human immunodeficiency virus. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang
sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak
dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang
terkontaminasi.1,5
Patofisiologi : Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda - beda pada
setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya. Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.1,5
Gejala Klinis : Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda - beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya
dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi
konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya
seperti sakit kepala dan demam. Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi,
sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis
hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki
6 | Page

gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema
palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang - kadang dapat terjadi kimosis.1,5
Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri merupakan suatu konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri.
Jenis konjungtivitis ini merupakan suatu jenis konjungtivitis yang mudah menular.
Konjungtivitis bakteri disebabkan oleh infeksi gonokok, meningokok, Staphylococcus
aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Neisseria
gonorrhea, Corynebacterium diphtheria.5
Gambaran klinis yang muncul berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis
purulen. Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil, dan dengan kornea yang
jernih. Kadang disertai keratis dan blefaritis. Bisaanya dari satu mata menjalar ke mata yang
lain dan dapat menjadi kronik.
Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi
12 jam - 5 hari, disertai pendarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk,
oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjngtivitis gonore infantum (lebih dari 10
hari), dan konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata
bengkak sukar dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan.
Pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior. Konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan
menebal. Gambaran hipertrofi papilar besar, juga tanda-tanda infeksi umum. Bisaanya
berawal dari satu mata kemudian menjalar kemata yang sebelahnya. Tidak jarang ditemukan
pembesaran dan rasa nyeri kelenjar preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi
kuning kental, tapi dibandingkan dengan bayi, maka pada dewasa sekret tidak kental sekali.
Komplikasi yang dapat muncul, yakni Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis,
gonokok menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan meningokok dapat
menyebabkan septicemia atau meningitis.
Sebelum terdapat hasil pemeriksan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal,
seperti gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian
bila tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak
ditemukan kuman dalam sedian langsung, diberikan tetes mata antibiotik spectrum luas tiap
jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Untuk konjungtivitis
gonore, pasien dirawat serta diberi penisilin salep dan suntikan. Untuk bayi dosisnya 50000
unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahin dengan air rebus
7 | Page

bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat diberikan
penisilin tetes mata dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000unit/ml diberikan setiap 1
jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi
dihentikan setelah pemeriksaan mikroskopik menunjukan hasil negative selama 3 hari
berturut-turut.
Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh organism tertentu. Konjungtivitis jenis
ini merupakan jenis konjungtivitis yang dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu.
Dengan pengobatan bisaanya akan sembuh dalam 1-3 hari.
Epidemiologi
Konjungtivitis Vernal bisaanya mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dengan
presentasi kedua jenis kelamin sama. Bisaanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10
tahun.1,5,8
Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial
yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan
sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada
konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik. Limbus konjungtiva juga
memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal.
Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan
menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.9
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan
ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh
satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta

8 | Page

pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma
oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel
mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini
hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam
membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil
dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas
jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara
keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi
jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang
luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil,
debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.9
Gejala Klinis
Gejala klinis yang umumnya timbul sebagai akibat dari penyakit ini yakni :

Mata merah
Sakit
Bengkak
Panas
Berair
Gatal
Silau
Serangan penyakit ini tidak selalu muncul bersamaan dengan seluruh gejala yang ada,

terkadang pada beberapa kasus hanya ditemukan sedikit gejala yang timbul. Sering berulang
dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Bisaanya terdapat riwayat atopi sendiri atau
dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palbebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.3
Penatalaksanaan

9 | Page

Pengobatan non medika mentosa

Kompres dingin dan kompres es


Tidur/bekerja dalam ruangan ber-AC
Tinggal dalam lingkungan yang beriklim sejuk dan lembab
Menghindari daerah berangin kencang yang bisaanya juga membawa serbuksari
Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen

di udara terbuka
Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen
Pengganti air mata (artificial), selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen.

Pengobatan medikamentosa
Dalam pengobatan medika mentosa, perlu diperhatikan setiap keadaan untung dan
rugi yang dapat terjadi. Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline
steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada
kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi
daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu
melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.3
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis
vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian
dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak
diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bisa diberikan steroid topical prednisolone
fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis
sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah,
bisa juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau
deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat
dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan
sesingkat mungkin.
Selain pemberian steroid, antihistamin baik local maupun sistemik dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal
yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control
yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan
menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian
10 | P a g e

antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak-anak, hal ini dapat
juga mengganggu aktivitas sehari- hari. Emedastine adalah antihistamin paling poten yang
tersedia di pasaran dengan kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine
merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebagai pengganti
steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi
kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi,
mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun
tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan
antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada
membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur
fosforilasi.3,5
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam
konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap
konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
Pencegahan
Pencegahan merupakan suatu tahapan yang dilakukan guna menghindari terkenanya
suatu penyakit. Dalam kasus konjungtivitis vernal, tindakan-tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan yakni dengan hidup di daerah yang bersuhu sejuk dan lembab.3

Komplikasi
Komplikasi yang sering ditimbulkan dari konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis
stafilokok dan blefaritis. Apabila teradi komplikasi ini maka diperlukan penanganan segera
dengan pemberian terapi.3
Prognosis
Prognosis dari penyakit konjungtivitis vernal ini cukup baik meskipun angka kejadian
kekambuhan dari penyakit ini pasti terjadi, khususnya pada musim semi dan musim panas,
tetapi setelah sejumlah kekambuhan yang terjadi papillae sama sekali menghilang tanpa
meninggalkan jaringan parut.3
11 | P a g e

Kesimpulan
Penyakit konjungtivitis vernal merupakan suatu penyakit alergi bilateral yang
merupakan akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan bersifat
rekuren.1,3,5 Penyakit ini dikenal juga sebagai suatu penyakit konjungtivitis musiman atau
konjungtivitis musim kemarau. Penyakit ini menyerang orang dengan usia muda 3-25
tahun, dan pada laki-laki dimulai saat usia dibawah 10 tahun. Penyakit ini dapat sembuh
sempurna, meskipun dengan riwayat kekambuhan yang pasti terjadi.
Daftar Pustaka
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
2006. h.35-6, 109-48.
2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC, 2009. h.147-57.
3. Riordan-Eva P, Whitches JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC, 2009. h.97-124.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2012. h.12037
5. Wijana N. Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-1. Jakarta: EGC, 2003.
h.41-69.
6. Ilyas, Sidartha. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2009.
h. 121-38.
7. Riordan Paul, Whitcher John. Oftalmologi umum. Edisi ke 17. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h. 97-115.
8. Utama H. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. h.28-9
9. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam
http://www.tempo.com.id/medika/032012.htm

12 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai