MATA MERAH
Pembimbing :
dr.Muhammad Ilham Zein,Sp.M
Disusun Oleh :
Desta Murdinia
1102010067
BAB I
1
PENDAHULUAN
Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui
bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terjadi
akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti
pada pembendungan pembuluh darah.
Pada konjungtiva terdapat dua pembuluh darah yaitu arteri konjungtiva posterior yang
memperdarahi konjungtiva bulbi dan arteri siliar anterior atau episklera. Arteri siliar
anterior/episklera memberikan tiga cabang yaitu arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan
bergabung dengan arteri siliar posterior longus membentuk arteri sirkular mayor/pleksus siliar
yang memperdarahi iris dan badan siliar,arteri perikornea memperdarahi kornea dan arteri
episklera yang terletak dia atas sklera dan merupakan bagian arteri siliar anterior yang
memberikan perdarahan ke dalam bola mata.
Mata merah disebabkan pelebaran pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan akut. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat terjadi akibat
pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di konjungtiva, sehingga darah tertimbun di
bawah jaringan konjungtiva.
2
BAB II
1. Pterigium1,2,3
Merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Gejala : terdapat selaput pada mata berbentuk segitiga, biasanya di sisi nasal, yang
meluas ke arah kornea dengan puncaknya di bagian sentral/kornea, timbul semacam
’garis besi’ dan penglihatan menurun.
Tanda : Pada konjungtiva bulbi tampak pterigium yang tumbuh menyebar kea rah kornea
dan sedang mengalami peradangan (sebabkan mata merah), timbul iron line dari Stocker
yang terletak di hujung pterigium, dapat disertai keratitis pungtata dan dellen (penipisan
kornea akibat kering) dan dapat muncul astigmatisme irregular.
Penatalaksanaan:
Steroid atau tetes mata dekongestan apabila meradang dan air mata buatan dalam
bentuk salep bila terdapat dellen. Jika mencapai pupil dan menghalang penglihatan : operatif.
Pencegahan rekurensi: penderita menggunakan kacamata untuk mengurangi paparan.
3
2. Pinguekula iritans (pinguekulitis)1,2
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua
terutama yang matanya sering mendapat rangsang sinar matahari, debu, dan angin.
Patofisiologi : Degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
Gejala : Benjolan kecil kuning pada kedua sisi kornea di daerah fissure palpebra yang
ukurannya tetap dan mengalami iritasi.
Tanda : Konjungtiva bulbi banyak pinguekula disertai injeksi konjungtiva.
Penatalaksanaan:
Steroid lemah topikal (Prednisolon 0,12% )
3. Perdarahan konjungtiva1,3
Dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi,
arteriosclerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan, dan batuk
rejan).
Dapat juga terjadi akibat trauma.
Gejala : Mata merah spontan, biasanya monokuler. Kadang didahului serangan batuk
berat atau bersin yang terlalu kuat, warna merah pada konjungtiva akan berubah jadi
hitam setelah beberapa lama.
Tanda : Perdarahan subkonjungtiva dan hematoma kaca mata hasil daripada fraktur basis
crania.
4
Penatalaksanaan:
Tidak diperlukan pengobatan, perdarahan akan hilang terserap dalam waktu 2-3
minggu.
4. Episkleritis1,2
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara konjungtiva dan
permukaan sklera
Gejala : mata merah, nyeri ringan, mata terasa kering, mengganjal, silau, pedih
dan berair, umumnya mengenai satu mata.
Tanda : Hiperemia terbatas (mata merah satu sektor), benjolan setempat, batas
tegas sehingga mata berwarna merah muda atau ungu. Infiltrasi, kongesti dan kemotik
pada episklera, konjungtiva yang ada diatasnya dan kapsul tenon yang terletak di
bawahnya, nyeri tekan pada benjolan yang menjalar ke sekitar mata, fotofobia, lakrimasi,
penglihatan masih normal.
5
Penatalaksanaan:
Biasanya sembuh sendiri dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Namun sering kambuh
sampai betahun-tahun, sehingga mengganggu. Keadaannya akan membaik dengan
kortikosteroid topical (deksametasone 0,1%) dalam 3-4 hari, dapat diberikan
fenilefrin 2.5% topical yang berfungsi mengecilkan pembuluh darah yang melebar
dan dapat diberikan salisilat.
5. Konjungtivitis1,2
1. konjungtivitis akut
konjungtivitis bakterial
konjungtivitis blenore
konjungtivitis gonore
konjungtivitis akut viral
keratokonjungtivitis epidemic
demam faringokonjungtiva
keratokonjungtivitis herpetic
keratokonjungtivitis New Castle
konjungtivitis hemoragik akut
konjungtivitis jamur
konjungtivitis alergi
konjungtivitis vernal
konjungtivitis flikten
2. Konjungtivitis kronis
- trachoma
Gejala :
- Mata merah
- Perasaan seperti ada benda asing
- Pedih dan panas
- Gatal-gatal
6
- Banyak keluar air mata dan eksudasi
- Fotofobia (jika kornea ikut terkena)
Tanda :
- palpebra superior : pseudoptosis (pada trachoma, keratokonjungtivitis epidemik)
- Konjungtiva tarsalis superior/inferior : hiperemis, hipertrofi papil, folikel
- Apparatus lakrimalis : lakrimasi (+)
- Adenopati preaurikuler
A. Konjungtivitis Bakteri1,5
a. Etiologi
b. Manifestasi Klinis
Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12
jam-5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia
neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan
konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar
dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan; pseudomembran pada
konjungtiva tarsal superior; konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal; gambaran hipertrofi
papilar besar; juga tanda-tanda infeksi umum. Biasanya berawal dari satu mata kemudian
menjalar ke mata sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa nyeri kelenjar
preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi dibandingkan pada bayi
7
maka pada dewasa sekret tidak kental sekali.
c. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan Gram atau Giemsa untuk
mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas.
d. Komplikasi
e. Penatalaksanaan
8
sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu
hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata antibiotik
spektrum luas tiap jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.
Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat serta diberi penisilin salep dan suntikan.
Untuk bayi dosisnya 50.000 unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang
dibasahi air rebus bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat
diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/ml setiap
menit selama 30 men it, dilanjutkan setiap 5 menit selama 30 menit berikut, kemudian diberikan
setiap I jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.
Terapi dihentikan setelah pemeriksaan mikroskopik menunjukkan hasil negatif selama 3 hari
berturut-turut. untuk mencegah penularan, diberi penyuluhan higienis perorangan pada penderita
dan keluarga
f. Prognosis
g. Pencegahan
Untuk mencegah oftalmia neonatorum dapat dilakukan pembersihan mata bayi dengan
larutan borisi dan diberikan salep kloramfenikol.
Konjungtivitis bakteri yang paling banyak adalah kojungtivitis gonore yang akan
dijelaskan lebih lanjut berikut ini
Konjungtivitis gonore1
9
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai
dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat
invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang
dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan.
Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku. Disertai rasa sakit
pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik dan
menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan
gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pad a mata yang
dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih
dahulu dan biasa kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Pada stadium
supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental
den purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali.
Diagnosis pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru
dim ana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram akan terdapat sel
intraselular atau ekstra selular dengan sifat Gram negatif.
10
Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat. Pengobatan segera dimulai bila
terlihat pad a pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan sangat dieurigai
konjungtivitis gonore. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan,
pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam
fisiologik setiap 1,4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1,4 jam. Penisilin tetes mata
dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 - 20.000 uniUml setiap 1 menit sampai
30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit. Disusul pe mberian salep
penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
B. Konjungtivitis Viral1,5
a. Etiologi
Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia, New castle,
Pikorna, Enterovirus, dan sebagainya.
b. Manifestasi Klinis
Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul preaurikular
bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam. Terdapat folikel atau
papil, sekret yang serous atau mukoserous, perdarahan subkonjungtiva (”small and scattered”),
limadenopati preaurikuler dan infiltrat kornea.
11
Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan gejala injeksi
unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi pada infeksi primer herpes
simpleks atau episode rekuren herpes okuler.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa, kultur virus,
dan sel inklusi intranuklear.
d. Komplikasi
Keratitis. Virus herpetik dapat menyebabkan parut pada kelopak; neuralgia; katarak;
glaukoma; kelumpuhan sarafIlI, IV, VI; atrofi saraf optik; dan kebutaan.
e. Penatalaksanaan
12
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan lubrikasi. Pada
kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal.
C. Konjungtivitis Jamur1,5
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya Candida albicans) adalah
infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat
timbul pada pasien diabetes atau pasien yang terganggu sistem imunnya, sebagai
konjungtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear. Organisme mudah tumbuh
pada agar darah atau media Saboraud dan mudah diidentifikasi sebagai ragi bertunas
(budding yeast) atau sebagai pseudohifa (jarang).
Infeksi ini berespons terhadap amphotericin B (3-8 mg/mL) dalam larutan air (bukan
garam) atau terhadap krim kulit nystatin (100.000 U/g) empat sampai enam kali sehari.
Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar benar-benar masuk dalam saccus
conjunctivalis dan tidak hanya menumpuk di tepian palpebra.
13
D. Konjungtivitis Alergi1,2,5
Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi.
a. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau lambat (tipe IV), atau reaksi antibodi
humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom Steven
Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan
predisposisi alergi obatobatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontakjuga dapat terjadi
reaksi alergi.
b. Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun
bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga.
Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil
besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada
keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah ditemukan
14
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
d. Penatalaksanaan
15
Adenopati biasanya ada langka biasanya hanya tidak ada
aurikuler ada pada
konjungtivitis
inklusi
kaitan dengan kadang ada kadang ada tidak pernah tidak pernah
sakit ada ada
kerongkongan
dan demam
E. Trakoma1,6
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh
Chlamydia trachromatis.
Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda
dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di Semenanjung Balkan. Ras yang banyak
terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah
dengan higiene yang kurang.
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita
trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan
lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 sampai 14 hari).
16
Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut klasifikasi Mac
Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium:
1. Stadium insipien
3. Stadium parut .
4. Stadium sembuh.
Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil
pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh
darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan
kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis
epitelial ringan.
Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada konjungtiva
tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi
papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pad a konjungtiva superior.
Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat.
Stadium 3 : Terdapat parut pad a konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis
putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pad a limbus kornea disebut
cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang. .
Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior
hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan enteropion dan
trikiasis.
Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4 minggu, sulfonamid
diberikan bila ada penyulit. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan makanan yang bergizi
dan higiene yang baik mencegah penyebaran.
17
Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan
xerosis/keratitis sika.
Pasien trachoma bisa diobati dengan Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4 takaran
yang sama selama 3-4 mingu, Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3 minggu, Eritromisin 1
gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu, dan salep mata atau tetes mata termasuk
sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan rifampisin 4x/hari selama 6 minggu.
file:///C:/Users/User/Downloads/140588679-Mata-Merah-Visus-Normal-Mata-Merah-
Visus-Menurun.pdf
18